• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refuge | JRS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Refuge | JRS INDONESIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

REFUGE

Jesuit Refugee Service Indonesia

Edisi: Maret 2012

* M enjadi Teman dalam Perjalanan

* M embangun Rumah Detensi Imigrasi

* M enjadi Rentan di tengah Komunitas

* Berbagi dari Kekurangan

* Bersama Pengungsi, JRS On the M ove

(2)

Para pembaca budiman, JRS Indonesia mengawali tahun 2012 m elalui lim a buah program yang m enjaw ab kebut uhan para pengungsi di Indonesia dan menjadi t eman dalam perjalanan menuju sit uasi damai dan aman.

Kami melanjut kan pelayanan dan penemanan bagi para pencari suaka dan pengungsi di Rumah Detensi Imigrasi di M edan melalui kunjungan rut in, kegiatan olah raga dan penyelenggaraan perpustakaan keliling, serta memulai kunjungan rut in ke Rumah Detensi Imigrasi di Surabaya. Di Cisarua, Bogor, staf JRS melanjut kan pelayanan bagi para pencari suaka yang rentan, dengan menyediakan prasarana yang diperlukan unt uk melanjut kan hidup mereka sambil menunggu hasil proses Penent uan Stat us mereka sebagai Pengungsi, melalui kunjungan rut in, berbagi informasi, penyediaan t empat t inggal, makanan dan menjamin akses t erhadap layanan kesehatan.

Tiga orang sukarelawan dalam koordinasi seorang staf JRS, melanjut kan penyelenggaraan kursus bahasa Inggris dan kegiatan sosial bagi para Pengungsi yang t inggal di Bant ul, Yogyakarta. Pada bulan Januari 2012, program bar u JRS di Am bon m em ulai proses m em bant u merealisasikan solusi berdaya tahan bagi para pengungsi yang t elah t inggal di gudang Barit o dalam wakt u lama. M elalui lima program ini JRS Indonesia berharap dapat menanggapi apa yang paling dibut uhkan dan mendorong perhat ian t erhadap persoalan yang dihadapi oleh “ para pengungsi yang t erlupakan” di w ilayah perkotaan, Rumah Det ensi Im igrasi dan yang berada dalam kondisi kepengungsian yang lama.

Kami bergembira menyambut Romo Thomas Aquinas M aswan Susint o SJ yang kembali bergabung dengan JRS sebagai direkt ur nasional yang baru setelah berkarya bersama JRS di Timor Barat dan Sumat era Utara (2002-2004). Romo M aswan bergabung bersama dengan Indro

Suprobo sebagai Communicat ion Officer yang baru, Fransisca Dw i Indah Asmiarsi sebagai Assistant t o Nat ional Programme Officer yang baru, P. Enggal Sulaksono dan Zainuddin, sebagai Informat ion and Advocacy Officer dan Koordinat or JRS Surabaya yang dibant u oleh M art inus Yopa Okt rianus sebagai Finance Officer.

Tim JRS di Cisarua diperkuat oleh Pius M armanta sebagai Caregiver yang baru yang m enyelenggarakan kelas berbahasa Inggris bagi para pencari suaka dan pengungsi, serta Sem Kevin Pospos sebagai Legal Liaison Officer yang baru. Yohanes Suryadi sebagai Koordinat or, Veronica Purw aningsih sebagai Informat ion and Advocacy Officer, dan Junaidi sebagai Finance Officer, adalah t iga staf berpengalaman yang memperkuat JRS Ambon. Donat us Aku r d ip ilih seb agai Ko o r d in at o r u nt u k kegiat an pendidikan JRS di Bant ul, Yogyakarta yang dibant u oleh Triarani Susy Utami, Equatori Prabowo dan Constant inus Elang Perkasa yang secara sukarela meluangkan wakt u mereka unt uk menemani dan mengajar Bahasa Inggris bagi para pengungsi.

