• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang–undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah menjadi dasar dan landasan penyelenggaraan otonomi daerah bagi pemerintah daerah itu sendiri yang mana maksud dan undang-undang tersebut adalah guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Medan perlu menyusun Rencana Strategis SKPD dengan berpedoman pada RPJMD Kota Medan tahun 2011-2015 dan Program Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Medan tahun 2006-2025.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan memiliki kewenangan menyusun kebijakan daerah. Tujuan otonomi daerah tersebut dalam rangka untuk memberi pelayanan, peningkatan partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut

(2)

dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi daerah. Salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah Daerah harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hal ini sesuai dengan fungsi pokok dari Pemerintah Daerah yaitu mensejahterakan masyarakat.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan yang pada hakekatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah tersebut terdapat bagian urusan kewenangan pemerintah (pusat) yang diserahkan atau dilimpahkan kepada pemerintah kota atau kabupaten. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Telah membuka kembali jalan bagi daerah-daerah untuk mengatur dirinya sendiri dalam bidang-bidang tertentu, seperti sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang selama ini diatur oleh pusat.

Sejak dikeluarkannya undang – undang tersebut, pemerintah daerah terus– menerus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk menciptakan tataan pemerintah yang adil, demokratis dan bukan hanya menciptakan sebuah

(3)

pelayanan yang efisien, tetapi juga bagaimana pelayanan dapat dilakukan dengan tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selain itu, perubahan paradigma dimana pemerintah harus memberikan pelayanan dengan konsep customer oriented bukan government oriented semakin mendorong terwujudnya pelayanan prima yang dikehendaki. Karena itulah pelayanan di segala bidang harus dirancang sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk kebijakan di bidang perizinan.

Salah satu indikator dari kualitas pemerintahan yakni kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah itu sendiri. Oleh sebab itu, buruknya sistem birokrasi pemerintahan dimasa lalu dengan segala implikasinya menjadi titik tolak pemikiran pemerintah untuk melakukan usaha-usaha perbaikan kualitas pelayanan publik, yang mana hal tersebut mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya kualitas pelayanan publik terhadap kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh pusat maupun oleh pemerintah daerah baik itu pelayanan tentang perizinan ataupun non perizinan.

Salah satu upaya dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan oleh pemerintah daerah yakni melalui pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(4)

didirikannya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan meskipun tidak serta merta diikuti oleh pendelegasian seluruh jenis layanan perizinan.

BPPT Kota Medan hadir di tengah-tengah masyarakat dengan harapan dapat membuat masyarakat lebih terbantu dan mudah mengurus segala macam perizinan di lingkungan pemerintah Kota Medan dengan cepat, mudah, tepat dan pasti. Ketika banyaknya kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam hal perizinan selama ini, BPPT berusaha menjadi solusi dan jawaban atas semua kendala tersebut. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 37 Tahun 2011 tentang pendelegasian kewenangan pelayanan perizinan kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan untuk kepentingan masyarakat. Sebab bagaimanapun, kemudahan dan kecepatan perizinan menjadi salah satu stimulan meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kota Medan.

Pemerintah memiliki fungsi utama secara umum yaitu fungsi pemberdayaan, fungsi pengaturan, dan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya, seseorang pemimpin atau dalam konteks ini Kepala Daerah tidak bergerak sendiri. Perlu adanya distribusi pelimpahan wewenang agar pemimpin tidak terjebak pada urusan teknis yang sebetulnya tidak perlu dilakukan. Pimpinan sebaiknya hanya terbatas kepada pekerjaan yang bersifat kebijakan strategis dan menghindari diri dari pekerjaan teknis sehingga yang sifatnya teknis hendaknya dilimpahkan kepada bawahan.

(5)

Berdasarkan latar belakang diatas merasa tertarik memilih judul Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara?

2. Bagaimana pengaturan kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara?

3. Apa kendala dalam pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan

Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

2. Untuk mengetahui Pengaturan Kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

3. Untuk mengetahui kendala dalam pendelegasian wewenang ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

(6)

2. Manfaat Penelitian

Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Memberikan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya, dan pada Hukum Administrasi Negara pada khususnya.

b. Manfaat Praktis

Memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini dan ntuk melatih penulis dalam mengungkapkan adanya semacam permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah yang baik.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan).

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.

(7)

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian wewenang

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamiah manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya, dan salah satu faktor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan. Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok tertentu.

Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan wewenang ini sehingga F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek menyatakan: “Het

begrip bevoegdheid is dan ook een kembergrip in het staats-en administratief recht”.1

Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority” dalam bahasa Inggris dan “bevoegdheid” dalam bahasa Belanda. Authority dalam Black S Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to command or to act;

the right and power of public officers to require obedience to their orders lawfully

Dari pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi.

1

E.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief Recht, Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985, hal 26.

