• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Strategi Pengembangan Bisnis 2.1.1 Definisi Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos dan strategia, yang bermakna pengetahuan dan seni mengenai sumber-sumber yang tersedia dari suatu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan (Chandradhy dalam Zulham, 2011: 32). Makna harafiah dari istilah Yunani tersebut adalah “perkataan jendral militer”, sebelum akhirnya maknanya berubah seperti yang telah disebutkan di atas (Garratt, 2005: 29).

Strategi adalah pola tujuan serta kebijakan dan rencana besar dalam mencapai tujuan tersebut, yang disusun sedemikian rupa sehingga mampu mendefinisikan bisnis perusahaan atau akan menjadi apa perusahaan tersebut serta jenis perusahaan saat ini atau jenis perusahaan apa yang diinginkan (Anthony dalam Elhamma, 2013: 2). Strategi harus memberikan batasan-batasan bagi sebuah proyek, dimana tujuan dan hasil harus mengikuti arah perusahaan ke depan (Longman dan Mullins, 2004: 57).

Menurut Jauch dan Glueck (1988: 9), strategi adalah rencana yang menyatukan, luas, dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai, melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Karakter “menyatukan” mengandung makna bahwa strategi menjadi alat yang mengikat keseluruhan organisasi menjadi satu kesatuan. Karakter “luas” mengandung makna bahwa strategi meliputi seluruh aspek penting dalam organisasi. Karakter “terintegrasi” mengandung makna bahwa strategi merupakan rencana yang berkaitan antara satu dengan yang lain.

Menurut Porter (1997: 68), strategi merupakan penciptaan posisi unik dan bernilai, yang mencakup perangkat kegiatan yang berbeda. Dengan demikian, strategi suatu perusahaan dapat diaplikasikan dalam melakukan kegiatan yang berbeda dengan pesaing atau melakukan kegiatan yang sama dengan cara yang berbeda. Mendukung definisi tersebut, Casadesus-Masanell dan Ricart (2009: 2)

(2)

menyatakan bahwa strategi merujuk pada pilihan model bisnis yang diambil oleh perusahaan untuk bersaing di tengah pasar. Strategi adalah rancangan tindakan yang bersifat kontingensi – dapat berubah sesuai dengan situasi – untuk mencapai tujuan tertentu (Casadesus-Masanell dan Ricart, 2009: 16).

Strategi bisnis mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Berbagai perusahaan belajar untuk menganalisis lingkungan kompetitif, menetapkan kedudukan perusahaan, mengembangkan keuntungan kompetitif dan keuntungan perusahaan, serta mengenali ancaman terhadap perusahaan untuk menjaga keberlanjutan perusahaan (Casadesus-Masanell dan Ricart, 2009: 1). Strategi harus bersifat fleksibel di tengah dunia yang dinamis dan tidak menentu, serta tidak boleh ditetapkan secara permanen karena gangguan atau hambatan tak terduga dari lingkungan perusahaan mampu menjadikan strategi tersebut invalid, meskipun persiapannya telah dilakukan dengan sangat hati-hati (Garratt, 2005: 9).

Para akademisi dan praktisioner menggunakan berbagai variasi pendekatan untuk menetapkan strategi kompetitif dan strategi bisnis, yang meliputi organisasi industri, sudut pandang berbasis sumber daya, kemampuan dinamis, dan teori permainan (Casadesus-Masanell dan Ricart, 2009: 1). Sebuah pernyataan strategi harus melibatkan kombinasi dari lima elemen mendasar strategi (Garratt, 2005: 30), yaitu:

 dimanakah perusahaan akan mendapatkan manfaat atau keuntungan (produk, jasa, daerah geografis);

 dimanakah perusahaan akan menarik diri (penempatan jangka pendek);  dimanakah perusahaan akan menetapkan pijakannya;

 dimanakah perusahaan akan menjalin aliansi atau kerjasama; dan  dimanakah perusahaan akan mundur sepenuhnya.

Miles dan Snow dalam Elhamma (2013: 2) memberikan sebuah tipologi mengenai empat tipe strategis perusahaan, yaitu sebagai berikut.

 Defenders, yaitu perusahaan dengan pangsa pasar yang sempit.

 Prospectors, yaitu perusahaan yang hampir secara berkelanjutan mencari kesempatan pasar, dan secara rutin bereksperimen dengan respon potensial untuk memunculkan tren di sekelilingnya.

(3)

dimana salah satunya bersifat stabil dan yang lainnya berubah-ubah.

 Reactors, yaitu perusahaan dimana manajer puncaknya kerap melihat perubahan dan ketidakpastian di tengah lingkungan perusahaan namun tidak mampu merespon secara efektif.

Strategi bisnis meliputi perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, likuidasi, divestasi, dan join venture. Griffin (2004: 232) mengungkapkan mengenai strategi generik Porter pada tingkat bisnis, yang meliputi strategi diferensiasi (differentiation strategy), strategi kepemimpinan biaya keseluruhan (overall cost leadership strategy), dan strategi fokus (focus strategy). Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing strategi generik Porter.

Strategi diferensiasi adalah strategi perusahaan untuk membedakan dirinya dengan kompetitornya dalam hal kualitas produk atau jasa yang ditawarkan. Perusahaan yang berhasil mengimplementasikan strategi diferensiasi akan tetap mempertahankan konsumen meskipun membebankan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitornya, karena konsumen merasa mendapatkan nilai ekstra dari produk atau jasa perusahaan (Griffin, 2004: 232)

Strategi kepemimpinan biaya keseluruhan diimplementasikan untuk memperoleh keunggulan kompetitif dengan cara menekan biaya operasional di bawah biaya operasional yang dikeluarkan oleh kompetitornya. Penekanan biaya akan berdampak pada harga jual produk yang rendah, sehingga dapat menarik konsumen dengan tetap menghasilkan laba (Griffin, 2004: 232).

Strategi fokus adalah strategi perusahaan untuk berkonsentrasi pada pasar regional tertentu, jalur produk tertentu, atau kelompok pembeli tertentu. Strategi fokus dapat dikombinasikan dengan dua strategi sebelumnya, sehingga berbentuk strategi fokus diferensiasi atau strategi fokus kepemimpinan biaya keseluruhan. Pada strategi fokus diferensiasi, upaya perusahaan adalah membedakan produknya di pasar fokus. Pada strategi fokus kepemimpinan biaya keseluruhan, upaya perusahaan adalah membuat dan menjual produk atau jasa dengan harga rendah di pasar fokus (Griffin, 2004: 232).