Tahun ini JRS Indonesia berencana menerbit kan empat edisi newslett er Refuge unt uk membagikan informasi t erbaru dari program kami dan menyediakan ruang bagi p ar a p en gu n gsi yan g d i t em an i o l eh JRS u n t u k membagikan kisah dan keprihat inan mereka. Informasi t erkini dan art ikel juga akan dipublikasikan secara rut in di w ebsite JRS Indonesia: w w w.jrs.or.id

Lars Stenger

Menjadi Teman

Senam aerobik menjadi salah satu cara menyegarkan pikiran para pencari suaka. Silvester Gultom

Berlatih beladiri di tepi pantai sebagai aktivitas rekreatif para pengungsi Indro

(3)

“ Immigrat ion Detent ion Cent er ” dalam bahasa Indonesia disebut Rumah Detensi Imigrasi. Rumah Detensi Imigrasi adalah unit pelaksana t eknis yang menjalankan Fungsi Keimigrasian sebagai t empat penampungan sementara bagi Orang Asing yang m elanggar Undang-Undang Imigrasi yang t elah direvisi pada tahun 2011. Bab III Undang-Undang ini menyatakan soal di mana Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) bisa dibangun, kondisi yang menyebabkan seseorang dit empat kan dalam rumah detensi dan jangka wakt u penahanan. Dinyatakan juga juga di dalam nya bahw a m em ber ikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara dan memfasilitasi kesejaht eraan masyarakat , adalah t ugas Pemerintah.

Selama empat bulan pertama ket ika JRS Indonesia hadir di salah sat u Rudenim secara langsung, unsur penegakan keamanan negara sangat lah kentara. “ Ini merupakan penjara meskipun kami bukanlah penjahat ,” kata deteni asal Pakistan. Det eni adalah pencari suaka yang t inggal di Rumah Detensi Imigrasi.

Penamaan Rumah Detensi Imigrasi past i memiliki maksud t ertent u. M engenakan kata 'rumah' bagi sebuah t empat yang mengurangi kebebasan penghuninya, merupakan sebuah paradoks. Rumah bagi sebagian besar orang adalah t empat yang aman dan menyenangkan, yang m enghadirkan cint a m elalui orang-orang yang kit a sayangi. Rumah menjadi perkenalan pertama kita dengan peradaban m anusia ser t a m enjadi t em pat unt uk ber t um buh di dalam nya. Rum ah m enjadi sebuah kerinduan ket ika jarak ragaw i memisahkannya.

Apakah 'rumah' menjadi ideal ket ika disemat kan dalam sebuah t empat yang membuat banyak orang merasa t erkurung dan t idak merasakan cinta, bahkan dari mereka yang set iap hari hadir dan dekat ? Rumah menjadi konsep abst rak yang t idak relevan dengan keseharian deteni. Rumah t idak lagi bermakna dekat , melainkan jauh, baik secara ragaw i maupun rohani. “Bagi kami ini bukan rumah,” ungkap pencari suaka asal Afganistan.

M ungkin para perumus kebijakan negeri ini sadar bahwa pencari suaka dan pengungsi lintas batas bukan pelaku ke j a h at a n y a n g m e l a n g ga r h u k u m I n d o n e si a . M enyamakan Rumah Detensi Imigrasi dengan lembaga pemasyarakatan adalah sebuah kesalahan besar. Dalam pedoman penanganan pengungsi dan pencari suaka secara jelas disebut kan bahwa para pencari suaka dan pengungsi t idak boleh dit empat kan bersama pelaku t indak kriminal. Kesadaran it u pada akhirnya mendorong mereka unt uk menggunakan kata rumah daripada kata lembaga atau fasilitas. Ini merupakan kesadaran bahwa m ereka yang nant inya m enem pat i Rum ah Det ensi berjodoh. Anugerah harus dikejar. Dia t idak datang ket ika kita t idak melakukan apa-apa. M endapat 'pulung' berart i menuai hasil kerja keras kita.

