• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbaikan mutu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia telah lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Untuk itu diperlukan langkah-langkah dan tindakan nyata dalam meningkatkan kualitas SMP. Upaya peningkatan kualitas pendidikan SMP telah diupayakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat telah dilakukan secara terus menerus. Salah satu dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan SMP yaitu dengan menyelenggarakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

SBI memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu: pasal 50 ayat 3 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) yang menyebutkan bahwa “pemerintahan dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua pendidikan bertaraf internasional”.

Menurut Nurani Soyomukti (2008: 31), keinginan menyelenggarakan rintisan penyelenggaran sekolah bertaraf internasional didasarai oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme. Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, Unesco berusaha mengakomodasi tuntutan sosial pendidikan dengan menegaskan pilar-pilar yang direkomendasikan dalam dunia pendidikan yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be sebagai patokan, di Indonesia pilar-pilar tersebut belum dapat ditegakkan,

(2)

2

bahkan dari sudut pandang wacana saja masih belum terdengar. Padahal prinsip pendidikan tersebut sangat komprehensif dan jika dapat diterapkan dengan benar dan konsisten akan mampu menjadikan anak didik mampu menjadi insan yang selain menguasai informasi dan ilmu pengetahuan juga memiliki tanggung jawab (sense of responsibility) dan kepedulian sosial yang tinggi. Murid memang bukan hanya harus memiliki pengetahuan, melainkan juga harus mampu melihat realitas terdalam. Dengan demikian, mereka juga harus terlibat langsung dalam masyarakat.

Eksistensialisme menurut Uyoh Sadulloh (2003: 137) sebagai filsafat, sangat menekankan individualitas dan pemenuhan diri secara pribadi. Sedangkan tujuan pendidikan dari eksistensialisme yaitu untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.

Esensialisme menurut Jalaluddin (1997: 81) adalah pendidikan yang didasarkan nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Tujuan pendidikan esensialisme (Uyoh Sadulloh, 2003: 161) adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh

(3)

3

semua orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan skill, sikap, dan nilai-nilai yang memadai, akan mewujudkan elemen-elemen pendidikan yang esensial.

Menurut Baedhowi (I Nengah Surata, 2012) untuk dapat bersaing secara global, tuntutan akan layanan pendidikan yang bermutu sudah tidak dapat ditawar lagi. Seiring dengan tuntutan layanan pendidikan yang berkualitas tersebut, pemerintah telah banyak melakukan upaya dan alternatif kebijakan. Beberapa di antaranya adalah: penyelenggaraan sekolah unggulan, sekolah model, sekolah terpadu, RSBI dll. Selain itu, juga telah dilakukan kajian dan studi tentang upaya peningkatan mutu pendidikan antara lain pada tahun 2000 telah dirintis konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dan manajemen sekolah yang berwawasan lingkungan.

Kebijakan penyelenggaraan RSBI memiliki payung hukum yang jelas. Dilaksanakan bukan hanya mempersiapkan diri sebagai SBI semata, tetapi harus menghasilkan produk yang jelas. Produk tersebut berupa sekolah yang maju, bermutu, selalu melakukan perbaikan yang berkelanjutan untuk tetap bisa mempertahankan predikat sebagai sekolah yang bermutu.

Aspek-aspek yang harus dikembangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) rintisan SMP-BI minimal (Depdiknas, 2008: 72-78) adalah 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) diantaranya: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulus, standar sarana dan prasarana pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan, standar pengelolaan, dan standar penilaian. Hal yang menjadi inspirasi bagi terselenggaranya RSBI adalah bagaimana menciptakan program supaya disepakati oleh orangtua.

(4)

4

Untuk itu misi RSBI tidak hanya memenuhi 8 SNP saja tetapi harus ada upaya untuk bisa survive dan meningkatkan mutu pendidikan yang berkelanjutan. Untuk itu perlu mengkritisi setiap standar, jangan hanya mengejar yang tampak tetapi juga harus melihat lagi apa esensi RSBI itu? Apa sasaran RSBI itu?

I Nengah Surata, menjelaskan esensi RSBI adalah fokus pada mutu untuk menghasilkan insan cerdas, komprehensif dan kompetitif. Langkahnya dimulai dari mereview kurikulum, melihat standar isi, standar proses kemudian bagaimana proses pembelajarannya. Hal ini dapat dilakukan dengan merujuk kepada sekolah lain dan menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan. Dengan mengembangkan kultur sekolah menjadi sekolah madani (as wide as the world) yaitu sekolah merupakan masyarakat kecil yang ramah sosial yang tidak membedakan antara kaya dan miskin, semua memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. RSBI juga harus menciptakan kultur sekolah yang efektif yaitu membuat siswa nyaman dan senang belajar. Selain itu, RSBI harus ramah sosial dapat dimulai dengan pembinaan karakter bangsa seperti proses pengembangan kultur sekolah, ramah sosial, bukan sekolah yang eksklusif, sebagai bentuk layanan publik yang menjangkau semua lapisan masyarakat (I Nengah Surata, 2012)

