• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DI TAMBAK BUDIDAYA UDANG VANAME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN KUALITAS AIR DI TAMBAK BUDIDAYA UDANG VANAME"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DI TAMBAK BUDIDAYA

UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

SECARA INTENSIF

DI BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN

BUDIDAYA, KARAWANG JAWA BARAT

TUGAS AKHIR

TRI SAPUTRA

1622010415

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE KEPULAUAN

PANGKEP

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Mei 2019 Yang menyatakan,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PENGESAHAN………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN……….. iii

HALAMAN PERNYATAAN………... iv

KATA PENGANTAR……… v

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

ABSTRAK………. xiii I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi ... 3

2.2 Habitat dan Penyebaran ... 4

2.3 Makan dan Kebiasaan Makan ... 5

2.4 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup ... 6

2.5 Teknik Pengelolaan Kualitas Air ... 6

2.5.1 Sumber Air ... 6

2.5.2 Pengisian Air Tambak... 7

2.5.3 Pergantian Air Tambak ... 7

(6)

2.6 Pengelolaan kualitas air tambak... 8 2.6.1 Suhu... 9 2.6.2 Alkalinitas... 9 2.6.3 Derajat Keasaman (pH)... 9 2.6.4 Salinitas... 9 2.6.5 TOM... 10 2.6.6 NO2... 10

III METEDOLOGI KEGIATAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 11

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 11

3.2.1 Data Primer ... 11

3.2.2 Data Sekunder ... 11

3.3 Alat dan Bahan ... 11

3.4 Metode Pelaksanaan ... 12

3.4.1 Pembersihan Dasar Tambak ... 12

3.4.2 Pengisian Air Budidaya ... 13

3.4.3 Pemberian Kaporit ... 13

3.4.4 Pemberian Saponin ... 14

3.4.5 Pemberian Cufri Culfat ... 14

3.4.6 Pemberian Pupuk KCL ... 14 3.4.7 Pemberian Probiotik... 15 3.4.8 Pengukuran Suhu ... 15 3.4.9 Pengukuran Alkalinitas ... 15 3.4.10 Pengukuran pH... 16 3.4.11 Pengukuran Salinitas ... 16 3.4.12 Pengukuran TOM... 17 3.4.13 Pengukuran NO2 ... 17

3.5 Perameter yang Diamati dan Analisa Data ... 18

3.5.1 Parameter yang Diamati ... 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Kualitas Air ... 21

(7)

4.1.1 Pengukuran Suhu ... 21 4.1.2 Pengukuran Alkalinitas ... 22 4.1.3 Pengukuran pH... 23 4.1.4 Pengukuran Salinitas ... 24 4.1.5 Pengukuran TOM... 25 4.1.6 Pengukuran NO2 ... 26

4.2 Hubungan Pertumbuhan Udang Dengan Kualitas Air ... 27

IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN-LAMPIRAN 33

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Alat yang digunakan ... 12 Tabel 3.2 Bahan yang digunakan ... 12

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Udang vaname ... 4

Gambar 4.2 Pengukuran Suhu ... 21

Gambar 4.3 Pengukuran Alkalinitas ... 23

Gambar 4.4 Pengukuran pH ... 24

Gambar 4.5 Pengukuran Salinitas ... 25

Gambar 4.6 Pengukuran TOM ... 26

Gambar 4.7 Pengukuran NO2 ... 27

Gambar 4.8 Pertumbuhan Udang Vaname... 28

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pengukuran kualitas air pada tambak intensif ... 34

2. Data hasil pengukuran kualitas air ... 35

3. Skema produktivitas ... 39

(11)

ABSTRAK

TRI SAPUTRA, 1622010415. Pengelolaan Kualitas Air Tamabak Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)secara intensif Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang Jawa Barat. Dibimbing oleh Nawawi dan Dahlia

Budidaya udang vanname merupakan opsi yang diusulkan pemerintah sebagai pengganti komoditas budidaya udang windu (panaeus monodon). Alasannya adalah bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan variates udang lokal, serta meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahtraan petani ikan dipandang perlu mengintroduksi udang putih (panaeus vannamei) sebagai udang variates udang unggul.