M ew ujudkan 'rumah' detensi sepert i mengejar pulung. Ket ika kata rumah dit empelkan di depan detensi imigrasi, t idak serta merta sebuah 'rumah' impian t erw ujud. Just ru ket ika kata rumah it u dit empelkan, ada tanggung jawab dan konsekuensi unt uk mencapai dan mew ujudkannya. Ini merupakan panggilan sekaligus tantangan moral unt uk m e m p e r j u an gkan p r i n si p - p r i n si p ke m an u si aan . M ew ujudkan t empat di mana kita merasa aman dan t erlindungi, di mana cinta sempurna bert umbuh, seolah-olah t iada habisnya.

dari sini. Saya yakin pengganti saya besok

pasti punya keinginan yang sama”

Paulus Enggal

(4)

Sebenarnya yang menjadi persoalan di antara migran adalah soal penerim aan. Para m igran belum bisa menerim a sit uasi saat ini sebagai konsekuensi dari t indakan mereka,” t erang salah seorang staf lembaga lain yang t erlibat di Rudenim.

Acceptance atau penerimaan adalah tantangan yang harus dihadapi oleh deteni dan staf imigrasi. Keduanya t idak dapat menerima keberadaan mereka di Rudenim. M enjadi staf atau pet ugas Rumah Detensi Imigrasi jauh dari bayangan ket ika pert am a kali menerima t ugas dan tanggung jawab sebagai pejabat imigrasi. “ Saya nggak kebayang kalau dapet t ugas di sini. Karena sebelum-sebelumnya selalu dit empat kan di bandara, pelabuhan atau kant or imigrasi,” lanjut sang staf Rudenim. “ Nggak ada yang mau berlama-lama di sini,” katanya.

Bagi para deteni, berada di Rudenim adalah soal kesialan belaka. M ereka ditangkap ket ika menuju t ujuan mereka, Christ mas Island, Aust ralia. Deteni t idak menginginkan 15 bulan hidupnya dihabiskan dalam sit uasi penuh t ekanan dan ket idakpast ian. “ M ereka tak ingin berada di sini. Jika ditanya, mereka akan mengatakan tak ingin membuang w akt u 12 bulan di sini hanya unt uk minum susu, bermain karambol atau sepak bola,” cet us deteni asal Pakistan.

Detensi bagi para pencari suaka adalah penghalang antara saat ini dan masa datang. Ia hadir di t engah perjalanan unt uk memisahkan mereka dengan impian t inggal di tanah suaka. Baik para deteni maupun staf Rudenim membangun sebuah penyangkalan t entang sit uasi saat ini. M ereka berdalih bahwa t idak seharusnya berada di sini. M erasa

dibuang dan dipinggirkan. “ Kita di sini bekerja keras, t etapi kalau ada pelarian, kita disalahkan,” t ut ur seorang staf Rumah Detensi Imigrasi. “ M ereka tak pernah memikirkan kami. Imigrasi dan UNHCR,” ungkap deteni. “ UNHCR membuat kami harus menunggu selama 1 t ahun, bahkan lebih, unt uk sesuat u yang tak jelas. M ereka membuat kami t egang,” sambut deteni yang lainnya lagi.

Idealisme t entang 'rumah' t idak dapat diw ujudkan dalam sebuah penyangkalan. Bagaimana para pencari suaka dan staf imigrasi menemukan sisi lain keseharian mereka di Rudenim jika menggant ungkan nasib pada kesalahan orang lain. Dalam keseharian Rudenim mereka kehilangan kesadaran t entang saat ini. Absennya rasa kekinian memicu khayalan t entang dunia lain yang indah, yang t idak ada di sini, t etapi t idak menggerakkan orang unt uk melakukan apapun. Ia sepert i mimpi. Orang harus bangun dari mimpi dan mengejarnya dalam dunia nyata. Dengan begit u perubahan akan t erw ujud.

Perubahan unt uk mew ujudkan Rumah Detensi Imigrasi dimulai ket ika masing-m asing saling menerima dan memahami, saling membant u unt uk t umbuh dalam sejarah peradaban berperikem anusiaan, dan saling merasakan cinta dalam keterbatasan melalui t indakan-t indakan penuh arindakan-t i sehari-hari.

“ Kam i akan ber usaha saling m em aham i m elalui pert emuan dan dialog. Kami tak mungkin membangun pemahaman dengan selalu menyalahkan pihak imigrasi,” ucap deteni asal Pakistan yang tanggal 1 Februari 2012 kembali ke negaranya.

