• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Populasi Dan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrophalon Maleo) Di Resort Saluki Desa Tuva Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) | Yanto Samana | GeoTadulako 5790 19169 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Populasi Dan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrophalon Maleo) Di Resort Saluki Desa Tuva Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) | Yanto Samana | GeoTadulako 5790 19169 1 PB"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Jupri Yanto Samana (2015). Estimasi Populasi Dan Karakteristik Fisik Burung

Maleo (Macrophalon Maleo) Di Resort Saluki Desa Tuva Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Skripsi. Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Tadulako, (Pembimbing 1), Zeffitni, (Pembimbing 2), Abdul Hamid.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi populasi dan karakteristik fisik sampai sekarang belum jelas, di Resort Saluki Kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu habitat burung Maleo yang cukup banyak populasinya. Penelitian tentang estimasi populasi dan karakteristik fisik burung Maleo (Macrocephalon Maleo) telah dilakukan selama 6 bulan yaitu dari 1 Maret sampai dengan 31 Agustus 2015, adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui estimasi populasi dan karakteristik fisik burung Maleo berdasarkan umur tertentu. Metode yang digunakan dalam estimasi populasi adalah mengunakan metode sensus tidak langsung berdasarkan jejak yang di tinggalkan, dalam hal ini produksi telur. Untuk karakteristik fisik ditemukan berdasarkan hasil pengamatan lansung yang terdiri dari warna dan hasil pengukuran, yaitu panjang paruh, panjang kepala, panjang leher, panjang tubuh, panjang sayap, panjang kaki, lebar mata dan bobot badan berdasarkan umur tertentu,dengan 40 ekor sampel. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah populasi burung Maleo selama 6 bulan pengamatan yaitu : pada bulan Maret 121 ekor, bulan April 70 ekor, bulan Mei 161 ekor, bulan Juni 139 ekor, bulan Juli 110 ekor, bulan Agustus 134 ekor dan bulan September 137 ekor. Karakteristik fisik berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pada umur 1– 7 bulan selalu berubah mengikuti perkembangan, seperti bobot badan, pertambahan bobot badan, panjang kepala, panjang kaki, panjang sayap, panjang leher, panjang tubuh, panjang paruh dan lebar mata serta warna bulu. Bobot badan burung Maleo yang di capai pada umur 7 bulan belum mencapai 1/3 dari bobot badan burung Maleo dewasa.

(2)

ABSTRACT

Jupri Yanto Samana (2015). Physical Characteristics Population Estimates And Bird Maleo (Macrophalon Maleo) In Tuva Village Resort Area Saluki Lore Lindu National Park (LLNP), Thesis. Study Program of the Department of Geography Social Sciences Education Tadulako, (Supervisor 1), Zeffitni, (Supervisor 2), Abdul Hamid.

This study aims to determine population estimates and physical characteristics as yet unclear, in the Resort Saluki Lore Lindu National Park area is one of the Maleo bird habitat considerable population. Research on population estimates and physical characteristics of birds Maleo (Macrocephalon Maleo) has been carried out for 6 months, namely from 1 March to 31, August 2015, as for the purpose of this study was to determine the physical characteristics of the population estimates and Maleo birds by a certain age. The method used in the estimation of the population is using an indirect census method based on traces left behind, in this case the production of eggs. For physical characteristics are found by direct observation consisting of color and the measurement results, the long half-life, the length of the head, neck length, body length, wing length, leg length, wide eyes and body weight by a certain age, with 40 fish samples. The results showed that the number of bird populations Maleo during the 6 months of observation, namely: in March 121 tail, moon April 70 tail, in May 161 tail, in June 139 tail, in July 110 head, in August 134 tail and September 137 tail. The physical characteristics based on the results of observations and measurements at the age of 1-7 months are always changing to follow the developments, such as body weight, body weight gain, length of head, leg length, wing length, neck length, body length, long beak and wide eye and coat color. Maleo bird body weight were achieved at the age of 7 months yet to reach 1/3 of the adult body weight Maleo birds.

