• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BEBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BEBAS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN EKSEKUTIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BEBAS Oleh: Kelompok Peneliti Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Ketua : Dewi Wuryandani Wakil Ketua : Sahat Aditua S. Sekretaris : Hilma Meilani Anggota : Dewi Restu Mangeswuri Mandala Harefa PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI 2017

(2)

A. Kondisi Perekonomian Bantul

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah. PDRB merupakan jumlah nilai tambah (barang dan jasa) yg dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah selama periode tertentu. PDRB dihitung dengan metode yang sama sehingga dapat dibandingkan antar wilayah dan antar waktu. PDRB dibedakan dalam dua jenis penilaian, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.

Dilihat dari nilai PDRB Kabupaten Bantul tahun 2016 atas dasar harga konstan tahun 2010 mencapai 16,405 triliun rupiah, mengalami kenaikan sebesar 5,09 persen dibanding tahun 2015 yang mencapai 15,610 triliun rupiah. Kenaikan PDRB ini murni disebabkan oleh meningkatnya produksi seluruh sektor ekonomi dan sudah terbebas dari pengaruh inflasi. Sedangkan Nilai PDRB Kabupaten Bantul atas dasar harga berlaku pada tahun 2016 mencapai 21,161 triliun rupiah. Secara nominal nilai PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan 1,675 triliun rupiah dibanding tahun 2015 yang mencapai 19,486 triliun rupiah. Kenaikan ini dipengaruhi oleh meningkatnya produksi dan laju inflasi.

Sedangkan Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul pada tahun 2016 sebesar 5,09 persen atau mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015 yang mampu tumbuh 5,00 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding DIY (5,02%) maupun nasional (5,00%). Hal ini dikarenakan sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang lebih baik. Industri Kabupaten Bantul didominasi oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Industri skala kecil yang terkonsentrasi di lokasi tertentu membentuk sentra‐sentra produk‐produk tradisional (gerabah/keramik, batik, keris, wayang, dan sebagainya), yang produknya untuk pasar ekspor serta mampu menyerap tenaga kerja yang banyak.

Sektor primer mempunyai peranan sebesar 14,91% lebih kecil dibandingkan dengan share sektor sekunder yang memberikan kontribusi sebesar 22,33% dan sektor tersier sebesar 62,76%. Dalam rentang lima tahun pembangunan perekonomian di Kabupaten Bantul menunjukkan perkembangan yang positif, khususnya pada sektor tersier sebagai sektor yang memiliki peran terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Bantul. (Gambar 1)

(3)

Gambar 1. Struktur Ekonomi Kabupaten Bantul, Tahun 2011 – 2015

Sumber : Bappeda Kabupaten Bantul, 2017

. Sumber utama pertumbuhan ekonomi tahun 2016 di Kabupaten Bantul terutama didukung oleh kinerja pada sektor konstruksi, jasa perusahaan, komunikasi, real estate, penyediaan akomodasi dan makan minum, jasa pendidikan, jasa keuangan, perdagangan besar dan eceran dan jasa jasa yang mengalami laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tahun 2015. Adapun sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar pertama dalam aktivitas perekonomian Kabupaten Bantul mengalami perlambatan laju pertumbuhan. Nilai tambah dari sektor ini dalam menyumbang perekonomian Kabupaten Bantul tidak sebaik tahun sebelumnya.

Pada tahun 2016, kontribusi sektoral pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul didominasi oleh tiga sektor ekonomi, yaitu: sektor industri pengolahan sebesar 14,58 persen; sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 12,14 persen; dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 10,62 persen. Sedangkan keempat belas sektor lainnya hanya mampu menyumbang pembentukan PDRB Kabupaten Bantul kurang dari sepuluh persen dan secara keseluruhan, ketiga sektor tersebut menyumbang PDRB sekitar 38 persen.