(5)

M emasuki tahun 2012 sit uasi para pencari suaka yang t inggal di w ilayah urban di Indonesia menjadi semakin sulit . Pihak imigrasi t elah mulai melakukan t indakan yang t egas bagi orang-orang asing yang t idak memiliki dokumen keimigrasian. Semakin banyak jumlah orang asing yang datang ke Indonesia unt uk mencari suaka yang ditangkap dan berita t entang deportasi t erhadap mereka t ersebar di media.

Pada bulan Februari, m edia m elaporkan deport asi t erhadap 13 orang berkebangsaan Iran ke negara asal mereka setelah ditangkap di Cipat ujah, Jawa Barat . Pada bulan yang sama pet ugas imigrasi memulai “ serangan fajar ” di Cisarua, Jawa Barat yang merupakan t empat t inggal sementara bagi komunitas t erbesar pengungsi dan pencari suaka yang sedang menjalani proses Penent uan Stat us Pengungsi di kantor UNHCR Jakarta.

Kurang lebih 2.000 orang pencari suaka asal Iran, Afghanistan, Somalia, Irak dan negara-negara lain, t inggal di sana. Jumlahnya kemungkinan lebih besar lagi karena ada sebagian orang yang t inggal di sana secara tak t erdaftar sambil menunggu wakt u unt uk mengadu nasib dengan menempuh perjalanan berbahaya menggunakan perahu menuju ke Aust ralia. Perjalanan ini sungguh sangat b er b ah aya seb agai m an a d ap at d i saksi kan d al am t enggelamnya kapal kayu pada bulan Desember 2011. Dari 200 orang pencari suaka, hanya 49 orang saja yang dapat diselamat kan dalam perist iwa t ersebut .

Operasi penegakan keimigrasian bulan Februari dilakukan pada dini hari sehingga mengaget kan warga yang masih t idur. Dari rumah ke rumah, sebuah t im yang t erdiri dari jajaran dinas imigrasi setempat dan nasional, Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dan polisi membawa orang-orang yang t idak memiliki dokumen imigrasi dari Cisarua menuju ke kantor Imigrasi di Jakarta Pusat .

"Kami sedang t idur saat polisi dan pet ugas imigrasi t iba-t iba daiba-t ang, memasukkan kami ke dalam bus dan membaw a kami ke Jakarta, M bak. Saya t idak bersalah, mengapa kami ditangkap, M bak?" tanya Amiri (31) pencari suaka asal Afghanistan. Amiri akhirnya dapat

kembali ke Cisarua pada pukul 10 malam setelah ia dapat menunjukkan at testat ion lett er (surat pengesahan sebagai Pencari Suaka) dari UNHCR. Seorang pencari suaka lain yang berasal dari Sudan, Bushar (26) mencerit akan pengalamannya: ”M ereka datang pagi-pagi sekali, dan saya t idak siap. Kami dibaw a ke bus dan saya lihat ada banyak orang di dalam bus, orang Som alia, dan Afghanistan. Aw alnya saya takut karena hanya saya yang ditangkap, namun setelah tahu bahw a ada banyak orang yang ditangkap, saya merasa lega.”

Hasilnya t elah diamankan 149 orang WNA yang t erdiri dari M acao 1, Somalia 44, Afghanistan 99, Pakistan 3, Siria dan Sudan masing-masing 1 orang,” papar M aryoto Sumadi, Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi kepada media. Selanjut nya, dari antara yang ditangkap, mereka yang dapat menunjukkan surat dari UNHCR yang menyatakan bahwa mereka adalah para pencari suaka atau pengungsi, diperbolehkan pulang. M ereka yang t idak dapat menunjukkan surat dari UNHCR dikenai “ t indakan keimigrasian”. Pet ugas imigrasi menyatakan bahwa operasi ini direncanakan unt uk dilaksanakan secara rut in di w ilayah Cisarua, Jakarta dan w ilayah sekitarnya.

M enanggapi operasi keimigrasian ini, Lembaga Bant uan Hukum (LBH) Jakart a m enyat akan bahw a m eskipun Direktorat Jenderal Imigrasi memiliki kewenangan unt uk melakukan t indakan keimigrasian t ermasuk melakukan pendataan dan penert iban t erhadap warga negara asing yang t idak t erdata di keimigrasian, para pencari suaka t idak sepat ut nya diperlakukan secara sama dengan mereka yang melanggar undang-undang keimigrasian.

