• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup mencengangkan. Sebuah penelitian kohort berbasis rumah sakit dengan waktu follow up 10 tahun menemukan bahwa angka kematian akibat anoreksia mencapai 6,6%. Seluruh kejadian kematian tersebut merupakan akibat dari komplikasi anoreksia nervosa. Jika waktu follow up diperpanjang menjadi 20 tahun maka didapatkan angka kematian menjadi 16%. Sedangkan jika diperpanjang menjadi 33 tahun, mencapai 18% (Herzog dan Bradburn dalam Cooper dan Stein, 1992). Selain itu, seorang penderita anoreksia memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menderita anoreksia (NN A, 2008). Kematian akibat anoreksia merupakan dampak akhir dari adanya komplikasi yang dialami oleh penderita anoreksia. Dalam sebuah editorial disebutkan bahwa seorang penderita anoreksia dapat mengalami konstipasi, hiperkolestrolaemia, osteopenia, hipotensi dan hipotermia (Ung, 2008). Efron (2006) menyebutkan bahwa penderita anoreksia dikhawatirkan akan mengalami osteoporosis pada saat orang tersebut mencapai usia menapouse. Hal ini kemudian dibuktikan oleh sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa 38-50% penderita anoreksia mengalami osteoporosis (NN B, 2008).

Tidak berbeda jauh dengan anoreksia nervosa, bulimia nervosa sebagai tipe lain dari penyimpangan perilaku makan juga memiliki dampak serius bagi kesehatan. Woodside dalam Brown (2005) menyebutkan bahwa angka kematian penderita

(2)

bulimia nervosa akibat komplikasi yang dialaminya sekitar 5%. Kegagalan jantung merupakan salah satu komplikasi utama yang menyebabkan kematian pada penderita bulimia nervosa. Dampak negatif pada kesehatan yang lain yang bisa timbul pada penderita bulimia adalah kerusakan enamel gigi, penurunan kadar Kalium darah secara signifikan yang bisa berujung pada kematian jantung, pembengkakan kelenjar saliva, ulserasi perut dan perdarahan esofagus, konstipasi dan keracunan akibat penggunaan obat perangsang muntah (Wardlaw dan Kessel, 2002).

Penyimpangan perilaku makan yang lainnya adalah binge eating. Komplikasi sekunder yang serius terkait dengan perilaku binge eating adalah terjadinya ruptur gastric atau esofagus (Ung, 2005). Selain itu, seseorang dengan perilaku binge eating memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami overweight pada usia muda dan bisa berujung pada terjadinya obesitas. Sebagai kelanjutannya, obesitas dapat memicu terjadinya komplikasi lain seperti terjadinya tekanan darah tinggi, masalah kolesterol, diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al. 2005).

Banyak studi telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kejadian penyimpangan perilaku makan di populasi terkait dengan dampak serius yang dapat ditimbulkannya. Studi di Monroe County, New York memperlihatkan insiden anoreksia sebesar 0,35 kasus per 100.000 populasi antara tahun 1960 sampai 1969 dan mengalami kenaikan menjadi 0,64 kasus per 100.000 di tahun 1970-1976 (Romano dalam Goldstein, 2005). McDuffie dan Kirkley dalam Krummel dan Etherton (1996) memperkirakan di tahun 1990-an, prevalensi anoreksia di Amerika Serikat sebesar 0,7-1% pada wanita muda. Studi di tahun 2000-an mengestimasi bahwa 0,5-3,7% wanita menderita anoreksia (Department of Health and Human

(3)

Services, 2006). Tidak jauh berbeda dengan perkiraan sebelumnya, diperkirakan insiden anoreksia di tahun 2005 sebesar 7 kasus per 100.000 populasi dan diperkirakan 4.000 kasus baru muncul di Inggris. Sedangkan prevalensinya berkisar antara 0,1-1% (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005).

Tidak hanya pada anoreksia, banyak studi juga telah dilakukan untuk kasus bulimia nervosa. Berfokus pada populasi spesifik, beberapa studi memperlihatkan prevalensi bulimia sebesar 4-9% pada siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa (Romano dalam Goldstein, 2005). NIMH memperkirakan bahwa 1,1-4,2% wanita pernah mengalami bulimia nervosa semasa hidupnya (Department of Health and Human Services, 2006). Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al (2005) menyebutkan bahwa insiden kasus bulimia di Inggris sebesar 12 kasus per 100.000 populasi. Tiemeyer (2007) menyebutkan hal tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa angka kejadian bulimia berkisar antara 4%.

Selain penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengetahui angka kejadian dari anoreksia nervosa dan bulimia nervosa, banyak penelitian tentang perilaku makan menemukan bahwa telah terjadi kasus penyimpangan perilaku makan namun belum bisa dikategorikan sebagai salah satu dari dua tipe di atas. Sebuah studi baru-baru ini menyebutkan bahwa 1% wanita di Amerika Serikat menderita binge eating dimana 30% dari penderita mencari pengobatan untuk menurunkan berat badan. Studi lainnya menyebutkan, di Inggris lebih dari 2% (1-2 juta) orang dewasa menderita binge eating (ANRED, 2005). Sebuah studi nasional skala besar dengan 6.728 remaja, memperlihatkan 13% remaja perempuan dan 7% remaja laki-laki mengalami EDNOS seperti memuntahkan makanan dengan sengaja, minum obat pencahar, muntah yang disengaja atau binge eating (Brown, 2005).

