• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang

Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat dan mendukung pertumbuhan tanaman yang dikenal dengan PGPR. Siderofor merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan PGPR yang dapat membantu mencegah perkembangan patogen dengan cara mengikat sebagian besar ion Fe3+ di daerah sekitar akar tanaman (Siddiqui & Shakeel 2009). Berdasarkan hasil isolasi, kelimpahan populasi bakteri penghasil siderofor di daerah Cipanas sebanyak 1,977 x 107 cfu/gram dan populasi di daerah Lembang sebanyak 5,333 x 107 cfu/gram. Hasil analisis dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa populasi bakteri penghasil siderofor di kedua tempat tersebut tidak berbeda nyata.

Gambar 2 Zona berwarna jingga yang dibentuk bakteri penghasil siderofor pada media CAS

Bakteri hasil isolasi dari sampel Cp1, Cp2, Cp3, Lb1, dan Lb2 kemudian dibiakkan kembali pada media NA. Isolat bakteri penghasil siderofor dari sampel Cp1 sebanyak 12 isolat, Cp2 sebanyak 17 isolat, Cp3 sebanyak 13 isolat, Lb1 sebayak 12 isolat, dan Lb2 sebanyak 6 isolat. Total isolat bakteri penghasil siderofor yang berhasil diisolasi dari lapangan sebanyak 60 isolat. Isolat hasil

(2)

isolasi kemudian diberi kode sesuai dengan nama daerah asal sampel dan diurutkan sesuai urutan alfabet.

Bakteri-bakteri yang dipilih merupakan bakteri-bakteri yang berbeda berdasarkan penampakan bentuk, ukuran, dan warna koloni yang diamati pada permukaan media CAS. Kelimpahan populasi bakteri penghasil siderofor asal Lembang lebih tinggi daripada bakteri penghasil siderofor asal Cipanas, tetapi keragaman bakteri penghasil siderofor asal Lembang lebih rendah daripada keragaman bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Hal ini diduga karena perbedaan ekologi di kedua tempat tersebut. Faktor nutrisi, kimia, dan fisik yang berbeda pada umumnya mempengaruhi keberadaan mikroba tanah, sehingga diduga mempengaruhi kelimpahan dan keragaman bakteri penghasil siderofor di kedua tempat tersebut.

Salah satu syarat utama suatu bakteri dapat dijadikan agens biokontrol adalah tidak menimbulkan pengaruh negatif atau fitotoksisitas (Nawangsih 2006). 

Melalui uji reaksi hipersensitif (HR), bakteri penghasil siderofor diseleksi berdasarkan patogenisitasnya. Isolat-isolat bakteri penghasil siderofor yang bersifat HR positif tidak dapat digunakan sebagai agens antagonis. Hal ini karena bakteri tersebut bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Hanya isolat-isolat bakteri penghasil siderofor yang bersifat HR negatif yang dapat digunakan sebagai salah satu kandidat agens antagonis R. solanacearum. Hasil uji reaksi hipersensitif dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 3 Hasil uji reaksi hipersensitif beberapa isolat bakteri penghsil siderofor yang menunjukkan reaksi positif, diamati setelah 24 jam

(3)

Tabel 1 Sifat patogenisitas isolat-isolat bakteri penghasil siderofor Kode Isolata) Hasil uji HRb) Kode Isolat Hasil uji HR Kode Isolat Hasil uji HR Kode Isolat Hasil uji HR Cp1B1) Cp1C Cp1E Cp1F Cp1G Cp1I Cp1J Cp1K Cp1M Cp1N Cp1O Cp1P Cp2A Cp2B Cp2C +2) - + + - - - + + - - - - - + Cp2D Cp2E Cp2F Cp2G Cp2H Cp2I Cp2J Cp2K Cp2L Cp2M Cp2N Cp2O Cp2R Cp2S Cp3A - + + + + - - + + + + + + + + Cp3B Cp3C Cp3D Cp3E Cp3F Cp3G Cp3H Cp3M Cp3N Cp3O Cp3P Cp3T Lb1A Lb1B Lb1C - + - - + + + + - - + + - + - Lb1D Lb1E Lb1F Lb1G Lb1H Lb1I Lb1J Lb1K Lb1L Lb2A Lb2B Lb2C Lb2D Lb2E Lb2F + + - + - - + - - - - - - + -

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) + = isolat bakteri bersifat patogen tumbuhan.

- = isolat bakteri tidak bersifat patogen tumbuhan.

