• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori daya saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya saing diidentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (Porter, 1990 dalam Abdullah, 2002).

Pendekatan yang sering digunakan untuk megukur daya saing dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolut. Menurut Tarigan (2005:75). Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengmbangan daerah. Lebih lanjut menurut tarigan (2005:75) istilah

comparative adventage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakanoleh

David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara(Tarigan, 2005 dalam Sitorus, 2013).

Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengeksport barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan yang komperatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Teryata ide tersebut

(2)

bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting di perhatikan dalam ekonomi regional.

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat diciptakan dan dikembangkan. Ini merupakan ukuran daya saing suatu aktifitas kemampuan suatu negara atau suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar negeri. Maka dari itu, menurut Tarigan (2005:75) seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisa potensi ekonomi wilayahnya. Dalam hal ini kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor inimemilik keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

2.2 Konsep Daya Saing

Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Selanjutnya konsep tersebut di kembangkan untuk tingkat negara sebagai daya saing global, khususnya melalui lembaga World Economic Forum (Global Comvetitiveness Report) dan

International Institute for management Development ( World Competitiveness Yearbook). Daya saing ekonomi suatu negara seringkali merupakan cerminan dari

daya siang ekonomi daerah secara keseluruhan. Disamping itu, dengan adanya tren desentralisasi, maka makin kuat kebutuhan untuk mengetahui daya saing pada tingkat daerah (PPSK BI, 2008).

(3)

2.2.1 Daya saing global

Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah “produktivitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama di mana “daya saing mengacu kepada besaran

serta laju perubahan nilai tambah perunit input yang dicapai oleh perusahaan”.

Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur lain mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha yang jelas diluar kendali perusahaan. (Abdullah dkk, 2002 : 11). Secara lebih rinci, Porter mendefinisikan daya saing nasional sebagai: “luaran dari kemampuan suatu

negara untuk berinovasi dalam rangka mencapai, atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan dengan negara lain dalam sejumlah sektor-sektor kuncinya”.

Menurut Cho (2003), definisi daya saing yang paling populer pada tingkat nasional juga dapat ditemukan dalam Laporan Komisi Kemampuan Bersaing Presiden yang ditulis untuk pemerintahan Reagan pada tahun 1984 yaitu sebagai berikut:“Kemampuan bersaing sebuah negara adalah derajat di mana negara itu

dapat, di bawah keadaan pasar yang bebas dan adil, menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi uji pasar internasional sementara secara simultan melakukan perluasan pendapatan riil dari para warga negaranya. Kemampuan

(4)

bersaing pada tingkat nasional didasarkan pada kinerja produktivitas superior”(

Cho, 2003 dalam Millah, 2013:15).

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang menerbitkan “Global

Competitiveness Report” mendefenisikan daya saing nasional secara lebih luas maknaya dengan kalimat yang sangat sederhana. WEF mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada

kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Abdullah, 2002).

Lembaga lain seperti yang dikenal luas seperti Institute of Management Development (IMD) dalam buku “Daya Saing Daerah” Abdullah (2002) dengan publikasinya “World Competitiveness Yearbook”, secara lengkap mendefenisikan daya saing nasional sebagai “ kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai

tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedakam suatu model ekonomi dan sosial”. Dengan arti bahwa daya saing nasional adalah suatu konsep yang

mengukur dan membandingkan seberapa baik suatu negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

(5)

Martin (2003) menyatakan konsep dan definisi daya saing suatu negara atau daerah mencakup beberapa elemen utama sebagai berikut:

1. Meningkatkan taraf hidup masyarakat;

2. Mampu berkompetisi dengan daerah maupun negara lain;

3. Mampu memenuhi kewajibannya baik domestik maupun internasional; 4. Dapat menyediakan lapangan kerja; dan

5. Pembangunan yang berkesinambungan dan tidak membebani generasi yang akan datang. (Martin, 2003, dalam PPSK-BI, 2008)

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat konsensus yang secara tegas mendefinisikan daya saing. Setidaknya walau dengan definisi yang tidak begitu seragam, hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000, dalam PPSK BI, 2008). Dengan demikian, definisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menentukan daya saing suatu negara.

