• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Botani"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Cabai jawa merupakan tanaman asli Indonesia (Winarto, 2003). Cabai Jawa banyak dikenal dengan berbagai nama daerah di antaranya lada panjang atau cabai panjang (Sumatera), cabe jamu, cabean, cabe areuy, cabe sula (Jawa), cabi jamo, cabi onggu, cabi solah (Madura), cabian (Ujungpandang) (Rukmana, 2003). Dalam bahasa Inggris cabe jawa dikenal dengan nama Java long pepper (Djauhariya dan Rosman, 2008).

Winarto (2003) menyatakan bahwa pengelompokan cabai jawa dalam taksonomi termasuk dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo piperales, famili piperaceae, genus piper, spesies Piper

retrofractum Vahl. Rukmana (2003) menyatakan bahwa karakteristik tanaman

cabai jawa menyerupai tanaman lada. Ciri-ciri tanaman ini antara lain bentuk batang bulat berkayu tetapi percabangannya agak lunak, memiliki alur dan ruas, serta berwarna hijau dan di setiap ruas akan keluar akar. Batang cabai jawa merupakan peralihan antara dicotyledonae dan monocotyledonae, yaitu jaringan pengangkut terletak dalam dua lingkaran pembuluh atau lebih. Januwati dan Yuhono (2003) menyatakan bahwa cabe jawa mempunyai batang yang memiliki akar panjat pada ruasnya, sehingga tanaman ini dapat melekat erat pada tiang panjat atau batang pohon. Batang yang melekat pada tiang panjat disebut ”sulur panjat”. Panjang tanaman ini mencapai 10-12 m. Tanaman ini juga memiliki ”sulur cabang buah”, yaitu batang tempat keluarnya buah dan ”sulur cacing”, yaitu batang yang keluar dari pangkal batang yang menjalar di permukaan tanah. Daun cabai jawa berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal tumpul, ujung runcing, tepi merata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, panjang 8,5-20 cm, lebar 3-7 cm, dan warna hijau mengkilap (Winarto, 2003).

Bunga cabai jawa berkelamin tunggal, berbentuk bulir dengan bulir bunga jantan lebih panjang daripada bunga betina. Buah cabai jawa berbentuk bulat memanjang, berwarna merah cerah, ukuran buah kecil-kecil tersusun menjadi satu dalam satu tangkai buah menjadi bentuk seperti buah cabe biasa yang

(2)

panjangnyag 2-7 cm. Rasa buah pedas manis dan berbau harum (Rukmana, 2003; Winarto, 2003). Bagian yang bermanfaat adalah buahnya yang mengandung minyak atsiri, piperina, piperidina, asam palmitat, asam tetrahidropiperat, undecylenyl 3-4 methylenedioxy benzene, N-isobutyl decatrans-2 trans-4 dienamida, sesamin, eikosadienamida, eikopsatrienamida, guinensina, oktadekadienamida, protein, karbohidrat, gliserida, tannin, dan kariofelina (Balittro, 2004).

Cabe jawa termasuk golongan tanaman yang tidak memerlukan syarat tumbuh khusus, tanaman ini cukup tahan cekaman lingkungan dengan jenis tanah andosol, grumosol, latosol, podsolik dan regosol, bertekstur ringan dengan kandungan kimia tanah yang cukup subur, kaya bahan organik dan mineral dengan lapisan tanah yang dalam, pH 5.5 – 7. Cabe jawa masih dapat tumbuh baik pada lahan berbatu dan berkapur, lapisan tanah dangkal dan berbatu. Cabe jawa dapat tumbuh baik pada ketinggian 1–600 m dpl, dari daerah pantai sampai di kaki perbukitan, suhu 20-34°C, kelembaban 60-80%, curah hujan 1 500 – 3 000 mm per tahun (Balittro, 2004). Menurut Djauharia dan Rosman (2008) tekstur tanah yang dikehendaki oleh cabe jawa adalah liat yang mengandung pasir, porous, dan drainase tanah yan baik.

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam teknik budidaya tanaman. Tanaman memanfaatkan pupuk untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Foth (1984) menyatakan pupuk dalam arti luas adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur essensial bagi pertumbuhan tanaman. Gardiner dan Miller (2004) menyatakan bahwa pupuk merupakan salah satu manajemen input yang paling umum dilakukan. Pupuk menggantikan unsur hara yang hilang dari tanah.