Antagonisme Bakteri Penghasil Siderofor terhadap R. solanacearum

Uji antagonisme bakteri penghasil siderofor bertujuan menentukan kemampuan penghambatan dari masing-masing isolat bakteri penghasil siderofor terhadap pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum. Kemampuan penghambatan bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum didasarkan pada diameter zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri penghasil siderofor. Semakin besar diameter zona bening yang terbentuk menunjukkan bahwa semakin besar pula kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor menghambat pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum.

(4)

Gambar 4 Zona hambatan hasil uji antagonisme bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum pada media agar King’s B

Tabel 2 Rata-rata zona hambatan hasil uji antagonisme bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum pada media agar King’s B

Kode

isolata) hambatan (mm) Diameter zona Kode Isolat hambatan (mm) Diameter zona Cp1C Cp1G Cp1I Cp1J Cp1N Cp1O Cp1P Cp2A Cp2B Cp2D Cp2I Cp2J Cp3B Cp3D Cp3E 3,6 0 0 0 0 0 0 0 2,3 7 0 0 0 0 5 Cp3N Cp3O Lb1A Lb1C Lb1F Lb1H Lb1I Lb1K Lb1L Lb2A Lb2B Lb2C Lb2D Lb2F 0 0 1,6 1,6 0 0 0 0 0,5 0 0 0 0 0

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

(5)

Berdasarkan uji antagonisme diketahui bahwa beberapa isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan antagonisme terhadap R.

solanacearum adalah isolat Cp1C, Cp2B, Cp2D, Cp3E, Lb1A, Lb1C, dan Lb1L.

Penghambatan bakteri penghasil siderofor terhadap pertumbuhan R.

solanacearum pada media King’s B diduga karena isolat bakteri penghasil

siderofor tersebut memiliki kemapuan menghasilkan senyawa antibiotik. Antibiotik tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba lain (Pelczar & Chan 2009). Menurut Glick dan Pasternak (2003) salah satu mekanisme plant growth promoting bacterium yang paling efektif dalam menghambat proliferasi patogen adalah menyintesis antibiotik. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ada beberapa isolat bakteri penghasil siderofor yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum dan dapat dijadikan kandidat agens antagonis untuk pengendalian penyakit tersebut. Cp2D merupakan isolat yang mampu membentuk zona hambatan paling lebar yaitu 7 mm, sehingga memiliki kemampuan antagonisme paling tinggi di antara isolat yang lain.

Agens biokontrol sering memiliki beberapa mekanisme yang berperan secara bersama-sama dalam menekan patogen (Nawangsih 2006). Menurut Budzikiewicz (2001) kemampuan siderofor mengikat Fe3+ merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain. Keuntungan lain yang diperoleh dari bakteri penghasil siderofor yang dapat menghasilkan antibiotik adalah senyawa antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen pada saat kontak lansung di daerah perakaran tanaman. Mekanisme antagonis isolat-isolat bakteri penghasil siderofor ini terhadap R. solanacearum bisa secara kompetisi dalam perebutan unsur Fe dan menghambat pertumbuhan petogen dengan mengeluarkan senyawa antibiotik.

Karakteristik Bakteri Penghasil Siderofor

Karakterisasi bakteri penghasil siderofor yang memiliki sifat antagonisme terhadap R. solanacearum diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat dari bakteri tersebut. Menurut Pelczar dan Chan (2008) pengetahuan mengenai sifat-sifat bakteri tidak hanya membantu identifikasi spesies, tetapi juga memberikan

(6)

keterangan yang tidak ternilai bagi banyak aspek lain mengenai penelaahan, penggunaan, dan pengendalian mikroorganisme. Bakteri penghasil siderofor yang dikarakterisasi merupakan isolat-isolat hasil seleksi, yaitu yang memiliki kemampuan antagonisme terhadap R. solanacearum dan tidak bersifat patogen. Isolat-isolat tersebut adalah Cp1C, Cp2B, Cp2D, Cp3E, Lb1A, Lb1C, dan Lb1L.

Tabel 3 Ciri-ciri morfologi koloni bakteri penghasil siderofor yang berpotensi sebagai agens antagonis pada media agar King’s B

Isolata) Ciri koloni

Diameter Warna Elevasi Tepian Bentuk

Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L ± 1 mm ± 1 mm ± 1 mm ± 1 mm ± 1 mm ± 3 mm ± 1 mm Putih susu Putih tulang Putih tulang Kuning tua Putih kehijauan Putih pucat Putih tulang Cembung Seperti tombol Cembung Cembung Cembung Berbukit-bukit Cembung Berombak Licin Licin Licin Licin Seperti ikal rambut Berombak Bundar Bundar Bundar Bundar Bundar Keriput Bundar

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang.