Kondisi ekonomi Kabupaten Bantul pada tahun 2016 dari sisi transformasi struktural pada tiga sektor tidak mengalami perubahan. Ketiga sektor tersebut adalah yang pertama, sektor primer yang terdiri dari lapangan usaha (1) pertanian, kehutanan, dan perikanan dan (2) pertambangan dan penggalian. Kedua, sektor sekunder yang terdiri dari lapangan usaha (1) industri pengolahan;

(4)

(2) pengadaan listrik dan gas; (3) pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang dan (4) konstruksi. Ketiga, sektor tersier yang terdiri dari lapangan usaha (1) perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; (2) transportasi dan pergudangan; (3) penyediaan akomodasi dan makan minum; (4) informasi dan komunikasi; (5) jasa keuangan; (6) real estate; (7) jasa perusahaan; (8) administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; (9) jasa pendidikan; (10) jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan (11) jasa lainnya. Peran sektor primer sudah mengalami pergeseran ke arah sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor primer mempunyai peranan sebesar 14,91% lebih kecil dibandingkan dengan share sektor sekunder yang memberikan kontribusi sebesar 22,33% dan sektor tersier sebesar 62,76%. B. Kondisi Perekonomian Kota Makassar

Makassar sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan yang posisinya sangat strategis membuat Kota yang dahulu disebut Ujungpandang menjadi pusat perkembangan ekonomi di Sulawesi Selatan, bahakan kawasan Timur Indonesia. Dari 17 kategori lapangan usaha yang ada, tiga kategori memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian Kota Makassar pada tahun 2016, yaitu sektor industri, perdagangan dan konstruksi. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 56,33 persen terhadap pembentukan PDRB Kota Makassar pada tahun 2016. Sektor Industri merupakan penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Makassar yakni 20,30 persen pada tahun 2013 dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi sebesar 20,24 persen, diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran 18, 24 persen pada tahun 2014 dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2015 menjadi 18,20 persen. Sementara peranan sektor lainnya masing‐masing di bawah 10 persen. Dengan demikian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi) Makassar menggambarkan kemampuan untuk menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu, adalah ketiga sektor utama tersebut.

(5)

Nilai PDRB memberikan gambaran produksi seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun. Kota Makassar menduduki peringkat pertama besarnya PDRB yang dihasilkan oleh Propinsi Sulawesi Selatan mencapai Rp.114.171.731,0 juta dari total PDRB Sulawesi Selatan sebesar Rp. 339.017.383,83 juta.

Sektor Industri memberikan kontribusi terbesar dalam stuktur PDRB Kota Makassar, yaitu mencapai 20,24 persen. Kemudian diikuti Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor sebesar 18,31 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar pada tahun 2011 mencapai 10,36 persen, kemudian tahun 2012 meningkat jadi 9,64 persen, tahun 2013 melambat menjadi 8,55 persen, tahun 2014 menjadi 7,40 persen, dan 7,44 persen di tahun 2015. PDRB perkapita Kota Makassar mengalami peningkatan setiap Tahun. Pada tahun 2010 PDRB perkapita Kota Makassar sebesar Rp 43,61 juta dan meningkat hingga mencapai Rp 78,77 juta pada tahun 2015 atau mengalami kenaikan sebesar 80,62 % pendapatan perkapita dari tahun 2010‐2015. Sumber: PDRB Kota Makassar Tahun 2015

Gambar 2: Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kota Makassar Tahun 2015 (%)

Dengan kondisi perekonomian tersebut Makassar yang merupakan salah satu kota terbesar di kawasan Indonesia Timur, Laju pertumbuhan ekonominya berada

(6)

pada salah satu peringkat tertinggi di Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Adapaun faktor‐faktor pendorong nya adalah perkembangan infrastruktur yang merupakan salah satu pemicu meningkatnya gerak ekonomi di Kota Makassar. Pemerintah daerah selaku stake holder sangat berperan penting dengan rancangan regulasi yang sangat mendukung pertumbuhan usaha di Kota Makassar terutama bagi perkembangan wirausaha‐wirausaha baru yang terkait dengan sektor‐sektor tersebut.

B. Permasalahan dan Tantangan Yang Dihadapi oleh Wirausahawan di Daerah Tantangan yang dihadapi dalam mendorong terciptanya wirausahawan antara lain adalah belum terciptanya kondisi makroekonomi yang menunjang pertumbuhan wirausahawan. Kondisi makroekonomi yang baik akan memberikan peluang wirausaha sekaligus memastikan bahwa pasar akan mampu menyerap produk dan jasa dari wirausahawan. Tantangan kedua adalah sifat dasar dari sebagian besar wirausahawan di Indonesia yang lebih banyak bergerak dalam sektor informal.