Tujuan dari pembuatan tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui teknik pembesaran udang vanname dalam tambak budidaya secara intensif serta pengelolaan kualitas air dan permasalahan yang timbul selama kegiatan budidaya berlangsung. Metode kerja yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara mengamati, menghitung, atau mengukur secara langsung pada saat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan pembesaran udang vaname secara intensif dan data skunder yaitu data yang diperoleh dengan cara wawancara dengan pembimbing lapangan, dosen pembimbing, dan penelusuran .

Kualitas air yang diperoleh selama kegiatan yaitu Suhu (27-28°C), pH (7,45-7), Salinitas (10 ppt), Nitrit (1-2 ppm), Nitrat (0,007-0,0037), Amoniak (0,19-1,02), TOM (36-41 ppm), Aklinita (127-137 ppm) plankton yang ditemukan antara lain: green algae (Chlorella), blue green algae (Anabaena, Myciocytis), diatom (Amphora, Skeletonema, Coscinodiscus) dan dinoflagellata (Euglena). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan udang yaitu proses sampling yang dilakukan setiap 10 hari sekali pada saat umur udang 50 hari dengan bobot awal sampling 9,41 gram dan mengalami peningkatan pada sampling ke-2 yaitu 11,13 gram pada sampling ke-3 yaitu 15,73 gram dan sampling ke-4 yaitu 15,73 mengalami peningkatan yang sama pada sampling ke-5 yaitu 19,06 gram dan sampling ke-6 yaitu 21,34. Pertumbuhan udang sangat meningkat dan dilakukan panen pada umur 100 hari, dengan awal penebaran 750.00 ekor m2 dan hasil panen yang diperoleh yaitu 859,13.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga upaya yang dilakukan penulis tidak akan terwujud tanpa diiringi doa yang dikabulkan oleh-Nya. Kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang turut mendukung penyelesaian laporan tugas akhir ini antara lain Bapak Ir. Nawawi, M.Si. selaku pembimbing pertama dan ibu Dr. Ir. Dahlia, M.P, selaku Pembimbing kedua atas motivasi, arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan proposal PKPM hingga penyelesaian laporan tugas akhir;

1. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.P, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep;

2. Bapak Herinto, S.ST.Pi selaku teknisi tambak yang telah membimbing selama pelaksanaan pengalaman kerja praktik mahasiswa (PKPM);

3. Teman-teman Jurusan Budidaya Perikanan angkatan dua sembilan (29) atas dukungan dan kerjasamanya.

Penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak, khususnya dalam dunia perikanan.

Pangkep, Mei 2019

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya udang vanname merupakan opsi yang diusulkan pemerintah sebagai pengganti komoditas budidaya udang windu (Panaeus monodon). Alasanya adalah bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan variates udang lokal, serta meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahtraan petani ikan dipandang perlu mengintroduksi udang putih (Panaus vannamei) sebagai udang variates udang unggul (KEP.41/2001).

Keberadaan udang vanname (Litopenaus vannamei) di indonesia sudah bukan hal yang asing lagi bagi para petambak, dimana udang introduksi tersebut telah berhasil merebut simpati masyarakat pembudidaya karena kelebihanya, sehingga sejauh ini mulai mampu menggantikan udang windu (monodon) sebagai alternatif kegiatan diversifikasi usaha yang positif. Introduksi udang vanname dimulai tahun 2001 setelah terjadi penurunan produksi udang windu akibat masalah teknis maupun non teknis. Namun pada kenyataannya pada saat ini udang vanname juga sering mengalami kegagalan karena serangan virus (Subyakto 2009).pemerintah udang dunia dalam priode 2012-2016 terlihat mengalami pertumbuhan sebesar 7,45% per tahun. Data international mencatat bahwa pada 2012, total impor udang dunia mencapai 17,25 miliar dollar AS kemudian jumlahnya meningkat menjadi 22,19 miliar dollar AS pada 2016.