Isolat-isolat bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis umumnya berukuran ± 1 mm dengan warna koloni beragam antara putih susu, putih pucat, putih tulang, putih kehijauan, dan kuning tua. Umumnya isolat-isolat ini memiliki koloni dengan elevasi cembung, tepian licin, dan bentuk koloni bundar. Selain itu ada yang memiliki elevasi seperti tombol atau berbuki-bukit, tepian berombak atau seperti ikal rambut, serta bentuk yang keriput. Berdasarkan pengamatan morfologi ini, diketahui ketujuh isolat tersebut memiliki morfologi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Diduga antara isolat yang satu dengan yang lain bukan merupakan bakteri yang sama. Koloni bakteri penghasil siderofor dapat dilihat pada Gambar 5.

(7)

Gambar 5 Morfologi koloni bakteri penghasil siderofor yang berpotensi sebagai agens biokontrol, Cp1C (a); Cp2B (b); Cp2D (c); Cp3E (d); Lb1A (e); Lb1C (f); Lb1L (g) f e d c b a g a

(8)

Tabel 4 Beberapa karakter bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis

Isolata) Menghasilkan senyawa fluoresensb) Gramc) Aktivitas pelarutan fosfatd) Tahan suhu 80 oCe) Cp1C - - + + Cp2B +++ - + - Cp2D - - + + Cp3E - - - - Lb1A + - + - Lb1C - + + + Lb1L - - + +

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang

b) (+) = menghasilkan senyawa fluorescence; (-) = tidak menghasilkan senyawa fluorescence

c) (+) = kelompok Gram positif; (-) = kelompok Gram negatif

d) (+) = memiliki kemampuan melarutkan unsur fosfat; (-) = tidak memiliki kemampuan

melarutkan unsur fosfat

e) (+) = memiliki kemampuan bertahan hidup samapai suhu 80 oC; (-) = tidak memiliki

kemampuan bertahan hidup samapai suhu 80 oC.

Gambar 6 Karakteristik bakteri penghasil siderofor isolat Cp2B dengan fluoresens yang paling tinggi (a); isolat Lb1C memiliki kemampuan melarutkan fosfat yang paling tinggi terlihat dengan membentuk zona bening pada media Pikovskaya (b).

Isolat bakteri penghasil siderofor yang dapat memproduksi senyawa fluoresens adalah Cp2B dan Lb1A (Tabel 4). Berdasarkan pengamatan secara kualitatif, daya pendar isolat Cp2B tiga kali lipat daripada daya pendar Lb1A. Fluoresens merupakan pigmen hijau-kuning yang dihasilkan oleh beberapa bakteri dari kelompok Pseudomonas (Silva et al. 2006). Berdasarkan hasil ini, diduga

b a

(9)

isolat Cp2B dan Lb1A merupakan bakteri yang termasuk dalam kelompok

Pseudomonas yang berfluoresensi. Menurut Glick dan Pasternak (2003) semua

produk fluoresens dari Pseudomonas secara stuktural barkaitan dengan siderofor yang berbeda terutama dalam jumlah dan konfigurasi dari asam amino dan rantai peptida yang membentuk ikatan utama.

Hasil uji Gram menunjukkan bahwa isolat bakteri penghasil siderofor tersebut umumnya termasuk dalam kelompok Gram negatif (Tabel 4). Hanya isolat Lb1C yang memiliki sifat Gram positif. Perbedaan antara bakteri Gram negatif dan positif dijelaskan oleh Pelczar dan Chan (2008) yang menyatakan bahwa bakteri gram negatif mengandung lipid, lemak, atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif.

Kemampuan bakteri dalam melarutkan unsur fosfat (P) sangat bermanfaat dalam kondisi P kurang. Zona bening pada media Pikovskaya menunjukkan bahwa bakteri penghasil siderofor tersebut mampu melarutkan fosfat dari bentuk kalsium fosfat yang terkandung dalam media tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat di antaranya adalah Cp1C, Cp2B, Cp2D, Lb1A, Lb1C, dan Lb1L. Hanya isolat Cp3E yang terbukti tidak dapat melarutkan fosfat (Tabel 4). Artinya sebagian besar isolat yang potensial ini tidak hanya memiliki kemampuan menghasilkan siderofor, tetapi juga dapat melarutkan fosfat.