(3)

I. PENDAHULUAN

Pulau Sulawesi merupakan pulau yang sangat penting sebagai penyimpan

kekayaan burung di Indonesia.Sejumlah 381 spesies burung endemik di indonesia, 115 apesies di antaranya hidup di Indonesia dan 96 spesies hanya ditemukan di Sulawesi Tengah. Jumlah ini jauh lebih banyak jika di bandingkan dengan jumlah burung endemik di pulau-pulau lain di seluruh indonesia. Selain itu, pulau Sulawesi juga memiliki burung yang spesifik dan khas. Hal ini dapat dilihat dengan terdapatnya 14 genus endemik yang menghuni pulau Sulawesi. Salah satu burung yang endemik dan terkenal adalah Burung Maleo (Macrocephalon maleo). Burung Maleo merupakan salah satu burung endemik Sulawesi yang sangat unik dan banyak perhatian. Penyebarannya di Sulawesi cukup luas utamanya di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Ada beberapa kawasan konservasi yang terkenal sebagai burung habitat Maleo di Sulawesi Tengah antara lain Suaka Margasatwa Bakirang, Cagar Alam Morowali, Suaka Margasatwa Tanjung Matop, dan Taman Nasioanal Lore Lindu (TNLL) (BKSDA, 2002).

Burung Maleo tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, selanjutnya dilingdungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 421/KPTS/SUM/8/1970 dan Surat Keputusan Kehutanan Nomopr 301/KPTS-II/1991 dan Nomor 882/KPTS-II/1992 serta Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 90/KPTS/UM/2/1997 serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, tanggal

27 Januari 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Ma’dika 2001,

dalam Zulfikar 2004).

Selain pemerintah Indonesia perhatian Dunia Internasional juga sangat besar keadaan populasi burung maleo yang semakin kritis sehingga IUCN (Internasional Unition Conrvatioan for Nature and Resources) pada tahun 1996 mengeluarkan Rate Date Book yang isinya mencantumkan bahwa burung maleo sebagai salah satu jenis satwa yang terancam punah (Endangered Species).

(4)

dan Kinnaird (1996) dipikirkan 0,2 maleo/Km² di Tangkoko-Dua saudara Sulawesi Utara, tetapi populasi tersebut telah mengalami penurunan lebih dari 80% sejak akhir 1970-an akibat pengambilan telur secara intensif.

Salah satu unik yang perlu di perhatikan dalam pengelolah satwa liar adalah populasi. Kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu species yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada satu tempat dan waktu tertentu disebut populasi (Alikorda, 2002). Lenih lanjut dinyatakan bahwa populasi dapat dijumpai pada suatu wilayah yang dapat segala kebutuhannya. Kebutuhan dasar populasi adalah berlindung, berkembang biak, makan dan air serta pergerakan. Batas wilayah dan ukuran populasi satwa liar agak sulit untuk dikenali, karena selalu bergerak dan jumlahnya selalu berubah dari waktu ke waktu. Semakin kecil daya dukung habitatnya akan semakin luas

batas-batas wilayah pergerakannya.

Jones,et.al. (1995) menyatakan bahwa burung maleo merupakan hewan yang berjalan seperti ayam, lebih banyak di darat (tidak terbang seperti kebanyakan burung lain), berwarna hitam putih dan yang paling istimewa adalah perilaku bertelurnya. Telur diletakkan di dalam lubang oleh induk burung yang menggali lubang dengan menggunakan kakinya yang kuat pada tempat yang memiliki panas bumi untuk daerah hutan atau daerah pantai yang memanfaatkan pasir yang di panaskan oleh sinar matahari.

Resort Saluki kawasan Taman Nasional lore Lindu merupakan salah satu habitat burung maleo yang cukup banyak populasinya, namun estimasi populasi sampai sekarang belum jelas. Begitu pulah dengan karakteristik fisik burung maleo yang ada di daerah tersebut belum diketahui secara pasti. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penilitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui estimasi populasi dan karakteristik fisik burung maleo yang hidup di habitat Resort Saluki desa Tuwa Kawasan taman Nasional Lore Lindu.

