• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN K.H MUSTOFA DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN (1898-1950 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN K.H MUSTOFA DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN (1898-1950 M)."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN K.H MUSTOFA DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN

LAMONGAN (1898-1950 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh Abdul Wasi’ SA NIM: A0.22.12.025

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ix

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “Peranan K.H. Musthofa Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)” Adapun Fokus Masalahnya adalah: (1).Bagaimana Biografi KH. Musthofa?, (2). Bagaimana Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan semenjak berdirinya pada tahun 1898 -1950?,(3). Bagaimana Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan Historis dan bersifat kualitatif. Ini sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis dan sumber lisan. Sedangkan dalam menganalisa data peneliti menggunakan metode History diantaranya: Pemilihan topik, Heuristik, verifikasi, dan Historiografi. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan Kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber yakni berdasarkan pengaruh dan kewibaan pribadi.

(7)

x

ABSTRACT

This thesis is entitled: "The Role K.H. Musthofa In Developing boarding school Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 AD) "The focus problem is: (1) Biography .Bagaimana KH. Musthofa ?, (2). How Profile boarding school in Lamongan Paciran Tarbiyatut Tholabah Kranji since its establishment in 1898 -1950?, (3). How Role K.H Musthofa in developing Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan?

This study used a qualitative approach and the Historical. These sources are used in this research is the source of written and oral sources. While the researchers analyzed the data using methods History include: Selection of topics, Heuristics, verification, and Historiography. The theory used in this thesis is the Charismatic leadership theory put forward by Max Weber that is based on the influence and personal kewibaan.

(8)

xiv

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

ABSTRAK ...viii

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Rumusan Masalah ...6

C.Tujuan Penelitian ...6

D.Kegunaan Penelitian...7

E.Pendekatan dan kerangka Konseptual ...7

F.Penelitian Terdahulu ...11

G.Metode Penelitian...12

H.Sistematika Pembahasan ...15

BAB II : BIOGRAFI KH. MUSTHOFA A.Geneologi KH. Musthofa ...17

B.Pendidikan dan Aktifitas ...20

C. Pemikiran KH. Musthofa ...36

(9)

xv

B.Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan ...55

C.Tujuan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

Paciran Lamongan ...57

D.Aktifitas Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah ...59

BAB IV :PERANAN KH. MUSTHOFA DALAM MENGEMBANGKAN

PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH

KRANJI PACIRAN LAMONGAN 1898-1950 M.

A.Perintisan dan Pembangunan ...62

B.Nilai-nilai yang diterapkan KH. Musthofa di Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan ...67

C.Kemandirian Para santri di Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan ...68

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ...73

B.Saran-saran ...74

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai

ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan islam, dakwah, pengembangan

kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada

pesantren disebut santri yang pada umumnya menetap di pesantren. Tempat

dimana para santri menginap dilingkungan pesantren, disebut dengan istilah

pondok, dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.1

Membicarakan tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat

bahwasannya lembaga pendidikan di Indonesia pertama kali yang dikenal

adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga

pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai budaya Indonesia yang

indigenious. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam

agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan masuk

sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah jawa

sekitar abad ke-16.2 Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini

semakin berkembang dengan pendirian tempa-tempat pengajian (nggon

1

Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah:Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam 2003),1.

2

(11)

2

ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat

menginap atau disebut dengan pemondokan bagi para pelajar (santri), yang

kemudian disebut dengan “Pesantren”.3

Sebuah komunitas pondok pesantren

minimal ada kyai (tuan guru, buya), masjid, asrama (pondok) pengajian kitab

kuning atau naskah salaf tentang ilmu-ilmu agama Islam.4

Secara istilah pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan

Islam bagi para santri sebagai tempat mereka menerima pendidikan melalui

pengajian, dan madrsah yag sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dan

kepemimpinan seorang atau beberapa kyai dengan ciri khas yang kharismatik.

Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari

bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab funduq

yang berarti asrama atau hotel. Di jawa termasuk Sunda dan Madura

umumnya digunakan istilah pondok pesantren, sedang di Aceh dikenall

dengan Istilah dayah, rangkang atau menuansa. sedangkan di Minangkabau

disebut surau.

Pesantren pernah menduduki posisi strategis diberbagai lapisan

masyarakat. pesantren juga waktu itu mendapat penghargaan dan

penghormatan yang mampu mempengaruhi seluruh lapisan kehidupan

masyarakat. Dalam perkembangannya, kekuasaan pesantren dimitoskan.

Selain karena kharisma kyai dan dukungan besar para santri yang tersebar di

3

M. Shuthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1.

4

(12)

3

masyarakat, karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan dan tuntutan

dinamika masyrakat tersebut. Beberapa pondok pesantren menyelenggarakan

pendidikan jalur sekolah (formal).

Kyai adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai

pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama.

Sebagai ulama, kyai berfungsi sebagai pewaris para nabi “Waratsah al

-anbiya’” yakni mewarisi apa saja yang dianggap sebagai ilmu oleh para nabi,

baik dalam bersikap, berbuat, dan contoh-contoh atau teladan baik “al-uswah

al-hasanah” mereka.5Kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elite agama,

tetapi juga sebagai elite pesantren. memiliki otoritas pesantren. Memiliki

otoritas dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan serta berkompenten

mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan yang ada dipondok pesantren.

Tipe kharismatik pada diri kyai menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren.

Dipandang dari segi kehidupan santri, kharismatik kyai adalah karunia yang

diperoleh dari kekuatan tuhan.6

Seperti halnya keberadaan K.H. Musthofa, kyai yang lahir pada bulan

Oktober 1871 di desa Tebuwung, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik.7 Kyai

Kharismatik ini merupakan pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah

Kranji Paciran Lamongan, keberadaanya sebagai seorang sosok yag sederhana

5

Rofiq A. Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2005, 7.

6

Tuner Briyan S, Sosiologi Islam Suatu Analisa atas Tesis Sosiologi Weber (Jakarta: Rajawali, 1984) 168-169.

7

(13)

4

dan pandai dalam ilmu agama membawa pondok pesantren ini menjadi

pondok tertua di Lamongan.

Sebelum berdirinya pondok pesatren Kranji, masyarakat desa kranji

dan sekitarnya adalah masyarakat abangan, yaitu masyarakat yang melakukan

kebiasaan kebiasaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, misalnya

pemberian sesaji kepada pohon, laut dan lain-lain. Kondisi masyarakat yang

semacam itu, membuat sebagian masyarakat Kranji menghendaki adanya

sebuah tempat pengajian semacam pesantren sebagai moral dan agama

mereka. Namun kehendak mereka tersebut tidak bisa begitu terwujud. Karena

masyarakat desa Kranji mengalami krisis figur yang dapat menjadikan

penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat. Akhirnya masyarakat Kranji

membuat pertemuan yang dipelopori oleh H. Harun (Kranji), K. Taqrib

(Kranji), K. Abdul Hadi (Drajat), H. Utsman (Kranji), H. Ibrahim (Kranji), K.

Mukmin (Drajat), H. Asyraf (Drajat) untuk mengambil seorang guru mengaji.

hasil pertemuan rapat mereka sepakat mengambil guru mengaji. Pilihan

tersebut tertuju pada K.H. musthofa agar berkenan mukim sekaligus

bertempat tinggal di Kranji.

Pada waktu luang K.H Musthofa sering berkunjung atau silaturrahim

kepada keluarganya di desa Drajat dan akhirnya ia banyak berkenalan dengan

para tokoh masyarakat sekitar. Karena seringnya beliau melakukan

kunjungan, maka banyak masyarakat sekitar yang mengenal beliau dan

(14)

5

yang menyebabkan masyarakat memilih beliau untuk mewujudkan keinginan

mereka mendirikan pondok pesantren. Itulah proses awal cikal bakal

berdirinya pondok Kranji.