Unsur Fe meningkat dalam jumlah berlebihan dalam tanah yang masam (pH rendah). Pada tanah masam, fosfat tidak dapat diserap maksimum oleh tanaman karena terjerap oleh Al dan Fe, demikian pula peredaran fosfat dalam jaringan tanaman akan terhambat. Dalam keadaan ini isolat bakteri penghasil siderofor ini masih dapat melakukan fungsi lain yaitu membantu ketersediaan fosfat yang kurang tersebut.

Karakter lain yang diamati adalah kemampuan tahan terhadap suhu 80 oC. Umumnya sel bakteri dapat mati dalam waktu 5 sampai 10 menit pada suhu 60 sampai 70 oC dengan panas lembap. Beberapa bakteri di alam memiliki kemampuan tahan suhu panas. Umumnya bakteri yang mampu bertahan pada

(10)

suhu panas adalah bakteri yang mampu membentuk endospora (Pelczar & Chan 2008). Isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan tahan suhu panas sampai 80 oC adalah Cp1C, Cp2D, Lb1C, dan Lb1L (Tabel 4). Menurut Pelczar dan Chan (2008) kebanyakan bakteri yang mampu membentuk endospora adalah spesies yang memiliki morfologi sel berbentuk batang seperti dari genus

Bacillus.

Tabel 5 Persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan bakteri penghasil siderofor

Perlakuana) Peningkatan daya kecambah (%)b)c)

Arthaloka Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L Ratna Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L -7,179 a -4,821 a -9,571 a -4,786 a -19,107 a 7,143 a 2,357 a 13,413 a 20,070 a 26,777 a 13,413 a 3,353 a 0,050 a 26,577 a

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang.

b) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

Duncan pada taraf nyata 5%.

c) Tanda (-) di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Berdasarkan hasil analisis statistika dengan taraf nyata 5%, faktor varietas berpengaruh nyata terhadap daya kecambah tanaman tomat (Lampiran 2). Rata-rata persentase peningkatan daya kecambah varietas Ratna (14,804%) lebih besar

(11)

daripada rata-rata persentase peningkatan daya kecambah varietas Arthaloka (-5,138%) (Tabel 5). Faktor isolat dan interaksi antara varietas dan isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat (Lampiran 2).

Hasil analisis statistika untuk persentase peningkatan tinggi tanaman pada 5 sampai 30 HST menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara faktor varietas dan isolat tidak berpengaruh nyata kecuali pada hasil pengamatan 5 dan 20 HST (Tabel 6). Perlakuan yang memberi pengaruh nyata pada 5 HST adalah isolat Cp2B untuk varietas Ratna bila dibandingkan isolat Cp1C, Cp2B, Cp2D, Lb1A, Lb1C, dan Lb1L untuk varietas Arthaloka. Hasil pengamatan pada 20 HST menunjukkan pengaruh isolat Cp2B berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan Cp1C untuk varietas Arthaloka, dan Lb1A, Lb1C, Lb1L untuk varietas Ratna.

Faktor varietas, isolat, serta interaksi antara varietas dan isolat berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan nilai AUHPGC (Lampiran 3). Rata-rata persentase peningkatan nilai AUHPGC pada varietas Arthaloka (-10,49%) lebih besar daripada persentase peningkatan nilai AUHPGC pada varietas Ratna (-270,80%). Isolat Cp1C memilki rata-rata peningkatan nilai AUHPGC tertinggi (334,0%) dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan isolat lainnya. Pengaruh isolat Cp1C untuk varietas Ratna berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali dengan Cp1C dan Lb1A untuk varietas Arthaloka.

Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh isolat yang paling dominan adalah Cp1C. Isolat ini mampu meningkatkan persentase peningkatan tinggi tanaman varietas Arthaloka dan Ratna lebih tinggi bila dibandingkan dengan isolat lain. Nilai AUHPGC isolat ini meningkat sebesar 110,156% untuk varietas Arthaloka, dan 557,899% untuk varietas Ratna. Diduga isolat ini mampu memacu pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik.