(5)

Nasional Lore Lindu ini merupakan salah satu tempat penangkaran burung Maleo, yang bisa dijadikan model bagi penyelamatan burung langka.

Desa Tuwa memang digunakan sebagai tempat penangkaran burung Maleo yang hampir punah, namun kenyataannya tempat ini dari tahun ketahun burung maleo yang ada di Wilayah Saluki Desa Tuwa semakin berkurang karena banyaknya masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pelestarian ini dan penjagaan atau keamanan belum terlalu ketat atau belum terlalu banyak petugas keamanan yang bertugas di daerah ini sehingga mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan ini guna mengambil telur-telur burung maleo yang ingin ditetaskan.

II. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang memberikan penjelasan tentang inventaris potensi wilayah untuk selanjutnya diadakan proses zonasi terhadap objek dan wilayah pariwisata. Selain itu penulis memeilih menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan masalah yang berhubungan dengan objek penelitian serta memberikan penjelasan secara rinci terhadap pemecahan suatu masalah. Penelitian kualitatif dipilih karena data dan informasi yang dikumpulkan berbentuk kata-kata dan gambar, selain itu data

dan informasi yang berbentuk angka juga dikumpulkan sebagai penunjang data dan informasi yang telah ada. Karya Bogdan dan Taylor dalam Ismail, (2013:22 ). Menurut Bogdan dan Taylor dalam J. Moleong, (2001:3) :“ Metodologi Kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”

Moleong sendiri menjelaskan : “ Penelitian Kualitatif adalah penelitian

yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi

lainnya.”

(6)

Kadidia, Huluwara, Mapane, Taveki, Mangku, Kaya, Karetambe, dan Bora

(Ma’dika 2001). Burung maleo oleh penduduk Sulawesi Tengah dikenal dengan

nama Mamua, sedangkan di daerah Sulawesi Utara dikenal dengan nama Senkawor.

Klasifikasi burung maleo menurut Widyastuti (1993) adalah sebagai berikut :

Ordo : Galliformes

Subordo : Galli

Family : Megapodidae

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Aves

Genus : Macrocephalon

Spesies : Macrocephalon maleo

Dilihat dari aspek morfologi burung maleo mempunyai ukuran tubuh sebesar ayam kampung dewasa. Panjang tubuh ± 50 cm bentangan sayap berukuran ± 272–303 mm atau sekitar 30,2 cm untuk burung betina dan 29,4 cm untuk burung jantan (Wiriosoepartho, 1997). Berat badannya ± 1,6 kg dan ukuran lingkaran badan burung dewasa 39,5 cm. Bila di bandingkan antara panjang dan berat bobot tubuh dengan lebar sayap burung ini, tidak ideal untuk melakukan penerbangan yang baik. Hal ini menyeebabkan bila melakukan penerbangan bunyi kepakan sayapnya sangat keras terdengar.

Burung maleo mempunyai panjang tubuh sekitar 55 cm diukur dari ujung paruh sampai ujung ekor. Pada bagian kepalanya terdapat tonjolan semacam topi yang berwarna hitam mengkilat. Topi ini terbentuk dari sel-sel jarring tanduk. Paruhnya besar dan runcing, berwarna hitam dengan ujung merah kekuning-kuningan dan leher burung maleo hamper tidak berbulu sehingga kelihatan keunguan.

(7)

(Homithermal) dan kelengkapan bulu yang cukup tebal. Kaki burung maleo kuat dan besar yang dipergunakan untuk menggali lubang pasir untuk keperluan bertelur. Panjang kaki burung maleo 25 cm, jari-jari cakar sekitar 5-8 cm. Ukuran telurnya kira-kira sama dengan telur angsa. Panjang 10 – 11 cm dengan diameter 6 – 7 cm, sehingga perbandingan dengan telur ayam biasa adalah 1 butir telur burung maleo sama dengan 5 butir telur ayam kampong. Dalam keadaan segar telur burung maleo berwarna jambu dan lama-kelamaan kecoklat-coklatan.