Tanah hibah H. Harun yang masih berupa semak belukar itu mulai

dibuka oleh beliau bersama beberapa santri-santrinya. Pertama-tama yang

dikerjakan K.H Musthofa ialah menggali sumur rumah tangga, kemudian

mendirikan langgar dan rumah tinggal dengan bangunan yang sangat

sederhana. Aktifitas pembangunan itu dilakukan selama 2 tahun dengan

secara pulang pergi (mbajak) dari bungah ke Kranji. Maka pada tahun 1900

M, ia bersama keluarganya pindah secara resmi ke desa Kranji. Dengan

bekal-bekal ilmu yang Kyai Musthofa peroleh dari pondok-pondok pesantren

tersebut sedikit demi sedikit kyai Musthofa berusaha mengembangkannya

pusat kajian tersebut. Sebagai seorang perintis sebuah pesantren yang

merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional, Kyai Musthofa merupakan

figur seorang pendidik yang istiqomah (konsisten). Sejak permulaanya

sebagai kyai pesantren, ia memusatkan perhatiannya pada usaha mendidik

sejumlah santri yang hanya belasan orang dengan kondisi sarana prasarana

yang amat sederhana. Mereka diajari tentang dasar dasar ilmu agama seperti

baca tulis al-Qur’an dan mengkaji kitab-kitab kuning.

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka proposal yang saya

buat berjudul “PERANAN K.H. MUSTHOFA DALAM

(15)

6

THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN 1898-1950 M”, sangat

menarik untuk dikaji, karena sosok K.H Musthofa memiliki ke unggulan yang

berbeda dengan kyai lainnya dalam mengembangkan pondok pesantren yang

tertua di Lamongan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang hendak

dikaji disini dapat didentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi K.H. Musthofa.

2. Bagaimana Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan semenjak berdirinya pada tahun 1898-1950 M.

3. Bagaimana Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari

penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui Biografi K.H Musthofa.

2. Untuk mengetahui segala hal yang melatar belakangi berdirinya Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji P0aciran Lamongan

3. Untuk mengetahui Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok

(16)

7

D. Kegunaan Penelitian

Dengan memperhatikan hasil penelitian ini secara menyeluruh maka

kita akan dapat mengambil mafaat sebagai berikut:

1. Lembaga

Memperoleh informasi secara konkrit kondisi obyektif Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

2. Pengguna

Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan, serta menjadi khasanah

keilmuan tentang ilmu sejarah.

3. Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman baru, yang nantinya dapat

menjadikan sebagai acuan dalam meningkatkan proses belajar sesuai

dengan disiplin ilmu sejarah. Untuk dijadikan contoh teladan dan niat

keikhlasan K.H. Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Serta tugas akhir untuk

mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1).

E. Pendekatan dan kerangka konseptual

Pendekatan yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan

historis yang bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan yang terjadi di

masa lampau. dengan pendekatan historis ini dimaksudkan untuk

mengungkapkan secara kronologis latar belakang sejarah kehidupannya K.H.

(17)

8

pemimpin atau pengasuh, bahkan sebagai pendiri serta mengembangkan

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, hingga

meninggal pada tahun 1950. Disamping itu penulis juga menggunakan teori

sosial yang lain tentang konseptual teoritis kepemimpinan. hal ini sangat

relevan untuk menjelaskan kepemimpinan K.H. Musthofa.

Kepemimpinan terbagi menjadi dua ruang lingkup, pertama yang

bersifat resmi (formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di

dalam suatu jabatan, dan ada pula kepemimpinan karena pengakuan dari

masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan.

Kedua tidak resmi (informal leadership) yang mempunyai perbedaan yang

sagat mencolok yakni kepemimpinan yang resmi didalam pelaksanaanya

selalu harus berada diatas landasan-landasan atau peraturan-perraturan resmi.

Kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas

resmi, oleh karena itu kepemimpinan tersebut didasarkan atas pengakuan dan

kepercayaan masyarakat, seperti hanya K.H. Musthofa.8

Disini penulis menggunakan teori kepemimopinan kharismatik, jenis

kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli sosiologi Jerman

yakni Max Weber. Kepemimpinan Kharismatik didefinisikan oleh weber.

Berdasarkan persembahan pemiimpin terhadap para pengikut dengan kesucian, kepahlawanan, karakter khusus seorang individu, dan juga pola normatif ataiu keteraturan yang telah disampaikan. Pemimpin kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan yang sukar,

8

(18)

9

termasuk jika ada masalah-masalah ekonomi, agama, ras, politik, sosial.

Teori ini bisa dipakai untuk menganalisis beberapa jenis pemimpin,

termasuk pemimpin agama, spiritual dan politik. Dalam rangka untuk

mengungkapkan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar

menghasilkan penjelasan kausal mengenai pelaksana dan akibat-akibatnya.

K.H Musthofa merupakan santri yang diberi pengajaran dan

pendidikan dengan disiplin yang baik. Dia mulai belajar dibeberapa pesantren

yang ada di Jawa Timur, ia menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari

ayahnya sendiri, K.H. Abd Karim pendiri Pondok Al-Karimi Tebuwung

Dukun, kemudian belajar di Pondok Pesantren Qomaruddin yang diasuh Kyai

Mohammad Sholeh Tsani, Pondok Pesantren langitan Tuban diasuh oleh Kyai

Ahmad Sholih, Pondok Pesantren Baurno Bojonegoro, dan terakhir di Pondok

Pesantren Kademangan Bangkalan Madura yang diasuh oleh Kyai Kholil.

Dalam pengembaraan K.H Musthofa dari berbagai pondok pesantren

diatas sudah barang tentu beliau bersosialisasi dari berbagai santri yang sangat

hiterogen sekali, semisal mereka yang berlatar belakang petani atau pedagang

maka didalamnya akan terungkap konstruksi sejarah dengan pendekatan

sosiologis bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial,9 karena

pembahasannya mencakup sosial.

9

(19)

10

Dalam Karya Historiografi, sejarah sosial itu sendiri banyak identik

dengan sejarah pergerakan sosial misalnya gerakan keagamaan. sebagaimana

halnya dengan judul “ Peranan K.H Musthofa Dalam Mengambangkan

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950

M)”. Dalam pada itu peran dari K.H Musthofa membangun sebuah pondok

pesntren sejak tahun 1898 M dengan berbagai usaha maupun tujuan sosial

yang sangat berpengaruh terhadap generasi-generasi kedepannya, sampai

wafatnya tahun 1950 M, mampu memberikan para santri maupun

alumni-alumni yang banyak berkiprah dalam keagamaan di masyarakat.

Dalam setiap perkembangan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah

tidak terlepas dari peranan seorang kyai yang berprofesi sebagai pengasuh

maupun pendiri. Kyai mempunyai peran yang sentral dalam perkembangan

setiap pondok pesantren. Kyai memiliki otoritas yang tinggi dalam

menyimpan dan menyebarkan pengetahuan serta berkompenten mewarnai

corak dan bentuk perkembangan yang ada di pondok pesantren.

Dulu pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang

guru, dimana murid-murid duduk dilantai, menghadap sang guru dan belajar

mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari agar

tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. menurut Zuhairini,

tempat-tempat pendidikan Islam non formal seperti inilah yang menjadi embrio

terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren. Ini berarti bahwa sistem

(20)

11

atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.10 Pada

perkembangan pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu

sistem Sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sisitem wetonan

yang sering disebut kolektif.

F. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang membahas tentang Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, dengan judul

“Aktivitas Dakwah di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Desa Kranji

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, oleh Badrul Ibad B-2015/05/KPI”.

Namun dalam skripsi tersebut membahas tentang Aktivitas Dakwah di

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Desa Kranji Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan.

Sedangkan dalam Penelitian yang saya buat ini membahas lebih fokus

pada sejarah yang melatar belakangi K.H Musthofa dalam mengembangkan

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, hingga

peran perjuangan dan pemikiran K.H. Musthofa semasa hidupnya. Sesuai

dengan judul SKRIPSI yang saya susun ini, yakni “Peranan K.H. Musthofa

Dalam Mengembangkan Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

Paciran Lamongan (1898-1950 M)”.

