77
BAB III
PEMILIHAN UMUM KDH DAN WKDH
KOTA SALATIGA TAHUN 2011
A.
Mengenai Pemilu KDH dan WKDH Salatiga
Tahapan Pemilihan Umum di Indonesia - sebagaimana dirancang oleh KPU - pada prinsipnya melalui 10 (sepuluh) tahapan teknis. Tahapan teknis sesuai Pasal 65 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 4 UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum yang dijabarkan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dibagi dalam dua tahapan besar yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan, sebagai berikut :
Tahap persiapan
a. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan;
b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah;
c. Perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah;
d. Pembentukan Panitia Pengawas, Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK), Panitia Pemungutan Suara(PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara(KPPS);dan e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau pemilihan.
Tahap Pelaksanaan
a. Penetapan daftar pemilih;
b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah;
78 d. Pemungutan suara;
e. Penghitungan suara; dan
f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan.
Pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut merupakan cerminan dari demokrasi prosedural yang dijalankan di Indonesia khususnya dalam Pemilihan KDH dan WKDH di Kota Salatiga pada tahun 2011 yang merupakan periode kedua dari rezim pemilihan KDH dan WKDH secara langsung setelah pelaksanaan pertama tahun 2006.
Lebih lanjut pembahasan mengenai Pemilihan KDH dan WKDH akan didahului dengan gambaran singkat mengenai Salatiga. Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22 Kelurahan dengan luas wilayah 5.678,110 hektare atau 56.781 km2. Adapun keempat kecamatan
79 Jumlah penduduk Salatiga hingga 2009 sebesar 170.022 jiwa.1 Dari jumlah ini, sebanyak 124.072
orang tercatat sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Sementara2, ditambah lagi pemilih yang tercatat
dalam Daftar Pemilih Tambahan sebanyak 1.495 orang3. Lebih lanjut mengenai sebaran pemilih dapat
dilihat pada tabel 2.
Pada Pemilihan Umum KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011, dari seluruh wilayah ini dibagi menjadi 376 TPS termasuk TPS di Lembaga Pemasyarakatan dengan jumlah anggota KPPS sebanyak 2.632 orang. Adapun masing-masing TPS ditempatkan 1(satu) Ketua dan 6(enam) anggota ditambah 2(dua) anggota Linmas.4
1 Tim Bappeda Salatiga, Salatiga dalam Angka 2009, Bappeda
Salatiga : 2009.
2 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II - Hal 22.
80 Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS)
Lk Pr
1 TINGKIR LOR 1,474 1,498 2,972 2 TINGKIR TENGAH 1,581 1,634 3,215 3 SIDOREJO KIDUL 1,757 1,875 3,632
4 KALIBENING 665 661 1,326
1 SIDOREJO LOR 4,809 5,195 10,004
2 SALATIGA 4,980 5,422 10,402
3 BLOTONGAN 4,046 4,145 8,191 4 KAUMAN KIDUL 1,129 1,238 2,367
5 BUGEL 978 1,020 1,998
*Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga
81 Kota Salatiga nomor 078/Kpts/KPU-SLG-012.329537/2011 yakni:5
1. Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistyo, SE dengan partai pengusul PDI-P, Partai Amanat Nasinonal(PAN), Partai Damai Sejahtera(PDS) dan Partai Golongan Karya(GOLKAR). Nomor urut 2(dua).
2. Yulianto, SE, MM dan H. Muhammad Haris, SS, M.Si dengan partai pengusul Partai Keadilan Sejahtera, Partai Indonesia Sejahtera(PIS), Partai Persatuan Pembangunan(PPP), dan Partai Demokrat. Nomor urut 3(tiga).
3. H. Bambang Soetopo, SE dan Rosa Maria Delima Sri Darwanti, SH, M.Si dengan partai pengusul Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia(PKPI) dan Partai Peduli Rakyat Nasional(PPRN). Nomor urut 4(empat).