M elakukan penahanan di Rum ah Det ensi Im igrasi t erhadap mereka atau mendeportasi mereka merupakan t indakan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia, t erutama apabila t indakan it u dikenakan kepada kelompok rentan sepert i anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, ko r b an p enyiksaan d an o ran g sakit . Pen gaw asan pemerintah t erhadap warga negara asing yang mencari suaka sebaiknya t etap dilakukan dalam sist em yang baik tanpa harus melanggar hak asasi manusia.

Melani Wulandari

Menjadi Rentan

Anak-anak pencari suaka bermain ular tangga. Cisarua

(6)

Saat ini lebih dari 15 jut a perem puan hidup dalam pengungsian dan berjuang unt uk mempertahankan hidup mereka dan hidup orang-orang yang dicintainya. Beberapa di antara kaum perempuan ini t elah mengungsi selama lebih dari sat u dekade. M arian adalah salah sat u dari antara mereka yang mulai mengungsi pada tahun 1999 dan sejak it u ia hidup di kamp dan di sebuah gudang yang jorok di M aluku sambil mengharapkan masa depan yang lebih baik.

Ini bukan anak saya. Beta seng tau (t idak tahu-Red) di mana ibunya. Wakt u ibunya melahirkan, Beta yang membant u. Setelah it u pergi. Anak ini sama Beta sudah sebelas bulan lebih,” kata M arian mengisahkan anak yang selalu lengket dengannya. Yonafia Agust ina M arian Seralurin adalah salah sat u dari 18 perempuan yang selama bertahun-t ahun hidup di sebuah gudang t ua sejak ia mengungsi karena kekerasan komunal yang t erjadi di Pulau Buru, M aluku. Karena tak lagi dapat kembali ke t empat asal, para pengungsi ini t elah kehilangan semua harta milik, rumah dan tanah, kecuali harapan dan kemauan mereka unt uk t erus bertahan hidup.

M eskipun hidup serba berkekurangan, hanya dapat membeli makanan dari uang yang ia dan suaminya dapat kan set iap harinya, M arian masih memiliki hat i unt uk berbagi. Sebagai dukun bayi dan dukun pijat , bersama suami dan t iga orang anaknya, M arian bertahan hidup hanya dengan penghasilan Rp 325.000,00 seminggu dan hanya kadang-kadang saja mendapat kan bant uan dari anak t ert uanya yang t inggal dan bekerja di kota. Pengeluaran harian dan biaya sekolah SM P dan SM A unt uk kedua anaknya, lebih besar dari uang yang dit erimanya. Lima kepala t ermasuk sat u balita yang t inggal bersamanya, but uh dana tak kurang dari Rp 61.800,00 t iap harinya. M eskipun demikian, ia jarang mengeluh soal kurangnya uang. Ia lebih merasa prihat in t erhadap kondisi anak-anaknya yang t inggal di gudang kot or berdinding t ripleks yang sebenarnya t idak layak unt uk dihuni.

M arian t inggal di dalam ruangan berukuran 3X4 meter persegi. Ruang keluarga dan kamar t idur menjadi sat u. Siang maupun malam suhu udaranya t erasa panas dan pengap. Gudang Barit o merupakan hunian sementara yang ket iga

Suara para pencari suaka

“ Saya yakin apabila saya kembali, saya akan mat i, saya bertanya kepada ayah saya, ia mengatakan bahw a t idaklah aman bagi saya unt uk pulang kembali. Saya bertanya kepada Anda, seandainya saya pulang dan t erbunuh apakah ist ri dan anak-anak saya akan mendapat kan stat us sebagai pengungsi? Saya akan melakukannya, t etapi saya ingin agar keluarga saya aman.”

“ Saya pergi ke UNHCR pada bulan Januari hanya unt uk mendapat kan perjanjian t entang pendaft aran pada bulan November. Ini merupakan penant ian yang t erlalu lama.”