(8)

issued in scope of their public duties.2 (Kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik). “Bevoegdheid” dalam istilah Hukum Belanda, Phillipus M. Hadjon memberikan catatan berkaitan dengan penggunaan istilah “wewenang” dan “bevoegdheid”. Istilah “bevoegdheid” digunakan dalam konsep hukum privat dan hukum publik, sedangkan “wewenang” selalu digunakan dalam konsep hukum publik.3

Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

4

Asas legalitas merupakan unsur universal konsep negara hukum apapun tipe negara hukum yang dianut suatu negara. Dalam hukum pidana asas legalitas dalam wujudnya “nullum delictum sine lege” dewasa ini masih diperdebatkan

2

Henry Campbell Black, Black’S Law Dictionary, West Publishing, 1990, hal 133.

3

Phillipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, hal 1

4

(9)

asas berlakunya. Dalam hukum administrasi asas legalitas dalam wujudnya “wetmatigheid van bestuur” sudah lama dirasakan tidak memadai.5

Tidak memadainya asas “wetmatighid van bestuur” pada dasarnya berakar pada hakikat kekuasaan pemerintah. Kekuasaan pemerintahan di Indonesia sangat populer disebut dengan eksekutif dalam prakteknya tidaklah murni sebuah kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dalam kaitan dengan hal tersebut, Philipus M. Hadjon menyatakan dengan menyitir pendapatnya N.E. Algra bahwa : “pada kepustakaan Belanda jarang menggunakan istilah “uitvoerende macht”, melainkan menggunakan istilah yang populer “betuur” yang dikaitkan dengan “sturen” dan “sturing”. “Bestuur” dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial”.6

Konsep “bestuur” membawa implikasi kekuasaan pemerintahan tidaklah semata sebagai kekuasaan terikat, tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas (vrij bestuur, Freies Ermessen, discretionary power).

7

Menurut Ten Berge, seperti yang dikutip Philipus M. Hadjon, kekuasaan bebas itu meliputi kebebasan kebijakan dan kebebasan penilaian.8

5

Philipus Mandiri Hadjon, Discretionary Power dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Paper, disampaikan pada Seminar Nasional “Aspek Pertanggung jawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Konsep”, Semarang 6-7 Mei 2004, hal 2.

6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid.

Kebebasan kebijakan (wewenang diskresi dalam arti sempit) artinya bila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintah, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya

(10)

secara sah dipenuhi. Sedangkan kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya) adalah hak yang diberikan organ pemerintah untuk menilai secara mandiri dan eklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah terpenuhi.

Philipus M. Hadjon menyatakan untuk memudahkan memberikan pemahaman tentang kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi dengan cara melihat ruang lingkupnya. Kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi;

kewenangan untuk memutus sendiri, dan kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (vage normen).9

Perihal kewenangan tidak terlepas dari Hukum Tata Negara dan Hukum. Administrasi karena kedua jenis hukum itulah yang mengatur tentang kewenangan. Hukum Tata Negara berkaitan dengan susunan negara atau organ dan negara (staats, inrichtingrecht, organisatierecht) dan posisi hukum dan warga negara berkaitan dengan hak-hak dalam (grondrechten). Dalam organ atas

Kekuasaan bebas (vrij bestuur) asas “wetmatigheid” tidaklah memadai. Kekuasaan bebas di sini tidak dimaksudkan kekuasaan yang tanpa batas, tetapi tetap dalam koridor hukum (rechtmatigheid), setidak-tidaknya kepada hukum yang tertulis atau asas-asas hukum.

Badan hukum publik yang berupa negara, pemerintah, departemen, pemerintah daerah, institusi untuk dapat menjalankan tugasnya mereka memerlukan kewenangan. Pemberian kewenangan terhadap badan hukum publik tersebut dapat dilihat pada konstitusi masing-masing negara.

9

(11)

susunan negara diatur mengenai: bentuk negara, bentuk pemerintahan,dan pembagian kekuasaan dalam negara.

Pembagian kekuasaan dalam negara terdiri atau pembagian horizontal yang meliputi : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, dan vertikal terdiri atas pemerintah pusat dan daerah. Pembagian kekuasaan dalam negara secara horizontal dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan dalam negara dan saling melakukan kontrol. Adapun pembagian tugas secara vertikal maupun horizontal, sekaligus dengan pemberian kewenangan badan-badan negara tersebut, yang ditegaskan dalam konstribusi.

Untuk Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pembagian Kekuasaan yang terdiri dari kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemberian wewenang tersebut dapat dilihat dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 17, Pasal 18 dengan amandir Pasal 18 A dan Pasal 18 B, Pasal 19, Pasal 20 yang diamandar dengan Pasal 20 A, dan Pasal 24 yang diamandar dengan Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 24 C.