2.2.2 Daya saing daerah

Sedangkan untuk tingkat wilayah (region) konsep daya saing ekonomi dapat didefenisikan oleh Departemen Pedagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) yang menerbitkan “Regional Competitiveness Indicators”, serta Centre for Urban

and Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasi “The Competitiveness Project: 1998 Regional Bench-marking Report”. Daya saing daerah menurut

(6)

menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sedangkan

pengertian konsep daya saing wilayah menurut CURDS ialah sebagai kemampuan

sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Studi mengenai daya saing daerah juga dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi daerah. Studi KPPOD (2005) ini di fokuskan pada daya saing investasi untuk tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2005, studi yang dilakukan oleh KPPOD ini melibatkan 228 kabupaten di Indonesia. KPPOD (2005) ini menyatakan bahwa investasi yang akan masuk ke suatu daerah akan bergantung pada daya saing investasi yang di miliki oleh daerah yang bersangkutan.

Hasil temuan KPPOD menyebutkan bahwa ada dua karakteristik yang umumnya dimiliki oleh daerah-daerah yang mempunyai daya saing tinggi.

Pertama, daerah-daerah tersebut memiliki kondisi perekonomian yang baik. Kedua, adalah daerah-daerah dengan kondisi keamanan, politik, sosial dan

budaya yang kondusif. Kondisi perekonomian daerah yang baik dan ditunjang oleh kondisi keamanan, politik, sosial budaya dan birokrasi yang ramah terhadap kegiatan usaha, akan menciptakan daya saing investasi daerah. Kondisi yang baik pada faktor-faktor tersebut akan semakin mempengaruhi daya saing investasi daerah jika didukung oleh ketersediaan tenaga kerja yang cukup dengan kualitas

(7)

yang baik dan infrastruktur fisik pendukung kegiatan usaha yang memadai (KKPOD, 2005).

The European Commission mendefenisikan daya saing sebagai “kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan

pasar internasional, diiringi dengan kemempuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tingg isementara terekspos pada daya saing eksternal” (European Commission, 1999

p.4. dalam PPSK-BI 2008).

Huggins (2007) dalam publikasi “UK Competitiveness Index” mendefenisikan daya saing daerah sebagai kemampuan dari perekonomian untuk

menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat dalam aktivitasnya, dengan tetap mempertahankan atau meningkatkan standar kehidupan bagi semua yang telibat di dalamnya (Huggins, 2007 dalam PPSK BI, 2008)

Abdullah (2002) dalam penelitiannya mendefenisikan daya saing daerah “Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat

kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.”

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI, 2008) dalam penelitiannya mendefenisikan daya saing daerah adalah kemampuan daerah

untuk mensinergikan antara input, dan output dan outcome yang ada di daerahnya secara bekelanjutan, dengan tetap memperhatikan perubahan

(8)

teknologi dan institusi yang ada didaerah tersebut, agar dapat bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional, sehingga dapat mampu meningkatkan standart kehidupan masyarakat dan tingkat pertumbuhan kesejateraan yang tinggi.

Martin dan Tyler (2003) menyebutkan argumen mengapa daerah maupun negara saling berkompetisi:

1. Untuk investasi, melalui kemampuan daerah untuk menarik masuknya modal asing, swasta, dan modal publik

2. Untuk tenaga kerja, dengan kemampuan untuk menarik masuknya tenaga kerja yang terampil, entrepreneur-entrepreneur dan tenaga kerja yang kreatif, dengan cara menyediakan lingkungan yang kondusif dan pasar tenaga kerja bomestik.

3. Untuk teknologi, melalui kemampuan daerah untuk menarik aktivitas inovasi dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi (Martin dan Tyler 2003, dalam PPSK BI,2008).

PPSK BI menjelaskan bahwa konsep mengenai daya saing terdapat kesamaan esensi yang cukup jelas antara daya saing daerah dan daya saing nasional. Kesamaan pandangan tersebut adalah bahwa tujuan akhir dari upanya untuk meningkatkan daya siang dari suatu perekonomian adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan (standart of living) dari masyarakat yang ada di dalam perekonomian tersebut. Sementara itu, konsep dan tujuan kesejahteraan memiliki makna yang sangat luas yang tidak hanya dapat diwakili oleh kinerja pertumbuhan ekonomi saja, tetapi oleh banyak indikator-indikator ekonomi dan

(9)

non ekonomi yang menpengaruhinya. Sedangkan perbedaanya adalah terpusat pada wilayah, dimana daya saing daerah mencakup daerah (bagian dari suatu negara), sedangkan daya saing nasional mencakup negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah.

2.3 Indikator Utama Daya Saing Ekonomi Daerah

Penentuan indikator utama daya saing daerah merupakan bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh Stakeholders di tingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah (Hidayat,2012).

Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang mengukur tingkat daya saing daerah menggunakan variabel perekonomian daerah, variabel infrastruktur, sumber daya alam, dan variabel sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sementara Santoso (2009) dalam penelitiannya yang mengukur daya saing kota-kota besar di Indonesia menyebutkan faktor utama pembentuk daya saing terdiri dari 5 indikator utama, yaitu: (1) lingkungan usaha produktif, (2) perekonomian daerah, (3) ketenagakerjaan dan sumber daya manusia, (4)

(10)

infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan, (5) perbankan dan lembaga keuangan.

Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang mengukur daya saing ekonomi Kota Medan, menyebutkan beberapa indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan yaitu: ekonomi daerah, infrastruktur, sistem keuangan, kelembagaan, dan sosial politik.

Potret daya saing daerah kabupaten/kota di indonesia secara keseluruhan merupakan representasi dari kinerja-kinerja indikator-indikator pembentuknya, semakin baik kinerja indikator-indikator tersebut, maka semakin tinggi pula daya saing daerah suatu kabupaten/kota, sebaliknya apabila kinerja indikator-indikator tersebut rendah, maka semakin rendah pula daya saing kabupaten/kota tersebut (PPSK BI, 2008:44).

Penelitian yang dilakukan Abdullah, dkk (2002 : 15) menyebutkan indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah adalah (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber daya manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governance dan Kebijakan pemerintah, dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro. Masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukuran kerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya

(11)

hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempenaruhi mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4. Kompetisi yang di dorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah.

2. Keterbukaan

Indiktor kerbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam mencakup nasional dan internasional. Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagan internasional merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien keseluh penjuru dunia.

4. Daya saing yang di dorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan ekonomi daerah.

(12)

5. Mempertahankan standart hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasinal.

3. Sistem Keuangan

Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan didaerah untuk memfasilitas aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Indikator sistem keuangan ini mempengarui daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomin daerah.

2. Sektor keuangan yang efesien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

4. Infrastuktur dan Sumber Daya Alam\

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografi, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya aktivitas ekonomi daerah.

2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. 3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastuktur yang mendukung

(13)

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu Pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui bebarapa prinsip di bawah ini:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efesien dan inovatif.

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan meningkatkan daya saing sektor bisnis.

6. Sumber Daya Manusia

Indikator Sumber Daya Manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

2. Pelatihan dan Pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

(14)

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

7. Kelembagaan

Kelemgaan merupakan Indikator yang mengukur sebeapa jauh iklim sosial, politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah di dasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

2. Peningkatan daya sain ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adaya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen. 3. Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan berjalan secara optimal tanpa

didukung oleh situasi keamanan yang kondusif. 8. Governance dan Kebijakan Pemerintah

Indikator Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pemerintahan daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peratuaran-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah dapat didasarkan pada prinsip-prinsip sebaga berikut:

1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

(15)

2. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daerah. 4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan

informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam meyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung peningkatan daya saing daerah.

9. Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikropengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertayaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola secara inovatif , menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah diantaranya adalah:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managenerial perusahaan-perusahaan yang berada disuatu daerah. 2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

3. Efesiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

(16)

5. Dalam usaha yang sudah mapan, menejemen perusahaan memerlukan keahlian dalam mengintegrasikan serta menbedakan kegiatan-kegiatan usaha. 2.4 Penelitian Sebelumnya.

Jurnal penelitian yang ditulis oleh Santoso (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia”. Hasil dari penelitiaanya menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kota melalui penguatan daya saing kota menjadi salah satu strategi kota untuk mampu berkompetisi dengan kota-kota lainnya. Penentuan peringkat dan pemetaan daya saing kota akan membantu kota-kota besar dalam menentukan arah pembangunannya ke depan. Kota-kota dapat secara obyektif mengetahui kekuatan dan kelemahannya baik berdasarkan indikator input maupun outputnya. Karena peringkat daya saing yang disusun bersifat dinamis, maka kota-kota harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan posisinya secara terus menerus.