 

Jenis Pupuk  

Berdasarkan bahan pembuatannya, pupuk digolongkan menjadi dua yaitu pupuk anorganik (sering disebut pupuk kima) dan pupuk organik. Pupuk anorganik berasal dari bahan kimia yang diubah melalui proses produksi. Salah

(3)

satu jenis pupuk anorganik adalah pupuk majemuk (NPK). Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur N, P, dan K bagi tanaman (Lingga dan Marsono, 2009).

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan bahan organik. Bahan organik berfungsi sebagai penyimpanan unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan ke dalam larutan air tanah dan disediakan bagi tanaman (Reijntjes, 1999). Selama proses pembusukan bahan organik, unsur-unsur hara dilepaskan secara bertahap dan diubah menjadi bentuk yang dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk organik juga dikenal lebih ramah lingkungan daripada pupuk anorganik. Aminah (2003) menambahkan bahwa pupuk organik mampu menahan erosi, kemampuan tanah untuk mengikat air tinggi, menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba tanah. Hasil penelitian Harnani (2008) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi meningkatkan pertumbuhan vegetatif cabe jawa panjat. Hal tersebut diduga karena penambahan hara dengan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kandungan hara dalam tanah dan dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Selain itu pengaruh pupuk kandang cenderung lebih baik dibandingkan dengan pengaruh pupuk buatan terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa karena pupuk kandang memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, sehingga terjadi perbaikan perakaran dan serapan hara. Namun kelemahan pupuk organik menurut Sanchez (1992) adalah dibutuhkan dalam jumlah yang besar, kandungan unsur hara yang dikandung rendah, dan membutuhkan banyak tenaga dalam pengaplikasiannya.

   

Metode Pemupukan  

Terdapat berbagai cara pemberian pupuk antara lain ditabur atau disebar, diletakkan di antara barisan atau larikan, dan ditempatkan dalam lubang (Lingga dan Marsono, 2009). Metode pemupukan akan mempengaruhi keefesienan dari pupuk yang diberikan. Salah satu contoh adalah waktu pemberian pupuk. Gardiner dan Miller (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk nitrogen akan lebih efektif apabila aplikasinya dengan cara di-split, sedangkan untuk fosfor dan

(4)

kalium aplikasi dengan cara di-split akan menurunkan efisiensi karena pupuk tersebut tidak bersifat mobil dalam tanah.

Cabe jamu (cabe jawa) termasuk tanaman yang rakus hara, yaitu tanaman yang memerlukan unsur hara yang sangat banyak agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Djauhariya dan Rosman, 2008). Wahid dalam Melati et

al. (2009) mengemukakan bahwa lada perdu yang satu family dengan cabe jawa

sangat rakus hara dengan kebutuhan pupuk lada perdu 600 kg NPKMg/tanaman/tahun karena sistem perakarannya yang dangkal. Oleh karena itu Januwati dan Yuhono (2003) menyatakan pemupukan sangat diperlukan supaya hasilnya dapat optimal.

Pembibitan  

Tanaman cabe jawa dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan secara vegetatif (stek batang). Perbanyakan tanaman cabe jawa dengan biji biasanya menghasilkan tanaman yang tidak seragam dan berbunga lebih lambat, sehingga cara ini hanya dilakukan dalam skala penelitian (Rukmana, 2003). Selain itu cabe jawa merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga perbanyakan dengan biji tidak dianjurkan karena variabilitasnya sangat tinggi. Oleh karena itu cabe jawa diperbanyak dengan menggunakan setek sulur panjat, sulur tanah (sulur cacing) dan sulur buah. Tanaman yang berasal dari sulur tanah (sulur cacing), pada umumnya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun, lebih lambat dibandingkan dengan asal sulur panjat. Kelebihan bahan bibit dari sulur cacing adalah umur tanaman lebih panjang (lebih tahan lama) dan lebih tahan kekeringan. Bagian yang paling banyak digunakan sebagai bibit adalah sulur panjat karena lebih cepat berbuah (1-2 tahun). Kelemahannya yaitu tanaman kurang tahan kekeringan dan umurnya lebih pendek dibandingkan dengan tanaman asal bibit sulur cacing. Perbanyakan dengan sulur panjat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua ruas dengan 1-2 daun (Balittro, 2004).

Sulur panjat, cacing, atau sulur buah yang akan digunakan sebagai bibit disemaikan terlebih dahulu lebih kurang 3-5 bulan (Balittro, 2004). Pembibitan dilakukan dalam polybag yang berukuran tinggi 20 cm dan lebar 18 cm (Winarto, 2003) dan berisi campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan

(5)

3:1:1 atau 2:1:1 dengan mempertimbangkan jenis tanah yang digunakan. Penyemaian dilakukan di tempat yang ternaungi untuk menjaga kelembaban (Balittro, 2004). Pengaturan media tanam dengan komposisi tertentu dapat menyediakan lingkungan/kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan akar.