“ Benarkah bila tanpa surat dari UNHCR saya dapat ditangkap dan dimasukkan ke dalam rumah detensi atau dideportasi?”

“ Yang dapat kita lakukan hanyalah makan dan t idur, t ak ada yang lain”....” Semoga Tuhan melindungimu agar t idakmenjadi gila di sini, Aust ralia t idak membut uhkan kit a”...” Lebih baik pergi secara ilegal, dan apabila

t en g g el a m , i t u l eb i h b a i k d a r i p a d a h i d u p d i sini! ”...” UNHCR, mereka menyuruh kami unt uk pergi secara ilegal”...” Uang it u t idak pent ing, 'menunggu' berart i saya harus mengat ur hidup saya,” begit ulah p e r n y a t a a n - p e r n y a t a a n y a n g m u n c u l d a l a m perbincangan sekelompok anak-anak t entang sit uasi mereka di Cisarua.

JRS mendorong UNHCR Indonesia unt uk mengubah prakt ik pendaftaran demi memast ikan agar perlindungan diberikan kepada orang-orang yang ingin mendapat kan suaka dengan cara memudahkan mereka unt uk dapat m el aku kan p en d af t ar an seseger a m u n gki n at au sekurang-kurangnya dengan mengubah format formulir 'Bukt i Diri' dan mensosialisasikannya kepada pemerintah Indonesia. JRS juga mendorong pemerintah Indonesia unt uk menegakkan hak asasi manusia dan hak-hak pencari suaka dengan cara menjamin agar prakt ik pemerintah unt uk t idak mendeportasi orang yang ingin mendapat kan suaka, t etap dilanjut kan.

Berbagi

Veronica Purwaningsih

dari Kekurangan

(7)

bagi M arian dan keluarganya yang t elah mengungsi selama 12 tahun. Sebelumnya, mereka t inggal di penampungan asrama M iliter dan di kamp pengungsian di Waimahu.

Sebelumnya pihak pemerintah t elah dua kali memberikan bant uan. Kement erian Perumahan Rakyat dan Gubernur t elah memberikan bant uan sebesar Rp 18 juta unt uk membangun rumah sementara beberapa tahun yang lalu. “Pemerintah memberi semen, seng, t ripleks, paku dan ongkos t ukang unt uk membangun rumah, t etapi di manakah kami mau membangun rumah kalau kami t idak punya tanah?” Karena tanah merupakan yang paling pent ing, warga t elah m en j u al b ah an -b ah an b an gu n an i t u d an u an gn ya dikumpulkan sebagai uang muka pembelian tanah yang akan digunakan sebagai t em pat relokasi. Sayangnya upaya bersama ini t idak dapat berlanjut karena t idak ada lagi bant uan dari pemerintah sehingga sisa pembayaran yang ada t idak pernah dapat dibayar oleh warga. “Kami di sini t idak lagi bersat u hat i” adalah ungkapan yang sering t erdengar bukan hanya di Barit o. Kadang-kadang bant uan pemerintah habis secara sia-sia. Inilah salah sat u sebab mengapa sampai sekarang masyarakat beum dapat berpindah ke lahan relokasi.

Saat ini bant uan pemerintah t elah berhent i dan isu t entang pengungsi konflik tahun 1999 sudah t idak menjadi agenda pemerintah lagi. Konflik yang t erjadi belakangan ini yang

mengakibat kan pengungsian di M aluku perlu mendapat perhat ian. “ M ereka menganggap kami bukan pengungsi lagi. Apalagi sekarang banyak kerusuhan,” kata M ariana.

“ Beta ingin jualan lagi, membuka kios, jual sayuran, minyak tanah, bumbu, sabun, beras, shampoo, gula, kopi. Kalau buka kios dan bisa sambil mengasuh anak, meskipun bukan anak sendiri,” kata M ariana ket ika ditanya t entang apa yang ingin dilakukan nant inya. Di gudang Vitas Barit o t idak banyak pembeli. Sat u-sat unya harapan adalah menemukan t empat unt uk pindah.