Nedelea dan Paun (2009: 96) menyatakan bahwa manajer sebuah perusahaan yang sukses pasti memiliki rencana strategis dalam rangka

(4)

memastikan kedudukan yang kokoh di tengah pasar, sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Keuntungan kompetitif merupakan kunci untuk memperoleh penghasilan yang besar dan kesuksesan jangka panjang. Perusahaan dengan nilai keuntungan yang lebih rendah merupakan perusahaan-perusahaan yang kekurangan strategi yang baik. Perusahaan dengan performa yang paling baik memiliki manajer yang terlibat secara mendalam dalam mengimplementasikan strategi yang dipilihnya dan memastikan bahwa strategi tersebut berjalan sesuai rencana.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, tampak bahwa strategi merujuk pada perencanaan dan aktivitas perusahaan yang diatur oleh manajemen dengan memanfaatkan sumber daya perusahaan secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap perusahaan dapat menetapkan strategi yang berbeda-beda, sesuai dengan keunggulan dan keunikan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

2.1.2 Definisi Pengembangan Bisnis

Pengembangan bisnis yang berkelanjutan merupakan pusat perhatian perusahaan, yang dapat dicapai dengan mengadopsi strategi dan aktivitas bisnis yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan serta para pemegang saham, sembari melindungi, mempertahankan, dan memperkuat sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Konsep pengembangan bisnis muncul dari sektor swasta, menitikberatkan pada upaya mengidentifikasi kesempatan bisnis di tengah pasar. Secara umum, tujuan pengembangan bisnis adalah menciptakan keuntungan melalui penciptaan bisnis dalam rangka memanfaatkan pasar dan kesempatan bisnis, serta untuk menciptakan lapangan pekerjaan (Central Otago District Center, 2013: 5).

Pengembangan bisnis adalah segala bentuk aktivitas yang meningkatkan – atau bertujuan untuk meningkatkan – keuntungan, produksi, atau potensi pelayanan perusahaan. Selain itu pengembangan bisnis dapat didefinisikan sebagai penanaman modal atau waktu yang berdampak pada pertumbuhan dan perluasan perusahaan. Pengembangan bisnis adalah proses memajukan bisnis pada suatu titik dimana perusahaan dapat menyediakan barang dan jasa pada seluruh

(5)

pihak eksternal yang membutuhkannya. Dari sisi pemasaran perusahaan, pengembangan bisnis adalah proses promosi untuk membangun dan mempertahankan hubungan kerja yang terkait dengan tujuan bisnis (Kind dan Knyphausen-Aufseß, 2007: 177).

Menurut Kind dan Knyphausen-Aufseß (2007: 185), pengembangan bisnis melingkupi seluruh aktivitas perusahaan yang bertujuan untuk:

 menciptakan nilai dan potensi pemasukan bagi perusahaan;

 mengembangkan produk dan teknologi yang bisa dikomersialkan; dan

 membangun relasi dengan rekanan, konsumen, dan pemangku kepentingan potensial, demi kepentingan perusahaan.

2.1.3 Definisi Strategi Pengembangan Bisnis

Menggabungkan dengan definisi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan bisnis adalah sekumpulan tujuan, kebijakan, perencanaan, dan aktivitas perusahaan yang ditujukan untuk mengidentifikasi kesempatan bisnis di tengah pasar dan mempertahankan kelangsungan bisnis atau mencapai kesuksesan bisnis.

Strategi pengembangan bisnis adalah bagian dari strategi bisnis, dan tidak dapat dipisahkan dari model bisnis. Dalam rangka mengembangkan bisnis secara berkelanjutan, suatu perusahaan harus terus-menerus melakukan penilaian atas strategi bisnis yang dijalankannya. Analisis strategi bisnis merupakan langkah penting dalam merancang model bisnis yang dapat bertahan lama, sehingga berdampak pada hidup perusahaan yang berlangsung lama pula (Teece, 2010: 180).

Strategi pengembangan bisnis harus memiliki kualitas berikut: consistency, consonance, advantage, dan feasibility. Kualitas consistency mengandung makna bahwa strategi pengembangan bisnis harus memuat tujuan dan kebijakan yang konsisten. Consonance artinya bahwa strategi tersebut harus merepresentasikan respon adaptif perusahaan terhadap lingkungan eksternal dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Advantage, artinya bahwa strategi bisnis harus menyediakan tempat bagi penciptaan atau perbaikan keuntungan kompetitif di bidang yang dijalani. Feasibility, mengandung makna bahwa strategi

(6)

bisnis tidak boleh melangkahi sumber daya yang tersedia atau menciptakan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan (Rumelt, 1993: 2).

Dalam mengembangkan strategi bisnis, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap pertama adalah analisis lingkungan internal dan ekternal perusahaan. Manajemen perusahaan harus mengamati peluang dan ancaman lingkungan eksternal, termasuk di dalamnya kebutuhan konsumen, tindakan, harapan, dan kemampuan pesaing. Dari sisi internal, perusahaan perlu menyadari kompetensi dan sumber daya yang dimiliki, meliputi kedudukan perusahaan, kekuatan perusahaan dalam hal kualitas dan penyampaian produk, serta sumber daya finansial perusahaan (The SmartSims.com Team, 2000: 20).

Tahap kedua adalah sintesis dan evaluasi. Dalam tahap sintesis, perusahaan perlu mengumpulkan seluruh data yang diperoleh dari hasil analisis dan merumuskan alternatif-alternatif strategi yang dapat dilaksanakan. Berikutnya, perlu dilakukan evaluasi menggunakan berbagai kriteria finansial dan kriteria kualitatif. Strategi terpilih kemudian dibagi lagi menjadi substrategi untuk berbagai bidang fungsional (The SmartSims.com Team, 2000: 20).

Memasuki tahap ketiga, perusahaan harus mengembangkan strategi fungsional, dimana strategi besar perusahaan direfleksikan ke dalam strategi untuk bidang-bidang fungsional dengan tujuan pencapaian yang lebih singkat, padat, dan jelas, serta pembatasan kerangka waktu sehingga lebih bersifat taktikal. Bidang-bidang fungsional yang dapat digunakan dalam mengembangkan strategi tersebut antara lain: pemasaran, pengembangan produk, operasional, dan keuangan. Dalam tahapan ini, perusahaan juga perlu mempertimbangkan kembali strategi-strategi fungsional yang digunakan, karena pada hakekatnya, terdapat hubungan antarfungsional. Hal ini dilakukan untuk menghindari pelaksanaan strategi salah satu bidang fungsional yang melebihi kapasitas kemampuan bidang fungsional lain yang terkait dengannya (The SmartSims.com Team, 2000: 20 – 21).