Kaitannya dengan input SMP SBI atau RSBI salahsatunya adalah kultur sekolah yaitu pertama, menumbuhkan dan mengembangkan budaya atau kultur yang kondusif bagi peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya dan efektivitas pembelajaran pada khususnya yang dibuktikan oleh : berpusat pada pengembangan peserta didik lingkungan belajar yang kondusif, penekanan

(5)

5

pada pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan, respek terhadap setiap individu warga sekolah, keadilan, kepastian budaya korporasi atau kebiasaan bekerja secara kolaboratif atau kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat belajar, wawasan masa depan atau visi yang sama, perencanaan bersama, kolegialitas, tenaga kependidikan sebagai pembelajar, budaya masyarakat belajar, pemberdayaan bersama, dan kepemimpinan transformatif dan partisipatif. Kedua, memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menciptakan rasa aman, nyaman, menyenangkan, dan membangkitkan komitmen tinggi bagi warga sekolah. Ketiga, memiliki regulasi sekolah yang mampu menciptakan rasa keadilan dan memacu semangat kerja ataupun berprestasi. Keempat, memberikan kesempatan, hak, dan rasa tanggung jawab warga sekolah sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Kelima, menciptakan hubungan harmonis, kekeluargaan, dan sekaligus profesional dalam upaya menumbuhkan semangat kerja (etos kerja) yang tinggi (Buku Mengenal RSBI SMP 2 Brebes)

Memotret kultur utama yang ada di sekolah dan upaya pengembangannya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dalam jurnal Moerdiyanto, pada hakekatnya ada dua strategi utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu (1) strategi struktural, dan (2) strategi kultural dengan menekankan pada perubahan perilaku nyata dalam aksi. Strategi struktual telah lama menguasai cara berfikir dan intervensi struktural yang dilakukan seperti reorientasi kurikuler, penambahan sarana prasarana, dan berbagai pelatihan strategi pembelajaran. Namun strategi tersebut dirasa

(6)

6

kurang efektif untuk peningkatan kualitas pendidikan. Kemudian ditambah dengan strategi yang berfokus pada pengembangan kultur sekolah yang merupakan keyakinan dan nilai-nilai bersama yang menjadi pengikat kebersamaan mereka sebagai warga sekolah.

Dalam hal ini kultur sekolah dapat mempengaruhi kualitas sekolah tentunya dengan melakukan inovasi peningkatan mutu SMP RSBI melalui pengembangan budaya atau kultur sekolah yang baik melalui strategi struktural ataupun kultural serta keyakinan dan nilai-nilai bersama.

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar serta berlangsungnya berbagai kegiatan seperti bagaimana membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Hal ini yang menjadi tugas sekolah bagaimana sekolah dapat mewujudkan sekolah yang bermutu melalui pendekatan kultur sekolah.

SMP N 2 Brebes adalah sekolah yang memiliki program sekolah rintisan bertaraf internasional. SMP N 2 melaksanakan standar input SMP SBI/RSBI yang ditetapkan pemerintah salahsatunya yaitu standar input kultur sekolah. SMP N 2 Brebes berkeyakinan bahwa kebijakan kultur yang ditetapkan akan memberikan panduan dalam perbaikan sekolah untuk jangka panjang. Kultur sekolah akan dapat menjelaskan bagaimana sekolah yang sering ditandai oleh keadaan kritis, dalam keadaan itu kultur siswa dan perilaku

(7)

7

sehari-hari sekolah posisinya berlawanan. Sekolah meminta para siswa belajar secara teratur tetapi para siswa justru menginginkan sebaliknya dan malas merasa untuk belajar. Permasalahan di sekolah paling serius yaitu dalam membangun disiplin di sekolah. Kesulitan menanamkan disiplin belajar, karena sekolah belum berhasil untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya belajar, karena sampai saat ini masih banyak siswa yang tidak disiplin, terlambat datang ke sekolah, tidak tertib mengerjakan tugas, tidak belajar, melanggar larangan. Dalam hal ini Pemimpin Sekolah perlu mengetahui kebutuhan pengembangan kultur untuk mencapai sekolah bermutu atau berkualitas, serta sekolah perlu membangun kultur sekolah baru yang pro perbaikan mutu.

Siti Irene Astuti D, juga mengatakan bahwa membangun kultur sekolah tidak mudah. Setiap sekolah punya pengalaman yang berbeda dalam menciptakan budaya sekolah. Proses yang paling sulit dalam membangun budaya sekolah adalah dalam menerapkan disiplin sekolah ( Siti Irene Astuti D, 2009: 120)

Kultur sekolah itu kolektif dan merupakan hasil perjalanan sejarah sekolah, produk dari interaksi berbagai kekuatan yang masuk ke sekolah. Sekolah perlu menyadari secara serius keberadaan aneka kultur sekolah dengan sifat yang ada: sehat-tidak sehat, kuat-lemah, positif-negatif, kacau-stabil, dan konsekuensinya terhadap perbaikan sekolah. Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan hadir dalam waktu singkat. Mengingat pentingnya sistem nilai yang diinginkan untuk perbaikan sekolah, maka langkah-langkah kegiatan yang jelas

(8)

8

perlu disusun untuk membentuk kultur sekolah. (Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003: 6)

Kultur sekolah merupakan aset yang bersifat abstrak, bersifat unik, dan senantiasa berproses dengan dinamika yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Dalam kaitannya dengan kebutuhan pengembangan kultur sekolah, yang perlu dipahami adalah bahwa kultur hanya dapat dikenali melalui pencerminannya pada berbagai hal yang dapat diamati yang disebut dengan artifak, dan terdapat kultur tersembunyi dibalik artifak yang dapat berupa nilai-nilai, keyakinan, asumsi (Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003: 12).