4. Bambang Supriyanto, SH, MH dan Ir. Hj. Adriana Susi Yudhawati, M.Pd dengan partai pengusung Partai Hati Nurani Rakyat(HANURA), Partai Gerakan Indonesia Raya(GERINDRA), Partai Karya Peduli Bangsa(PKPB) dan Partai Kebangkitan Bangsa(PKB). Nomor Urut 1(satu).
Hasil Rekapitulasi dalam Pemilihan Umum KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011 diperoleh hasil sebagai berikut :6
1. Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan M. Teddy Sulistyo, SE sebanyak 37.086 suara (37,70 %).
2. Yulianto, SE, MM dan H. Muh Haris, SS, M.Si sebanyak 42.396 suara (43,09 %).
3. H. Bambang Soetopo, SE dan Rosa Maria Delima Sri Darwanti, SH, M. Si sebanyak 13.317 suara (13,54 %). 4. Bambang Supriyanto, SH, MH dan Ir. Hj. Adriana Susi
Yudhawati, M.Pd sebanyak 5.580 suara (5,67 %).
5 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab III - Hal 61.
6 Tim Panwaslu, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan
82 Setelah proses penghitungan suara dan rekapitulasi hasil pemungutan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 95 Ayat (1) dan (2) berikut:
Ayat (1) Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Ayat (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Maka ditetapkanlah pasangan Yulianto-Haris sebagai pasangan terpilih. Namun demikian, gugatan ke MK diajukan oleh salah satu pasangan hingga keluar amar putusan dari MK yang menyatakan menolak permohonan keberatan dari pasangan Diah-Teddy.
83 dengan Keputusan KPU nomor 140/Kpts/KPU-SLG-02.329537/2011.7
B.
Identifikasi
Problematika
Hukum
Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga
Tahun 2011.
Sesuai urutan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH dapat diidentifikasi setiap permasalahan yang muncul sebagai berikut :
1. Tahapan Persiapan
a. Terdapat laporan dari masyarakat dan Panwaslu, bahwa ada 2(dua) anggota PPS yang tidak memenuhi syarat dikarenakan masih menjadi anggota partai politik yaitu Sholli, SE(PPS Pulutan) dan Tatik Hermiyati, SH(PPS Gendongan).8 Hal ini melanggar Pasal 11 Ayat
3 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang menyatakan bahwa :
“Anggota PPS …….berasal dari tokoh
masyarakat yang independen ”, hal ini diperkuat dengan Pasal 13 huruf (e) yaitu; “Syarat untuk menjadi PPS, PPK dan KPPS adalah (e) Tidak menjadi anggota Partai
7 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab IV – hal 9.
8 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
84 Politik”. Oleh karena itu, kemudian diambil tindakan dengan pemberhentian yang bersangkutan dari keanggotaan.
b. Adanya kebijakan Walikota Salatiga tentang mutasi dan promosi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang berakibat pada Pergantian Antar Waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat PPK maupun di tingkat PPS. Hal ini didasarkan pada Keputusan Walikota Salatiga No. 274-05/193/2011 tentang Susunan Keanggotaan PAW Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK) pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.9
2. Tahap Pelaksanaan
a. Dalam proses penetapan pasangan calon yang mendaftarkan diri melalui partai politik terjadi beberapa problematika hukum. Pertama, Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti yang merupakan kader partai Golkar justru tidak didukung oleh partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon dari partai Golkar atasnama Rosa Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II. Kedua, pasangan calon atas nama Teddy
9 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
85 Sulistiyo dan Bambang Riantoko yang diajukan lewat rapat kecamatan hingga Dewan Pimpinan Cabang(DPC) PDI-Perjuangan Kota Salatiga untuk diusulkan Ke Dewan Pimpinan Pusat(DPP) ternyata tidak disetujui. Dengan alasan hasil survei independen yang dilakukan DPP pusat PDI-Perjuangan, maka dikeluarkan rekomendasi untuk Diah Sunarsasi(sebagai calon walikota) berpasangan dengan Teddy Sulistyo(sebagai calon wakil walikota). Hal ini melanggar prinsip demokrasi dan transparansi dalam penjaringan pasangan calon lewat partai politik seperti tertuang dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik :
Ayat (1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:
……..
c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan
…….