Menurut Mallombasang (1995), burung maleo dijumpai di Kabupaten Mamuju Sulawesi Selatan yang kini telah menjadi Sulawesi Barat di dua desa yaitu desa Belang-belang dan Papalang yang terbagi atas lima satuan habitat bertelur yaitu Papalang Timur, Papalang Barat, Belang-belang, Bakengkeng Timur dan Bakengkeng Barat. Lebih lanjut (_____ 1990 dalam Mallombasang,

1995) dinyatakan bahwa di Sulawesi Utara terdapat di Dumoga Bone yang menyebar dibeberapa lokasi peneluran antara lain di Tumokang, Hungayono, Leda-leda, Pahulongo, sinondu, Tambun, Pilomanu, Muara Pusian Tulabolo dan Bakan, serta sebagian terdapat di Tangkoko. Di Sulawesi Tenggara tersebar di bagian Utara dan Selatan Kawasan Suaka Margasatwa Buton Utara, juga sebagian ditemukan di Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo dan Rawa Awopa.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian bertempat di Desa Tuwa, kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi yang mempunyai beberapa tempat penangkaran Burung Maleo. Desa Tuwa merupakan salah satu Desa di kecamatan Gumbasa yang secara administratif berbatasan antara lain :

• Sebelah utara berbatasan dengan Desa Omu, Kecamatan Gumbasa

• Sebelah timur berbatasan dengan Desa Salua, Kecamatan Kulawi

• Sebelah selatan berbatasan dengan Taman Nasional, Kecamatan Gumbasa

• Sebelah barat berbatasan dengan Gunung Tutuvingi, Kecamatan Dolo Selatan.

(8)

pada bagian timur yang mendekati batas bagian luar Kawasan Taman Nasional. Secara administrative tempat bertelur burung maleo ini termasuk wilayah pemerintahan Desa Tuwa, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi. Secara geografis sungai Saluki terletak pada ketinggian 235-305 mdpl, diantara 01º 17’ 45” LS, 119º 58’ 32” BT dan 01º 17’ 50” LS, 119º 59’ 50” BT. Sedangkan Desa Tuwa

berjarak ± 50 km dari Ibu Kota Provinsi Palu.

3.1 Estimasi Populasi

Hasil perhitungan dalam penentuan estimasi populasi setiap bulan tertera pada Tabel 3.1 berikut ini.

Table 1. Hasil Perhitungan Estimasi Populasi per Bulan Burung Maleo di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Selama

Jumlah 52 104 7 10,4 121,4

Jumlah 71 142 5 14,2 161,2

(9)

Jumlah 61 122 5 12,2 139,2 ∞ 139

Juli I

II

21 27

42 54

4

-4,2 5,4

50,2 59,4

Jumlah 48 96 4 9,6 109,6

∞ 110

Agustus I

II

29 30

58 60

-4

5,8 6

63,8 70

Jumlah 59 118 4 11,8 133,8

∞ 134

Sumber: Hasil analisis data primer, 2015

Hasil penelitian, tabel 3.1 diatas menunjukkan adanya periode peningkatan populasi burung maleo di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus.

Rumus Estimasi Populasi

EP = (∑ Telur x 2 ) per periode + A + B(10%)

Keterangan : EP = Estimasi Populasi

A = Jumlah Anak yang dilepas dari kandang penangkaran

B = 10% Error

Perhitungan estimasi populasi dilakukan setiap bulan selama penelitian.

3.1.1 Bulan Maret

(10)

ditambahkan tiga ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 6,8 (error). jumlah 6,8 didapatkan dari maleo dewasa yang berjumlah 68 ekor dibagikan 10% sehingga jumlah error menjadi 6,8. Maka dari hasil 68 ekor maleo dewasa ditambahkan tiga ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 6,8 (error), sehingga didapatkan estimasi populasi berjumlah 77,8 ekor.