10

(21)

12

G. Metode Penelitian

Penelitian ini sudah barang tentu menggunakan metoe penelitian

sejarah yang mendasarkan analisis pada data dan fakta yang ditemui di

lapangan, metode ini tidak diungkapkan dengan angka-angka sebagai mana

penyajian data secara kuantitatif dalam bentuk kategori.

Data yang kami peroleh berupa, dokumen-dokumen yang berbentuk

tulisan dan peristiwa-peristiwa lainnya tertulis maupun tidak tertulis secara

informan yaitu kyai, ustadz, santri, alumni dan tokoh terkait, formal maupun

informal.

Adapun langkah-langkah secara prosedur:

1. Heuristik

Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang

dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data,

atau jejak sejarah. Sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Maka

sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang

akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami

oleh orang lain. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data dari berbagai

sumber meliputi sumber tertulis dan sumber wawancara terhadap

orang-orang yang layak dengan penulisan yang dapat memberikan informasi

tentang K.H Musthofa maupun Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah

yang relevan mengenai penulisan ini. Sumber-sumber tersebut dapat

(22)

13

arsip tentang Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan baik berupa gambar, maupun berupa sumber lisan.

Sumber data lebih lanjut kami peroleh dari karya buku beliau yaitu

kitab Sharh Al-aqidah dan ragkaian wawancara terhadap orang-orang

tertentu, seperti murid K.H Musthofa yang masih hidup yakni KH.

Syahid. Wawancara akan dilakukan kepada sebagian orang yang layak

dan dapat dipercaya untuk memperoleh kebenaran data yang diperlukan

penulis dalam penulisan ini.

Selain itu penulis juga akan menggunakan sumber sekunder berupa

buku-buku seperti buku K.H Musthofa Riwayat Hidup, dan

Perjuangannya Keturunannya (1871-2004), dalam perpustakaan pondok

pesantren yang relevan dengan permasalahan penulisan ini.

2. Kritik Sumber

Kritik Sumber merupakan bagian yang sangat penting dalam

penulisan sejarah, dari data yang terkumpul dalam tahap heuristik diuji

kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahan

sumber.11 Dalam hal ini keabsahan sumber tentang keasliannya

(otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang

kasahihannya (kreadibilitasnya) ditelusuri lewat kritik intern.12 Dalam

penulisan mengenai peranan K.H Musthofa dalam mengembangkan

11

Aminudin Kasdi, Memahami Sejarah (Surabaya: Unesa University Press, 2008), 27

12

(23)

14

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan

(1898-1950 M) penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber

yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder melalui kritik intern

dan ekstern untuk mendapatkan keaslian dan kesahihan dari

sumber-sumber yang telah didapat.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah

seringkali disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang

terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat

penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui dengan

kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.13 Dalam

penulisan menegenai peranan K.H. Musthofa dalam Mengebangkan

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan

(1898-1950 M) penulis menganalisa secara mndalam terhadap sumber-sumber

yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder kemudian penulis

menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaimana dalam kajian yang

diteliti.

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yakni

usaha untuk merekonstruksi kejadian masa lampau dengan memaparkan

secara sisitematis, terperinci, utuh dan komunikatif agar dapat dipahami

13

(24)

15

dengan mudah oleh para pembaca. Dalam penulisan ini menghasilkan

sebuah laporan penulisan yang berjudul “Peranan K.H. Musthofa Dalam

Mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan (1898-1950 M)”.

Bentuk tulisan ini merupakan bentuk tulisan sejarah deskriptif

analitik, yang merupakan metodologi dimaksudkan menguraikan

sekaligus menganalisis.14 Dengan menggunakan kedua cara secara

bersama-sama maka diharapkan objek dapat diberikan makna secaara

maksimal. Jadi penulis akan menguraikan mengenai Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, yang telah didirikan oleh

K.H. Musthofa pada tahun 1898-1950 M.

H. Sistematika Pembahasan

Penyajian dalam Penulisan ini mempunyai tiga bagian: Pengantar,

Hasil Penulisan, dan simpulan. Hal tersebut disusun untuk mempermudah

pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis,

Penulisan ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab terbagi menjadi beberapa sub

bab.

Sistematiak pembahasan secara terperinci sebagai berikut:

14

(25)

16

Bab pertama. yakni memuat tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, keguanaan penelitian, pendekatan dan kerangka

teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, serta sistematika bahasan.

Bab kedua. Biografi K.H Musthofa Dalam bab ini menguraikan

tentang geneologinya, pendidikan dan aktifitasnya juga karir K.H. Musthofa

di masyarakat yang diatar belakagi oleh sejarah leluhurnya.

Bab ketiga. Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

Paciran Lamongan. Yakni memuat asal mula Pondok Pesantren Tarbiyatut

Tholabah Kranji Paciran Lamongan dalam sejarah sebelum bedirinya Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamonganserta latar belakang

dan proses berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan. Begitu juga meliputi pembahasan tentang sisi intern pondok dan

profilnya.

Bab empat. Peranan K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M).

Yakni menjelaskan sejauh mana pemikiran dan peranan K.H Musthofa dalam

perkembangan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan semenjak berdirinya pada tahun1898 M hingga wafatnya K.H

Musthofa pada tahun 1950 M.

Bab kelima. Penutup yakni memuat kesimpulan dari seluruh

(26)

17

BAB II

BIOGRAFI K.H MUSTHOFA

A. Geneologi K.H Musthofa

K.H Musthofa dilahirkan pada bulan Sya’ban 1291

Hijriyah/Oktober 1871 Masehi didesa Tebuwung, kecamatan Dukun,

kabupaten Gresik (masalah tanggal kelahiran, karena kebiasaan

masyarakat setempat tidak mencatumkan tanggal kelahiran) . K.H

Musthofa lahir dari hasil perkawinan K.H. Abd. Karim dengan Ny.

Khodijah dan dikaruniai lima orang anak, salah satunya yaitu K.H

Musthofa. KH. Abdul Karim adalah keturunan kesebelas dari Sunan Drajat

atau Raden Qosim, yaitu Abdul Karim bin Abdul Qohar bin Darus bin

Kinan bin Ali Mas’udi bin Ahmad Rifa’i bin Bisri bin Dahlan bin

Mohammad Ali bin Hamid bin Sunan Drajad/Raden Qosim.15 KH. Abdul

Karim dilahirkan pada tahun 1238 H/1822 M di Desa Drajat Paciran

Lamongan dari pasangan Suami istri yang bernama KH. Abdul Qohar dan

Nyai Sarwilah. Kedua tersebut asli warga desa Drajat Paciran Lamongan.

Semenjak Abdul Karim kecil hidup bersama ayah tirinya yang

bernama Kyai Asnawi. Mula-mula KH. Abdul Karim dikirim ke pondok

Pesantren Mbah Suto Sendang Paciran Lamongan. Kemudian melajutkan

ke pondok Pesantren Tugu Yogyakarta. Kedati ilmu yang diserap dari

kedua Pondok Pesantren tersebut cukup banyak, bagi KH. Abdul Karim

15

(27)

18

belum merupakan perolehan yang optimal. Kehausan akan ilmu agama

mencenangkan niatnya untuk memperdalamnya dikota Makkah Saudi

Arabiyah. Setelah beberapa tahun lamanya di kota Makkah beliau pulang

kekota Sidayu. Untuk membantu mengajarkan ilmu agama juga ikut

berdagang kain dipasar. Semakin lama nama beliau semakin dikenal

orang. Kemasyhurannya bukan hanya lantaran guru agama dan pedagang

yang berhasil, melainkan dikenal juga sebagai tokoh muda ahli agama

yang disegai, baik oleh penduduk maupun pemerintah Belanda. Karenanya

Belanda bermaksud mengangkat hakim agama dikabupaten Sidayu.

Mendengar kabar tersebut beliau merasa sedih. Pada saat yang bersamaan,

Pak Utsman Kepala desa Tebuwung tengah mencari seorang Ulama’ yang

sanggup membina masyarakatnya serta inggal didesanya pula. Atas

kehendak Allah yang kuasa, pak Utsman datang menghadap KH. Abdul

Karim ia memohon kesediaan beliau untuk membina masyarakat

Tebuwung dan sekitarnya yang pada waktu itu sangat rendah agamanya,

kemudian dengan senang hati tawaran tersebut diterimanya sesuai dengan

panggilan jiwanya.