(14)

Pengelolaan kualitas air merupakan suatu usaha untuk mengusahakan dan mempertahankan agar air tersebut tetap berkualitas dari dapatdimanfaatkan semaksimal mungkin dan secara terus menerus.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan kualitas air pada pembesaran udang vaname (vannamei) di Balai layanan usaha produksi perikanan budidaya, karawang jawa barat.

Tugas akhir ini di harapkan sebagai pedoman tentang teknik pengelolaan kualitas air tambak budidaya udang vaname yang di kelola secara intensif selain itu di harapkan sebagai sumber informasi tentang teknik pengelolaan kualitas air tambak budidaya udanng vannamme yang dikelola secara intensif

(15)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi udang vaname menurut Boone (1931), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia SubKingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei Boone

Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu expedite dan endopodite. Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksokeleton secara periodik (moulting). Haliman dan Adijaya (2005),

Tubuh udang vaname secara morfologis dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cephalothorax atau bagian kepala dan dada serta bagian abdomen dan perut. Bagian cephalothorax terlindungi oleh kulit chitin yang tebal yang disebut carapace. Kepala udang vaname terdiri dari antenulle, antena, mandibula dan sepasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod), dimana kaki jalan ini terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxilliped. Perut udang vaname terdiri dari 6 ruas dan juga terdapat 5 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod yang membentuk kipas bersama-sama (Elovaara, 2001). Bentuk morfologi udang vaname, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(16)

Gambar 2.1 Morfologi Udang Vaname (Hartina, 2017)

2.2 Habitat dan Penyebaran

Habitat dan penyebaran udang vaname usia muda adalah air payau, seperti muara sungai dan pantai. Semakin dewasa udang jenis ini semakin suka hidup dilaut. Ukuran udang menunjukkan tingkat usia. Dalam habitatnya, udang dewasa mencapai umur 1,5 tahun. Pada waktu musim kawin tiba, udang dewasa sudah matang telurnya atau calon spawner berbondong-bondong ke tengah laut yang dalamnya sekitar 50 meter untuk melakukan perkawinan. Udang dewasa biasanya berkelompok dan melakukan perkawinan, setelah betina berganti cangkang (Wyban dan Sweeney, 1991)

Udang vaname (vannamei) sebenarnya bukan udang lokal atau asli Indonesia. Udang ini berasal dari Meksiko yang kemudian mengalami kemajuan pesat dalam pembudidayaannya dan menyebar ke Hawaii hingga Asia. Budidaya udang vaname (vannamei) di Asia pertama kali adalah di Taiwan pada akhir tahun 1990 dan pada akhirnya merambah ke berbagai negara di Asia diantaranya Indonesia dan mulai meningkat pada tahun 2001-2002 (Fegan,2003).

(17)

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan

Semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous

scavenger artinya ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan

bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta (cacing). Di alam, udang penaeid bersifat karnivor yang memangsa krustase kecil, ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang ini makan makanan tambahan atau detritus Anonim (2011), dan (Manoppo, 2011).

Udang vaname memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan untuk udang Panaeus monodon, dan Panaeus japonicus yang kebutuhan protein pakannya mencapai 45 % untuk tumbuh baik (Anonim, 2011). Kandungan asam amino yang masuk dalam kategori protein yang diberikan pada udang harus benar-benar seimbang karena pada saat moulting krustase kehilangan sekitar 50-80% protein tubuh, sebagian dapat diganti bersamaan dengan nutrien lain. Pada udang vaname ditemukan aktivitas enzim pencernaan untuk beradaptasi dengan komposisi pakan. Asam amino esensial yang dibutuhkan krustase adalah arginina, histidina, isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, threonina, trptofan, dan valina. Sedangkan kebutuhan fosfolipid sebesar 2% dalam pakan terutama phosfatidikolan kolesterol, atau fitosterol serta highly unsaturated fatty acids (HUFA) (Nopitawati, 2010).

(18)

2.4 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Pertumbuhan udang merupakan proses pertambahan panjang dan berat yang terjadi secara bertahap, dimana proses ini sangat dipengaruhi oleh frekuensi ganti kulit atau moulting. Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot udang akan bertambah setiap kali mengalami moulting. Haliman dan Adijaya (2004), menjelaskan bahwa genus pennaeid mengalami pergantian kulit atau moulting secara periodik untuk tumbuh, termasuk udang putih. Proses

moulting diakhiri dengan pelepasan kulit luar dari tubuh udang.