Pada periode 2 minggu keempat dari bulan Maret jumlah telur 18 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 36 ekor, kemudian ditambahkan empat ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 3,6 (error), sehingga dari penjumlahan keseluruhan didapatkan estimasi populasi berjumlah 43,6 ekor.

Hasil jumlah keseluruhan untuk bulan Maret, dari jumlah telur diperiode 1

ditambahkan dengan jumlah telur periode 2, jumlah maleo dewasa diperiode 1 ditambahkan jumlah maleo dewasa diperiode 2, jumlah anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran diperiode 1 ditambahkan jumlah anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran diperiode 2, jumlah error diperiode 1 ditambahkan jumlah error diperiode 2 dan jumlah estimasi populasi diperiode 1 ditambahkan jumlah estimasi populasi diperiode 2. Sehingga didapatkanlah estimasi populasi untuk bulan Maret berjumlah 121 ekor.

3.1.2. Bulan April

Pada periode 1 minggu kedua dari bulan April jumlah telur 20 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 40 ekor, kemudian ditambahkan satu ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 4 (error). Sehingga didapatkan estimasi populasi jumlah 45 ekor.

Pada periode 2 minggu keempat dari bulan April jumlah telur 10 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 20 ekor, kemudian ditambahkan dua ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 2 (error), sehingga dari penjumlahan keseluruhan didapatkan estimasi populasi berjumlah 25 ekor. Dari hasil jumlah keseluruhan estimasi populasi untuk bulan April berjumlah 69 ekor.

(11)

Pada periode 1 minggu kedua dari bulan Mei jumlah telur 41 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 82 ekor, kemudian ditambahkan tiga ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 8,2 (error). Sehingga didapatkan estimasi populasi jumlah 93,3 ekor.

Pada periode 2 minggu keempat dari bulan Mei jumlah telur 30 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 60 ekor, kemudian ditambahkan dua ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 6 (error), sehingga dari penjumlahan keseluruhan didapatkan estimasi populasi berjumlah 68 ekor. Dari hasil jumlah keseluruhan estimasi populasi untuk bulan Mei berjumlah 161 ekor.

3.1.4. Bulan Juni

Pada periode 1 minggu kedua dari bulan Juni jumlah telur 21 butir dikalikan

2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 42 ekor, kemudian ditambahkan satu ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 4,2 (error). Sehingga didapatkan estimasi populasi jumlah 47,2 ekor.

Pada periode 2 minggu keempat dari bulan Juni jumlah telur 40 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 80 ekor, kemudian ditambahkan empat ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 8 (error), sehingga dari penjumlahan keseluruhan didapatkan estimasi populasi berjumlah 92 ekor. Dari hasil jumlah keseluruhan estimasi populasi untuk bulan Juni berjumlah 139 ekor.

3.1.5. Bulan Juli

Pada periode 1 minggu kedua dari bulan Juli jumlah telur 21 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 42 ekor, kemudian ditambahkan empat ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 4,2 (error). Sehingga didapatkan estimasi populasi jumlah 50,2 ekor.

(12)

3.1.6. Bulan Agustus

Pada periode 1 minggu kedua dari bulan Agustus jumlah telur 29 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 58 ekor, kemudian ditambahkan 0 ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 5,8 (error). Sehingga didapatkan estimasi populasi jumlah 63,8 ekor.

Pada periode 2 minggu keempat dari bulan Agustus jumlah telur 30 butir dikalikan 2 sehingga jumlah maleo dewasa menjadi 60 ekor, kemudian ditambahkan empat ekor anak maleo yang dilepaskan dari kandang penangkaran lalu ditambahkan 6 (error), sehingga dari penjumlahan keseluruhan didapatkan estimasi populasi berjumlah 70 ekor. Dari hasil jumlah keseluruhan estimasi populasi untuk bulan Agustus berjumlah 134 ekor.

Untuk lebih jelasnya jumlah populasi burung maleo di Resort Saluki Desa

Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Sumber: Hasil analisis data primer, 2015

Gambar 4.2 : Grafik: Estimasi Populasi berbulan Burung Maleo di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Selama Penelitian.