Pada tahun 1862 KH. Abdul Karim meninggalkan kota sidayu

menuju desa Tebuwung. Suasana dilingkungan batu ini jauh sekali

berbeda dengan kota sidayu. Dimana-mana termasuk Sidayu pendidikan

(28)

19

dari pemerintah Belanda16. Sementara itu ia lebih leluasa mengajarkan

agama di desa Tebuwung. Sebagai sarana mengajar para santri tahun 1864

didirikan sebuah pondok dan surau di daerah hutan bendo desa Tebuwung

yang sangat sederhana. Kemudian tahun tersebut sampai sekarang sebagai

tahun berdirinya Pondok Pesantren Al-Karimi yang dulu dikenal dengan

sebuta Pondok Bendo. Cara beliau mendidik para santri tak ubahnya

seperti di pondok-pondok salaf yang lain. Sistem Wetonan dan Sorogan

merupakan Tradisi ilmiyah pesantren.

Semasa hayatnya KH. Abdul Karim dikaruniai Lima Putra putri.

Dari ke Lima anak K.H. Abd Karim tersebut, K.H Musthofa, Putra

pertama yang lahir pada tahun 1871, adalah yang paling menonjol.

K.H Musthofa dilahirkan dan diasuh ditengah keluarga santri yang

sangat taat dalam menjalankan agama. ilmu-ilmu agama langsung

diterimanya dari sang ayah K.H Abd Karim. Karena didapat dengan materi

yang baik, dalam wadah dan lingkungan yang agamis serta diampu oleh

guru terkemuka menjadikan K.H Musthofa anak yang sangat penurut

tekun dan pada saatnya nanti menjadi tokoh kharismatik yang sangat

menjunjung tinggi supermasi syariat. adapun silsilah keluarga KH. Abd

Karim diantaranya:

B. Pendidikan dan Aktivitas

Mengawali pengembarannya dalam rangka thalabul ‘ilmi, KH.

Musthofa menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri,

16

(29)

20

KH. Abd Karim, pendiri pondok pesantren Al-Karimi Tebuwung Dukun.

Kemudian ia melanjutkan pelajarannya ke pondok pesantren Qomaruddin

Sampurnan Bungah Gresik yang saat itu diasuh oleh Kyai Mohammad

Sholeh Tsani selama 5 tahun. Disini terutama ia memperdalam

pengetahuannya tentang fiqih. Setelah itu ia melanjutkan pelajarannya ke

pondok pesantren Langitan, Tuban, yang saat itu diasuh oleh Kyai Ahmad

Sholih, Selama 3 tahun. Ilmu yang ditekuninya ketika di pondok Langitan

ialah Tata Bahasa Arab diantaranya seperti Nahwu, Shorof, Balaghah.

Kemudian ia pindah ke pondok Baurno, Bojonegoro selama Dua tahun.

Setelah itu ia pergi ke pesantren Kademangan di Bangkalan, Madura,

disana ia berguru kepada seorang kyai yang paling masyhur diseluruh

Jawa dan Madura di akhir abad ke-19 dan permulaanya abad ke 20 yaitu

Kyai Kholil. Ia tinggal di pesantren kurang lebih 2 tahun dan

memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata bahasa Arab, linguistik

dan kesustraan Arab. Setelah menyelesaikan pelajarannya dipesantren ini ,

ia kembali kepondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik

dan kemudian ia diambil menantu oleh Kyai Moh. Sholeh Tsani mendapat

putrinya bernama Aminah tahun 1321 H/1895 M. Satu Tahun kemudian ia

menunaikan ibadah haji ke tanah suci makkah pada tanggal 4 juli 1896

M.17

Bagi seorang cinta ilmu, perjalanan ibadah haji bukan hanya untuk

menjalankan manasik saja, akan tetapi benar-benar dimanfaatkan untuk

17

(30)

21

“ngangsu kaweruh” kepada para masyayikh yang ada disana . apalagi

perjalanan ke Makkah saat itu dengan naik kapal layar yang

membutuhkan waktu yang relative panjang KH. Musthofa berkesempatan

belajar “mudzakarah’ kepada para masyayikh di Masjidil Haram dan

Masjid Nabawi selama 6 bulan. Perjalanan dari Nusantara menuju Masjidil

Haram dan Masjidil Nabawi membutuhkan waktu 2 hingga 6 bulan

lamanya karena perjalanan dahulu hanya ditempuh dengan kapal layar.

Bayangkan berapa banyak perbekalan berupa makanan dan pakaian yang

harus dipersiapkan pada saat itu.

Sebelum berdirinya Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah atau

dulunya orang menyebut “Pondok Kranji”, masyarakat desa kranji dan

sekitarnya adalah masyarakat abangan. yaitu masyarakat yang melakukan

kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan Syariat Islam, misalnya

pemberian sesaji pohon, laut dan lain-lain. Kondisi masyarakat yang

semacam itu, membuat sebagian masyarakat Kranji menghendaki adanya

adanya sebuah tempat pengajian semacam pesantren sebagai benteng

moraldan agama mereka. Namun kehendak mereka tersebut tidak bisa

begitu mudah terwujud. Karena waktu itu desa Kranji mengalami krisis

figur yang dapat menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat,

panutan dan tempat memperdalam Agama Islam. Akhirnya masyarakat

kranji membuat suatu pertemua yang dipelopori oleh H. Harun, K. Taqrib,

K. Abdul Hadi, H. Utsman, H. Ibrahim, K. Mukmin, H. Asyraf. untuk

(31)

22

mengambil guru mengaji . Pilihan tersebut tertuju kepada KH. Musthofa

agar berkenan mukim sekaligus bertempat tinggal di Kranji.

Pada tahun 1900 M. KH. Musthofa bersama keluarganya hijrah ke

Kranji menempati Rumah yang sekarang masih baik. selang beberapa

tahun kemudian santri semakin banyak, bahkan ada yang datang diluar

daerah Kranji, maka beliau membangun asrama tempat pemukiman,

mengulang pelajaran, menghafal, dan lain sebagainya. Asrama sederhana

tersebut letaknya disebelah selatan bangunan langgar (Musholla). Model

pengajaran yang dilakukan dalam penyampaian di pondok pesantren

Kranji adalah model sorogan dan kadang kala juga menggunakan cara

wetonan dan menggunakan tradisional lainnya. Sistem model pengajaran

seperti ini dikategorikan sebagai lembaga pendidikan tradisional

mempunyai sistem pengajaran tersendiri, dan itu menjadi ciri khas sistem

pengajaran yang membedakan dari sistem-sistem pengajaran yang

dilakukan di lembaga pendidikan formal. Ada metode pengajaran yang

diberlakukan dipesantren-pesantren, diantaranya adalah sorogan, dan

wetonan. Metode-metode pembelajaran tersebut tentunya yang ada

dipondok pesantren, tetapi setidaknya paling banyak diterapkan dilembaga

pendidikan tersebut.

Adapun sorogan tersebut berasal dari kata bahasa Jawa yakni

“sorog” yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan

kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya (asisten kyai). sisitem sorogan

(32)

23

dengan seorang guru/kyai, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara

keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama

bagi seorang murid yang bercita-cita sebagai orang alim. Sistem ini

memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara

maksimal kemampuan seorang murid dalam mengiasai bahasa arab.

Dalam metode sorogan, murid membaca kitab kuning dan memberi

makna, sementara guru mendengarkan sambil memberi catatan, komentar,

atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini, dialog

atara guru dengan murid belum atau tidak terjadi. Metode ini tepat bila

diberikan kepada murid-murid seusai tingkat dasar (Ibtidaiyah) dan tingkat

menengah (tsanawiyah) yang segala sesuatunya perlu diberi atau

dibekali.18

Sementara wetonan, kata wetonan ini berasal dari kata Bahasa jawa

yakni “wektu” yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada

waktu-waktu tertentu, sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu.

Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti

pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran

secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan

padanya. Dan metode wetonan ini cara penyampaiannya dimana seorang

guru, kyai, atau ustadz membacakan aerta menjelaskan isi kandungan kitab

kuning, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberi

makna dan menerima. Jadi guru berperan aktif sementara murid bersifat

18 Muhammad Khofifi, “Pola Pendidikan Santri Pada Pondok Pesantren”,

(33)

24

pasif. dan metode wetonan ini dapat bermanfaat ketika jumlah muridnya

cukup besar dan waktu yang bersedia relatif sedikit, sementara materi yang

harus disampaikan cukup banyak. Penyampaian tradisional lainnya adalah

memberikan pengajaran secara umum kepada semua santri kemudian

beliau menguji santri santrinya dengan cara menghafal satu persatu,

mengulang pelajaran, mempraktekkan ilmu yang telah disampaikan.

Adapun materi yang disampaikan yakni Al-Quran, Tafsir Al-Quran dan

Al-Hadist, Fiqih, Nahwu, Shorof, Balaghoh, dan ilmu Tasawuf dan

beberapa keterampilan lainnya.

K.H Musthofa adalah sosok pribadi yang istiqomah dan sangat

menghargai waktu. Tiada waktu luang yang hilang begitu saja kecuali

selalu diisi dengan aktifitas-aktifitas. Diantaranya, disela-sela mengajar

mengaji Al-qur’an, beliau membuat tampar dari bahan lulup. Dari

kerajinan tangan yang ditekuni setiap pagi itu, akhirnya sampai

menghasilkan tampar yang cukup banyak dengan berbagai ukuran, dari

yang paling kecil sampai yang paling besar. Tampar produksi tangan KH.

Musthofa itu memiliki keistimewaan, kendatipun kelihatan cukup kecil

tapi cukup kuat untuk menarik beban yang besar. Bahkan akhirnya,

masyarakat Kranji dan sekitarnya sangat menyenangi tampar buatan KH.

Musthofa, karena kuat, murah dan bahkan sering tampar itu hanya

dipinjamkan atau diberikan saja.

Disamping itu KH. Musthofa adalah seorang ahli Falaq. Hal itu

(34)

25

membangun masjid dalam menentukan arah kiblat. Mengingat pada saat

itu belum ada alat kompas yang cukup mewadahi, maka untuk menentukan

arah kiblat, peranan seorang ahli falak sangatlah dominan. Selain itu, KH.

Musthofa juga ahli rancang bangun, karena bangunan-bangunan yang ada

di komplek pondok kranji adalah hasil arsitektur beliau. Paling tidak,

beliau aktif mengamati setiap hari terhadap pekerjaan bangunan para

tukang batu maupun tukang kayu yang sedang menangani pembangunan

pondok Kranji. Komposisi yang tepat dari campuran bahan bahan yang

digunakan untuk lolo sungguh memerlukan keahlian tersendiri, mengingat

waktu itu belum ada semen, tapi nyatanya sampai sekarang bangunan

tembok masih kuat. Salah satu kelebihan yang lain adalah bahwa KH.

Musthofa itu sangat gemar bersilaturahim kesanak saudaranya. Kebiasaan

melakukan silaturahim tersebut biasa dilakukan pada hari libur ngajinya

para santri, yaitu hari Jumat.

Disamping itu KH. Musthofa adalah salah seorang pengamal

tharekat Samaniyah yang amalannya populer dengan sebutan “dzikir

saman”. Ketika berbicara tentang tarekat maka persoalan mengenai

tasawuf akan ikut dibahas, hal ini dikarenakan antara tarekat dan tasawuf

saling berhubungan satu sama lain secara subtansial dan fungsional.

Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat

adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya

mendekatkan diri kepada Allah, dan inilah yang menghubungkan antara

(35)

26

mu’tabarah di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Nahdhatul Ulama yang

mencermati perkembangan tarekat di Indonesia dengan melakukan

kualifikasi atas tarekat-tarekat yang ada. Ada sekitar 45 tarekat di

Indonesia masuk dalam kategori tarekat mu’tabarah. Adapun syarat sebuah

tarekat menjadi tarekat mu’tabarah adalah tarekat tersebut mempunyai

sanad (mata rantai) yang tidak terputus atau bersambung kepada

Rasulullah SAW dan karena itu absah untuk diamalkan.

Tarekat samaniyah mulai menyebar ke Indonesia pada penghujung

abad ke-18. Tarekat ini, yang pertamanya mengacu pada nama Syaikh

Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Saman, merupakan perpaduan dari

metode-metode dan bacaan tarekat Khalwatiyah, Qadiriyah,

Naqsyabandiyah, dan Syadziliyah. Bahkan menurut KH. Zuber Abd

Karim (alm) mengatakan bahwa yang membawa amalan dzikir Saman ke

Sampurnan Bungah adalah mbah KH. Musthofa. Sebagai pengikut tarekat

pada umumnya memiliki identifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh

umumnya orang. Maka demikian pula halnya KH. Musthofa, beliau

banyak menyembuyikan sesuatau yang khalayak ramai, dengan alasan

takut popularitas, takut disanjung orang sehingga menimbulkan sifat

takabbur dan riya’ yang dapat merusak pahala. Dapat dipahami apa dan

mengapa rahasia dzikir Saman itu dilakukan pada malam hari dengan

memadamkan lampu-lampu dan dzikir-dzikir yang dibaca pun dengan

tanpa suara atau dengan suara yang lirih, nyaris tak terdengar. Rahasianya

(36)

27

hal tertentu sebaiknya dengan niat yang ikhlas khalishan mukhlishan

liwajhillah, tanpa pamrih itu dan ini.19 Dzikir saman yang dilakukan pada

malam ke-28 Ramadhan Sampurnan Bungah tepatnya di Pondok Pesantren

Qomaruddin, dzikir saman sudah tidak asing lagi menjadi suatu budaya

dan sering dilakukan di pondok pesantren Qomaruddin sehingga para tamu

berdatangan dari sesepuh desa hingga tetangga desa ikut hadir dan

berkumpul di sebuah Musholla yang bernama Langgar Agung.

Dalam sebuah cerita pengalaman Mohammad Djabir ketika masa

kecilnya, dimana ia dalam mengikuti ngaji qur’an selalu dipaksa oleh

ayahnya pada urutan pertama. Ngaji tidak akan dimulai sebelum Moh,

Djabir nongol duduk pada urutan bangku yang pertama. Itulah kesan masa

kecilnya ketika dibawah asuhan ayahanda KH. Musthofa. Bahkan secara

khusus ada semacam wasiat bahwa : “Muhammad, jangan sekali kali

engkau tinggalkan mengajar ngaji al-qur’an, walau sesibuk apapun.

Sempatkan hal itu sebagai wiridan seumur-umur, insya Allah hidupmu

akan barokah”.20

KH. Musthofa adalah salah satu seorang ulama salaf

yang sangat mengutamakan keterampilan baca al-quran bagi para keluarga

dan santri-santrinya.

Selain itu, KH. Musthofa juga seorang yang humoris, suka

bercanda berkelakar. Suatu hari beliau kedatangan tamu dari desa

Kemantren kecamatan Paciran dengan tujuan minta jampi-jampi dan

barokah demi kesembuhan anaknya yang sudah cukup lama terkena

19

Tim Fokus. KH. Musthofa Riwayat Hidup, Perjuangan & Keturunannya 1871-2004 (Lamongan: Forum Komunikasi Bani Musthofa, 2004), 21.