Ayat (1a) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. (2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang undangan.
86 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berikut:
Ayat (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Ayat (4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
b. Pelanggaran terkait kampanye dengan arak-arakan dan pengumpulan massa mengganggu pengendara jalan serta pemasangan alat peraga kampanye tidak pada tempatnya merupakan pelanggaran terhadap Pasal 78 huruf (e) dan huruf (j) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu: “huruf (e). mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum” dan huruf (j)
“melakukan pawai atau arak-arakan yang
dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya”.
Dimana pelanggaran ini dilakukan oleh seluruh peserta Pemilihan KDH dan WKDH.
87 hal ini Kepala Dinas.10 Penuturan salah satu
PNS Dishubkombudpar yang baru saja purna tugas(Juni 2012):”dukungan PNS terhadap salah satu calon merupakan suatu kewajaran sebagai bagian dari masyarakat, meskipun ada yang secara langsung(vulgar), namun ada pula yang secara diam-diam mempengaruhi pemilih lainnya.11 Jika ditinjau dari prinsip
netralitas aparatur negara, hal ini sangat bertentangan dengan larangan bagi PNS seperti tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:
Setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c. Membuat keputusan dan/atau tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
11 Wawancara dengan PNS Dishubkombudpar yang kini terlibat
88 unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
d. Politik uang yang terjadi di sebagian besar daerah di Salatiga, bahkan di salah satu TPS di daerah Tingkir sangat terencana dan sistemik. Dimana Tim Sukses menunggu para pemilih agak jauh dari TPS sambil menunggu bukti rekaman foto handphone untuk kemudian diberikan imbalan uang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 117 Ayat (2) UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja memberi
atau menjanjikan uang atau materi lainnya
kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Meskipun demikian, money politics
89
C.
Analisa Problematika Pemilihan KDH dan
WKDH Kota Salatiga Tahun 2011
Hasil penelitian menunjukkan proses demokrasi yang berlangsung melalui mekanisme Pemilihan Umum KDH dan WKDH di Kota Salatiga menunjukkan hasil yang signifikan dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 82,16 %. Persentase partisipasi pemilih ini dapat menjadi indikator keberhasilan proses demokrasi secara prosedural dimana pelibatan masyarakat sangat tinggi, akan tetapi secara substansial proses demokrasi tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan hal ini nampak pada beberapa fenomena yang muncul dalam proses persiapan hingga pelaksanaan Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga. Pemberlakuan hukum dalam Pemilihan KDH dan WKDH tidak absolut dapat dilaksanakan. Hal ini telah diprediksi oleh William Chambliss dengan teori keberlakuan hukum yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal dari hukum itu sendiri. Terlebih, proses Pemilihan Umum KDH dan WKDH merupakan proses pengisian jabatan politis, sehingga sudah tentu faktor-faktor politik tidak dapat dinihilkan. Berikut ini merupakan analisa persoalan yang muncul berdasarkan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH.
1. Tahapan Persiapan
90 Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 11 Ayat (2a) merupakan fungsi krusial dan strategis dari PPS yakni “melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS dalam wilayah kerjanya dan membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi penghitungan suara”. Sehingga dalam proses pemilihan KDH dan WKDH posisi ini penting untuk melakukan kecurangan-kecurangan dengan manipulasi data. Hal ini dikarenakan sebagian besar Panitia pemilihan di masing-masing TPS mempercayakan rekapitulasi sepenuhnya pada PPS tanpa pengawasan.
Berkaitan tugas dan fungsi krusial dan strategis dari PPS, posisi ini banyak diperebutkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satunya adalah partai politik yang ikut serta dalam pemilihan KDH dan WKDH. Partai politik sengaja menempatkan kadernya sebagai PPS untuk mempermudah koordinasi serta melakukan kecurangan dalam pemungutan suara.
91 Daerah dengan mendasarkan pada pertimbangan Dewan Kepegawaian Daerah. Meskipun demikian, mutasi dan rotasi tersebut seharusnya tidak mengganggu jalannya proses demokrasi yang sedang berlangsung melalui Pemilihan Umum KDH dan WKDH.