3.2. Karakteristik Fisik

Karakteristik Fisik Burung Maleo yang dipelihara dalam kandang penangkaran di Resort Saluki Desa Tuwa di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, tertera pada Tabel 3.2 :

121

70

161

139

110

134

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Maret April Mei Juni Juli Agustus

Y

Populasi Burung

Maleo

Ket: Y = Jumlah Populasi

(13)

. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 0-7 hari.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5

9 Warna bulu Hitam dan coklat, sudah lengkap menutupi tubuh, warna kaki coklat muda

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.3. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 1 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5

(14)

No Karakteristik Fisik

Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5

9 Warna bulu Hitam dan coklat, sudah lengkap menutupi tubuh, warna kaki coklat muda, jambul sudah tumbuh dan berwarna putih

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.5. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 3 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5 9 Warna bulu Hitam dan coklat, sudah lengkap menutupi tubuh, warna

kaki coklat muda, jambul sudah tumbuh dan berwarna putih, bulu ekor mulai tumbuh.

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.6. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 4 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

(15)

1 9 Warna bulu Bulu dada belum putih semua, sisi kiri dan kanan putih

dan bagian tengah masih coklat, dan mulai tumbuh bulu warna orange.

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.7. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 5 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5

9 Warna bulu Warna bulu dada sudah putih semua.

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.8. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 6 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

(16)

1

bagian kiri dan kanan, bagian tengah warna kuning, kaki warna hitam, pada paruh atas ad garis merah pada jantan, dan garis kuning dan hitam bagian atas pada betina.

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

Tabel 3.9. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang berumur 7 Bulan.

No Karakteristik Fisik Hasil Pengamatan per ekor burung maleo

1 2 3 4 5

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015

3.3 Pembahasan

(17)

terjadi pada bulan Mei, dengan perhitungan Estimasi sebanyak 161 ekor, jumlah ini lebih banyak dari bulan Maret, April, Juni, Juli, Agustus dan September. Meningkatnya jumlah populasi pada bulan Mei ini dikarenakan pada bulan tersebut adalah musim kawin (breading season) serta ketersediaan pakan, khususnya buah-buahan dan biji-bijian cukup.

Hasil pengamatan yang dilakukan, maka karakteristik fisik dapat di lihat pertambahan bobot badan pada burung maleo mencapai 30 – 38 gram per bulan pertambahan ini pada umur 1 dan 7 bulan yang mencapai 38 gram, untuk pertumbuhan panjang kepala yaitu antara 0,1 – 1 cm, pertambahan paling tinggi mencapai 0,5 cm pada umur 1 bulan, sedangkan untuk panjang kaki antara 0,1 –1 cm pertambahan paling tinggi mencapai 1 cm yaitu pada umur 1 bulan.

Pertambahan panjang sayap pada burung maleo rata-rata mencapai antara

0,3 – 1,6 cm pertambahan panjang sayap paling tinggi mencapai 1,6 cm pada umur 1 bulan, untuk pertambahan panjang leher antara 0,1 – 0,9 cm, dan pertambahan paling tinggi mencapai 0,9 cm pada umur 5 bulan, sedangkan untuk pertambahan panjang tubuh antara 0,3–1,9 cm yaitu umur 3 bulan mencapai 1,9 cm.

Pertambahan panjang paruh pada burung maleo yang berumur 0 – 7 bulan mencapai 0,3 - 0,6 cm, pertumbuhan 0,6 cm pada umur 7 bulan, dan untuk pertambahan lebar mata hanya mencapai antara 0,1 – 0,5 cm yaitu pada umur 7 bulan mencapai 0,5 cm, sedangakan untuk perubahan dan perkembangan burung maleo berdasarkan umumya.

