PUSAT TRANSFORMASI KEBIJAKAN PUBLIK
Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi) adalah wadah jaringan think tank yang melibatkan para pengambil kebijakan, akademisi, dan publik dalam melakukan investigasi permasalahan publik, merancang dan mengembangkan solusi serta pemantauan dan evaluasi hasilnya. Transformasi dikelola sebagai jaringan lembaga-lembaga domestik dan internasional yang berkomitmen terhadap pengembangan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan berbasis fakta di Indonesia.Sejak awal berdirinya, Pusat Transformasi Kebijakan Publik (Transformasi) senantiasa bergerak atas dasar dorongan untuk berkontribusi terhadap pembuatan kebijakan publik yang lebih baik di Indonesia
Jl. Duren TIga Indah I Blok E2/11, RT. 13/ RW 7, Duren Tiga, Jakarta Selatan 12760 - INDONESIA
Pusat Transformasi Kebijakan Publik
ANTARA
BAKAMLA DAN SATGAS 115
POLICY BRIEF
ra Pemerintahan Jokowi mempunyai visi untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Bentuk implementasi dari visi Poros Maritim Dunia adalah dengan percepatan pembangunan kelautan dalam rangka menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini yang kemudian diterjemahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kedalam Rencana Strategis KKP Tahun 2015-2019 kedalam 3 (tiga) pilar pembangunan kelautan dan perikanan yaitu Kedaulatan (Sovereignity), Keberlanjutan (Suistainability), dan Kesejahteraan (Prosperity). Ketersediaan ikan di Indonesia sekarang ini terjadi kenaikan yang terlihat dari kenaikan jumlah produksi perikanan tangkap dari tahun ke tahun. Guna menjaga ketersediaan ikan untuk generasi mendatang diperlukan usaha pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Gambar 1. Ilustrasi Illegal Fishing/Istimewa
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengambil berbagai kebijakan antara lain moratorium perizinan, pelarangan transhipment, Larangan Penggunaan Alat Pukat. Akan tetapi
Unreported Unregulated Fishing). Pembentukan
Satgas Pemberantasan Penangkapan ikan secara liar (Illegal Fishing) atau lebih dikenal dengan Satgas 115, diharapkan dapat menekan praktek IUU Fishing sehingga tercipta pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Gambar 2. Ilustrasi Satgas 115/Istimewa
Kinerja dari Satgas 115 untuk menjaga kedaulatan Bangsa Indonesia mendapat apresiasi banyak pihak karena dinilai telah membuahkan hasil yang baik, mulai dari penangkapan kapal asing yang melakukan illegal fishing hingga menguak kejahatan lainnya di perairan Indonesia. Tercatat satgas 115 telah melakukan penangkapan dan menenggelamkan kapal illegal sebanyak 488 kapal termasuk 26 kapal berbendera Indonesia. Masih banyaknya kapal Indonesia yang melakukan praktek illegal fishing menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan kapal-kapal perikanan Indonesia. Disamping itu juga masih terdapat nelayan yang menangkap ikan dengan cara yang merusak lingkungan atau
destructive fishing dengan cara melakukan
pemboman.
Rencana pemerintah untuk menghapuskan tumpang tindih kewenangan dalam hal penjagaan keamanan dan kedaulatan wilayah laut Indonesia yang akan menjadikan Badan Keamanan Laut
E
ANTARA BAKAMLA, SATGAS 115 DAN PENGELOLAAN PERIKANAN
BERKELANJUTAN
DI INDONESIA
P o l i c y
B r i e f
Transformasi Kebijakan Publik
Kompleks Liga Mas Indah
Jl. Duren Tiga Indah I No.11, Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan 12170
Ph.62 (021) 2709946 www.transformasi.org email : [email protected]
Policy brief 2
pelanggaran yang terjadi dilaut juga berpotensi melemahkan proses pemberantasan praktek IUU
Fishing apabila tidak dipersiapkan dengan baik.
Hal ini juga dipertanyakan karena selama ini Bakamla dirasa masih lemah peranannya dalam penanganan kejahatan dilaut dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana.
Satgas 115 ini dibentuk salah satunya dalam rangka menjaga kedaulatan dengan
melakukan penegakan hukum terhadap
pelanggaran dan kejahatan dibidang perikanan khususnya penangkapan ikan secara illegal. Oleh sebab itu diperlukan upaya bagaimana
mewujudkan penegakan hukum untuk
pemberantasan IUU Fishing secara
berkesinambungan.
Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Pengelolaan sumber daya ikan merupakan suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan imolementasinya dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencaaian tujuan pengelolaan. Secara umum tujuan utama pengelolaan suber daya ikan adalah
untuk menjaga kelestarian produksi,
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan serta memenuhi keperluan industri perikanan. Pengelolaan sumber daya perikanan pada umumnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Suistainable
Yield / MSY).
Inti dari konsep MSY ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumber daya ikan agar dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang dan supaya tidak terjadi penangkapan ikan secara berlebih (over fishing). Untuk mewujudkan kebijakan perikanan yang berkelanjutan diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang serta memperhatikan aspek lingkungan (kesehatan laut) yang berkelanjutan sehingga mendapatkan keuntungan secara ekonomi sesuai yang diharapkan.
Perairan tropis seperti di Indonesia, stok ikan sangat sulit di prediksi sehingga hasil tangkapan ikan sangat berfluktuasi. Dengan keterbatasan pengetahuan, seringkali pengelola
perikanan (pemerintah, maupun nelayan), mengalami kesulitan untuk mengetahui interaksi antara jenis ikan yang berbeda dan perubahan stok jenis ikan tertentu akibat perubahan intensitas penangkapannya atau kuantitas ikan lain yang tertangkap. Oleh sebab itu diperlukan adanya perencanaan yang matang serta pengawasan perikanan secara terus menerus untuk tetap menjaga stok ikan selalu ada untuk generasi mendatang.
Pengaturan Terkait IUU Fishing
Setelah Indonesia meratifikasi Hukum Laut Internasional berupa ketentuan dalam UNCLOS 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea ) melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), terbit sejumlah pengaturan dibidang laut dan perikanan di Indonesia. Tercatat terdapat paling tidak 23 peraturan yang mengatur bidang perikanan dan kelautan. Banyaknya peraturan yang mengatur baik secara jenis maupun materi, membuktikan bahwa IUU Fushing merupakan suatu ancaman yang serius dan memerlukan usaha bersama untuk memeranginya.
Sesuai Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Pemberantasan Kegiatan Perikanan Liar (IUU Fishing) oleh Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, menyebutkan bahwa terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan terkait IUU
Fishing yang disharmoni. Tentu saja hal ini dapat
berpotensi menjadi penghambat untuk memerangi IUU Fishing.
Strategi Pemberantasan Illegal Fishing
Permasalahan illegal fishing ini menjadi permasalahan yang utama untuk mewujudkan
pengelolaan sumber daya ikan yang
berkelanjutan. Pada praktik illegal fishing yang terjadi melibatkan orang banyak (multi actors) baik masyarakat, nelayan, pemerintah dan pelaku lainnya. Disamping itu juga melibatkan aktor (negara) asing. Oleh sebab itu Pemerintah harus melaksanakan dua strategi sekaligus secara
simultan berupa strategi ke dalam dan strategi keluar.
Strategi kedalam (internal strategy) terdiri dari empat strategi. Pertama, melakukan penyempurnaan sistem dan mekanisme perizinan perikanan tangkap dengan memperhatikan jumlah kapal yang diizinkan disuatu area dengan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan. Kedua, pengembangan dan penguatan kemampuan pengawasan (penegakan hukum) dilaut. Ketiga, pembenahan sistem hukum dan peradilan perikanan. Keempat, yaitu penguatan (modernisasi) armada perikan tangkap nasional. Sedangkan strategi keluar (external
strategy), perlunya penguatan kerjasama antar
negara baik secara regional maupun internasional.
Pengawasan Pemberantasan IUU Fishing
Pengawasan kelautan dilakukan untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan wilayah kelautan dan hal-hal yang terkait sehingga tercapai keamanan, keselamatan dan ketertiban di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia. Pengawasan yang dilakukan melalui dengan patroli pengawasan dan pemantauan pergerakan kapal perikanan baik pada, sebelum, saat dan setelah melaut.
Hasil pengawasan oleh Satgas 115 dalam pelaksanaan penegakan hukum menemukan berbagai macam permasalahan antara lain kapasitas pelabuhan perikanan dan pelabuhan umum yang tidak mencukupi, lemahnya pengawasan di terminal khusus, ABK tidak dilengkapi dokumen keimigrasian, yurisdiksi pengadilan perikanan yang tidak dapat memutus tindak pidana ikutan lainnya.