Utamanya bila rotasi dan promosi tersebut berakibat pada Pergantian Antar Waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat PPK maupun di tingkat PPS, sehingga mengubah susunan keanggotaan Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan(PPK) pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.12
Perubahan yang terjadi ditengah proses pemilihan Umum tentu akan mengacaukan pengadministrasian yang telah dilakukan sebelumnya, mengingat tugas pokok dan fungsi sekretariat PPK dan PPS yang krusial untuk pendataan hingga memunculkan Daftar Pemilih Tetap.
Celah ini dapat digunakan untuk menggelembungkan suara ataupun penghilangan suara dengan alasan tenaga administrasi baru sehingga banyak data yang hilang dan tidak dipahami. Terlebih salah satu
12 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
92 pasangan calon merupakan istri dari walikota yang saat itu menjabat.
Bukan tidak mungkin dalam keanggotaan KPU disusupi oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti disampaikan oleh J.Kristiadi dengan melihat fenomena yang ada: “fenomena yang menyedihkan adalah politik uang dalam KPUD karena lebih mudah membeli suara dari KPUD dari pada langsung dari rakyat.”13
2. Tahapan Pelaksanaan
a. Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti yang merupakan kader partai Golkar(Rosa) justru tidak didukung oleh partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon dari partai Golkar atasnama Rosa Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II.
Keputusan Dewan Pengurus Pusat(DPP) Partai Golkar memberikan dukungan kepada Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistyo, SE menjadi polemik diinternal Partai Golkar sekaligus sebagai bentuk pengingkaran terhadap demokrasi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik meskipun
13 Wawancara Metro TV : genta demokrasi, 2 Oktober 2012, Pukul
93 Hal ini sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR Bab III
poin (1a) Nomor.
JUKLAK-13/DPP/GOLKAR/XI/2011 tentang
Perubahan
JUKLAK-02/DPP/GOLKAR/X/2009 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dari Partai Golongan Karya. Para kader partai Golkar kecewa dan protes karena Golkar tak mengusung kader sendiri dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) 2011, hal ini sebelumnya telah diusulkan oleh DPD II Partai Golkar14.
Di lain pihak, menurut penuturan dari Ketua DPD II Partai Golkar Salatiga. Proses pencalonan Rosa darwanti tidak melalui mekanisme partai yang sah, mengacu pada ketentuan partai seharusnya lewat rapat luar biasa yang melibatkan pengurus-pengurus kecamatan, sehingga klaim bahwa para pengurus kecamatan telah melakukan mekanisme yang demokratis untuk mendukung Rosa merupakan tidak benar. Meski demikian, Ketua DPD II Golkar mengakui mekanisme dalam partai Golkar bergantung pada keputusan dari DPP(pusat) dan mekanisme ditingkatan bawah hanya memberi rekomendasi dan membuat urutan elektabilitas sesuai hasil survei lokal merupakan suatu mekanisme yang tidak
14 Fungsionaris Mundur dari Tim Sukses. Semarang Metro.
94 demokratis dengan catatan bahwa demokratis yang dimaksud adalah benar-benar aspirasi dari pengurus lokal tanpa ada politik uang yang menyertai.15
Pola yang sama terjadi dalam penetapan Pasangan calon atasnama Teddy Sulistiyo dan Bambang Riantoko yang diajukan lewat rapat kecamatan hingga Dewan Pimpinan Cabang(DPC) PDI-Perjuangan Kota Salatiga untuk diusulkan Ke Dewan Pimpinan Pusat(DPP).
Secara prosedural, Proses penjaringan PDI-P telah sesuai dengan amanat Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 59 Ayat (4) dan UU no 2 tahun 2011 tentang partai politik16,17.Hal ini
diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 200518 dimana usulan
tersebut telah disampaikan secara resmi kepada Dewan Pertimbangan Daerah(DPD)
15 Wawancara dengan Ketua DPD II partai Golkar sekaligus
anggota DPRD Kota Salatiga (Agung Setiyono), Senin 19 Juni 2012 di kediaman bersangkutan.