20

(37)

28

penyakit gatal-gatal. Sudah kesana kemari berikhtiar mencari obat demi

kesembuhan anaknya, namun selalu gatal. Tiba-tiba suatu malam orang itu

mimpi bertemu dengan KH. Musthofa dan kontan saja pada pagi harinya

ia sowan ke pondok Kranji bertamu kepada beliau. Setelah diceritakan

bahwa anaknya bertahun-tahun mengalami sakit gatal-gatal dan sudah

berikhtiyar kemana-mana tidak ada hasilnya, lalu ia minta jampi-jampi

pengobatan kepada beliau sesuai pesan dalam mimpi tersebut. Karena

mbah KH. Musthofa bukan seorag dukun, thabib atau bakul jamu, maka

dijawab oleh KH. Musthofa dengan santai berbahasa Jawa. “menawi

sampun mekaten, inggih kajaran kemawon”. (Artinya: jika memang sudah

demikian, ya biarkan saja menunggu nasib). Tapi jawaban sederhana itu

dipahami oleh sang tamu sebagai suatu jawaban yang sangat melegakan. Ia

menafsiri ucapan KH. Musthofa itu bahwa: “Jika memang sudah

demikian, ya berilah daun-daun pohon kajaran”. Maka pulanglah tamu itu

dengan membawa resep “daun kajaran” dengan I’tiqad yang mantap dan

yakin sebagai obat alternative yang mujarab.

Selang beberapa bulan kemudian, datang kembali tamu orang

kematren tersebut ke pondok Kranji dengan membawa kendaraan cikar

didalamnya penuh dengan buah-buahan, beras, lauk pauk dan lain-lainnya.

KH. Musthofa sangatlah terkejut dengan pemandangan itu, sebab merasa

tidak besanan dengan orang itu, dengan membawa buah tangan satu cikar

seperti layaknya orang mau ngajak besanan saja. Setelah ditanya :” ada

(38)

29

saya, dan ini buah tangan sebagai tanda mengembalikan obat/resep yang

pernah diberikan oleh mbah Musthofa yaitu “kajaran”. Jadi maunya

kelakar semata-mata, tapi diaggap serius, akhirnya sembuh atas

pertolongan Allah.

Dalam bidang kaderisasi, KH. Musthofa sangat memperhatikan

sungguh-sungguh. Misalnya dengan seringnya beliau menugaskan kepada

para anak cucu dan santri-santri senior untuk tampil dalam setiap

kesempatan, seperti menjadi imam shalat rawatib, sementara KH.

Musthofa turut hadir menjad makmum dibelakngnya. ini sungguh sesuatu

uswah” yang luar biasa sebagai tokoh sentral tetapi tidak egois, tidak

merasa pintar sendiri, sementara orang lain dianggap tidak apa-apanya.

Gaya-gaya ego sentris seperti itu justru menjadi ciri khas pada umumnya

kyai-kyai tradisional. Mereka pada umumnya mengabaikan kaderisasi.

Gaya kepemimpinanya mengguakan sistem “kepemimpinan Gajah mada”,

dimana kerajaan menjadi kuat karena didukung oleh kekuatannya sendiri.

jika ada yang berpotensi dikanan-kirinya yang tidak mau loyal (sami’naa

wa atho’na), segera ditumpas karena merasa akan menyaingi bahkan

menutupi kebesara dirinya. Akibatnya setelah Gajah mada meninggal,

maka kerajaan majapahit merosot tajam dan kemudian hancur akibat sikap

kepemimpinanya yang egois, otoriter tanpa mau berpikir bagaimana

mempersiapkan generasi masa depan.21

21

(39)

30

Sebagai perintis dan pengasuh pertama operasional pesantren

sepenuhnya masih bergantung dan berpusat pada figur KH. Musthofa.

Beliau belum memperbantukan potensi para santri atau para

putra-putrinya. baru kemudian pada tahun 1924 M, sekembalinya salah satu

puteranya, Kyai Abdul Karim Musthofa, yang belajar di pondok pesantren

Tebuireng Jombang pulang ke Kranji Paciran Lamongan. Beliau mulai

mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama “Tarbiyatut Tholabah”.

Menurut KH. Ahmad Thohir saudara kandung KH. Mohammad Baqir

Adelan. Bahwa, nama Tabiyatut Tholabah adalah pemberian/hadiah dari

Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari Pengasuh Pondok Pesantren

Tebuireng Jombang, ketika KH. Abdul Karim selesai belajar dipondok

pesantren tersebut. Pondok pesantrennya sendiri pada saat itu masih

dikenal dengan Pondok Kranji.

Sementara kurikulum madrasah yang didirikannya disesuaikan

dengan kurikulum Madrasah Salafiyah Tebuireng Jombang, tempat Kyai

Abdul Karim menuntut ilmu. Pada tahun 1928 M, Kyai Abdul Karim

Musthofa pergi lagi menuntut ilmu ke Tebuireng dan kepemimpinannya

sementara diserahkan kepada adik iparnya, Kyai Adelan dari Kranji, suami

dari Nyai Shofiyah Musthofa. Setelah berada dipondok pesantren

Tebuireng kurang lebih Lima tahun, tepatnya tahun 1933 M KH. Abdul

Karim Musthofa pulang ke Kranji untuk yang kedua kalinya meneruskan

dan memajukan kepemimpinannya banyak menghasilkan santri luar

(40)

31

muslim, seperti KH. Moh. Tholchah Hasan (dari sidayu dan sekarang

menetap di Malang), Kyai Abdul Karim Rosyid (dari Gelap Laren), KH.

Abdur Rahman Syamsuri (pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren

Karangasem Paciran), KH. Abdur Rahim Thoyyib (mantan pegawai

DEPAG RI-Delegan Panceng) dan masih banyak lagi lulusan pondok

pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji yang menjadi kyai lingkungan

pondok pesantren Kranji dan daerah lainnya.

Sebelum kedatangan jepang, Pondok Pesantren Tarbiyatut

Tholabah Kranji pernah mengalami libur panjang, ketika penduduk Desa

Kranji diperintahkan oleh Kyai Amin Musthofa ke desa Payaman untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini terjadi pada tahun 1941

M dan tahun 1942 M (adanya agresi Belanda yang menumpang tentara

NICA). Ketika situasi sudah normal kembali, aktivitas pendidikan dan

pengajaran pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji pun mulai berjalan

dengan baik, bahkan pada waktu itu telah dibuka kegiatan olah raga senam

yang dikenal dengan taiso. Taiso adalah bahasa jepang yang artinya senam

atau bisa diartikan senam kesegaran jasmani. Taiso bisa dilakukan di

koridor atau tempat yang memungkinkan untuk melakukan taiso. Musik

taiso yang meruoakan dentingan piano yang lembut, selalu terdengar

setiap menjelang jam kerja pada jam yang sama, musik sudah disetel

secara otomatis. Maka, siapapun yang mendengar musik taiso, secara

otomatis orang-orang akan bergerombol membentuk barisan, lingkaran

(41)

32

melalui radio Taiso. Taiso sudah menjadi tradisi nasional jepang. Dari

anak-anak sampai orang lajut usia. Taiso ini merupakan program Nasional

yang pertama kali diselenggarakan oleh radio NHK pada tahun 1928.

Taiso menjadi sangat populer di Jepang, yaitu setelah perang dunia II dan

sampai sekarang masih dilakukan dikalangan mahasiswa, pelajar maupun

pekerja.22 Lebih dari itu di pesantren ini pernah diberi pelajaran bahasa

jepang ketika KH. Abdul Karim Musthofa mempunyai teman akrab dari

jepang yang masuk Islam namanya Abdul Hamid. Pada tahun 1943 M

KH. Abdul Karim Musthofa diberi kedudukan oleh Jepang menjadi

pegawai sumo kacuk (pada saat itu Pegawai Agama atau sekarang PNS

DEPAG) di Bojonegoro, maka kepemimpinan pondok pesantren

diwakilkan kepada adiknya KH. Amin Musthofa. KH. Amin Musthofa

telah mempunyai pondok pesantren dan Madrasah Al Islam Wal Iman di

Tunggul Paciran Lamongan. Setelah itu, KH. Amin Musthofa mendapat

panggilan ayahnya (KH. Musthofa), akhirnya madrasah Al-Islam Wal

Iman digabung dengan madrasah Tarbiyatut Tholabah. Namun

Kepemimpinan KH. Mohammad amin dalam kepemimpinannya dipondok

pesantren bisa dikatakan kurang aktif, mengingat tuntutan bergerilya di

medan perang sebagai seorang militer, ia dituntut untuk turut bela negara,

mengusir penjajah dari bumi pertiwi tercinta, ia menjadi tentara Hizbullah

setelah pulang dari pondok tebuireng tahun 1934 bersama kakaknya, kyai

ahmad Muhtadi. Pada peristiwa 10 Nopember 1945 ia sebagai komandan

22Dewi Aichi, “Taiso”,

(42)

33

pasukan Hisbullah dengan pangkat setingkat Letkol bersama saudaranya.