Tahap keempat adalah implementasi strategi. Perlu ditekankan sebelumnya bahwa pelaksanaan strategi belum tentu sesuai dengan perencanaannya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil implementasi sebuah strategi, misalnya pembiayaan, keputusan pesaing, sistem kendali, kepemimpinan, dan motivasi orang-orang dalam perusahaan (The SmartSims.com

(7)

Team, 2000: 21).

Dalam kerangka pengembangan usaha atau pengembangan bisnis, terdapat beberapa produk yang dapat dikembangkan, antara lain: barang atau produk berwujud fisik, misalnya makanan, komoditas, pakaian, perumahan, alat, dan sebagainya. Produk lain adalah jasa atau produk yang tidak berwujud fisik, misalnya hotel, penerbangan, penyewaan, tukang cukur, ahli kecantikan, dan sebagainya. Produk lainnya antara lain: peristiwa, orang, tempat, kepemilikan atau properti, organisasi, informasi, dan gagasan (Wibawa, 2013: 2).

2.2 Evaluasi Strategi

Strategi merupakan hal yang perlu diubah karena tidak berjalan sesuai keinginan atau karena ada perubahan atau perbaikan secara besar-besaran. Oleh karena itu, manajer memiliki kewajiban untuk mengawasi sebaik apakah kinerja sebuah strategi dan sebaik apakah implementasinya terlaksana, membuat penyesuaian apabila terdapat cara yang lebih baik dalam mendukung operasional perusahaan (Nedelea dan Paun, 2009: 101).

Evaluasi strategi merupakan bagian tak terpisahkan dari proses perencanaan, pemeriksaan, dan pengendalian organisasi. Setiap perusahaan menggunakan cara yang berbeda-beda dalam melakukan evaluasi strategi. Beberapa perusahaan melakukan evaluasi secara informal, sesekali, dan singkat, sementara perusahaan lain menggunakan sistem tertentu untuk melakukan evaluasi secara berkala dan formal. Kualitas evaluasi strategi – dan tentunya kualitas perusahaan – ditentukan oleh kapasitas suatu perusahaan dalam menilai diri sendiri dan pembelajaran diri, bukan pada teknik analisis yang digunakan (Rumelt, 1993: 7).

Proses strategis perusahaan tidak dipandang dari hal-hal yang diberi label “strategis” atau “jangka panjang”, melainkan pada aktivitas-aktivitas yang berpengaruh kuat terhadap pemilihan dan perubahan tujuan, serta yang mempengaruhi komitmen sumber daya perusahaan. Evaluasi strategi yang layak tidak dapat ditetapkan dalam sebuah konteks abstrak tertentu. Pendekatan evaluasi dalam sebuah perusahaan harus sesuai dengan postur dan bidang kerja strategisnya yang terkait dengan metode perencanaan dan pengendaliannya

(8)

(Rumelt, 1993: 8).

Rumelt (1993: 2) menyatakan bahwa evaluasi strategi bisnis tidak dapat dipetak-petakkan dalam berbagai jenis metode atau teori paten untuk diaplikasikan pada berbagai organisasi. Batasan yang diberikan adalah empat karakter mendasar dari strategi bisnis yang baik, yaitu consistency, consonance, advantage, dan feasibility, yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, tanggung jawab untuk melaksanakan evaluasi strategis umumnya berada pada pundak manajemen senior, misalnya CEO dan laporannya atau komite eksekutif pada manajemen puncak (Longman dan Mullins, 2004: 57). Namun, tak pelak juga, kegiatan evaluasi strategi perusahaan dilaksanakan oleh peneliti atau praktisi ekonomi dan bisnis.

Beberapa penelitian terkait dengan evaluasi strategi bisnis menggunakan analisis SWOT untuk mengevaluasi strategi bisnis objek penelitiannya. Penelitian lainnya menggunakan perhitungan statistika matematis untuk memeriksa keberhasilan strategi objek penelitiannya. Contohnya, Adamu et al. (2011) melakukan evaluasi terhadap strategi diversifikasi produk dan kinerja keuangan pada beberapa perusahaan konstruksi di Nigeria. Teknik yang digunakan adalah Student t-test, dimana perusahaan-perusahaan yang menjadi objek penelitian dikategorikan ke dalam tiga kelompok menggunakan metode specialization ratio. Holland (2010) menggunakan Management Strategy Evaluation (MSE) atau Management Procedure (MP) dalam mengevaluasi strategi manajemen perikanan. Teknik tersebut dirancang untuk mengidentifikasi dan mengoperasionalkan strategi pengelolaan perikanan.

2.3 Analisis SERVO 2.3.1 Definisi SERVO

SERVO merupakan akronim dari strategy (strategi), environment (lingkungan), resource (sumber daya), value (nilai), dan organization (organisasi). Model kerangka analisis SERVO merupakan alat manajemen diagnosa, yang digunakan untuk membangun dan menguji keputusan dan inisiatif strategis perusahaan. Dalam melakukan analisis SERVO, diamati interaksi dan hubungan di antara kelima unsur penting tersebut untuk mengetahui derajat konsistensi atau

(9)

kesesuaian antara strategi yang sedang dijalankan di perusahaan, aspek organisasi, kemampuan, kecenderungan manajemen, dan lingkungan. Model analisis ini dirancang untuk menilai dan memfasilitasi proses perumusan dan implementasi strategi dalam konteks perubahan pasar dan keorganisasian (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 139).

Penekanan analisis SERVO diletakkan pada kesesuaian strategis atau strategic fit antara lima elemen SERVO. Agar dapat mencapai keberhasilan, perumusan dan implementasi strategi memerlukan manajemen yang eksplisit terhadap hubungan antara unsur strategy, environment, resource, value, dan organization (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 140). Konsep “fit” tersebut disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ilustrasi Konsep “Fit” dalam SERVO

(Sumber: Fleisher dan Bensoussan, 2007: 140)

Gambar 2.2. Diagram Model SERVO

(Sumber: Fleisher dan Bensoussan, 2007: 145)

Model SERVO secara keseluruhan direpresentasikan oleh Gambar 2.2 yang menunjukkan unsur-unsur yang mempengaruhi efektivitas organisasi/perusahaan dan hubungan antarelemen tersebut. Tanda panah dua arah menunjukkan bahwa keputusan yang diambil untuk satu elemen tertentu akan berujung pada pengambilan keputusan elemen lain (Fleisher dan Bensoussan,

Resources and Capabilities Environment Strategy Values Organization Sumber Daya Dan Kemampuan Strategi: Tujuan Ruang Lingkup Basis Persaingan Model Bisnis Lingkungan

(10)

2007: 145).