Faktor kreatifitas menjadi faktor penting dalam mewujudkan wirausahawan baru. Kreatifitas yang dimiliki dapat membantu wirausahawan untuk menemukenali lingkungan di sekitarnya, mengembangkan ide‐ide baru dan cara‐cara baru dalam memecahkan berbagai persoalan untuk kemudian menjadi peluang. Kreatifitas yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah ini menjadi dasar bagi terciptanya inovasi.

Wirausahawan yang inovatif akan menjadi sukses dengan menciptakan peluang bisnis yang baru dan berbeda yang kemudian menjadi keunggulan kompetitifnya sangat memerlukan modal yang tidak sedikit. Namun kenyataannya tidak semua pelaku usaha mempunyai minat untuk memperoleh pembiayaan karena merasa belum memerlukan dan merasa terbebani untuk pengembaliannya.

Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berbeda‐beda, hal ini tentunya disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Khusus masyarakat Bantul, pelaku usaha banyak yang menggeluti produk kerajinan, khususnya grabah. Permasalahan terbesar pada produk grabah adalah konsistensi dan kualitas produk grabah yang belum terstandarkan. Untuk memastikan kualitas dari grabah tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dalam rangka mengembangkan alat untuk memastikan tingkat kekuatan dan

(7)

kandungan air dari produk grabah. Namun demikian Pemerintah Kabupaten Bantul menemukan permasalahan di sisi masyarakat perajin. Masyarakat perajin grabah sebagian besar belum menyadari pentingnya standarisasi dan sertifikasi dari produk grabah. Hal ini menyebabkkan permasalahan lain yaitu alat penguji produk grabah sudah tersedia, namun kesadaran masyarakat untuk menggunakan atau mengikuti standar dari kualitas grabah masih rendah.

Berbeda dengan Kota Makassar, Program penciptaan 1000 wirausaha baru merupakan program Pemprov Sulawesi Selatan. Sedangkan program Pemkot Makassar adalah program yang dinamakan “lorong”. Program ini dimulai sejak Bulan Januari, Tahun 2017. Program ini merupakan pemberdayaan masyarakat menengah ke bawah di Kota Makassar yang menyasar masyarakat yang tinggal di gang. Model pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Pemkot Makassar adalah melakukan pembinaan bagi masyarakat lorong untuk meningkatkan keterampilan dalam bidang kegiatan yang produktif secara ekonomis. Dalam melaksanakan program lorong, maka Pemkot Makassar membentuk badan hukum koperasi yang disebut Badan Usaha Lorong (BULO).

Di setiap daerah mungkin mempunyai permasalahan yang berbeda dalam pengembangan kewirausahaan, namun ada beberapa permasalahan umum yang dialami sebagian besar para calon wirausaha, diantaranya:

a. Akses permodalan yang terbatas

‐ Pada umumnya, UMKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup sehingga sangat mengandalkan modal sendiri untuk pengembangan usaha. Adapun sumber permodalan dari lembaga keuangan formal masih relatif sulit diperoleh karena terdapat persyaratan yang tidak dapat dipenuhi, misalnya penyediaan agunan. ‐ Kesulitan dalam hal jaminan yang berupa tanah dalam pengajuan pembiayaan, karena sejumlah lahan yang dikelola/digunakan merupakan Sultan Ground dan Pakualam Ground sehingga mereka tidak memiliki agunan yang dipersyaratkan dalam mendapatkan pembiayaan. ‐ Memperluas skim kredit khusus dengan syarat‐syarat yang tidak memberatkan bagi UMKM. Saat ini, para start‐up dapat menggunakan fasilitas pembiayaan dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ataupun melalui Financial Technology

(8)

(FinTech) Peer to Peer Lending dengan persyaratan yang relatif lebih mudah dan murah dari perbankan.

b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas

‐ Keterbatasan SDM baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usaha, sehingga sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu dengan keterbatasan SDM, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Kecenderungan dari sebagian besar wirausahawan pemula yang cepat puas dan tidak berusaha meningkatkan kapasitas dan peluang baru juga menjadi hambatan tersendiri.