(4)

Fakta lain yang cukup mencengangkan yaitu penyimpangan perilaku makan juga sudah mulai merambah Asia. Lima tahun belakangan ini, sindrom melaparkan diri telah menyebar pada wanita dari berbagai latar belakang status sosial-ekonomi dan etnis di Seoul, Hongkong dan Singapura. Sejumlah kecil kasus juga telah dilaporkan terjadi di Taipei, Beijing dan Shanghai. Anoreksia bahkan juga terjadi pada kaum elit dimana di negara tersebut masih terjadi kelaparan, seperti di Filipina, India dan Pakistan (Efron, 2008). Studi di Singapura oleh Lee (2005) menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan jumlah kasus baru anoreksia nervosa. Terjadi 4-6 kali lipat peningkatan kasus baru mulai dari 6 kasus di tahun 1994 menjadi 34 dan 24 kasus di tahun 2001 dan 2002.

Belum banyak penelitian atau publikasi ilmiah yang melaporkan tentang kasus penyimpangan perilaku makan di Indonesia khususnya Jakarta. Jika dilihat dari penemuan tersebut, maka bukan tidak mungkin kasus penyimpangan perilaku makan sudah terjadi di Indonesia khususnya Jakarta. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tantiani (2007) membuktikan bahwa 34,8% remaja di Jakarta mengalami penyimpangan perilaku makan dengan spesifikasi 11,6% remaja menderita anoreksia nervosa dan 27% menderita bulimia nervosa. Berdasarkan temuan tersebut, terlihat bahwa telah terjadi kasus penyimpangan perilaku makan pada remaja di Jakarta. Oleh karena masih minimnya penelitian terkait kasus tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kasus penyimpangan perilaku makan pada remaja SMA di Jakarta. Pada penelitian ini kasus yang diambil berupa kecenderungan penyimpangan perilaku makan. Hal ini peneliti lakukan agar memperbesar kemungkinan mendapatkan kasus.

(5)

Berbagai macam faktor telah coba diidentifikasi untuk mengetahui faktor-faktor yang meningkatkan risiko pada remaja mengalami penyimpangan perilaku makan. Termasuk di dalamnya faktor kepribadian dan perkembangan, tekanan sosiokultural, hubungan dalam keluarga, predisposisi biologis dan riwayat keluarga akan psikopatologi (Cooper dan Stein, 1992). Sizer dan Whitney (2006) mengatakan bahwa perilaku orang tua juga mempengaruhi timbulnya penyimpangan perilaku makan. Faktor genetik, kepercayaan diri yang rendah, pola makan dan citra tubuh juga dikatakan sebagai faktor penyebab penyimpangan perilaku makan (Treasure dan Murphy dalam Gibney, et al., 2005).

Penelitian oleh Gonzalez, et al (2003) menemukan bahwa media massa berperan dalam onset penyimpangan perilaku makan. Penelitian oleh Haines, et al (2006) menyebutkan bahwa ejekan tentang berat badan berhubungan positif secara signifikan terhadap timbulnya penyimpangan perilaku makan. Penelitian Moore, et al (2002) melaporkan bahwa para penderita BED mengalami kejadian pelecehan seksual, kekerasan fisik dan bullying oleh teman sebaya lebih tinggi secara signifikan daripada objek pembanding yang sehat. Field, et al (1999) dalam laporannya juga disebutkan bahwa studi cross sectional pada remaja SMA dan universitas memperlihatkan bahwa pubertas dini, jenis kelamin perempuan, berdiet secara teratur, perhatian pada berat badan, tekanan teman sebaya, ejekan tentang berat badan, percaya diri yang rendah dan riwayat kelebihan berat badan berhubungan positif dengan penyimpangan perilaku makan. Tiemeyer (2007) menyebutkan bahwa jenis kelamin, umur, dinamika keluarga, perilaku, diet, pelecehan atau trauma, kejadian pemicu, genetik dan situs pro-anoreksia dan pro-bulimia merupakan faktor risiko bagi timbulnya penyimpangan perilaku makan.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Hasil penelitian yang ada memperlihatkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus penyimpangan perilaku makan secara signifikan. Terlebih lagi saat ini penyimpangan perilaku makan tidak hanya menjadi masalah pada negara-negara Barat. Di negara-negara Asia seperti Cina, Singapura, Taiwan, Filipina, Jepang bahkan Indonesia juga telah teridentifikasi adanya kasus penyimpangan perilaku makan (Efron, 2008; Tantiani, 2007). Di Singapura sendiri telah terjadi peningkatan kasus penyimpangan perilaku makan sebanyak 4-6 kali lipat di tahun 2001 dan 2002 (Lee, et al., 2005).