Pada tahun 1949 Kyai Amin bersama kakaknya, Kyai ahmad Muhtadi

gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa, tertawan oleh tentara Belanda

kemudian dieksekusi, ditembak mati dilapangan Sebanteng desa Dagan

kecamatan Solokuro dan dimakamkan disana satu lobang untuk berdua.

Pada tahun 1950 kepemimpinan pondok Pesantren Tarbiyatut

Tholabah dipegang oleh KH. Adelan, kepemimpinan KH. Adelan ini

merupakan Tradisi Baru, dimana seorang menantu dapat menduduki

kepemimpinan pesantren. Hal ini karena anak-anak KH. Musthofa yang

lain sudah bermukim dan mempunyai tugas diluar seperti Kyai Sholeh

memimpin pondok pesantren Qomaruddin Bungah, KH. Abdul Karim

sedang bertugas sebagai pegawai Departemen Agama Gresik, Kyai Abd

Rahman sudah menetap didesa Payaman. Disamping itu tentu ada faktor

lain yang menjadi pertimbangan kuat pengangkatan KH. Adelan setelah

KH. Musthofa wafat tahun 1950 adalah karena kualitas keilmuan,

senioritas, serta pengabdian dan loyalitasnya terhadap perjuangan Pondok

Tarbiyatut Tholabah Kranji.

Dalam Mengendalikan kepemimpinan pondok pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, KH. Adelan dibantu oleh

para tokoh daerah sekitar seperti Mbah Abu Bakrin, Bapak Martokan dan

lain sebagainya. Pada masa itu pondok Tarbiyatut Tholabah merekrut

tenaga pengajar dari luar maupun tenaga pengajar dari keluarga Bani

(43)

34

Baqir Adelan yang waktu itu belajar di pondok pesantren Mambaul

Ma’arif Denanyar Jombang.

Pada masa kepemimpinan KH. Adelan memangku pondok

pesantren sejak tahun 1958 tugas kependidikan diserahkan kepada KH.

Moh. Baqir Adelan, anaknya yang keenam. Dengan demikian maka

sebenarnya kiprah pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh KH.

Moh. Baqir Adelan di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

Paciran Lamongan itu sudah dimulai sejak sebelum ia memangku pondok

pesantren. Sejak saat itu pendidikan di pondok Kranji mengalami

kemajuan, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada tanggal 21

Desember 1976 KH. Adelan wafat dan dimakamkan di komplek

pemakaman keluarga Bani Musthofa Kranji Paciran Lamongan.

Pada tahun 1976 KH. Moh. Baqir Adelan memimpin pondok

pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan setelah ayahnya

KH. Adelan. KH Moh.. Baqir Adelan adalah putra dari KH. Adelan dan

Nyai Shofiyah, KH. Moh. Baqir Adelan sejak kecil sudah terlihat rajin

belajar daya mempunyai daya intelegensia. Karena pada usia 11-12 tahun

beliau sudah hafal beberapa kitab antara lain, Alfiyah Ibnu Malik (nahwu),

Imrithy (nahwu), Zubad (fiqh), Faraid Albahiyah (qawaid fiqhiyah),

‘Iddat al faridl (ilmu mewaris). Beliau anak yang patuh kepada orang

tuanya dan memiliki jiwa wirausaha sejati, karena dengan kemampuannya

menjual kue-kue dengan duduk didepan bilik-bilik pondok yang waktu itu

(44)

35

Kristalasi pemikiran KH. Moh. Baqir Adelan sangat bermanfaat

untuk masyarakat desa Kranji dan sekitarnya seperti bidang pendidikan,

bidang dakwah, bidang sosial kemasyarakatan, dan bidang perekonomian.

Pada prinsipnya upaya ini dilakukan untuk memberikan suri tauladan

kepada santri agar mereka mempunyai jiwa kemandirian ketika lulus dari

pesantren Tarbiyatut Tholabah. Dalam kepemimpinan KH. Moh. Baqir

Adelan, beliau membangun dan mengebangkan sentral multi keterampilan

di lingkungan pesantren bukan tanpa tujuan. Hadirnya sentra multi

keterampilan yang digagas oleh beliau yang pertama, sebagian

masyarakat sekitar pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah sangat

bergantung pada hasil melaut, kedua, sebagaimana anjuran dalam

Al-Quran, bahwa mencari rizqi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ketiga,

bahwa laut menyimpan sumberdaya yang sangat melimpah baik dari

sumberdaya alam hayati dan juga non hayati. dalam kepemimpinan KH.

Moh. Baqir Adelan Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah mengalami

kemajuan seperti dalam bidang Karya, bidang Dakwah, pendidikan,

bidang sosial kemasyarakatan, dan bidang perekonomian. Pada tanggal 15

Mei 2006 M KH. Moh. Baqir Adelan menghembuskan Nafas Terakhir

menghadap Allah Bikhusnul Khotimah Insyaallah. Inna lillahi wa inna

(45)

36

Pada tahun 2006 setelah wafatnya KH. Moh. Baqir Adelan

kepemimpinan pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah diteruskan oleh

putranya KH. Moh. Nasrullah Baqir sampai sekarang.23

C. Pemikiran KH. Musthofa

Pemikiran KH. Musthofa dalam kitabnya Sarh aqidah yang

menerangkan tentang sifat dua puluh adalah suatu metode pengenalan

Allah melalui sifat-sifatnya yang dibatasi pada Dua Puluh sifat. Dalam

pemikirannya dikitab Syarh Aqidah salah satunya menerangan tentang

sifat mustahil bagi Allah yakni Jahl.

“Makna Jahl (bodoh) mencakup dugaan, keraguan, tuduhan, lupa, tidur, mengetahui sebatas ide dan semisalnya. secara umum, yang dimaksud adalah segala hal yang menyerupai bodoh, yakni sama-sama berlawanan denga mengetahui. dikatgeorikan dalam makna bodoh karena tidak memiliki unsur mengetahui seperti halnya bodoh. Namun, sebenarnya yang dimakusdkan dengan tuli dan buta dalam masalah ini adalah sama sekali tidak dapt mendengar dan melihat karena ada hal-hal yang menghilangkan keberadaan hal-hal yang terdapat dalam mendengar dan melihat, karena harus ada hubungan antara keduanya dengan segala hal yang wujud, sebagaimana yang telah disebutkan diatas. yang dimaksd dengan bisu adalah sama sekali tidak dapat berbicara karena penyakit yang menyebabkan tidak dapat berbicara. termasuk juga diam dan berbicara dengan huruf dan suara. karena perkataan yang dilakukan dengan huruf dan suara, meskipun sangat baligh dan fasih yang dipandang sempurna oleh makhluk yang kurang”.24

Sifat Dua puluh itu dapat diklasifikasikan kepada empat kelompok,

yaitu nafisiyah, Salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah. Kedua Puluh sifat itu

ialah sebagai berikut:25

23

Fokus. KH. Musthofa Riwayat Hidup, 24.

24

Musthofa, Manuskrip Syarh Aqidah

25

(46)

37

1. Wujud, yang berarti ada, mustahil ‘Adam artinya Allah tiada. Sifat ini

termasuk sifat nafsiyah, yaitu sifat yang menggambarkan kedirian

Tuhan. Allah memiliki sifat wujud dan pada saat yang sama Allah

mustahil memiliki sifat tidak ada (al-‘adam). Dalil adanya Allah ialah

adanya alam semesta. Alam semesta ada tidak mungkin oleh dirinya,

melainkan oleh luar dirinya, yaitu Allah. Bahwa Allah sebagai

pencipta alam semesta dijelaskan oleh ayat yang berbunyi: “Allahlah

yang menciptakan langit dan bumi dan segalanya isinya. (Q.S.