Esensi dari penegakan hukum dalam bidang perikanan adalah upaya preventif maupun represif dalam menaggulangi terncamnya keberlanjutan sumber daya ikan. Upaya represif berarti pengawasan aktif yang dilakukan terhadap kepatuhan atas peraturan. Upaya preventif dilakukan dengan penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang bersifat pengawasan. Upaya preventif maupun represif dalam menegakan hukum hanya akan efektif apabila penegakan hukum didukung oleh
substansi hukum, struktur penegakan hukum dan kultur / budaya hukum yang memadai.
Substansi hukum bisa dikatakan sebagai norma, aturan yang dipakai oleh manusia. Dalam substansi hukum ini menentukan apakah hukum ini bisa dilaksanakan atau tidak. Sesuai Laporan Akhir Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Pemberantasan Kegiatan Perikanan Liar (IUU
Fishing) oleh Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum
Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, menyebutkan bahwa terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan terkait IUU Fishing yang disharmoni.
Struktur hukum lebih mengedepankan terhadap sistem struktural yang menentukan hukum itu dapat dilaksanakan dengan baik atau tidak, serta terjaminnya kewenangan lembaga penegak hukum oleh Undang-Undang. Dalam hal
penegakan hukum bidang perikanan
permasalahan yang terjadi adalah tindak pidana lainnya yang terjadi pada praktek IUU Fishing tidak dapat diadili oleh pengadilan perikanan serta keterbatasan waktu dalam proses penyidikan dan penegakan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh korporasi.
Sedangkan terkait dengan budaya hukum adalah terkait sikap / pemikiran manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Semakin tinggi tingkat pemikiran manusia, maka akan menciptakan kesadaran hukum yang berpengaruh dari pola masyarakat tersebut.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk mewujudkan kebijakan yang berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan secara legal di Indonesia diperlukan upaya penegakan hukum secara terus menerus yang mengintegrasikan kekuatan antar lembaga pemerintah, pemanfaatan teknologi terkini dan mampu menimbulkan efek jera terhadap pelaku
IUU Fishing, sehingga dapat mewujudkan
kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan evaluasi kebijakan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan melakukan perubahan peraturan yang berkaitan dengan sektor kelautan dan
Policy brief 4
perikanan dengan menitikberatkan pola pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Praktik perikanan tangkap harus memperhatikan segi lingkungan, berkelanjutan atau kelestarian, ekonomi dan kepastian usaha.
b. Perlu dilakukannya proses harmonisasi peraturan perundang-undangan melalui pembentukan tim kerjasama dengan Kementerian / Lembaga terkait dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
untuk mengurai permasalahan
disharmonisasi peraturan bidang perikanan, baik disharmonisasi vertikal maupun horizontal.
c. Mewujudkan “integrated law enforcement
system” yang memberikan kewenangan
dalam satu lembaga dalam menyelesaikan permasalahan praktik IUU Fishing dan “Sophisticated Monitoring System” yang melibatkan armada di laut dan di udara (melalui pesawat) dengan menggunakan teknologi yang terkini dan saling terhubung. d. Melakukan peningkatan kapasitas atau
kemampuan sumber daya manusia baik dari nelayan, masyarakat umum, dan para ASN termasuk aparat penegak hukum sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan memahami peraturan / kebijakan lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan-pelatihan, sertifikasi kepada para penegak hukum dan para pelaku perikanan serta memasukkan pendidikan perikanan
berkelanjutan dalam kurikulum pendidikan nasional.
REFERENSI
Adrianto, L., 2005, Implementasi Code of Conduct For Responsible Fisheries Dalam Perspektif Negara Berkembang, Indonesian J International Law, 2(3) Alfred Thayer Mahan., The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783, New York : Dover Publications Inc,
Dina Sunyowati, Port State Measures dalam Upaya
Pencegahan terhadap IUU Fishing di Indonesia, Peran Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Liber Amicorum Prof.Dr.Etty R.Agoes,SH.,LLM, Remaja Rosdakarya, Bandung, September, 2013
FAO, The State Of World Fisheries and Aquaculture, Meeting The Suistainable Development Goals, 2018 Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan TA 2017
Matthias Rein, 2019, Briefing Note Maritime Policy and Fisheries, Wahlsburg, Germany : Seventy Three Ltd United Nation General Assmebly, 1999, Report of the Secretary General A/54/29
Vicktor.P.H.,Nikijuluw, 2002, Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Jakarta : Pustaka Cidensindo