Hidayat (2012) yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa dari hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi kota medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot tertinggi. Skala prioritas untuk faktor infrastuktur yang harus diperhatikan adalah ketersediaan energi alternatf dan kualitas infrastruktur fisik, sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha yang terjadi didaerah. Selanjutnya diikuti oleh skala prioritas faktor ekonomi daerah yang merupakan indikasi dari potensi ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah yang merupakan pertimbangan penting dalam mendukung daya saing ekonomi daerah. Diikuti, faktor sistem keuangan, adapun

(17)

variabel yang menjadi penentu daya saing ekonomi untuk faktor sistem keuangan adalah variabel kinerja lembaga keuangan, variabel infrastruktur perbankan dan infrastruktur non perbankan. Keberadaan lembaga keuangan di suatu daerah baik lembaga perbankan maupun non perbankan dinyakini mampu mempercepat proses pembangunan dan kemajuan ekonomi. Faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritas untuk diperhatikan adalah kepastian hukum melalui konsistensi peraturan dan penegakkan hukum yang masih dirasakan distorsif. Sedangkan faktor sosial politik yang menjadi prioritas utama adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan dari masyarakat disekitar tempat kegiatan usaha dilakukan.

Dalam jurnal penelitiannya yang ditulis oleh Ira Irawati,dkk (2012) yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastuktur, dan Sumber Daya Alam, serta Variabel Sumber Daya Manusia di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara” di jelaskan bahwa daya saing wilayah menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Dalam Pengembangan wilayah di kota-kota dan kabupaten-kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing tersebut, walaupun dalam pengembangannya menghadapi permasalahan-permasalahan yang antara lain disebabkan oleh kurang berkembangnya sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya kualitas hidup

(18)

masyarakat serta kurangnya prasarana dan sarana untuk menunjang kesejahteraan masyarakat.

Soebagyo, dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Regional Competitiveness and Its Implications for Development”. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa Daya saing daerah menjadi salah satu isu dalam pembangunan daerah semenjak diberlakukan kebijakan otonomi daerah. Pengukuran daya saing daerah selama ini banyak dilakukan melalui pemeringkatan sebagai benchmark daya saing daerah. Pemetaan daya saing daerah di Indonesia telah dilakukan terhadap semua kabupaten dan kota, yang menunjukkan peringkat daya saing masing-masing daerah. Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan karakteristik daya saing input dan daya saing outputnya.

Huda dan Eko (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya”. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Terdapat 17 kabupaten yang masuk dalam kategori kemampuan daya saing rendah. Dari hasil pemetaan, menunjukkan bahwa daerah yang memiliki daya saing tinggi secara umum didominasi oleh daerah yang unggul di indikator Perekonomian dan Keuangan Daerah serta Lingkungan Usaha Produktif.

(19)

2.5 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Batu Bara FAKTOR PENENTU DAYA SAING EKONOMI DAERAH

KELEMBAGAAN Regulation & Government services SOSIAL POLITIK Socio-Political Factors EKONOMI DAERAH Regional Economic Dynamism

TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS Labor& productivity INFRASTRUKTUR FISIK Physical Infrastructure Kepastian Hukum Legal Certainty Keuangan Daerah Regional Finance Aparatur Quality Of Civil Service Perda / Indikator Perda Region Policy / Regulation Sosial Politik Socio Political Keamanan security Potensi Ekonomi Economic Potential Biaya Tenaga Kerja Labor Cost Ketersediaan Infrastruktur Fisik Availability of Physical Infrastructure Struktur Ekonomi Economic Structure Ketersediaan Tenaga Kerja Availability of Manpower Kualitas Infrastruktur Fisik Quality of Physical Infrastructure Budaya Cultural Produktivitas Tenaga Kerja Productivity of Labor

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan penulis tentang Efektivitas Pelaksanaan Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Dessa Setako Raya

Dari pengujian tarik dapat dilihat patah terjadi pada logam induk, maka konstruksi las dapat dianggap memiliki sambungan yang baik, untuk itu analisis hubungan antara

Untuk menjaga stabilitas dasar sungai di hilir kolam olak, maka dibuat 2 (dua) buah Groundsill, dengan tinggi 4.5 meter dan 3 meter, dimana fungsi Groundsill pertama

Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada beliau para pahlawan tanpa tanda jasa yang

Has il penelitian menunjukan bahwa ris iko tingkat bunga memiliki koefis ien regres i pos itif yang berarti s emakin tinggi ris iko tingkat bunga, maka akan

Perbandingan Distribusi Kecepatan Selama Pengaliran dengan Kondisi Awal Sebelum Mulai Tergerus yang Terjadi di Segmen Hilir Abutment 3 (Saluran Lurus Setelah Tikungan 180°) untuk

dilakukan secara teratur dan berkala (Depkes, 2004). Jadi bila Dinas kesehatan tidak melakukan supervise maka tugas puskesmas menggantikan jadwal Dinas

Manual Mutu ini mendokumentasikan sistem mutu Organisasi Pusat Pembinaan Agama (PPA) UB untuk menunjukkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan produk/layanan secara