• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.TB Paru

2.1.1. Pengertian TB Paru

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).

Menurut Miller bahwa :”Kuman ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga di kenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Basil–basil tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3– 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik –manik atau bersegmen. Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun” (dalam Fatimah, 2008). 2.1.2 Epidemiologi

Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara kuman (agent) Mycobacterium tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (environment). Disamping itu mencakup distribusi dari penyakit, perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.

(2)

Sejak zaman purba, penyakit TB dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan, sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya. Penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan adalah Consumption ( Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paling umum di dunia, dengan perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dari 2,5 juta orang meninggal setiap tahun. Mycobacterium tubercolosis menginfeksi 8,7 juta kasus baru pada tahun 2000 dengan angka insidensi global yang meningkat sebanyak 0,4% per tahun. Infeksi baru dalam jumlah banyak terdapat di Asia Tenggara (3 juta) dan Afrika (2 juta). Sepertiga pasien dengan tubercolosis di Afrika mengalami koinfeksi dengan HIV (Human Imunno Defisiensi Virus) . Pada tahun 2005, WHO (World Health Organisation) memprediksi bahwa akan terdapat 10.2 juta kasus baru dan Afrika akan memiliki lebih banyak kasus daripada daerah lainnya. Di Inggris jumlah kasus meningkat, dengan kasus di London mengalami peningkatan sebesar 40% antara tahun 1999 dan 2000 (Mandal, 2006).

TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan Indonesia termasuk kedalam kelompok dengan masalah TB terbesar (high burden countries). Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

(3)

2.1.3 Penularan TB Paru

Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif. Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam pernapasan. Setelah kuman TB paru masuk kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif maka penderita tersebut tidak menularkan. Kemungkinan seorang terinfeksi TB paru di tentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan setiap tahun ( Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia di anggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 – 2 %. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB. Dimana Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 % berarti setiap tahun diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 penderita TB Paru baru setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif ( Suryo, 2010).

(4)

2.1.4 Gejala-gejala TB Paru

a. Gejala utama: batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih. b. Gejala lainnya :

1. batuk bercampur darah 2. sesak napas dan nyeri dada 3. badan lemah

4. nafsu makan berkurang 5. berat badan turun

6. rasa kurang enak badan (lemas) 7. demam meriang berkepanjangan

8. berkeringat di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan. (Kementrian Kesehatan RI, 2010)

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus.

Menurut Depkes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut:

1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

(5)

4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.

5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.

6) Insufisiensi Kardio Pulmoner

2.16 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru dan Tipe Penderita

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis paru memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu :

a. Organ tubuh yang sakit; paru atau ektra paru

b. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung; BTA positif atau BTA negatif.

c. Riwayat pengobatan TB sebelumnya; baru atau sudah pernah diobati d. Status HIV pasien

2.1.6.1 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Berdasarkan buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011 pembagian klasifikasi penyakit TB Paru adalah :

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

1. Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru.

2. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya selaput otak, selaput jantung, kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 1. Tuberkulosis paru BTA positif

(6)

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b) Foto rontgen dada abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif

d) Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan 2.1.6.2 Tipe Penderita Tuberkulosis Paru

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Dalam buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 Ada beberapa tipe penderita yaitu: a) Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

(7)

b) Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis paru dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

c) Pindahan (Tranfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain, kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.

d) Pengobatan setelah lalai (Default / Drop-out )

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. umumnya penderita tersebut kembali dengan pemeriksaan dahak BTA positif.

e) Gagal

(1) Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan setelah pengobatan) atau lebih. (2) Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA

positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan. f) Lain-lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk pasien dengan kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif selesai pengobatan ulangan.

(8)

2.1.7 Pengobatan Tuberkulosis Paru

Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan terhadap penderita Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis ob 2) at dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan.

3) Untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat, dilakukan

pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).

4) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif yaitu penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Jika pengobatan intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB BTA(+) menjadi BTA(-) (konversi) dalam 2 bulan.

(9)

Tahap Lanjutan yaitu penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalamjangka waktu yang lebih lama. Pada tahap ini pentung untuk membunuh kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis.

2.1.8 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru

Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi

acuan dalam penanggulangan penyakit TB Paru di masyarakat. Dalam buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah:

1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh

2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak. Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat :

a. Bicara : 0-200 kuman b. Batuk : 0-3500 kuman

c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman

3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah kedalam tanah.

4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain : a. Menjemur peralatan tidur.

b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk. c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah

(10)

d. Makan makanan bergizi.

e. Tidak merokok dan minum-minuman keras. f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur.

g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.

h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita Tuberkulosis Paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011).

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru

Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan (environment) ( Soemirat, 2010).

1. Agent

Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit ( Soemirat, 2010).

Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

2. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia

(11)

merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).

Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :

a. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).

b. Umur

Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.

c. Kondisi sosial ekonomi

WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam Fatimah,2008).

(12)

Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

d. Kekebalan

Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru ( dalam Fatimah, 2008)

e. Status gizi

Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).

3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010).

(13)

Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. 2.3 Kondisi Fisik Rumah

Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya. Namun, yang perlu diingat kondisi kesehatan perumahan juga sangat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya (Winarsih, 2007).

Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir bagi seluruh lingkungan. Timbulnya permasalahn kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya.

(14)

Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :

a.Ventilasi

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia (Dalam Tobing, 2009). Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.

Rumah sehat harus memiliki ventilasi atau lubang udara. Ventilasi berfungsi untuk menjaga aliran udara didalam rumah tetap lancar sehingga rumah tidak pengap, keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah juga tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah yang berarti karbon dioksida yang bersifat racun dapat meningkat (Winarsih,2007). Ventilasi juga berfungsi untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen misalnya bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi

(15)

oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya (Depkes, 2007).

Menurut Notoadmodjo, 2003 Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara didalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya.

b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin.

b. Kelembaban Rumah

Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, termasuk kuman tuberkulosis sehingga viabilitas lebih lama (Dalam Sitepu, 2009).

Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah denganmenggunakan hygrometer. Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi (Depkes,2007).

Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembang biaknya mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara , selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif

(16)

dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-kuman termasuk kuman tuberkulosis.

c. Pencahayaan

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga sangat baik bagi kesehatan karena dapat membunuh bibit penyakit seperti kuman TB (Winarsih,2007).

Depkes RI,1994 mengemukakan bahwa : “Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman” (dalam Fatimah, 2008). Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis.

Menurut Atmosukarto bahwa :”Kuman tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari” (dalam Ruswanto,2010).

d. Kepadatan Penghuni Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per

(17)

orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 9 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum3 m² per orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun ( Suryo, 2010). Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya.

Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya (dalam Fatimah, 2008).

Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam

rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi kuman Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan.

e. Lantai rumah

Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu

(18)

yang berbahaya bagi penghuninya. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau keramik.

Secara hipotesis jenis lantai rumah memiliki peran terhadap proses kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman tuberkulosis di lingkungan juga sangat dipengaruhi.

2.4 Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian TB Paru

Setiap manusia dimanapun pastinya membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Menurut WHO, 2001 :” Rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu” (dalam Keman, 2005).

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. TB paru adalah salah satu penyakit yang berhubungan dengan kondisi lingkungan khususnya rumah.

Rumah dikategorikan rumah sehat apabila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan seperti adanya ventilasi, pencahayaan, kelembaban yang sesuai dengan standar dan lantai yang kedap air.

Mycobacterium tuberculosis adalah kuman yang menyebabkan penyakit TB paru. Rumah yang lembab dan lantainya tanah dapat menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan kuman Mycobacterium tuberculosis.

(19)

2.5 Kerangka Berpikir 2.5.1 Kerangka Teori Kondisi Fisik Rumah Luas Ventilasi Kelembaban Pencahayaan Jenis lantai Kepadatan hunian Kuman Mycobacterium tuberculosis TB Paru Status sosial ekonomi Status Gizi Umur Jenis Kelamin Perilaku penderita Kekebalan

(20)

2.5.2 Kerangka Konsep

: Variabel Bebas

: Variabel Terikat

2.6 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012.

Kondisi fisik rumah Kejadian TB Paru Kelembaban rumah Pencahayaan dalam rumah Kepadatan hunian rumah

Jenis lantai rumah Luas Ventilasi rumah

Referensi

Dokumen terkait

Ke- limpahan ikan yang rendah di bagian tengah Su- ngai Cikawung dibuktikan dengan jumlah total hasil tangkapan yang rendah yaitu hanya 85 spe- simen, jauh lebih rendah

colleagues were the demotivating factors. In conclusion, the current study appears to contribute to the related literature for three reasons. First, studies on

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan bahan ajar matematika berbentuk modul pada materi himpunan dengan pendekatan PMRI untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Peneliti juga mendokumentasikan foto tata letak produk yang dipajang dalam toko seni silver smith, dan juga mendokumentasikan foto bersama dengan informan

Mempelajari Kadar Mineral dan Logam Berat pada Komoditi Sayuran Segar di beberapa Pasar di Bogor.. Fakultas Teknologi

semua merasa berduka karena seorangGuru Besar Ilmu Sejarah yang begitu cerdas, cinta bangsa dan berbudi luhur meninggalkan kita u&#34;:tuk selama-lamanya, Na~un demikian kita

perencanaan sampling tunggal n = 100 menawarkan pada konsumen perlindungan yang sama, maka dalam semua keadaan yang suatu kotak. diterima atau ditolak pada sampel pertama,