 Pengambilan keputusan pada elemen strategi (S) akan berdampak pada pengambilan keputusan elemen E, R, V, dan O.

 Pengambilan keputusan pada konteks lingkungan (E) harus mengakomodasi keputusan strategis perusahaan.

 Keputusan yang diambil pada elemen sumber daya (R) harus mendukung keputusan strategis dan mendorong tindakan yang diperlukan masa demi masa.

 Eksekutif perusahaan harus menentukan pilihan personal berdasarkan nilai (V) yang diyakininya, yang mendukung pelaksanaan strategi (S) sesuai keinginan.  Tindakan/keputusan strategis akan menentukan sifat dan jenis stuktur dan

sistem organisasi (O).

Sesuai dengan Gambar 2.2, dapat disimpulkan bahwa kegagalan strategis juga akan berdampak pada diabaikannya satu atau gabungan dari beberapa elemen strategic fit lainnya. Penempatan setiap unsur dalam diagram model SERVO mengindikasikan bahwa tidak ada dominasi hirarkis oleh satu elemen tertentu dalam SERVO, sehingga setiap elemen merupakan bagian yang penting namun secara tunggal tidak cukup untuk menciptakan efektivitas dalam perusahaan (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 146).

Implementasi analisis SERVO untuk mengevaluasi strategi yang sedang berjalan maupun strategi pengembangan bisnis yang baru saja diajukan terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu: mengevaluasi kinerja perusahaan saat ini, menilai strategi berjalan dan menetapkan ada/tidaknya perubahan yang dianggap perlu, mengembangkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif strategi/program (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 147 – 151).

1. Langkah 1: Mengevaluasi kinerja perusahaan

Pada langkah pertama, peneliti menilai kinerja perusahaan, telah sesuai atau belum dengan tujuan internal dan eksternal. Kinerja perusahaan juga harus dibandingkan dengan rujukan eksternal, misalnya kompetitor atau perusahaan lain yang memiliki fokus bisnis yang sama di industri terkait. Pembandingan dibatasi pada kerangka waktu tertentu, umumnya beberapa caturwulan terakhir atau beberapa tahun terakhir. Apabila kinerja perusahaan tidak berjalan sesuai harapan,

(11)

maka peneliti akan mendiagnosa penyebab potensial dari permasalahan kinerja tersebut. Apabila kinerja perusahaan berjalan dengan baik, maka peneliti akan menilai resiko dan kerentanan perusahaan serta mengidentifikasi strategi untuk memanfaatkan kesempatan yang muncul di tengah pasar (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 147 – 148).

2. Langkah 2: Menilai strategi berjalan dan perlu/tidaknya perubahan

Pada langkah kedua, peneliti mendiagnosa hubungan makro di antara lima elemen SERVO, kemudian mengamati setiap elemen secara lebih mendetail. Di antara lima elemen SERVO terdapat 20 hubungan makro, termasuk di dalamnya hubungan antarkomponen dalam satu elemen, misalnya keputusan finansial dalam menentukan besarnya ekuitas dan hutang yang akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan mungkin membatasi potensi perusahaan dalam menambah modal investasi (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 148).

Tabel 2.1. Konfigurasi Ideal SERVO Grids

S E R V O S Xxx T/n T/e T/n T/n E T/n Xxx T/n T/n T/n R T/e T/n Xxx T/n T/n V T/n T/n T/n Xxx T/e O T/n T/n T/n T/e xxx

(Sumber: Fleisher dan Bensoussan, 2007: 149)

Tabel 2.2. Contoh Implementasi Konfigurasi SERVO Grids

S E R V O S Xxx T/n T/n L/d T/n E T/n Xxx T/n M/d L/e R T/n T/n Xxx T/n M/n V L/d M/d T/n Xxx T/n O T/n L/e M/n T/n xxx

(Sumber: Fleisher dan Bensoussan, 2007: 149)

Untuk menentukan efektivitas hubungan antarelemen atau antarkomponen, peneliti melakukan pengukuran fit. Pengukuran tersebut akan membantu peneliti dalam menentukan keputusan manakah yang perlu diambil terlebih dahulu dan elemen manakah yang perlu diperhatikan terlebih dahulu (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 148). Hasil pengukuran dituliskan dalam SERVO grids seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 merepresentasikan konfigurasi ideal dari hubungan antarelemen SERVO, sementara Tabel 2.2

(12)

menunjukkan salah satu contoh penggunaan SERVO grids untuk mengukur hubungan antarelemen SERVO yang tidak sepenuhnya sesuai dengan konfigurasi ideal.

Notasi yang digunakan dalam isian Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 menunjukkan derajat kesesuaian antarelemen dan kerangka waktu terjadinya kesesuaian atau keselarasan antarelemen. Notasi berhuruf besar merujuk pada derajat kesesuaian antarelemen, yang meliputi:

 T – Tight fit: Seluruh keputusan yang menyangkut sepasang elemen yang diamati saling mendukung dan memberikan kontribusi satu sama lain.

 L – Loose fit: Segala keputusan yang menyangkut sepasang elemen yang diamati tidak saling mendukung maupun memberikan kontribusi satu sama lain.

 M – Medium fit: Sebagian keputusan yang menyangkut sepasang elemen yang diamati saling mendukung dan memberikan kontribusi satu sama lain.

Notasi berhuruf kecil merujuk pada kerangka waktu tercapainya kesesuaian antarelemen, yang terdiri dari:

 e – Early fit: Perusahaan yang dianalisis menemukan dan menciptakan pola kesesuaian antarelemen SERVO sebelum perusahaan lain mencapai kesesuaian pada pasangan elemen yang sama.

 d – Delayed fit: Perusahaan yang dianalisis tergolong lambat dibandingkan dengan kompetitornya dalam menemukan dan menciptakan pola kesesuaian antarelemen SERVO.

 n – Normal fit: Perusahaan yang dianalisis tidak dapat digolongkan cepat atau lambat dalam merespon perubahan antarelemen SERVO, atau dapat dikatakan berada pada kerangka waktu yang hampir sama dengan perusahaan saingan pada umumnya.