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname adalah dua parameter tingkat keberhasilan proses budidaya. Karena dua faktor tersebut yang mempengaruhi tonase biomassa yang dihasilkan dari proses budidaya. Kelangsungan hidup atau survival rate adalah banyaknya udang yang berhasil hidup hingga masa panen tiba. Yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup udang yang dipelihara ialah kondisi lingkungan perairan tambak dan kondisi benur, terutama pada waktu penebaran benur dilakukan. Selain itu terdapatnya predator di tambak juga sangat mengancam kelangsungan hidup udang. Menurut anonim (2007), sebelum ditebar kualitas air di tambak harus diperhatikan, diusahakan kondisi perairan tambak hampir sama dengan kondisi air pada bak pembenihan benur tersebut. Serta sebelum benur ditebar, hama predator maupun kompetitor harus dibasmi.

2.5 Teknik Pengelolaan Kualitas Air 2.5.1 Sumber Air

Dalam budidaya udang vaname di tambak, air sumber (air yang digunakan untuk usaha budidaya) adalah air laut di kawasan pesisir dan estuari. Disamping

(19)

itu, karena budidaya udang membutuhkan air tawar, maka air sumber yang lain adalah sungai maupun air dari sumur (Saenong, 1992).

2.5.2 Pengisian Air Tambak

Tambak udang semi intensif memerlukan kolam air yang cukup dalam. Hal ini dimaksudkan agar lingkungan air tempat hidup udang tersebut kondisinya stabil, dalam arti suhu air tidak mengalami fluktuasi yang besar dari waktu ke waktu. Suhu yang stabil hanya dapat diperoleh dengan menciptakan kolam air yang cukup dalam di dalam tambak, yaitu sekitar 100-110 cm. Selain itu tambak udang semi intensif memerlukan pergantian air dalam jumlah besar dan sesering mungkin untuk mengantisipasi tingginya sekresi serta ekskresi dari penebaran udang yang cukup tinggi. (Amri dan Iskandar, 2008).

2.5.3 Pergantian Air Tambak

Pergantian air, sedapat mungkin dilakukan di sela-sela waktu antara dua pemberian pakan kepada udang, pada waktu malam. Pergantian air ini perlu menunggu dulu sampai air pasang laut sudah cukup tinggi. Kapan saat itu tiba, dapat diperkirakan berdasarkan data dalam pasang surut, terbitan Hidro

Oceanografi. Pergantian air ini harus diawasi dengan ketat, agar tinggia ir di tiap

petakan dapat tetap. Karena jumlah air yang dikeluarkan melalui pintu pengeluaran selalu diusahakan sama dengan yang dimasukkan melalui pintu pemasukan. Kadar garam di petakan pencampuran air dijaga agar tetap disekitar 20 ppt. Pintu-pintu air pun dijaga jangan sampai penyaringan rusak atau kebobolam. Pergantian air diusahakan setiap malam, kalau cuaca memang mendukung. Pergantian air ditunda, kalau udara sedang mendung, atau pasang air

(20)

laut kebetulan tidak begitu sampai diperkirakan debit air tidak akan cukup (Soeseno,1983).

2.5.4 Aplikasi Probiotik

Probiotik adalah penggunaan mikroba hidup yang menguntungkan saluran pencernaan hewan untuk meningkatkan kesehatan inangnya. Jadi lebih difokuskan pada hewan/inangnya. Sejalan dengan kemajuan teknologi, probiotik juga dimanfaatkan dalam akuakultur. Probiotik adalah penggunaan bakteri atau mikroba menguntungkan untuk meningkatkan kesehatan udang maupun meningkatkan sistem imun dari inang (udang) dan mengendalikan/ menghambat mikroba patogen (Poernomo, 2004).