‐ Pemerintah bersama stakeholder terkait dapat menyediakan tenaga pendamping yang berkualitas melalui inkubator kewirausahaan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan baik dari aspek kelembagaan, manajemen, pengelolaan keuangan serta keterampilan dalam inovasi produk c. Lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar

‐ UMKM pada umumnya mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar.

‐ Asosiasi UMKM perlu untuk ditingkatkan perannya dalam pengembangan jaringan usaha melalui membangun kemitraan dengan para pengusaha skala besar dan Pemda dalam upaya memperluas promosi produk‐produk yang dihasilkan. Hal ini seperti yang terjadi pada usaha sirup markisa di Kota Makassar yang dirintis oleh Bapak H. Siri. Upaya untuk membuka akses peluang pasar yang lebih global telah melakukan kerjasama dengan pemda setempat.

d. Proses perizinan yang masih berbelit

Perizinan usaha tidak hanya dari sisi biaya (masih terdapat pungutan liar) dan proses perijinan yang memerlukan waktu lama. Oleh karena itu untuk mempermudah tumbuhnya usaha‐usaha baru diperlukan regulasi yang mengatur perijinan secara mudah dengan biaya yang transparan, seperti:

(9)

 PIRT (Pangan – Industri Rumah Tangga).  HO (Ijin Gangguan)  SIUP, TDP, TDI.  Halal BPPOM MUI.  KI – Kekayaan Inteltual.  Standarisasi Persyaratan. C. Masukan dari Pelaku Usaha Terkait dengan Kebijakan yang Dimuat dalam UU Kewirausahaan Nasional a. Dirumuskannya konsep program pendampingan di lapangan yang lebih serius setelah pelatihan dan fasilitasi usaha benar benar dipastikan berjalan dan berkembang sehingga bantuan Pemerintah tidak sia‐sia atau disalahgunakan. b. Implementasi yang seragam dari pusat sampai ke daerah dengan training

untuk pemerintah daerah yang lebih detail sehingga pelaksana dari pemerintah daerah mempunyai kesamaan informasi dan pengetahuan yang sama dengan pusat sehingga pelaku usaha dapat mengakses informasi yang sama dan akurat.

c. Kerjasama antara Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pemberi bantuan, Institusi pendidikan yang dapat melakukan riset dan Pelaku Usaha yang akan memanfaatkan bantuan pemerintah dan hasil riset dari Institusi Pendidikan perlu dirumuskan lebih rinci sehingga terjalin kerjasama yang baik. Harapannya hasil kerjasama dari 3 pihak ini dapat meningkatkan jumlah pelaku usaha di Indonesia yang berkualitas, dapat bertahan dan bersaing di pasar.

d. Belum optimalnya sinergi antar lembaga pemerintahan dalam menjalankan program pengembangan kewirausahaan. Artinya, hampir setiap instansi memiliki program yang berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan. Akibatnya, program‐program yang dijalankan menjadi tidak optimal dan tumpang tindih. Ditambah lagi dengan koordinasi yang lemah dan ego sektoral dari amsing‐masing instansi. UU Kewirausahaan sebaiknya memberikan payung hukum yang jelas tentang arah pengembangan kewirausahaan ini. Harapannya adalah agar program‐program yang selama ini sifatnya temporer

(10)

dan sporadis dapat menjadi lebih terarah dan optimal. Meski demikian, kehadiran UU ini tidak perlu dibarengi dengan pembentukan kementerian baru dan terpisah, cukup dengan mengoptimalkan lembaga yang sudah ada (KUMKM)

e. Publikasi dan sosialisasi program melalui akademisi

Akademisi diharapkan dapat menerapkan dalam mata kuliah kewirausahaan yang diampu. Dalam mata kuliah ini publikasi dan sosialiasi program dilakukan saat awal pertemuan, seleksi dilakukan dengan cara membentuk kelompok‐ kelompok usaha, pelatihan dilakukan saat pertemuaan dikelas sepanjang semester, start‐up usaha diwujudkan pada minggu ketiga dengan membuka usaha riil, dan pendampingan dilakukan setiap hari oleh dosen pengampu yang berperan sebagai pembimbing serta fasilitator.