3. Langkah 3: Mengembangkan dan mengevaluasi alternatif strategi dan program

Setelah menganalisis hubungan antarelemen, terdapat tiga pilihan bagi perusahaan, yaitu mengubah komponen yang dibutuhkan dari setiap elemen agar konsisten dengan strategi; mengubah srategi sesuai dengan orientasi keempat elemen lainnya; atau melakukan kompromi antara dua pilihan tersebut sebagai

(13)

alternatif yang lebih masuk akal. Langkah pertama yang diambil oleh peneliti adalah menciptakan serangkaian pilihan yang paling sesuai untuk memperbaiki ketidakcocokan antarelemen SERVO. Untuk setiap pilihan yang direkomendasikan, peneliti sebaiknya menyediakan proyeksi kinerja. Setelah ditetapkan kebijakan bagi setiap rekomendasi, sebaiknya dibuat susunan SERVO terproyeksi yang baru. Setelah perusahaan mengimplikasikan rekomendasi tersebut, diamati pergerakan masing-masing elemen dalam mencapai susunan yang diinginkan atau bahkan mencapai konfigurasi ideal (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 151).

Sesuai dengan kelima elemen pembentuknya, dalam teori ini akan dibahas mengenai strategi (S), lingkungan (E), sumber daya (R), nilai (V), dan organisasi (O).

2.3.2 S – Strategy (Strategi)

Strategi adalah rencana komprehensif yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi. Strategi merupakan gabungan antara keputusan kompetitif dan tindakan yang disusun sebagai reaksi terhadap lingkungan perusahaan. Strategi bertujuan untuk menempatkan kemampuan dan sumber daya perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan keuntungan kompetitif perusahaan. Dalam menghadapi perubahan lingkungan, strategi perusahaan harus mampu berubah, menemukan kesempatan baru serta mengembangkan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki untuk membalikkan perubahan lingkungan menjadi sumber keuntungan kompetitif yang baru (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 140).

Dalam definisi tersebut, terkandung makna bahwa tujuan perusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan strategi. Untuk keperluan analisis atau evaluasi strategi, komponen strategy dalam SERVO dipisah menjadi empat elemen, yaitu tujuan (goals), ruang lingkup (scope), basis persaingan (competitive basis/premise), dan model bisnis (business model). Berikut adalah penjelasan singkat atas masing-masing elemen (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 141).

a. Goals/tujuan; merupakan analisis atas visi dan misi perusahaan, hal-hal yang ingin dicapai oleh perusahaan yang sejalan dengan harapan pemegang saham,

(14)

harapan-harapan manajemen puncak terhadap peningkatan revenue, inovasi, saham bebas, kualitas, dan keuntungan.

b. Scope/ruang lingkup; merupakan analisis terhadap jenis produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan dan jenis target pasar.

c. Competitive basis/premise; merupakan analisis terhadap cara yang digunakan perusahaan untuk mengalahkan kompetitor dan cara perusahaan membangun kemampuan dan sumber daya demi mencapai keuntungan kompetitif secara terus menerus.

d. Business model; merupakan analisis terhadap tepat/tidaknya dasar operasional perusahaan, penjelasan ekonomi mengenai bagaimana perusahaan memberikan nilai (dari produk) kepada konsumen pada tingkat harga dan pembiayaan yang mencapai keuntungan yang memuaskan, serta menganalisis adanya keterkaitan yang konsisten antara pemasukan dan pembiayaan dengan tujuan, ruang lingkup, dan dasar persaingan.

Pembagian elemen tersebut didukung oleh Griffin (2004: 226), yang menyatakan bahwa strategi yang baik memuat tiga aspek, yaitu kompetensi unggulan, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya. Kompetensi unggulan merujuk pada kemampuan perusahaan yang paling menonjol. Ruang lingkup merujuk pada rentang pasar di daerah operasional perusahaan. Alokasi sumber daya merujuk pada kebijakan perusahaan dalam mendisribusikan sumber-sumber daya dan pilihan-pilihan yang mungkin diambil.

Fokus dari elemen strategy dalam analisis SERVO bukanlah untuk mengembangkan sttrategi baru atau melindungi strategi yang sedang dijalankan. Analisis SERVO, seperti halnya analisis lain, dilakukan untuk menemukan apakah konsep dan rumusan strategi telah terlaksana dengan baik di sebagian besar perusahaan. Analisis SERVO didasarkan pada pandangan bahwa inkonsistensi antara strategi dengan unsur lainnya seringkali menjadi faktor kegagalan atau tidak efektifnya implementasi strategi (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 141).

2.3.3 E – Environment (Lingkungan)

(15)

dan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal organisasi terbagi menjadi dua lapis, yang meliputi lingkungan umum dan lingkungan tugas (Griffin, 2004: 68). Lingkungan internal suatu organisasi adalah segala sesuatu yang melingkupi kondisi dan kekuatan yang ada dalam tubuh organisasi (Griffin, 2004: 78).

Lingkungan umum atau makro adalah sekumpulan kondisi dan pengaruh yang berdampak terhadap aktivitas ekonomi dan berada di luar organisasi atau di luar kendali organisasi (Fleisher dan Bessoussan, 2007: 142). Lingkungan umum merupakan serangkaian dimensi dan kekuatan dengan cakupan yang luas, yang menciptakan keseluruhan konteks organisasi. Lingkungan umum sebagian besar organisasi memiliki dimensi ekonomi, teknologi, sosial-budaya, politik-hukum, dan internasional (Griffin, 2004: 69).

a. Dimensi ekonomi lingkungan umum organisasi adalah kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem ekonomi di sekitar operasional perusahaan.

b. Dimensi teknologi merefleksikan metode-metode yang tersedia untuk mengubah sumber daya menjadi produk atau jasa.

c. Dimensi sosial-budaya meliputi adat istiadat, kebiasaan, nilai, dan karakteristik demografis masyarakat di sekitar operasional perusahaan.

d. Dimensi politik-hukum meliputi peraturan pemerintah yang terkait dengan bisnis dan hubungan umum antara bisnis dengan pemerintah.

e. Dimensi internasional merepresentasikan derajat keterlibatan atau ketergantungan perusahaan pada bisnis di negara lain.

Menguatkan pendapat tersebut, Fleisher dan Bensoussan (2007: 142) menyatakan bahwa skema yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan lingkungan umum adalah metode PEST atau “Political, Economic, Social, and Technological.” Skema umum yang merupakan pengembangan metode PEST adalah metode STEEP atau “Social, Technological, Economical, Environmental, and Political.”