Probiotik adalah mikroorganisme yang memiliki kemampuan mendukung pertumbuhan dan produktifitas udang. Penerapan probiotik pada udang selain berfungsi untuk menyeimbangkan mikroorganisme dalam serapannya tinggi, probiotik juga bermanfaat menguraikan senyawa-senyawa sisa metabolisme dalam air. Sehingga probiotik dapat berfungsi sebagai bioremediasi, biokontrol, imunostimulan serta memacu pertumbuhan, Poernomo (2004).

2.6

Pengelolaan Kualitas Air Tambak

Kualitas air dalam budidaya perairan meliputi faktor fisika, kimia biologi air yang dapat mempengaruhi produksi budidaya perairan. Udang sangat peka terhadap perubahan kualitas air. Kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup (Survival rate), pertumbuhan dan reproduksi udang. Sebagian besar manajemen kualitas air ditujukan untuk memperbaiki kondisi kimia dan biologi dalam media budidaya. Faktor fisika sering tidak dapat dikontrol atau tergantung dengan pemilihan lokasi yang sesuai.

(21)

Faktor fisika sangat tergantung dengan kondisi geologi dan iklim suatu tempat (Boyd, 1990).

2.6.1 Suhu

Suhu optimum bagi udang adalah 26-32°C, suhu air tambak tergantung cuaca dan berpengaruh langsung terhadap nafsu makan. Pada suhu 26°C nafsu makan turun hingga 50%, suhu air terutama pada bagian dasar juga diepengaruhi oleh kepadatan partikel yang dapat diukur melalui tingkat kecerahan, Menurut Sulistinarto (2008).

2.6.2 Alkalinitas

Parameter ini secara tidak langsung menunjukkan tingkat kesuburan tambak karena konstribusinya dalam penyedian CO2 untuk keperluan fotosintesis

dan HCO3 dalam penyedian unsur penyangga. Alakalinitas diukur dengan metode

titrasi dengan nilai optimal didalam tambak yaitu 90-150 ppm (Sulistinarto 2008). 2.6.3 Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter air untuk mengetahui derajat keasaman. Air tambak memiliki pH ideal antara 7,5-8,5. Umumnya perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya (Buwono 1994).

2.6.4 Salinitas

Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal. Setelah umur lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatief baik dan kisaran salinitas yang dibutuhkan 5-30 ppt. Sulistinarto (2008).

(22)

2.6.5 TOM (Total Organik Matter)

Mengatakan bahwa kandungan bahan organik yang optimal 20 ppm dan kandungan bahan organik yang tinggi >60 ppm menunjukkan kualitas air yang menurun. Kandungan total bahan organik merupakan sumber terjadinya senyawa yang dapat meracuni udang dalam proses anaerob. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pengukuran bahan organik dilakukan setiap minggu baik pada petak pembesaran udang maupun petak tandon. Bila kandungan air tambak mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penurunan yaitu dengan cara pergantian atau penambahan air dari petak tandon. Namun cara ini dapat dilakukan apabila petak tandon kandungan bahan organiknya lebih rendah. Boyd (1992).

2.6.6 NO2 (Nitrit)

Kandungan nitrit yang tinggi dalam perariran sangat berbahaya bagi udang dan ikan. Karena nitrit dalam darah mengoksidasi hemoglobing menjadi metahemoglobing yang tidak mampu mengedarkan oksigen, kandungan nitrit sebaiknya lebih kecil dari 0,3 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dan sangat berpengaaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi. Pada salinitas diatas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah <2 ppm (Suharyadi 2011).

(23)

III METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini disusun berdasarkan Hasil Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang telah dilaksanakan selama bulan Jannuari hingga April 2019 bertempat di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang Jawa Barat.

3.2 Metode Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data budidaya udang vannamei L. vannamei ada dua metode yaitu :

3.2.1 Data primer

Data primer didapatkan dan disusun berdasarkan hasil kegiatan praktik selama pelaksanaan PKPM di Tambak Udang di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang Jawa Barat

3.2.2 Data skunder

Data skunder diperoleh dan disusun berdasarkan dari hasil wawancara dan pembimbing lapangan dan analis laboratorium serta penelusuran berbagai literatur pendukun yang berkaitan dengan tugas akhir melalui penelusuran pustaka

3.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan pembesaran budidaya udang vaname dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.