Penelitian ini di laksanakan di Area penangkaran Burung Maleo yang terletak di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Yang menjadi obyek penelitian adalah Burung Maleo yang ada di kawasan penangkaran tersebut. Burung Maleo merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, burung ini cenderung menggunakan sepasang kakinya yang kuat dalam aktifitas sehari-hari. Karakteristik fisik burung Maleo dewasa yaitu panjang paruh 3,5 cm, panjang tubuh 19,5 cm, bobot badan 1,5 kg, lebar mata 1,5 cm, panjang leher 17,0 cm, panjang kaki 21,0 cm dan panjang sayap 20,0 cm.

(18)

lazimnya berwarna putih agak kemerah-merahan. Warna bulu badan antara burung jantan dan betina tidak jauh berbeda, yang agak membedakan adalah ukuran badannya. Burung jantan umumnya berukuran lebih besar dibandingkan burung betinanya. Burung Maleo hidup berpasangan dan menetap pada satu tempat. Jika habitatnya terganggu, maka ia akan berpindah mencari tempat lain yang aman dan banyak sumber pakan sebagai pendukung. Habitat hidup burung Maleo umumnya dijumpai pada daerah pantai dan pegunungan. Habitat hidup pada daerah pantai umumnya bertelur di areal yang tidak begitu lebar vegetasinya dan letaknya lebih tinggi dari garis pantai, pada pasir yang tidak padat dan bebas dari batu-batuan. Pada daerah pegunungan burung Maleo bertelur di tempat terbuka, dekat sungai pada hutan dataran rendah. Pada lokasi ini burung Maleo memilih areal yang tidak bervegetasi dan letaknya agak tinggi dari garis sungai

yaitu berupa suatu tanah datar berwarna hitam halus dan terus-menerus mendapat penyinaran dari sinar matahari.

Keberadaan dan penyebaran burung Maleo di habitat bertelurnya erat hubungannya dengan faktor fisik dan faktor biotik yang membentuk habitat tersebut. Struktur tanah (berpasir), temperatur, kelembaban dan vegetasi merupakan faktor fisik dan biotik yang berperan dalam penentuan lokasi bertelurnya. Pemilihan tanah berpasir untuk tempat bertelur diduga berhubungan dengan temperature yang diperlukan telur pada masa inkubusi seperti halnya jenis burung lain. Kondisi temperature dan kelembaban yang stbil pada masa inkubusi ini ternyata dibentuk oleh lingkungan. Disamping penyinaran matahari, tanah merupakan unsure penting pengaturan ini (Addin, 1992).

Populasi satwa liar berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti keadaan fluktuasi lingkungannya. Fluktuasi populasi satwa liar ini dipengaruhi oleh beberapa parameter populasi seperti angka kelahiran, angka kematian, kepadatan populasi, struktur umur dan struktur kelamin. Keadaan fluktuasi suatu populasi

mempunyai tiga kemungkinan, yaitu : “ jika angka kelahiran lebih besar dari

(19)

ruang yang pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu dalam satu unit luas atau volume. Nilai kepadatan ini diperlukan karena dapat menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya. Jadi dalam perhitungan kepadatan populasi harus dipertegas macam kawasan.

Tanpa data yang detail tentang jumlah pasangan burung maleo yang mengunjunagi tempat penelusuran setiap hari satu musim, sulit untuk menentukan jumlah populasinya di daerah bertelur. Namun ada beberapa data yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam memperkirakan (estimasi) jumlah pasangan burung maleo di setiap tempat. Pertama, Dekker (1990) memjelaskan bahwa setiap burung Maleo betina menghasilkan 8 – 12 butir telur per tahun. Kedua, Argeloo(1994) melaporkan bahwa jumlah lubang yang digunakan setiap hari selama musim bertelur di satu tempat penelusuran (tambun) tidak pernah melebihi

10 % dari jumlah yang didapatkan. Ketiga, Buchart, et.al. (1998), menyatakan bahwa karena jumlah lubang memberikan gambaran tentang sejarah penggunaan lokasi dan populasi burung Maleo di semua tempat cenderung menurun, maka penggunaan lubang 10 % setiap hari, seperti dilaporkan Ageloo (1994) hanya sekitar 5 %.