M embalik-balik lagi pengalaman perjalanan Jesuit Refugee Service (JRS) di Indonesia masa 6 tahun silam, t erasa mengasyikkan. M engasyikkan bukan karena kisah-kisah keberhasilannya t etapi lebih karena dinamika yang t erjadi selama masa ini. Perjalanan JRS sendiri sepert i miniat ur perjalanan para pengungsi yang menjadi sahabat JRS. People on t he move bersama JRS on t he move, begit ulah ibarat nya. Bersama dengan pengungsi, JRS on t he move.

On t he move atau dalam peziarahan menggambarkan kisah perjalanan JRS dan pengungsi yang dit emani dan dilayaninya. Sebuah peziarahan yang diwarnai oleh sebuah dinamika. Ada tawa, canda t etapi juga tangis bersama, yang disat ukan dalam semangat kasih. Pengalaman ini t erasa dit eguhkan bila membaca Ensiklik Paus Benedict us XVI berjudul “ Deus Caritas est ”, Allah adalah kasih.

Kekuatan kasih t elah menggerakkan hat i banyak orang unt uk bersedia menjadi t eman bagi saudara-saudara yang sedang membut uhkan, yakni para pengungsi. Bagi orang Katolik, kepedulian unt uk menegakkan martabat orang lain bukan sem at a-m at a p an ggi l an m an u si aw i b el aka, m el ai n kan merupakan perw ujudan dari iman it u sendiri. Pelayanan bagi orang lain yang membut uhkan merupakan salah sat u aspek penghayatan iman, sama halnya dengan pelayanan Sabda Allah dan pelayanan Sakramental (peribadatan).

Didasari oleh spirit it ulah JRS berziarah bersama dengan para pengungsi yang sedang mengalami ket idakpast ian akan hidup dan masa depan mereka. Dari tahun 2005 hingga 2008 JRS menemani para pengungsi korban bencana alam dan konflik di

Aceh, Nias, Yogyakar t a dan Jaw a Tengah. Tahun-t ahun berikut nya, dengan sem akin banyaknya kebut uhan para pengungsi lintas negara (refugees) dan pencari suaka (asylum seeker) yang t erdampar dan t ertangkap di Indonesia, JRS menjadi t eman dan hadir di t engah-t engah mereka. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh JRS kecuali hanya menjadi t eman bagi mereka di saat -saat mereka menghadapi kesulitan. Bant uan material dan ket rampilan yang diberikan kepada mereka, t idak berasal dari kelebihan, namun sungguh-sungguh dari kekurangannya. Lima rot i dan dua ikan yang diberikan oleh para janda miskin yang t ulus dan berkendak baik bisa menjadi bekal bagi JRS unt uk berbagi bersama para pengungsi dalam perjalanan unt uk menggapai masa depan mereka.

Ada suka dan duka, ada kemudahan dan tantangan, ada harapan dan kadang berada di tapal batas tanpa harapan dalam upaya JRS unt uk menjadi t eman dan pelayan yang berkualitas bagi para pengungsi. Tidak jarang pula JRS dihadapkan pada sit uasi di

(8)

JRS Indonesia

EDITORIAL

Penanggungjawab Redaksi Th. A. Maswan Susinto, SJ

Editor Lars Stenger Indro Suprobo Penulis Artikel

Lars Stenger Adrianus Suyadi, SJ P. Enggal Sulaksana Melani Wulandari Veronica Purwaningsih

Penerjemah F. Prayoga

JESUIT REFUGEE SERVICE INDONESIA

Gg. Cabe DP III No.9 Puren, Pringwulung, Condong Catur,

Depok, sleman, Yogyakarta - 55283

INDONESIA Phone/Fax: +62 274 517405

email: indonesia@jrs.or.id Website: www.jrs.or.id

Dukungan Anda membuat kami dapat membantu mereka yang terpaksa

berpindah tempat di Indonesia Jika Anda ingin memberikan donasi

silakan kirim ke:

Nama Bank Bank Central Asia Indonesia

Alamat Bank Jl. Jend. Sudirman Yogyakarta

Indonesia Rekening Atas Nama Yayasan JRS Indonesia

Tipe Rekening Tahapan Nomor rekening

037 333 2001 Kode Bank (Jika diperlukan)