16 Pasal.29 ayat 1c “Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap
warga negara Indonesia untuk menjadi: c. bakal calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah”
17 berbunyi : “Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.
18 Pasal 37 Ayat 5 yang menyatakan proses dalam penjaringan
95 PDI-P Jawa tengah di Semarang, melalui surat bernomor 120/DPC.PDI-P/IN/I/2011 tertanggal Selasa (4/1/2011). Surat usulan itu ditandatangani 11 pengurus teras DPC dan 4 ketua Pengurus Anak Cabang(PAC). Ketua DPC PDI-P Kota Salatiga M Teddy Sulistio mengatakan, usulan tersebut berdasarkan hasil rapat pleno diperluas pengurus DPC, Senin (3/1/2011). Adapun pertimbangan diusulkannya pasangan tersebut, kondisi politik Kota Salatiga dan berdasarkan hasil survei dari lembaga independen yang dilaksanakan Oktober dan Desember 201019.
Pada akhirnya klaim sebagai partai penegak demokrasi ternyata tidak terbukti dalam proses penetapan calon dari PDI-P. DPP PDI-P secara sepihak memutuskan untuk mencalonkan Ir Hj Diah Sunarsasi-Milhous Teddy Sulistio SE20 sebagai pasangan calon
Walikota dan Wakil Walikota.
Hal ini bertentangan dengan fakta yang terjadi berkaitan dengan partai politik dalam rezim Pemilihan Umum secara langsung. Sistem kepartaian yang oligarkis21 dan
19 DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang
metro. Published: 7 Januari 2011
20 PDIP-PAN Gandeng PDS. Semarang metro. Published : 29
Januari 2011.
21 Menurut Airlangga P. K, oligarki dalam politik di Indonesia
96 cenderung bertumpu pada satu orang mematahkan semangat demokrasi yang hendak dibangun melalui partai politik. Berbeda dengan demokrasi yang berjalan di Amerika Serikat misalnya, ada 4 fungsi partai politik yang dimaknai oleh orang awam yaitu :22
1. Kesinambungan organisasi, suatu kelestarian yang jangka lebih panjang daripada masa hidup orang-orang yang sedang memegang pimpinan.
2. Struktur organisasi yang permanen dan menurun hingga tingkat lokal.
3. Kepemimpinan berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan dan tidak hanya sekedar untuk mempengaruhi pelaksanaan dari kekuasaan semacam itu.
4. Usaha untuk meyakinkan pemilih agar memilih calon-calon mereka.
Adapun fungsi partai politik bertumpu pada kesinambungan organisasi bukan pada kharisma pemimpin semata.
Kembali pada partai politik yang ada di Indonesia yang sebagian besar menyatakan diri sebagai partai terbuka dan demokratis namun fakta berlainan dengan konsep yang dibangun. Bahkan secara terang-terangan
melainkan mereka yang dekat(keluarga) dengan ketua partai, selain keluarga dekat, akses bagi munculnnya seorang kader juga bergantung pada kepemilikan modal untuk maju dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif yang ada. (Kompas, 6 Oktober 2012, hal 5)
22 Robert P.Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga,
97 Ketua Umum PDI-P dalam orasinya di GOR Jatidiri Semarang baru-baru ini menyatakan, “segala keputusan menyangkut calon yang diusung merupakan kewenangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.”23 Hal
ini disampaikan kaitannya dengan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang akan segera berlangsung bahkan seperti dikutip Suara Merdeka, Megawati mengatakan:”Ya (soal siapa yang mendapat rekomendasi) itu kewenangan DPP partai. Urusan saya”. Suatu pola demokrasi terpimpin yang diterapkan ayahnya yaitu Soekarno dalam masa kepemimpinananya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Menyikapi hal tersebut Teddy Sulistio menanggapi bahwa ihwal yang terjadi dalam penetapan pasangan calon dari PDI-P merupakan suatu proses demokrasi yang harus ditaati sebagai kader partai. Rekomendasi apapun yang dikeluarkan oleh DPP pusat merupakan perintah yang wajib dilaksanakan oleh kader ditingkatan bawah, meski dalam proses tidak sesuai dengan demokrasi. Apabila sebuah partai mengandalkan sebuah proses demokrasi dari
23 Rekomendasi Bisa di Luar 20 Nama, Suara Merdeka. Published:
98 “bawah” saja tentu akan merusak sistem kepartaian yang ada.24
b. Berkaitan Pelanggaran kampanye, seluruh peserta melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kampanye yang diatur dalam Pasal 78 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 dan melanggar Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini utamanya arak-arakan dan pengumpulan massa mengganggu pengendara jalan serta pemasangan alat peraga kampanye tidak pada tempatnya.
c. Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil(PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung, bahkan melibatkan salah satu pejabat eselon II, dalam hal ini Kepala Dinas merupakan sebuah pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.25
Meski demikian, bila dicermati alasan keterlibatan PNS aktif pada umumya, merupakan suatu fenomena pertahanan diri dan “cari aman” ketika salah satu pasang
24 Wawancara dengan Teddy Sulistio (Ketua DPC PDI-P), Rabu 18
Oktober 2011 di kantor DPRD Kota Salatiga.
25 Dinilai Berpihak, Panwas Tegur 5 PNS. Jawa Pos. Published: 19
99 calon yang diprediksi menang akan menajdi pemimpin mereka secara birokratis, maka perlu pendekatan non-formal karena kepentingan-kepentingan tertentu yang selama ini telah berjalan. Selain itu, ada pula motif mencari peluang setelah pensiun kelak, sehingga menjadi pendukung salah satu calon merupakan cara efektif untuk mencari perlindungan setelah pensiun dalam kaitannya penempatan sebagai pejabat BUMD ataupun jabatan lainnya.
d. Berkaitan dengan isu politik uang yang dilakukan secara massif, terencana dan sistematis menjadi alasan yang sering dikemukakan untuk pengajuan banding terhadap keputusan rekapitulasi hasil Pemilihan Umum. Beberapa pasangan calon yang di kemudian hari tidak puas seringkali menggunakan alasan politik uang sebagai alasan untuk memohon Pemilihan Umum ulang.
100 Demikian fenomena politik uang ini hadir dalam pemilihan KDH dan WKDH.26
Hal serupa terjadi dalam Pemilihan Umum KDH dan WKDH Kota salatiga 2011. Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU mendapat tanggapan berupa keberatan oleh pasangan calon H. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistiyo. Pasangan ini mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Juni 2011 atas perkara nomor 55/PHPU.D-IX/2011 dengan termohon KPU Kota Salatiga.27,28
Pada akhirnya dugaan politik uang ini tidak dapat dibuktikan sehingga Mahkamah Konstitusi memutus perkara dengan menolak gugatan dari pasangan calon H. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistio dan memberikan wewenang kepada KPU untuk mensahkan hasil rekapitulasi yang telah ada.
Pada kenyataannya meskipun politik uang29 terjadi dalam Pemilihan Umum KDH
26 Wawancara dengan Siskawentar (Ketua DPC[kecamatan] PAN),
Kamis 28 Juni 2011 di kediaman bersabgkutan.
27 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota
dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II - Hal 99.
28 Risalah persidangan terkait gugatan ini dapat dilihat di situs
resmi www.mahkamahkonstitusi.go.id
29 Penuturan dari salah seorang petugas KPPS di daerah Tingkir
101 dan WKDH Kota Salatiga 2011, hakim MK memiliki pertimbangan tersendiri mengenai hal ini. Sehingga hasil keputusan KPU telah final dan bersifat tetap.
Politik uang itu sendiri dicermati sebagai sebuah pragmatisme pemilih yang lebih mementingkan uang untuk jangka pendek daripada suatu proses demokrasi dimana pemilih pada saat pemilihan berlangsung menjadi penentu bagi pemenang Pemilihan Umum dan tidak berhenti disitu, namun pemilih dapat menyampaikan aspirasinya suatu saat kelak ketika calon yang menjadi pilihan berhasil memenangi Pemilihan Umum.