Lingkungan tugas atau task environment mempengaruhi pelaksanaan strategi dalam keseharian perusahaan, yang melibatkan situasi persaingan tertentu serta kelompok atau organisasi tertentu yang memiliki pengaruh secara langsung terhadap strategi organisasi (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 142). Lingkungan tugas terdiri dari organisasi atau kelompok eksternal yang mempengaruhi

(16)

perusahaan, yaitu: kompetitor, konsumen, pemasok, pembuat aturan/kebijakan, dan partner strategis (Griffin, 2004: 74).

a. Kompetitor adalah organisasi lain yang bersaing dengan perusahaan dalam memperebutkan sumber daya berupa uang konsumen atau pendapatan, pinjaman bank, hak pembelian properti, tenaga kerja berkualitas, terobosan teknologi, hak paten, bahan baku, dan sebagainya.

b. Pelanggan atau konsumen adalah individu atau kelompok yang membayarkan sejumlah uang untuk memperoleh produk atau jasa dari perusahaan.

c. Pemasok adalah organisasi yang menyediakan sumber daya bagi perusahaan. d. Pembuat kebijakan adalah individu atau kelompok yang berpotensi

mengendalikan, mengatur, atau mempengaruhi kebijakan dan operasional perusahaan, yang meliputi lembaga pembuat kebijakan (pemerintah) dan kelompok kepentingan (misalnya serikat buruh).

e. Partner strategis adalah perusahaan atau individu yang bekerjasama dengan perusahaan dalam bentuk kemitraan kerja.

Lingkungan internal dalam perusahaan meliputi pemilik perusahaan, dewan direksi, karyawan, lingkungan kerja fisik, dan budaya organisasi.

a. Pemilik perusahaan, adalah individu atau kelompok yang memiliki hak milik hukum terhadap bisnis tersebut. Kepemilikan atas perusahaan dapat ditemukan dalam bentuk kepemilikan tunggal, partner yang mengelola bisnis secara bersama-sama, investor individu yang membeli saham dalam perusahaan, atau organisasi lain (Griffin, 2004: 78).

b. Dewan direksi adalah sekumpulan orang yang dipilih oleh para pemegang saham untuk mengawasi manajemen perusahaan secara umum, sebagai jaminan bahwa kepentingan para pemegang saham terpenuhi melalui operasional perusahaan (Griffin, 2004: 79).

c. Karyawan merupakan elemen utama dari lingkungan internal perusahaan. Karyawan adalah individu-individu yang dipekerjakan di perusahaan dan diberi upah sesuai dengan pekerjaan yang didedikasikan pada perusahaan (Griffin, 2004: 79).

d. Lingkungan kerja fisik adalah tempat/ruang dan pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004: 80). Dalam penelitian ini,

(17)

lingkungan kerja fisik yang dimaksud adalah pabrik PT. Manunggal Suko Jaya, ruang kerja karyawan, mesin-mesin pengemasan, dan pekerjaan melakukan pengemasan.

e. Budaya organisasi (organization culture) adalah serangkaian nilai, keyakinan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang membantu seorang anggota organisasi dalam memahami prinsip-prinsip yang dianut oleh organisasi tersebut, bagaimana organisasi tersebut melakukan segala sesuatu, dan apa yang dianggapnya penting (Deal dan Kennedy dalam Griffin, 2004: 162). Ketika sebuah organisasi tumbuh, budayanya dimodifikasi, dibentuk, dan diperbaiki oleh simbol-simbol, cerita-cerita, pahlawan-pahlawan, slogan-slogan, dan perayaan-perayaan (Griffin, 2004: 165).

Menurut Fleisher dan Bensoussan (2007: 141), dalam kerangka analisis SERVO, lingkungan eksternal perusahaan dibatasi pada keputusan yang dibuat oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) di luar perusahaan dan di luar kendali eksekutif perusahaan yang dapat menimbulkan dampak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Lingkungan internal dibatasi pada pemangku kepentingan (direktur, pengambil keputusan, dan karyawan), kekuatan, dan kondisi di dalam perusahaan (fungsional dan budaya perusahaan serta praktik, proses, struktur, dan sistem keorganisasian).

Selain pengelompokan lingkungan internal dan eksternal, Fleisher dan Bensoussan (2007: 142) juga membagi unsur environment dalam empat kelompok, yaitu lingkungan internal, lingkungan tugas, lingkungan industri, dan lingkungan makro atau lingkungan umum. Lingkungan internal, lingkungan tugas, dan lingkungan makro/umum telah dijelaskan sebelumnya. Lingkungan industri berhubungan dengan faktor dan kekuatan lingkungan perusahaan yang memiliki pengaruh besar terhadap kinerja perusahaan dan pesaingnya, meliputi rantai nilai dari bahan mentah hingga layanan paska penjualan, termasuk periklanan yang terkait dengan perusahaan.

2.3.4 R – Resource (Sumber Daya)

Sumber daya dalam perusahaan meliputi aset dan kemampuan yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa di tengah pasar.

(18)

Analisa strategi harus mengurangi kerumitan yang terkait dengan sumber daya perusahaan berikut: financial resources (sumber daya keuangan), human resources (sumber daya manusia), physical resources (sumber daya berwujud), dan intangible resources (sumber daya tak berwujud) (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 142).

Pemeriksaan terhadap sumber daya keuangan meliputi penilaian sumber daya yang tersedia, misalnya pinjaman bank, saldo kas, kreditur, modal awal, modal berjalan, dan kemampuan untuk mengumpulkan dana baru. Strategi yang membutuhkan investasi besar dapat memeras sumber daya finansial perusahaan, sehingga membutuhkan pengelolaan keuangan yang baik (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 142).

Perubahan lingkungan akan berdampak pada perubahan strategi dan perubahan keahlian sumber daya manusia perusahaan dalam menyikapi faktor kunci kesuksesan yang baru. Untuk mencapai keberhasilan dalam perubahan keorganisasian seringkali membutuhkan peningkatan investasi untuk mengembangkan keahlian baru yang disertai dengan pengurangan investasi bagi keahlian yang telah dimiliki dalam menjalankan model bisnis yang lama. Proses transisi yang buruk dari keahlian lama menuju keahlian baru akan menghambat perkembangan kondisi yang dibutuhkan untuk menumbuhkan keahlian baru dalam hal keorganisasian (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 143).

Landasan keuntungan kompetitif bergantung pada kompetensi inti dan keahlian sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Penilaian terhadap sumber daya manusia dalam kerangka SERVO menggali tentang keahlian-keahlian yang telah dimiliki oleh perusahaan, kesanggupan sumber daya manusia yang tersedia dalam mencapai tujuan strategi perusahaan, dan kemungkinan untuk meningkatkan keahlian yang dimiliki oleh sumber daya manusia perusahaan dalam memenuhi persyaratan-persyaratan baru yang dibutuhkan (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 143).