(12)

27   

Tabel 6 Persentase peningkatan tinggi tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan isolat bakteri penghasil siderofor

Perlakuana) Persentase pertambahan tinggi tanaman (%) pada n HST

b)c)d) AUHPGCe) (cm hari) 5 10 15 20 25 30 Arthaloka Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L Ratna -5,73 abc 43,94 abc 61,14 a 17,19 abcd 58,59 ab 63,05 a 78,98 a  -60,26 a -35,63 a -34,88 a -22,38 a -30,59 a -31,90 a -24,62 a 89,14 a 0,65 a 10,52 a -1,31 a 11,18 a -10,52 a -10,85 a -13,05 abcd -7,45 ab -8,85 abc -9,79 abc 6,52 a -5,59 ab -8,85 abc 4,30 a 9,21 a 7,37 a -9,52 a 6,14 a 2,30 a -3,53 a 9,53 a 5,05 a 13,91 a -6,22 a 1,84 a -3,21 a -2,91 a 110,15 ab -43,57 bc 58,41 b -187,66 bcd 117,40 ab -78,97 bcd -49,20 bc Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L 38,13 abcd -62,71 d -38,98 cd 11,01 abcd 16,10 abcd -33,05 bcd -48,72 cd -50,50 a -24,41 a -4,01 a -38,46 a -10,70 a -27,09 a 0,33 a 97,88 a 0,00 a 7,77 a -0,70 a -22,61 a 6,36 a -3,88 a 6,75 a -33,44 d -6,08 ab -5,74 ab -20,27 bcd -27,02 bcd -31,41 cd 24,89 a -10,46 a -6,69 a -9,41 a -28,24 a -18,82 a -28,66 a 26,96 a -25,22 a -14,13 a -16,88 a -27,88 a -26,04 a -30,23 a 557,89 a -561,45 d -177,87 bcd -286,29 bcd -438,59 cd -480,67 cd -515,57 cd

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang.

b) HST = hari setelah tanam.

c) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata. d) Tanda (-) di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

e) AUHPGC = Area Under Height of Plant Growth Curve.

(13)

Berdasarkan analisis statistika, faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai –p (0,4276) yang lebih besar dari nilai α= 5% (Lampiran 5). Rata-rata persentase peningkatan bobot basah varietas Arthaloka (-16,187%) tidak berpengaruh nyata bila dibandingakan dengan rata-rata persentase peningkatan bobot basah varietas Ratna (-21,887%). Faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah tanaman tomat dengan nilai –p (0,1248) lebih besar dari nilai α= 5%. Interaksi antara faktor varietas dan isolat (-p= 0,2972) tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah pada α= 5% (Lampiran 5).

Faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai –p (0,3321) lebih besar dari nilai α= 5% (Lampiran 5). Rata-rata persentase peningkatan bobot kering varietas Arthaloka (-20,161%) tidak berbeda nyata dengan rata-rata persentase peningkatan bobot kering varietas Ratna (-25,694%). Faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot kering tanaman tomat dengan nilai –p (0,4036) lebih besar dari nilai α= 5%. Interaksi antara faktor varietas dan isolat (-p= 0,4612) tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata persentase peningkatan bobot kering tanaman tomat dengan α= 5%.

Faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan kadar air tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai –p (0,8756) lebih besar dari nilai α= 5%. Rata-rata persentase peningkatan kadar air varietas Arthaloka (0,573%) tidak berbeda nyata dengan rata-rata peningkatan kadar air varietas Ratna (0,6682%). Faktor isolat berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman tomat dengan nilai –p (0,0002) lebih kecil dari nilai α= 5%. Rata-rata kadar air tanaman tomat yang diberi perlakuan Lb1L (-6,086%) lebih kecil dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Interaksi antara faktor varietas dan isolat berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman tomat dengan nilai –p (0,0235) lebih kecil dari nilai α= 5%. Uji lanjutan dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh interaksi tersebut. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa isolat Lb1L untuk varietas Ratna memiliki persentase peningkatan kadar air

(14)

terendah (-7,590%) dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya kecuali dengan isolat Cp3E dan Lb1L untuk varietas Arthaloka.