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman cabe jawa. Hasil penelitian Ferdiansyah (2009) dan Arifiyanti (2009) menunjukkan bahwa curah hujan dan kelembaban yang tinggi menyebabkan banyak tanaman cabe jawa yang terserang penyakit busuk pangkal batang. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan pemisahan tanaman yang sakit dari tanaman yang sehat, penyiangan gulma, perbaikan aerasi melalui penggemburan media. Oleh karena itu komposisi media tanam yang tepat sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bibit cabe jawa.

Komposisi Media Tanam  

Media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, penyedia air dan unsur hara, penyedia oksigen bagi berlangsungnya proses fisiologi akar serta kehidupan dan aktvitas mikroba tanah (Mardani, 2005). Purwanto (2006) menambahkan ada 5 persyaratan media tanam yang baik yaitu mampu mengikat dan menyimpan air dan hara dengan baik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, cukup porous (memiliki banyak rongga) sehingga mampu menyimpan oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi (pernapasan), dan tahan lama.

Fungsi media tanam sebagai media tumbuh bibit tanaman adalah tempat akar untuk berpenetrasi yang dipengaruhi oleh pori-pori yang terbentuk di antara partikel-partikel tanah (tekstur dan struktur). Kerapatan porositas tanah menentukan kemudahan air untuk bersirkulasi dengan udara (drainase dan aerasi) (Hanafiah, 2005). Media tanam harus memiliki kelembaban yang cukup, memiliki porositas dan aerasi yang baik, bebas dari benih gulma, nematoda, dan patogen lainnya, dan mampu menyediakan nutrisi yang cukup bagi tanaman (Hartmann dan Kester, 1978).

(6)

Tekstur tanah menunjukkan komposisi pertikel tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat (Hanafiah, 2005). Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (lebih porous), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (agak porous), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (tidak porous). Makin porous tanah maka akan mudah akar untuk berpenetrasi, serta semakin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (Hanafiah, 2005).

Ada beberapa jenis media tanam yang dapat digunakan dalam pembibitan tanaman antara lain tanah, arang sekam, pasir, dan pupuk kandang. Tanah yang dijumpai di sekitar lokasi penanaman adalah latosol (komunikasi pribadi dengan Prof. Dr. Ir. Didi Ardi Suriadikarta, M.Sc. staf Balai Penelitian Tanah bagian pedologi, 2010). Latosol merupakan tanah dengan tekstur liat dan berstruktur remah hingga gumpal. Selain itu tanah latosol memiliki kandungan bahan organik yang rendah (Soepraptohardjo, 1961). Oleh karena itu penggunaan tanah tersebut sebagai media tanam harus dicampur dengan media lain seperti pasir, arang sekam atau pupuk kandang.

Arang sekam atau sekam bakar dibuat dari sekam padi yang dibakar. Arang sekam padi ini bersifat mudah mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, dapat menyerap senyawa toksik atau racun dan melepaskannya kembali pada saat penyiraman serta merupakan sumber kalium bagi tanaman (Purwanto, 2006). Melati et al.(2008) menyatakan bahwa abu sekam diduga mengandung unsur K yang relatif tinggi. Selain itu abu sekam juga diduga mengandung silikat yang berperan sebagai unsur hara mikro yang meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan. Abu sekam dapat diberikan sebagai kombinasi dengan pupuk organik lain untuk menekan intensitas serangan hama.

Pasir tidak mengandung unsur hara dan kapasitas menahan airnya sangat rendah sehingga penggunaannya sebagai media tanam harus dicampur dengan bahan organik (Hartmann dan Kester, 1978). Bahan organik yang biasa digunakan sebagai campuran media tanam antara lain kompos atau pupuk kandang. Pasir tidak memberikan hara yang cukup bagi tanaman. Kandungan unsur hara pada

(7)

pasir terutama unsur N, P, K sangat rendah sampai sedang, selain itu daya pegang airnya sangat rendah yang menyebabkan pertumbuhan terhambat. Tanaman karuk (Piper sarmentosum) pada media dengan penambahan pupuk kandang sapi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dibandingkan yang ditambah pasir dan arang sekam (Fetiandreny, 2007).