Sumber daya berwujud meliputi seluruh aset operasional perusahaan yang terkait dengan kapabilitas fisik perusahaan untuk melaksanakan strateginya di tengah pasar, yang sering disebut dengan PP&E (Plant, Property, and Equipment), termasuk teknologi informasi dan fasilitas produksi. Sumber daya

(19)

berwujud yang termasuk dalam teknologi informasi adalah sistem informasi manajemen, aset teknologi informasi, pusat data, dan integrasi sistem perusahaan secara keseluruhan. Sumber daya yang termasuk dalam fasilitas produksi adalah lokasi fasilitas produksi pada saat ini, kapasitas, kebutuhan investasi dan perawatan, proses produksi yang sedang berjalan, kualitas, metode, dan pengorganisasian proses produksi. Dalam analisis SERVO, peneliti harus mempertimbangkan kebutuhan produksi manakah yang dapat dipenuhi oleh fasilitas yang dimiliki saat ini untuk dapat melaksanakan strategi yang baru (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 143).

Dalam kerangka analisis SERVO, sumber daya tak berwujud yang dipandang penting untuk diamati dan dinilai adalah merek (brand), niat baik (goodwill), aset intelektual, dan reputasi. Kekuatan merek merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan strategi pengembangan bisnis. Niat baik merupakan perbedaan antara nilai sumber daya tak berwujud dalam perusahaan dengan nilai perusahaan secara aktual. Aset intelektual merujuk pada adanya perlindungan bagi aset perusahaan dalam bentuk paten, merek dagang, dan hak cipta. Reputasi merupakan representasi kolektif dari perilaku dan hasil tindakan perusahaan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memberikan output yang berharga dan bernilai pada para pemangku kepentingan perusahaan (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 143).

2.3.5 V – Value (Nilai)

Keputusan para eksekutif perusahaan selalu dipengaruhi oleh faktor personal, kedudukan, dan situasi. Faktor personal mempengaruhi pemikiran, nilai, dan kecenderungan para pengambil keputusan. Faktor kedudukan merupakan refleksi dari harapan-harapan orang lain yang dibebankan pada pundak para pengambil keputusan, yang terlihat dari tuntutan yang disampaikan pada para pengambil keputusan tersebut. Faktor situasi terkait dengan permulaan dan waktu yang dibutuhkan oleh seorang eksekutif dalam mengambil keputusan (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 144).

Nilai, atau value, adalah aspek manusiawi dari para pengambil keputusan perusahaan. Nilai yang dimiliki oleh seorang eksekutif perusahaan akan tercermin

(20)

dari gaya manajerialnya, saat dituntut untuk mengambil sebuah keputusan bisnis. Salah satu barometer paling penting atas sikap eksekutif perusahaan adalah cara mereka menghabiskan waktu. Barometer penting lainnya adalah perilaku simbolis yang dapat dipandang sebagai upaya eksekutif perusahaan yang dilakukan berulang-ulang untuk menanamkan sistem nilai yang mendasar di tengah perusahaan, sehingga nilai tersebut membudaya dalam perusahaan, dan sejalan dengan kepentingan strategis pengambil keputusan (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 144).

2.3.6 O – Organization (Organisasi)

Komponen organisasi yang utama dalam kerangka analisis SERVO adalah budaya, kepemimpinan, kepegawaian, struktur, dan sistem. Budaya merupakan hal yang unik, berbeda di setiap organisasi atau perusahaan. Budaya suatu perusahaan merupakan cerminan dari karakter iklim kerja dan kepribadian perusahaan tersebut. Budaya dibentuk oleh keyakinan, kepercayaan, sejarah, tradisi, dan nilai organisasi.

Kepemimpinan merupakan peran keorganisasian yang terkait dengan tindakan dan tingkah laku eksekutif perusahaan dan para pembuat keputusan perusahaan dalam memotivasi pegawai untuk memberikan kinerja terbaiknya bagi perusahaan.

Kepegawaian dalam analisis SERVO terkait dengan ketertarikan, perkembangan, motivasi, pemeliharaan, dan pelatihan individual yang harus dilaksanakan oleh perusahaan. Umumnya, tugas ini diemban oleh divisi SDM perusahaan atau human resources department.

Struktur, dalam kerangka SERVO, merujuk pada alokasi dan pembagian tanggung jawab dan penataan alur koordinasi dalam perusahaan yang umumnya dipresentasikan dalam bentuk diagram struktural. Sistem menunjukkan alur aktivitas yang penting bagi kegiatan perusahaan sehari-hari, meliputi proses inti (misalnya pengembangan produk dan manajemen operasional), aktivitas pendukung (misalnya sistem informasi, akuntansi, dan sumber daya manusia) (Fleisher dan Bensoussan, 2007: 144 – 145).

(21)

2.4 Penelitian Terdahulu

Dalam lingkup internasional, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Salah satunya adalah penelitian berjudul “Developing Tangible Strategies“ oleh Weiss (2002). Jurnal penelitian Weiss memberikan panduan bagi konsultan kerangka kerja strategi bisnis, atau bahkan pelaku bisnis sendiri, dalam memajukan perusahaan melalui kombinasi antara faktor manusia, teknis, dan bisnis.

Weiss mengamati beberapa tipologi dalam tantangan mendasar yang umumnya ditemui oleh penyedia jasa inovasi. Hasil penelitian kualitatif ini menyatakan bahwa konsultan strategi bisnis inovasi harus membantu pelaku bisnis untuk mentransformasi konsep kreatif menjadi strategi yang berwujud, sehingga ide-ide baru dapat tersampaikan kepada pasar dengan cara menunjukkan keuntungan yang akan didapat oleh konsumen dan perusahaan. Terkait dengan penelitian ini, jurnal tersebut dapat digunakan sebagai pembanding atau rekomendasi bagi strategi pengembangan bisnis PT. Manunggal Suko Jaya.