Tabel 7 Persentase peningkatan bobot basah, bobot kering, dan kadar air tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan bakteri penghasil siderofor

Perlakuana) Bobot basah (%)b)c) Bobot kering (%)b)c) Kadar air (%)b)c) Arthaloka Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L Ratna Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L -7,597 a -2,394 a -1,127 a -38,370 a -18,671 a -18,569 a -26,584 a -13,466 a -31,875 a 6,278 a -5,371 a -22,049 a -39,294 a -47,389 a -23,492 a -14,225 a -11,692 a -29,574 a -19,529 a -23,718 a -18,898 a -17,229 a -35,687 a -3,361 a -15,026 a -34,444 a -39,161 a -34,953 a 4,938 a 3,274 a 2,997 a -4,453 bc -0,118 ab 1,566 a -4,582 bc 1,353 a 1,162 a 2,354 a 3,296 a 4,576 a -0,473 bc -7,590 c

a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang.

b) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

Duncan pada taraf nyata 5%.

c) Tanda (-) di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Persen kadar air yang lebih rendah menunjukkan penyusutan kadar air tanaman yang lebih rendah pula. Tanaman yang memiliki penyusutan kadar air rendah menunjukkan bahwa tanaman tersebut tidak sukulen. Tanaman yang tidak sukulen berarti proses fotosintesis tanaman tersebut efisien, sehingga diduga hasil produksinya akan lebih tinggi.

(15)

Berdasarkan Tabel 8 isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki sifat unggul sebagai agens antagonis R. solanacearum adalah isolat Cp2D. Karakter dari isolat ini adalah tidak menghasilkan senyawa fluoresens termasuk kelompok Gram negatif, dapat melarutkan unsur fosfat, dan tahan pada perlakuan suhu sampai 80 oC. Isolat ini memiliki kemampuan menghambat R. solanacerum paling tinggi diantara isolat lainnya. Isolat ini berpengaruh positif terhadap persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat varietas Ratna dan persentase peningkatan nilai AUHPGC varietas Arthaloka. Dapat disimpulkan bahwa isolat ini memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai agens antagonis R. solanacearum dan memacu pertumbuhan tanaman tanaman.

(16)

31   

Tabel 8 Rangkuman karakter unggul bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis

Isolata) Zona hambatan (mm) Persentase daya kecambahb) AUHPGCc) Bobot keringd) Skore)

Arthaloka Ratna Arthaloka Ratna Arthaloka Ratna

Cp1C Cp2B Cp2D Cp3E Lb1A Lb1C Lb1L 3,6 2,3 7 5 1,6 1,6 0,5 - - - - - + + + + + + + + + + - + - + - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 6,6 3,3 9,0 6,0 3,6 3,6 2,5

a) Cp = isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas.

Lb = isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang.

b) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan daya kecambah tanaman tomat. c) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan nilai AUHPGC tanaman tomat. d) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan bobot kering tanaman tomat. e) Hasil penjumlahan untuk masing-masing indikator; tanda (+) memiliki nilai 1; tanda (-) memiliki nilai 0.

Gambar

Gambar 2  Zona berwarna jingga yang dibentuk bakteri penghasil siderofor pada  media CAS
Gambar 3  Hasil uji reaksi hipersensitif beberapa isolat bakteri penghsil siderofor  yang menunjukkan reaksi positif, diamati setelah 24 jam
Tabel  1 Sifat patogenisitas isolat-isolat bakteri penghasil siderofor    Kode  Isolat a)  Hasil uji HR b)  Kode  Isolat  Hasil  uji HR  Kode  Isolat  Hasil  uji HR  Kode  Isolat  Hasil  uji HR    Cp1B 1)    Cp1C    Cp1E    Cp1F    Cp1G    Cp1I    Cp1J
Tabel  2 Rata-rata zona hambatan hasil uji antagonisme bakteri penghasil  siderofor terhadap R
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan genetik diantara tetua diduga mempengaruhi aksi gen suatu karakter, dimana karakter bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, dan panjang

Fungsi pelaksanaan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak

Metode yang digunakan dalam penelitian ini diskriptif yaitu dengan melakukan perbandingan kondisi perkerasan jalan menggunakan NAASRA Roughness-meter, lalu

[r]

Namun pembagian kelompok khalayak yang memahami film asing itu sudah dapat kita perkirakan atas dasar logika bahwa jumlah yang menguasai bahasa asing lebih terbatas

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui pula bahwa pengalaman para pengrajin dalam agroindustri getuk goreng di Kecamatan Sokaraja sebagian besar (66,6%) mempunyai

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Ijarah Berdasarkan PSAK 107 dan Fatwa

Apabila pemegang polis telah melaksanakan kewajibannya untuk membayarkan premi kepada agen, akan tetapi oleh agen yang bersangkutan tidak disetorkan kepada