(24)

Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada tambak semi intensif

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1. Tambak 2000 m2 Sebagai wadah budidaya

2. Kincir 40 unit Penyuplai oksigen

3. Kertas Ph 1 buah Mengukur pH air tambak

4. Teskit 1 buah Mengukur kandungan

NH4, NO3, NO2

5. Refraktometer 1 buah Mengukur kadar salinitas air tambak

6. Erlenmeyer 250 ml Tempat air sampel

7. Burret 50 ml Menitrasi air sampel

8. Gelas ukur 50 ml Mengukur air sampel

9. Pipet tetes 1 buah Memipet regent

10. Tissue 1 bal Membersihkan alat

11. Pipet skala 10 dan 5 ml Memipet air sampel

12. Bulp 1 buah Mengisap regent

13. Kompor listrik 1 buah Memanaskan sampel

14. Spoit 1 buah Mengukur air sampel

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada tambak semi intensif

No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan

1. Aquades cair Mensterilkan alat

2. Dupont virkon

aquatik Serbuk Mensterilkan alat

3. H2SO4 Cair Regent untuk

mengukur TOM dan alkalinitas

4. Asam oksalat Cair Regent untuk

mengukur TOM

5. KMNO4 Cair Regent untuk

mengukur TOM

6. Indikator PP Cair Regent untuk

mengukur alkalinitas

7. Indikator MO Cair Regent untuk

mengukur alkalinitas

8. Probiotik Cair Memperbaiki kualitas

air tambak

3.4 Metode Pengelolaan kualitas air

3.4.1 Pembersihan Dasar Tambak 1. Menyiapkan alat dan bahan

(25)

2. Melakukan penyemprotan dan lumpur dikumpulkan menggunakan pendorong lumpur.

3. Lumpur yang telah dikumpulkan diangkat menggunakan serok kemudian dimasukkan kedalam ember.

4. Lumpur yang telah terkumpul diangkut keluar petakan. 3.4.2 Pengisian air budidaya

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Air laut dipompa kemudian masuk ketandong menggunakan saluran pipa

3. Setelah terisi penuh, ditunggu selama 1 - 2 hari untuk dilakukan proses pengendapan.

4. Air selanjutnya dialirkan ke saluran petakan.

5. Saluran yang ada pada pipa pemasukan dipasang dan penutup pipa dibuka.

6. Terakhir air dimasukkan kedalam petakan tambak secara bertahap. 3.4.3 Pemberian Kaporit

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Kaporit diangkat dengan menggunakan gerobak menuju pematang tambak.

3. Tutupan ember yang berisi kaporit di buka dengan menggunakan pisau.

(26)

5. Ujung waring di pegang dengan erat agar kaporit yang menggumpal larut dan tidak menggumpal.

6. Waring yang berisi kaporit di turunkan.

7. Memakai masker agar kaporit tidak terhirup oleh mulut dan hidung. 8. Kaporit di goyang secara perlahan agar larut secara merata.

3.4.4 Pemberian Saponin

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Saponin yang sudah di diamkan selama 24 jam dan diaduk dengan menggunakan bambu.

3. Drum berisi saponin di turunkan kepetakan dan mengisi ember 10 liter agar dapat mempercepat kegiatan pemberian kaporit.

4. Saponin di tebar dengan menggunakan gayung. 3.4.5 Pemberian Cufri culfat

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Karung cufri culfat dibuka menggunakan pisau.

3. Butiran cufri culfat di hancurkan dengan cara ditambok dengan menggunakan palu.

4. Dimasukkan ke dalam ember 5. Menambahkan air (menyesuaikan). 6. Diaduk dengan menggunakan bambu. 3.4.6 Pemberian pupuk kcl

(27)

2. Membuka karung menggunakan pisau. 3. Dituang masuk ke dalam ember.

4. Tambankan air (menyesuaikan) dengan takaran pupuk. 5. Aduk secara merata dengan menggunakan kayu.

6. Pupuk bisa di tebar ketambak secara merata mengunakan gayung. 3.4.7 Pemberian probiotik

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mencampurkan semua bahan yang sesuai dengan takaran berdasarkan timbangan kedalam wadah (ember).