Penelitian lain yang relevan adalah penelitian oleh Shin (2001), yang bertajuk “Strategies for Competitive Advantage in Electronic Commerce”. Penelitian tersebut merupakan evaluasi dan analisis terhadap strategi persaingan yang ditetapkan di perusahaan e-commerce. Shin (2001: 164) menggunakan model empat bauran pemasaran McCarthy dan model lima dorongan kompetitif Porter untuk mengidentifikasi strategi yang digunakan perusahaan internet yang memberikan respon pada lima dorongan kompetitif dan mencapai keuntungan kompetitif. Metode yang digunakan oleh Shin dalam penelitian ini adalah studi literatur atau analisis dokumen. Sebagai hasil penelitian, Shin memberikan empat strategi bagi e-business untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, yaitu strategi product (produk), price (harga), promotion (promosi), dan place (tempat/lokasi). Hasil yang diperoleh Penelitian Shin dapat mendukung penelitian ini dalam hal mengarahkan peneliti pada jalur evaluasi yang standar, meskipun kerangka analisis yang digunakan berbeda.

Sebuah penelitian berjudul “What is “Business Development”? – The Case of Biotechnology”, yang ditulis oleh Sonja Kind dan Dodo zu Knyphausen-Aufseβ (2007), membantu peneliti dalam merumuskan mengenai pengembangan

(22)

bisnis atau business development, sesuai dengan topik yang diusung dalam penelitian ini. Kind dan Knyphausen-Aufseβ mengamati aktivitas keseharian pengembangan bisnis dari industri bioteknologi di Jerman.

Kedua peneliti tesebut menggunakan desain penelitian kualitatif melalui studi kasus, dimana data diperoleh melalui studi pustaka, wawancara, dan pengamatan/observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan bisnis merupakan contoh modern dari perencanaan strategis organisasi. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai cara kerja perusahaan bioteknologi dan pelaksanaan strategi serta pengorganisasian dalam perusahaan bioteknologi.

2.5 Kerangka Berpikir

PT. Manunggal Suko Jaya terbilang muda dalam ranah bisnis pergulaan. Meskipun demikian, perjalanan perusahaan hingga saat ini menunjukkan potensi untuk terus berkembang, asalkan dilakukan perbaikan secara terus-menerus atas strategi pengembangan bisnis perusahaan. Perbaikan atau pembenahan tersebut harus didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap situasi internal dan eksternal perusahaan yang terkait dengan strategi pengembangan bisnis perusahaan.

Berdasarkan Gambar 2.3, untuk menyelenggarakan evaluasi terhadap strategi pengembangan bisnis, pertama-tama perlu dilakukan identifikasi strategi pengembangan bisnis yang sedang berjalan di PT. Manunggal Suko Jaya dalam berbagai aspek, antara lain produksi, distribusi, sumber daya manusia, pemasaran, keuangan, dan sebagainya. Proses identifikasi dilakukan melalui wawancara, observasi terhadap operasional perusahaan, dan analisis dokumen. Tahap identifikasi ini perlu dilakukan sebagai sumber informasi bagi proses evaluasi strategi, dimana akan dilakukan pula pembandingan antara harapan perusahaan dengan situasi aktual perusahaan, dalam kaitannya dengan strategi pengembangan bisnis.

Berikutnya, digunakan analisis SERVO untuk mengevaluasi strategi pengembangan bisnis yang diadopsi oleh PT. Manunggal Suko Jaya. Analisis SERVO meliputi evaluasi menyeluruh terhadap lima komponen, yaitu strategy (strategi), environment (lingkungan), resources (sumber daya), values (nilai), dan

(23)

organization (organisasi) untuk melihat kesesuaian strategis atau strategic fit antara 5 elemen SERVO tersebut.

Dalam menerapkan analisis SERVO terdapat tiga tahapan. Pada tahap pertama, peneliti melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. Pada tahap kedua, dilakukan penilaian terhadap strategi berjalan, untuk melihat apakah perlu dilakukan perubahan terhadap strategi yang sedang digunakan atau strategi berjalan. Pedoman yang digunakan dalam penerapan SERVO tahap kedua adalah SERVO grids. Pada tahap ketiga, peneliti mengembangkan dan mengevaluasi alternatif strategi atau program yang dapat diaplikasikan dalam strategi pengembangan bisnis perusahaan.

Kerangka pemikiran dalam penelitian tersebut dirangkum dalam bagan yang disajikan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Evaluasi Strategi Pengembangan Bisnis PT. Manunggal Suko Jaya

(Sumber: Peneliti, 2014)

Identifikasi strategi pengembangan bisnis PT. Manunggal Suko Jaya

Strategy Goals Scope Competitive basis Business model Resources Financial Human Physical Intangible Organization Budaya Kepemimpinan Kepegawaian Struktur Sistem Environment Internal Eksternal Value Evaluasi kinerja

Kesesuaian dengan tujuan internal/eksternal Penilaian resiko/kerentanan perusahaan

Identifikasi strategi

Penilaian strategi

Diagnosa hubungan 5 elemen SERVO Pengukuran fit dengan SERVO Grids

Pengembangan alternatif

Menciptakan pilihan perbaikan Menyediakan proyeksi kinerja

Gambar

Gambar 2.1. Ilustrasi Konsep “Fit” dalam SERVO  (Sumber: Fleisher dan Bensoussan, 2007: 140)
Tabel 2.2. Contoh Implementasi Konfigurasi SERVO Grids
Gambar 2.3. Evaluasi Strategi Pengembangan Bisnis  PT. Manunggal Suko Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Sebab keempat adalah tanaman bertambah tinggi akibat sudah lebih dari 20 tahun ditanam sehingga menggeser level keragaman vertikalnya, kecuali strata IV pada tahun 2007 yang

Pengawasan untuk program Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kudus Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan melalui proses pengawasan yang telah ada di

“ Kami beberapa kali, pernah menjalin hubungan baik dengan teman-teman dari Etnis Sumba, dalam kegiatan Pentas Seni Budaya Indonesia (PSBI) dan komunikasi yang terjalin

atau guludan memotong lereng + rorak setiap jarak 4.5 m pada pertanaman sayuran searah lereng dapat sebagai alternatif untuk mengendalikan erosi hingga lebih

Praktik Investor Relations oleh pemerintah Kota Surakarta dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta yang memiliki wewenang

Tabel .3 menunjukan bahwa pola yang terjadi tanpa melewati Poned yaitu Bidan-Rumah Sakit dan tanpa melewati bidan yaitu pola Poned-Rumah Sakit menyumbang

Tujuan kegiatan ini adalah Sosialisasi dan Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran CAKIMUKAPATI kepada guru kelas 4 dan 5 dan para siswa kelas 4 dan 5 Sekolah

]DNDW PDND SHPHULQWDK KDUXV PHQJDORNDVLNDQQ\D VHVXDL GHQJDQ perintah syariat, yaitu untuk delapan golongan yang berhak sesuai \DQJ WHODK GLWHQWXNDQ GL GDODP DO 4XU·DQ