#CENAIDJA#

Kirimkan kritik dan saran Anda ke Redaksi Refuge:

refuge@jrs.or.id

mana kemampuan dan usaha manusiaw i berada di ambang batas dan ditatapkan pada kesadaran bahwa di luar it u ada kekuatan yang lebih besar, yakni tangan Tuhan yang bekerja. “Berdoalah..berdoalah, karena masalah sebesar it u t idak mungkin diatasi dengan upaya-upaya manusiaw i belaka,” begit u anjuran bijak yang diberikan oleh sang pendiri JRS, Romo Pedro Arrupe, SJ, ket ika berbicara di hadapan para Yesuit Thailand yang bekerja di JRS. Seruan ini akan selalu akt ual selama JRS masih berkomit men unt uk menemani dan melayani pengungsi.

Di akhir t ugas saya sebagai Direkt ur JRS Indonesia ini, saya teringat akan wajah-wajah para pengungsi yang pernah saya t emui, t eman-t eman staf dan relawan JRS yang dengan t ekun dan set ia menemani dan melayani para pengungsi di saat -saat yang sulit dalam hidup mereka, juga t eman-t eman yang bert ugas di balik meja unt uk mendukung pelayanan di lapangan. Teringat pula para benefaktor yang dengan murah hat i memberi dari kekurangannya kepada sahabat -sahabat JRS ini; kepada lembaga-lembaga rekan kerjasama yang dengan t ulus membant u pelayanan para pengungsi. Kekuatan persahabatan dan kasih Tuhan t elah menjadi energi yang luar biasa unt uk menggerakkan karya kasih bagi saudara-saudara kita para pengungsi.

Dalam kesempatan yang baik dan penuh syukur ini saya, secara pribadi dan sebagai direkt ur semasa t ugas saya (M ei 2006-Desember 2011), ingin bersyukur kepada Tuhan dan bert erima kasih kepada semua pihak yang t idak dapat saya sebut sat u persat u atas semua dukungan dan bant uannya. Saya yakin bahwa dukungan dan bant uan it u sungguh-sungguh keluar dari semangat kasih dalam hat i yang t erdalam, sehingga mampu menggandakan berkat yang diberikan Tuhan kepada para pengungsi.

Semoga visi JRS, t erciptanya perdamaian, keadilan dan harmoni di dunia ini t ercapai, sehingga t idak ada lagi orang yang dipaksa unt uk berpindah. Kapan akan t ercapai? M ungkin selama masih ada orang-orang yang rakus dan t idak mau berbagi dan berbuat adil serta t idak mau menerima perbedaan, visi ini belum akan t ercapai.

Adrianus Suyadi, SJ

Referensi

Dokumen terkait

JRS congratulates the foundation for its hard work and the lengths the staff go to in order to assist the children traumatized by conflict, tsunami and loss of loved ones

pre-service training and continuing education untuk para staf, perencanaan pengiriman untuk melanjut- kan pendidikan rencananya tidak jelas dan berdasar- kan pada pilihan dari

Mendorong negara-negara untuk mengadopsi kebijakan nasional yang memberdayakan migran, pencari suaka, dan pengungsi untuk menggunakan ketrampilan dan kapasitas mereka

Setelah mengetahui kemampuan rata Bahasa Inggris mereka, para guru yang berasal dari lembaga bahasa ACCESS di Bogor menyusun modul yang tepat untuk para murid.. Kelas

Lembaga Pengel ol a adal ah l embaga yang dibent uk dengan perat uran daerah unt uk mengopt imal kan sumber-sumber yang dimil iki dunia usaha dan masyarakat dal

Aktivitas yang sederhana dan biasa ini, telah menjadi ruang yang sangat berharga dan penuh warna bagi para Pencari Suaka, para guru, dan JRS untuk saling menemani sebagai

Bagi para Pengungsi dan Pencari Suaka yang dikurung di dalam sel detensi, kehadiran seorang teman yang mau mendengarkan dan memperhaƟkan pengalaman mereka merupakan hal yang

Pengungsi dan pencari suaka di perkotaan sering kali ditempatkan di daerah dimana mereka tidak dapat mengakses infrastruktur yang dibuat oleh Komisi Tinggi PBB