Tatiek Sri Djatmiati dalam disertasinya menguraikan hubungan antara hukum administrasi dengan kewenangan. Hukum administrasi atau hukum tata pemerintahan (“administratiefrecht” atau “bestuursrecht”) berisikan norma-norma hukum pemerintahan. Norma-norma-norma pemerintahan tersebut menjadi parameter yang dipakai dalam penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah. Adapun parameter yang dipakai dalam penggunaan wewenang itu adalah kepatuhan hukum ataupun ketidakpatuhan hukum (“improper legal” or “improper illegal”), sehingga apabila terjadi penggunaan

(12)

kewenangan dilakukan secara “improper illegal” maka badan pemerintah yang berwenang tersebut harus mempertanggung jawabkan.10 Hukum administrasi hakikatnya berhubungan dengan kewenangan publik dan cara-cara pengujian kewenangannya, juga hukum mengenai kontrol terhadap kewenangan tersebut.11

2. Sumber dan Lahirnya Wewenang

Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits

beginselen atau wetmatigheid van bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa

wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat dua cara untuk memperoleh wewenang pemerintahan yaitu atribusi dan delegasi; kadang-kadang juga, mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang.12

Suatu atribusi menunjuk kepada kewenangan yang asli atas dasar ketentuan hukum tata negara. Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu. Yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.13

Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan

10

Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, hal 62-63.

11

Ibid., 63

12

Philipus M. Hadjon, III. Lot.cit. Lihat pada pendapat dari F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Op.cit, p. 40 menyatakan “Er bestaan slechts twee wijzen waarop een orgaan aan een bevoegdheid kan komen, nomelijk attributie en delegatie”.

13

(13)

undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara:

a. Berkedudukan sebagai original legislator, di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk kontribusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemda yang melahirkan Peraturan Daerah.

b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah di mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha negara tertentu.14

Pada delegasi menegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan yang lain. Dalam Hukum Administrasi Belanda telah merumuskan pengertian delegasi dalam wet Belanda yang terkenal dengan singkatan AWB (Algemene Wet Bestuursrecht). Dalam Pasal 10:3 AWB, delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat “besluit”) oleh pejabat pemerintahan (pejabat tun) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut. Yang memberi/melimpahkan wewenang disebut delegans dan yang menerima disebut delegataris. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.

15

Pemberian atau pelimpahan wewenang ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

14

Indroharto, Op.cit, hal 91

15

(14)

1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalam peraturan perundang-undangan.

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

5. Peraturan kebijakan (beleidsregelen), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.16

3. Hukum Administrasi Negara

Jika konsep delegasi seperti itu, maka tidak ada delegasi umum dan tidak mungkin ada delegasi dari atasan ke bawahan. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain); jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi.

Hukum Administrasi Negara adalah suatu sistem dan merupakan salah satu cabang Ilmu Hukum yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sangat sulit memberikan definisi hukum adminstrasi negara karena Ilmu Hukum

16

Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, diterbitkan Laksbang Mediatama, Palangkaraya,2009, hal.72.

(15)

Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti perkembangan suatu negara.

E. Utrecht mengartikan Hukum Administrasi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat

(ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.17

Oppenheim mengatakan Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan alat-alat perlengkapan yang tinggi dan yang rendah dalam rangka alat-alat perlengkapan menggunakan wewenang yang telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.18

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada pada penelitian tersebut.19

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian

deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian

ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

17

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2010, hal 26.

18

SF Marbun, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,Yogyakarta : UII Press, 2001, hal 180.

19

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13–14

(16)

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat.

3. Data dan sumber data

Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan serta pihak-pihak lain yang terlibat.

b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari :

(17)

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah

2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang membahas mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan).

3) Bahan hukum tersier yang penulis gunakan berupa kamus hukum dan ensiklopedia.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan

(18)

pertanyaan-pertanyaan kepada responden maupun informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) Dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.

5. Analisis data

Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris dikenal dua model analisis yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian hukum empiris dengan jenis pendekatan penelitian deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.

Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

(19)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENDELEGASIAN WEWENANG DITINJAU DARI

PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Bab ini berisikan Pengertian Pendelegasian Wewenang dan Pelaksanaan Pendelegasian Wewenang

BAB III PENGATURAN KEWENANGAN BADAN PELAYANAN

PERIZINAN TERPADU DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Bab ini berisikan Gambaran Umum Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan, Kewenangan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan dan Prosedur Pendelegasian Wewenang pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan

(20)

BAB IV KENDALA DALAM PENDELEGASIAN WEWENANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Bab ini berisikan Kendala dalam Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan dan Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam Pendelegasian Wewenang Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan suatu kehendak itu sesuai dengan kewajiban, Kant menyatakan bahwa apabila kehendak itu berdasarkan pada maxime-maxime yang dapat diuniversalisasikan, artinya

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis deskriptif, yaitu pengolahan data yang diperoleh dari hasil penyebaran

Bila “Alamat email” yang terdaftar pada “Profil Skype” berbeda dengan alamat email yang digunakan untuk tindak lanjut kesehatan setelah masuk ke Jepang, lakukan “Edit”

Tenaga kerja merupakan faktor yang paling menentukan dalam proses produksi dan paling sulit untuk diawasi. Keahlian dan keterampilan dari para karyawan akan langsung

X : Treatment model problem solving Pada tahap uji coba ini dilakukan 3 kali pertemuan di dalam kelas untuk memperoleh data mengenai ketuntasan belajar siswa

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa gugus yang berperan terhadap pengikatan ion Cu(II), adalah gugus S-H dan gugus –OH dari silanol, yang ditunjukkan dengan

Hasil sidik ragam perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan rasio bahan baku dan target kerapatan berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air papan semen partikel,