Bahkan ironisnya sebagian orang berpikir bahwa meskipun calon yang dipilih berhasil memenangkan Pemilihan Umum, sudah barang tentu mereka akan melupakan pemilih dan tidak dapat dikontrol kelak ketika telah menjabat sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sehingga secara substansial proses demokrasi tidak berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Pemilihan Umum hanya menjadi proses yang demokratis secara prosedural.
102
D.
Perbaikan Pemilihan Umum KDH dan
WKDH pada masa yang akan datang
Setelah mencermati Problematika Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga tahun 2011, maka dalam rangka mewujudkan Pemilihan KDH dan WKDH yang lebih demokratis secara prosedural maupun substansial30 di masa yang akan datang,
ada beberapa alternatif perbaikan, yaitu:
a.Berkenaan dengan penyelenggara Pemilihan Umum KDH dan WKDH, selama ini pendanaan bersumber dari APBN dan APBD sehingga dalam operasional terjadi kendala dalam rekrutmen tokoh-tokoh masyarakat yang netral untuk menjadi PPK, PPS, maupun KPPS serta kesekretariatan yang menyertai. Hal ini pada akhirnya disiasati dengan melibatkan unsur PNS dalam kesekretariatan sehingga rotasi kepegawaian dapat mengganggu jalannya proses demokrasi.
Sehingga perlu dipertimbangkan untuk memperbesar porsi anggaran dari APBN dibandingkan kemampuan APBD. Sekalipun tidak mampu diakomodir, hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suatu sistem Pemilihan Umum yang serentak sehingga akan sangat menghemat anggaran namun dapat maksimal melibatkan masyarakat yang netral dalam tim penyelenggaranya.
30 Soemantri, S , Bunga Rampai Hukum Tatanegara Indonesia,
103 b. Berkenaan dengan Partai Politik yang selama ini masih menganut sistem oligarki ekonomi dan kekeluargaan dalam pengajuan pasangan calon KDH dan WKDH, harus dilakukan suatu reformasi organisasi dalam partai politik. Reformasi sistem kepartaian yang ada dapat dilakukan dengan penjaringan kader yang memiliki kapabilitas serta kemampuan intelektual dan aktif dimasyarakat sehingga dapat mengembalikan fungi partai pada jalurnya yaitu sebagai wadah untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat serta sebagai penyalur aspirasi masyarakat bukan sebagai “kendaraan” politik di masa pemilihan KDH dan WKDH.
Selain itu dalam internal partai perlu dilakukan perombakan organisasi dan pemantapan peran dan fungsi masing-masing organ maupun pengurus sehingga dapat dilakukan check and balances dalam keuangan partai, serta manajemen kerja partai politik. Sistem ini nantinya akan menjadi penentu dalam pengambilan kebijakan kepartaian khususnya berkaitan dengan pencalonan KDH dan WKDH. c. Berkenaan dengan netralitas Pegawai Negeri Sipil,
104 dan pelanggaran PNS yang terjadi. Ketegasan serta penegakan hukum bagi PNS yang melanggar ketentuan akan memberikan efek jera, terlebih bila sanksi tersebut dijatuhkan pada pejabat yang memiliki jabatan struktural cukup tinggi akan berdampak signifikan pada jajaran dibawahnya.
d. Berkenaan dengan Pemilih, pragmatisme pemilih terhadap Pemilihan Umum KDH dan WKDH dengan anggapan sebagai suatu sistem politik semata dengan meninggalkan perspektif demokrasi dan hukum harus diluruskan. Perlu upaya perubahan paradigma dalam masyarakat melalui pendidikan politik yang benar dan tidak memihak. Dalam hal ini peran Komisi Pemilihan Umum menjadi penting dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat selama masa jeda dari satu Pemilihan Umum ke Pemilihan Umum berikutnya. Pendidikan politik yang dilakukan oleh KPU utamanya berkaitan dengan proses penyelenggaraan Pemilihan Umum yang telah dan akan berlangsung sehingga tercipta suatu pemikiran aktif partisipatif dari masyarakat dalam mengawasi dan menjalankan Pemilihan Umum secara demokratis dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.