Penggunaan bahan organik adalah untuk menyediakan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, kelebihan penggunaan bahan organik antara lain meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air, meningkatkan ketersediaan air untuk tanah berpasir, dan memperbaiki aerasi tanah melalui perbaikan tekstur tanah. Hasil penelitian Fetiandreny (2007) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, dan jumlah sulur tanah. Perlakuan media yang ditambah pupuk kandang sapi berpengaruh terbaik pada semua komponen pertumbuhan dan produksi vegetatif (tajuk dan akar) karuk. Hal ini diduga karena cukupnya bahan organik dan unsur hara essensial dalam pupuk kandang.

Pengapuran  

Tanah di daerah yang basah bersifat masam karena pencucian kation-kation (Ca2+, Mg2+, Na+, K+) oleh air hujan kemudian digantikan oleh ion-ion H+, Al3+, dan Al(OH)+. Sebagian besar tanah yang menerima curah hujan lebih besar atau sama dengan 500 mm/tahun cenderung bersifat asam contohnya tanah ultisol. Tanah ultisol merupakan tanah dengan pencucian tinggi dan memiliki subsoil berupa liat. Selain itu penyebab tanah masam antara lain pelepasan H+ oleh akar tanaman, pelepasan asam organik selama proses dekomposisi (Gardiner dan Miller, 2004).

Teknik budidaya tanaman, untuk tanah-tanah yang bersifat masam membutuhkan pengapuran untuk meningkatkan pH terutama. Baik pemupukan maupun pengapuran untuk jenis tanah tersebut dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimum (Gardiner dan Miller, 2004). Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari tanah masam (pH<6) untuk mencapai kemasaman netral (pH=7). Kemasaman tanah yang mendekati netral memudahkan

(8)

unsur-unsur hara di dalam tanah terserap tanaman. Selain itu, penyakit-penyakit terbawa tanah akan lebih terkendalikan. Pengapuran juga akan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan untuk pembentukan dinding sel tanaman (Prajnanta, 2004).

Unsur-unsur kapur yang biasa digunakan adalah kalsium dan magnesium karbonat, oksida, hidroksida, dan silikat. Jenis kapur yang paling banyak digunakan adalah kalsium karbonat dan kalsium karbonat ditambah dengan magnesium (dolomit). Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan jenis kapur yang kandungan magnesiumnya tinggi. Rata-rata komposisi yang terkandung dalam dolomit adalah 51% CaCO3, 34% MgCO3, 15% tanah dan campuran lainnya (Gardiner dan Miller, 2004).

Sebagian besar tanaman tidak dapat mencapai hasil yang optimum pada tanah yang sangat masam karena kerugian yang dapat ditimbulkan oleh tanah masam antara lain: keracunan aluminium, mengurangi aktivitas mikroorganisme, keracunan mangan, keracunan besi, kekurangan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan Nitrogen, fosfor, dan sulfur yang disebabkan oleh lambatnya dekomposisi bahan organik, dan lain-lain (Gardiner dan Miller, 2004). Selain itu tanah asam memperngaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tumbuh di media masam akan menghasilkan perakaran yang sedikit dan pendek (Sari dan Mattjik, 2004).

Pengaruh kapur terhadap sifat fisik tanah sangat erat hubungannya dengan sifat biologi tanah. Agregasi zarah tanah yang semakin baik akibat pengaruh kapur akan mempengaruhi aerasi dan perkolasi di dalam tanah sehingga aktivitas biologi tanah semakin baik. Keadaan ini menyebabkan proses pelapukan bahan organik lebih cepat sehingga asam-asam organik banyak dihasilkan yang kemudian mengikat Al-dd (Wahyudin, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan, jenis film animasi tri-matra menggunakan teknik runtun kerja yang sama dengan jenis film animasi dwi-matra, bedanya obyek animasi yang dipakai dalam

Subowo, 2010, Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan dan Produktivitas Tanah melalui Pemberdayaan Sumber Daya Hayati Tanah,. Jurnal Sumberdaya Lahan,

The growth of encapsulated axillary buds was also highest and the most of buds emerged from the capsules four weeks after the in vitro culture period (85%) on the same medium..

Faktor Hukum yang memengaruhi pelaksanaan politik hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri kaitannya

Penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur secara off line adalah penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Pelapor

UUJN tidak memberikan penjelasan apapun mengenai kewenangan Notaris membuat akta Risalah Lelang, terkait kewenangan notaris membuat akta Risalah Lelang tersebut untuk

Teknologi softswitch ini merupakan teknologi baru sebagai pengembangan VoIP yang dirancang untuk mampu berkembang menuju jaringan NGN dengan proses yang bertahap.Konsep

Marsela, Aprilyana Selin. Dampak Pengembangan Objek Wisata Goa Kreo Bagi Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Kandri, Kacamatan Gunungpati, Kota Semarang. Jurusan Sosiologi