Al-a’raf:53).

2. Qidam, Artinya sedia (tiada awal bagi ke beradaanya ), mustahil

Huduth artinya Allah tidak sedia (memiliki awal bagi keberadaanya).

3. Baqa’, artinya kekal (tiada akhir bagi keberadaanya), mustahil Fana’

Allah tidak kekal (fana’).

4. Mukhalafatuhu li al hawadits, artinya berbeda dengan segala makhluk,

mustahil, Mumathalatuhu Lilhawadith artinya Allah sama dengan

makhluk.

5. Qiyamuhu binafsihi artinya Allah berdiri dengan sendirinya, mustahil,

Qiyamuhu Bighayrih artinya Allah berhajat kepada makhluk lainnya.

6. Wahdaniyat, Artinya Maha esa, Mustahil, Ta’adud artinya Allah

berbilang-bilang.

Kelima sifat Qidam, Baqa’, Mukhalafatu Hu li al hawadits, Qiyamu

Hu Binafsi Hi, Wahdaniyat disebut sifat Salbiyah, yaitu sifat yang

(47)

38

7. Qudrat, artinya Berkuasa, Yaitu Allah Berkuasa melakukan apa saja,

mustahil, ‘Ajz artinya tidak berkuasa melakukan segala sesuatu.

Dengan sifat ini Allah SWT. Mewujudkan atau meniadakan segala

sesuatu yang dikehendakinya, dan dengan sifat itu pula, Allah SWT.

kuasa melenyapkan atau menghancurkan apa saja yang

dikehendakinya. Adapun hal-hal yang dapat membuktikan kemaha

kuasaan Allah ialah kemampuannya menciptakan alam raya ini

meliputi planet-palnet, bintang-bintang, dan bumi dengan segala

isinya, seperti tumbuh-tumbuhan, flora dan fauna, serta sumber daya

alam seperti gas, minyak, emas dan energi-energi lain yang begitu

bermanfaat bagi manusia. Dari semua sistem pengaturan perjalanan

alam seperti rotasi bumi, cahaya yang begitu teratur sehingga berjalan

dengan tertib sehingga tampak kemaha kuasaan Allah untuk

menjalankan dan mengatur alam jagat raya ini sehingga tidak ada

makhluk yang menandingi kemaha kuasaaan Allah SWT. Hal ini

digambarkan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas

segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah:20).26

8. Iradat, artinya berkehendak, yaitu allah berkehendak/memiiki

kebebasan melakukan apa saja sesuai dengan kemauannya. Mustahil,

Karahah artinya Allah tidak memiliki kebebasan. dengan sifat ini Allh

SWT menentukan segala sesuatu, baik menyangkut waktu dan tempat

maupun keadaan untuk mewujudkan atau meniadakannya. keberadaan

26

(48)

39

alam ini dengan segala perkembangannya didasarkan kehendaknya.

Apabila Allah berkehendak maka ia mewujudkanya, dan apabila Allah

berkehendak maka menghancurkannya, tidak ada makhluk yang dapat

menghalanginya. Dalam al-quran: “Katakanlah, ya Allah yang

mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang

engkau kehendaki,dan engkau cabut kekuasaan dari siapa yang

engkau kehendaki, dan engkau muliakan siapa yang engkau kehendaki

dan engkau diamkan siapa yang engkau kehendaki. Ditanganmulah

segala kebajikan, sesungguhnya engkau maha kuasa atas tiap-tiap

sesuatu”. (Q.S Ali Imran : 26).

9. ‘Ilmu, artinya memiliki ilmu yang mampu mengetahui segala sesuatu,

baik yang zahir maupun yang tersembunyi. Mustahil, Jahl artinya

Allah memiliki sifat tidak berilmu (bodoh). Sifat ini Allah mengetahui

segala sesuatu peristiwa dengan tidak didahului oleh keraguan dan

kesamaran. Dengan sifat demikian Allah mengetahui rahasia segala

sesuatu, zhahir dan bathin, dan didalam ruang dan waktu. adanya

ketentuan dan kualitas alam ini bukti dari ilmu Allah SWT.

10.Hayat. Artinya Allah hidup, mustahil, Maut artinya ia tidak hidup

(mati). Kehidupan Allah tidak sama dengan kehidupan makhluk yang

membutuhkan bantuan dari luar dirinya, sedangkan kehidupan Allah

tanpa memerlukan ruang dan waktu serta bantuan makhluk. Melalui

sifat hayat inilah muncul sifat ma’ani lainnya, yaitu berkuasa,

(49)

40

sehingga menggambarkan kesempurnaan Allah. Dalam surat Al-furqan

ayat 58 yang artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup,

yang tidak mati, dan bertasbillah dengan memujinya”.

11.Sama’. artinya mendengar, yaitu Allah mendengar segala sesuatu,

mustahil Syamam artinya Allah tidak mendengar. Allah mendengar

segala suara baik suara lahir maupun suara bathin yang sangat rahasia,

termasuk yang masih dalam hati dan angan-angan manusia. berbeda

dengan pendengaran makhluk seperti manusia yang terbatas pada

suara-suara zhahir, tanpa dapat mendengar hal-hal yang ghaib.

sedangkan pendengaran Allah tidak terbatas dan tanpa menggunakan

alat.

12.Bashir, artinya melihat, yaitu Allah melihat segala sesuatu, mustahil,

‘Umy artinya Allah tidak melihat (buta). Allah SWT mampu melihat

segala sesuatu yang ada di alam ini, termasuk gerak-gerik atau tingkah

laku makhluknya yang nyata dan yang tersembunyi, termasuk melihat

keadaan yang telah berlalu dan yang akan datang. Dalam al-quran

Surat Al-Mukmin ayat 19. “Dia mengetahui (pandangan) mata yang

khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”.

13.Kalam, artinya berkata-kata, yaitu Allah berkata-kata dengan sempurna

perkataan, mustahil, Bukm artinya Allah tidak berkata-kata (bisu).

Allah berbicara tapa menggunakan huruf dan suara. sifat ini

menunjukkan allah mengetahui semua ilmu tanpa batas da

(50)

41

peringatan kepada makhluknya dan dengan kehendaknya pula makhluk

dapat memahami kalmnya. “Dan Allah berbicara dengan Nabi Musa

dengan pembicaraan yang sempurna”. (Q.S An Nisa’ : 164)

Ketujuh Sifat Qudrat Iradat, ilmu, Hayat, sami’, bashir, Kalam,

disebut sifat ma’ani yitu sifat-sifat yang melekat pada zat Tuhan.

14.Qadirun, artinya yang berkuasa, mustahil, Kaunuhu ‘Ajizan artinya

Allah bersifat Lemah.

15.Maridun, artinya yang berkehendak, mustahil, Kaunuhu Karihan

artinya Allah tidak berkehendak.

16.‘Alimun, artinyayang mengetahui, mustahil, Kaunuhu Jahilan Allah

yang bodoh.

17.Hayyun , artinya yang hidup, mustahil, Kaunuhu Mayyitan artinya

Allah mati.

18.Sami’un, artinya yang maha mendengar, mustahil, Kaunuhu Asam

artinya Allah yang tidak mendengar (tuli).

19.Bashirun, artinya yang maha melihat, mustahil,Kaunuhu A’ma artinya

Allah buta (tidak melihat).

20.Muttakallimun, artinya yang berkata-kata dengan sempurna perkataan,

mustahil, Kaunuhu Abkam artinya Allah yang tidak berkata-kata.

Ketujuh sifat terakhir seperti Qadirun, maridun, ‘alimun, hayyun,

(51)

42

sifat yang ada pada Tuhan sebagai konsekuensi dari sifat-sifat

ma’ani.27

27

Referensi

Dokumen terkait