Penelitian oleh Tantiani (2007) menunjukkan sebanyak 34,8% remaja di Jakarta mengalami penyimpangan perilaku makan dengan spesifikasi 11,6% tergolong anoreksia nervosa dan 27% tergolong bulimia nervosa. Seiring dengan terus meningkatnya angka kejadian penyimpangan perilaku makan, mulai merambahnya kasus tersebut di negara-negara di Asia serta ditemukannya kasus kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada remaja di Jakarta, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta selatan tahun 2008.

Lokasi tersebut dipilih dengan mempertimbangkan dua alasan. Pertama, remaja usia SMA, terutama remaja putri merupakan populasi yang berisiko tinggi untuk mengalami penyimpangan perilaku makan (Tiemeyer, 2007; Tiemeyer, 2007) dan SMAN 70 merupakan SMA dimana jumlah siswinya kurang lebih 60% dari total siswanya. Alasan lainnya, menurut pengamatan dan pengalaman peneliti di SMAN 70 seringkali terjadi praktik bullying yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya penyimpangan perilaku makan (Moore, et al., 2002). Hal ini bisa saja

(7)

memperbesar peluang terjadinya penyimpangan perilaku makan di kalangan siswi SMAN 70 Jakarta Selatan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

2. Bagaimanakah gambaran faktor individu (perilaku diet, citra tubuh dan rasa percaya diri) pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008

3. Bagaimanakah gambaran faktor lingkungan (kekerasan fisik, pelecehan seksual, bullying, ejekan seputar berat badan atau bentuk tubuh dan keterpaparan terhadap media) pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

4. Adakah hubungan antara faktor individu (perilaku diet, citra tubuh dan rasa percaya diri) dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

5. Adakah hubungan antara faktor lingkungan (kekerasan fisik, pelecehan seksual, bullying, ejekan seputar berat badan atau bentuk tubuh dan keterpaparan terhadap media) dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

(8)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

2. Diketahuinya gambaran faktor individu (perilaku diet, citra tubuh dan rasa percaya diri) pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

3. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (kekerasan fisik, pelecehan seksual, bullying, ejekan seputar berat badan atau bentuk tubuh dan keterpaparan terhadap media) pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (perilaku diet, citra tubuh dan rasa percaya diri) dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kekerasan fisik, pelecehan seksual, bullying, ejekan seputar berat badan atau bentuk tubuh dan keterpaparan terhadap media) dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008.

(9)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kecenderungan penyimpangan perilaku makan pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tersebut.

1.5.2 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi mengenai penyimpangan perilaku makan pada remaja SMA yang ada di Jakarta.

1.5.3 Bagi sekolah

Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak sekolah, sehingga mulai memberikan perhatian terhadap kecenderungan penyimpangan perilaku makan yang terjadi pada siswi sekolahnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini, masalah yang akan diteliti yaitu kecenderungan perilaku makan menyimpang pada siswi SMAN 70, Jakarta Selatan tahun 2008. Penelitian ini dilakukan karena remaja usia SMA, terutama remaja putri merupakan populasi yang berisiko tinggi untuk mengalami penyimpangan perilaku makan (Tiemeyer, 2007; Tiemeyer, 2007) dan SMAN 70 merupakan SMA dimana siswinya kurang lebih 60% dari total siswa. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai bulan Juli 2008 melalui pengisian kuesioner oleh siswi SMAN 70 untuk mendapatkan data primer mengenai gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan penyimpangan perilaku makan.

Referensi

Dokumen terkait

Menghapus Data Penerimaan Yang dipilih hapus Cari data Mencetak Data Supplier Kode Barang Jumlah Beli Total end Cetak ubah Sub Menu Jurnal Mencetak Data Penerimaan Klik Tombol

Untuk pemakaian mesin Ciwawa Cake and Bakery menggunakan moulder (pencetak adonan roti) 1 unit, oven 15 unit, dan mixer multifungsi 2 unit dengan kapasitas 20 Kg berfungsi untuk

Metode peramalan dengan pendekatan statistik digunakan untuk peramalan yang berdasarkan pada pola data, dan termasuk ke dalam model peramalan deret berkala (time series) antara

Kloset Duduk keramik merk toto manual buah Kloset Duduk keramik merk Ina manual buah Kloset Duduk keramik merk Lolo manual buah Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar

Pembelajaran discovery learning memiliki keefektifan yang sangat tinggi dalam meningkatkan kemampuan model mental dan penguasaan konsep siswa, hal ini ditunjukkan dengan hasil

Tabel 2 juga mempedihatkan bahwa garam yang beredar di kedua kecamatan endemi ringan (Baturaden dan Sumbang) adalah garam yang bermerek dan terdaftar sebagai garam

Hasil penelitian terhadap 64 sampel cabai merah giling yang dijual di pasar tradisional di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta diketahui sebanyak 61 sampel (95,31%)

Penelitian ini menggunakan model observasi nonsistematis dimana peneliti membaur langsung dengan masyarakat untuk kemudian melakukan pengamatan tentang fenomena