3. Diaduk dengan menggunakan bambu. 4. Diamkan (diangin-anginkan) selama 3 jam. 5. Probiotik siap digunakan

3.4.8 Pengukuran Suhu

1. Alat dan bahan disiapkan

2. DO meter diaktifkan dengan menekan tombol power

3. Angka yang terdapat pada sudut kiri bawah monitor DO diamati 4. Nilai suhu dicatat

5. Probe kemudian disterilkan menggunakan aqudest yang telah dicampur dipontvirkon aquatic.

3.4.9 Pengukuran Alkalinitas 1. Alat dan bahan disiapkan

2. Air sampel diukur sebanyak 50 ml menggunaakan gelas ukur, lalu dituang ke dalam erlenmeyer

(28)

3. Indiktor PP ditambahkan sebanyak 2 tetes, kemudian dihomogenkan. Jika air sampel berubah menjadi warna pink muda, dilanjutkan dengan menitrasi menggunakan buret yang telah diisi dengan H2SO4 0,02 N

hingga menjadi benin kembali (Nilai CO3)

4. Selanjutnya indikator MO di tambahkan sebanyak 2 tetes hingga air sampel berubah menjadi warna orange, titrasi kembali hingga air sampel kembali berubah menjadi warna peach (Nilai HCO3)

5. Total alkali dihitung menggunakan rumus yang sudah ditentukan. 3.4.10 Pengukuran pH

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Air sampel dituang ke dalam gelas sampel

3. Kertas lakmus diambil dan dimasukkan ke dalam gelas sampel selama 2 menit

4. Selanjutnya kertas lakmus diambil dan perubahan warna pada kertas lakmus dicocokkan dengan pH indikator

5. Warna yang sesuai pada kertas lakmus dengan pH indikator dicatat dan diamati.

3.4.11 Pengukuran Salinitas 1. Alat dan bahan disiapkan

2. Refraktometer diambil kemudian prisminya dibuka dan dikalibirasi dengan menggunakan aquadest sampai menunjukkan nilai 0

3. Skala pada refraktometer diamati, apabila sudah menunjukkan angka 0, air sampel diambil menggunakan pipet tetes lalu diteteskan pada prisma

(29)

4. Refraktometer diarahkan pada tempat terang, kemudian diamati angka yang terlihat pada garis refraktometer

5. Kemudian hasil dicatat

6. Terakhir refraktometer dibilas menggunakan aquades dan dibersihkan menggunakan tissue lalu disimpan.

3.4.12 Pengukuran TOM 1. Alat dan bahan disiapkan

2. Aquadest steril diukur sebanyak 50 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk membuat blanko (Nilai x), sedangkan untuk sampel diukur sebanyak 25 ml (Nilai y)

3. KMNO4 0,01 N ditambahkan sebanyak 10 ml, H2SO4 6 N sebanyak 5 ml,

lalu dihomogenkan dan dipanaskan

4. Ditunggu hingga mendidih sampai mencapai suhu 70°C 5. Kemudian ditambahkan asam oksalat 0,01 N sebanyak10 ml

6. Dihomogenkan hingga berubah warna menjadi bening, selanjutnya dititrasi menggunakan regent KMNO4 0,01 N yang terdapat diburet

sampai berubah warna menjadi ungu pertama 7. Penurunan nilai titrasi dinggap sebagai hasil

8. Nilai TOM diperoleh dari rumus yang telah ditentukan. 3.4.13 Pengukuran NO2

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Air sampel dimasukkan sebanyak 6 ml ke dalam botol sampel menggunakan spoit

(30)

3. NO2-1 ditambahkan sebanyak 1 sendok, dihomogenkan lalu ditunggu

selama 3 menit

4. Kemudian dibaca menggunakan color test dengan menggunakan perbandingan blanko.

3.4 Parameter yang diamati dan analisa data

3.5.1 Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam budidaya udang vaname di tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang Jawa Barat.

a) Suhu, salinitas, pH, TOM, alkalinitas, nitrit (NO2−), dan plankton.

b) Average Body Weight (ABW) adalah berat rata-rata udang dalam suatu populasi udang pada periode tertentu.