Studi ini membahas tentang dinamika kultur dalam kehidupan sekolah dengan status rintisan bertaraf internasional di SMP 2 Brebes. Diambil sampel di SMP Negeri 2 Brebes dikarenakan SMP tersebut merupakan sekolah unggulan di kabupaten Brebes yang memiliki program rintisan bertaraf internasional dan tentunya karena keterbatasan lain dari peneliti.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Sekolah kurang melakukan inovasi peningkatan mutu sekolah melalui pengembangan kultur sekolah.

2. Sebagian warga sekolah khususnya siswa kurang menerapkan disiplin sekolah.

(9)

9

3. Sekolah kurang mengetahui kebutuhan pengembangan kultur sekolah. 4. Sekolah kurang membangun kultur sekolah baru yang pro perbaikan mutu.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan berbagai masalah yang ada dalam hasil identifikasi masalah, maka penelitian ini terbatas pada dinamika kultur dalam kehidupan sekolah. Dinamika kultur yang akan diamati yaitu terkait pada aspek artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi. Fokus penelitian yaitu mengidentifikasi, menganalisis, mendeskripsikan, dan menyimpulkan dinamika kultur dalam kehidupan sekolah dengan status rintisan bertaraf internasional di SMP 2 Brebes.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dalam penelitian ini diajukan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana dinamika kultur artifak, nilai dan keyakinan, serta asumsi yang berlaku di SMP 2 Brebes?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: mendeskripsikan dinamika kultur artifak, nilai dan keyakinan serta asumsi yang berlaku di SMP 2 Brebes.

(10)

10 F. Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian di atas, manfaat penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, hasil penelitian bermanfaaat bagi Kemdikbud serta jajarannya sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan, karena hasil penelitian memberikan gambaran secara mendalam tentang pengembangan kultur SMP rintisan bertaraf internasional. Kedua, hasil penelitian kultur sekolah di rintisan bertaraf internasional bermanfaat bagi SMP sebagai pedoman, masukan, dan pengetahuan dalam meningkatkan kualitas sekolah. Ketiga, hasil penelitian bermanfaat sebagai masukan dan pedoman bagi para peneliti yang ingin mengembangkan penelitian yang relevan mengenai kultur sekolah.

Adapun manfaat secara teoritis dan praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Sebagai bahan penelitian awal tentang kultur sekolah di rintisan bertaraf internasional.

b. Sebagai informasi tentang kultur sekolah yang terdapat di SMP Negeri 2 Brebes.

c. Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah subjek penelitian untuk melakukan analisis dan penilaian kultur sekolah.

(11)

11 2. Secara praktis

a. Sekolah

1) Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi SMP Negeri 2 Brebes guna melakukan evaluasi terhadap kultur sekolah.

2) Dapat digunakan sebagai pedoman kepala sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah.

3) Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pendidikan yang berkaitan dengan kultur sekolah.

b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes, diharapkan sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan, karena hasil penelitian memberikan gambaran secara mendalam tentang pengembangan kultur SMP rintisan bertaraf internasional.

Referensi

Dokumen terkait

Correlation between Listening Scores and Speaking Scores (A Case Study with 1 st and 2 nd of English Department the Faculty of Tarbiyah and Teachers’ Training Academic

Analisis Korpus Terhadap Idiom Bahasa Indonesia Yang Berbasis Nama Binatang.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Pada gastritis terjadi respon inflamasi akut maupun kronik dan terjadi aktivasi sitokin-sitokin yang menyebabkan terjadinya inflamasi mukosa dimana kadar IL-6, IL-8,

Setiap calon parent yang memiliki nilai hasil pembangkitan secara acak lebih rendah dari probabilitas crossover yang telah ditentukan

Dalam kasus Kota Bandung, kegiatan yang dilakukan harus disesuaikan untuk memastikan kampanye tidak hanya mengangkat isu konsumsi alkohol di bawah umur, tetapi juga konsumsi

Maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti kualitas pelayanan jasa online reservation ticket yang diterapkan PT kereta api indonesia DAOP 4 Semarang

Dalam rencana pembangunan sarana air baku Dempo Tengah kota Pagaralam, aspek yang mempengaruhi kelayakan finansial antara lain adalah aspek Biaya, pendapatan

Dengan demikian, penerapan kebijakan larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran, dan penjualan serta memproduksi minuman beralkohol, sangat dibutuhkan adanya dukungan