f. Pemberdayaan kewirausahaan di daerah

Pemberdayaan kewirausahaan di Kabupaten Bantul juga terkendala oleh peraturan terkait bantuan oleh Pemerintah Pusat dari Kementerian tertentu. Peraturan yang termuat dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini melarang menghibahkan alat bantuan kepada masyarakat secara perorangan atau kelompok dan harus tetap dicatat sebagai aset milik Pemerintah Daerah. Hibah ini dimungkinkan bila penerima memiliki badan hukum yang pendiriannya disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dalam usaha pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kewirausahaan pada praktiknya dibutuhkan waktu yang cukup untuk mencapai tingkat keterampilan yang memadai. Dengan peraturan yang melarang hibah peralatan bantuan tersebut, maka keberlanjutan usaha pemberdayaan masyarakat dalam kewirausahaan menjadi terhambat karena sangat bergantung pada alat bantuan tersebut.

g. Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan masyarakat, harus diatur bahwa dalam rangka penciptaan wirausahawan baru harus diseleksi secara berjenjang, dari tingkat kelurahan, kecamatan, hingga ke kabupaten/kota. Tanggungjawab pemberdayaan masyarakat ada pada Pemerintah terutama dengan proyek infrastruktur. Tidak seharusnya masyarakat dibebankan dengan kewajiban pemberdayaan dalam jumlah massal.

(11)

Sumber :

Bappeda Kabupaten Bantul, Profil Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2015, Agustus 2015. Laporan Kinerja Kabupaten Bantul 2016. Makassar Dalam Angka, 2012. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Makassar Dalam Angka, 2013. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Makassar Dalam Angka, 2014. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Makassar Dalam Angka, 2015. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Makassar Dalam Angka, 2016. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2016 ‐ 2021. Jawaban tertulis Narasusmber wirausahawan ‘Coklat nDalem” Tahun 2017 Jawaban Tertulis Bank Indonesia perwkalian DI Yogyakarta Tahun 2017

Jawaban tertulis Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Kabupaten Bantul Tahun 2017

Wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian Penelitian dan Pengembangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, 2017.

Wawancara dengan Sekretaris Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Bantul, tanggal 4 Mei 2017. Wawancara dengan Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar. Wawancara dengan Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar. Wawancara dengan Kepala Dinas dan Staf Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar. Jawaban dan Wawancara dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Wawancara dan Jawaban Lembaga pembinaan UMKM Sulawesi Selatan. Jawaban dan wawancara dengan ketua Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Wawancara dan FGD dengan Unit Pengembangan Kewirausahaan dan Bisnis (UPKB) atau Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.

(12)

Agus Eko Nugroho, Masalah UMK dan Kewirausahaan, disampaikan dalam FGD Hasil Penelitian Kelompok “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kewirausahaan dalam Menghadapi Persaingan Bebas”, tanggal 25 Oktober 2017.

Gambar

Gambar	1.		Struktur	Ekonomi		Kabupaten	Bantul,	Tahun	2011	–	2015

Referensi

Dokumen terkait

Manusia Diciptakan oleh Alloh SWT dengan kesempurnaan, baik sempurna dalam fisik maupun psikis. Kesempurnaan manusia secara fisik dapat kita lihat dari kelengkapan anggota

Adanya anggapan masyarakat bahwa masalah KDRT adalah masalah internal rumah tangga dan tidak boleh diketahui oleh orang lain yang memerlukan jalan keluar

Schodek (1995) berpendapat bahwa rangka batang adalah susunan batang- batang lurus yang disambung pada titik joint membentuk segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi

J 97 4 mempunyai tu gas pokok melaksanakan kegiatan kebahasaan clan ke- susastra:m. Dari segi kebahasaan, kegiatan proy ek ditujukan pada penyedia- an kelengkapan

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh

bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bupati Cirebon Nomor 60 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Keija Sekretariat Daerah , Sekretariat DPRD dan

Berdasarkan Peta Risiko Bahaya Tsunami (Gambar 6) konsep ruang kota Pariaman dalam studi ini dapat dikembangkan kedalam tiga zona (Gambar 7), yaitu 1) Zona Risiko

Dalam penyusunan Renja tahun 2017 ini berpedoman pada program dan kegiatan yang tertuang pada Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Pelayanan Perizinan dan Kantor