Average body weight (gr/ekor) dihitung dengan rumus Effendi (2003):

𝐴𝐵𝑊 = berat udang tertangkap (Gram) jumlah udang tertangkap (Ekor)

c) Average Daily Gain (ADG) adalah rata-rata pertambahan berat harian dalam suatu periode tertentu selama masa pemeliharaan.

Average daily gain (gr/hari) dihitung dengan rumus Effendi (2003):

𝐴𝐷𝐺 =ABW II − ABW I t

Keterangan:

ADG : Pertumbuhan harian udang vaname (gram/hari) ABW II : Berat udang kedua pada saat sampling (gram)

(31)

ABW 1 : Berat udang pertama pada saat sampling (gram) t : Selisih waktu pada saat sampling (hari)

d) Biomassa udang merupakan berat keseluruhan udang yang dibudidayakan.

Biomassa (kg) dihitung dengan rumus Effendi (2003): Biomassa = populasi x ABW Keterangan :

Biomassa : Jumlah total berat udang yang ada dalam tambak (kg) Populasi : Jumlah total udang yang hidup selama pemeliharaan (ekor) ABW : Berat rata-rata udang vaname (gram/ekor)

e) Populasi adalah jumlah udang yang hidup selama masa pemeliharaan yang ada dalam petakan tambak.

Populasi (ekor) dihitung dengan rumus Effendi (2003):

Populasi (ekor) = Ʃ udang tertangkap (ekor) x luas lahan (m2) Luas bukaan jala

f) Survival rite (SR) merupakan indeks kelulusan hidupan udang dari mulai awal udang ditebar hingga udang dipanen.

Survival rate (%) dihitung dengan rumus Effendi (2003):

SR = Wt x 100% Wo

Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Wt : Jumlah hasil panen awal udang vaname (ekor) Wo : Jumlah awal pemeliharaan udang vaname (ekor)

(32)

g) Feed convertion ratio (FCR) merupakan perbandingan antara total pakan yang telah diberikan dengan biomassa atau berat udang yang dipanen.

feed convertion ratio dihitung dengan rumus Effendi (2003):

𝐹𝐶𝑅 = F

Wt + (D) − Wo Keterangan :

FCR : Nilai konversi pakan

F : Jumlah pakan yang dikomsumsi (kg) Wt : Biomassa akhir udang (kg)

Wo : Biomassa awal udang (kg) D : Jumlah udang yang mati (kg)

h) Produktivitas merupakan kegiatan produksi budidaya sebagai perbandingan output dan input suatu usaha budidaya.

Produktivitas akuakultur dihitung dengan rumus Effendi (2003): = Jumlah panen (kg) xlama pemeliharaan (hari )365 hari +luas petakan (m10.000 m2 2)

3.5 Analisa Data

Data dianalisa secara deskriptif yaitu ABW, ADG, Biomassa, Populasi, SR, FCR, Produktifitas, Suhu oC, Alkalinitas (ppm), Derajat Keasaman (pH), Salinitas (ppt), TOM (ppm), Nitrit (ppm).

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi Udang Vaname  (Hartina, 2017)
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada tambak semi intensif

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dilakukan terhadap Joanika Juanda, Communication-Leader Decathlon Indonesia, untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan kampanye yang akan dibuat, mendapatkan

Data Primer, yakni data yang diperoleh dari penelitian langsung pada nelayan anggota penerima bantuan dana Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) melalui

Lingkup penelitian yang dilakukan meliputi antara lain pengiriman data menggunakan serial port, operasi yang dilakukan FPGA sebagai Central Control Unit (CCU) dari PLC dan

METY SUPRIYATI Kepala Sub Bidang Sosial, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kependudukan pada Bidang Pemerintahan dan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu penelitian dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.Data

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik

Hasil tanya jawab secara lisan yang dilakukan instruktur bahasa Inggris kepada mahasiswa Elektro semester 6 setelah test menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa

Akuntansi sumber daya manusia juga telah mengembangkan dari tradisi yang paralel dalam manajemen karyawan yang dikenal sebagai “aliran sumber daya manusia”