Secara keseluruhan populasi burung Maleo disemua tempat dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) setidaknya dalam 10 tahun terakhir telah mengalami penurunan, namun kecenderungan populasi burung Maleo disemua tempat tersebut dalam 2 – 3 tahun terakhir tidak menunjukkan peningkatan ataupun penurunan yang nyata. Estimasi Populasi Burung Maleo di Resort Saluki pada tahun 2001 diperkirakan 325–650 ekor.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Jumlah populasi burung Maleo di Resort Saluki Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), dapat dilihat dari hasil perhitungan estimasi populasi selama enam bulan. Jumlah populasi terbanyak adalah 161 ekor pada bulan. 2. Karakteristik fisik burung Maleo berubah menurut umur tertentu, dan dari

(20)

khususnya pada bagian dada dan kepala, sedangkan bobot badan yang dicapai sampai umur tujuh bulan belum mencapai 1/3 dari bobot badan maleo dewasa.

4.2. Saran

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat peneliti menyarankan agar : 1. Untuk estimasi populasi sebaiknya dilakukan selama 1 tahun.

2. Karakteristik fisik sebaiknya menggunakan peralatan yang lebih moderen, agar tidak mengalami kendala dalam penelitian.

3. Untuk perburuan liar perlu mendapat perhatian yang serius dari semua elemen yang peduli dengan konservasi terutama perlindungan Satwa Langkah Endemik Sulawesi Tengah.

V. DAFTAR RUJUKAN

Alikorda, H.S., (2002). Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Yayasan Penerbit

Fakultas Kehutanan, Institut Petanian Bogor, Bogor.

Argeloo, M,. (1994). The Maleo Macrocephalon Maleo, New Information The Distribution and Status of Sulawesis Endemic Megapode Bird Conservation International.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 1994. Mengenal Beberapa Kawasan Konservasi di Sulawesi Tengah. Palu.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 2005. Mengenal burung maleo brosur Konservasi Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah. Palu.

BKSDA, (2002). Informasi Beberapa Kawasan Konzervasi di Propinsi Sulawesi Tengah. Departemen Kehutanan Direktur Jenderal Perhitungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah.

Bogdan dan Taylor dalam J. Moleong, (2001:3) :“ Metodologi Kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”

(21)

Buchart, S.H.M., dkk, (1998). Status Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) di Sulawesi Tengah Bagian Barat dan Sulawesi Selatan Bagian Utara. Kerjasama Forum Kemitraan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dengan Natural Resouces Managerment (NRM2) dan Cambridge University.

Madika, B., dkk., (2001). Laporan Survei Status Maleo (Macrocephalon Maleo) di Taman Nasional Lore Lindu. Yayasan Jambata.

Mallo, F.N., (1998). Studi Pelestarian dan Ekologi Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Daerah Taman Nasional Lore Lindu. Yayasan Jambata.

Mallombasang, S.M., (1995). Peran Vegetasi pada Habitat Bertelur Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) di Kabupaten Mamuju Sulawesi Selatan.

Tesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Mallombasang, (1995); dalam Zahmianur, (2004).: Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.301/KPTS-II/1991 dan No. 883/KPTS-II/1992.

Tim Penyusun, (2013). Panduan Tugas Akhir (SKRIPSI) dan Artikel Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Tadulako, Palu. Widyastuti, Y.E.,(1993). Flora Fauna Maskot Nasional danPropinsi. Penerbit

Gambar

Table 1. Hasil Perhitungan Estimasi Populasi per Bulan Burung Maleo di Resort
Gambar 4.2 : Grafik: Estimasi Populasi berbulan Burung Maleo di Resort SalukiDesa Tuwa  Kawasan Taman Nasional Lore Lindu SelamaPenelitian.3.2
Tabel 3.3. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalonmaleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional LoreLindu (TNLL) yang berumur 1 Bulan.
Tabel 3.5. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalonmaleo) di Resort Saluki Desa Tuwa Kawasan Taman Nasional LoreLindu (TNLL) yang berumur 3 Bulan.
+3

Referensi

Dokumen terkait