• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya sejak manusia menyadari dan menghawatirkan hidupnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya sejak manusia menyadari dan menghawatirkan hidupnya"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada hakekatnya sejak manusia menyadari dan menghawatirkan hidupnya serta kesejahteraan sesama manusia, sejak itu pula upaya- upaya rehabilitasi telah dilakukan. Dalam sejarahnya, praktek rehabilitasi sudah cukup lama dilaksanakan, menurut Wiley (1958) sebagaimana disampaikan Zainudin (1994) dalam “Proses Rehabilitasi Pasien Mental di Rumah Sakit Jiwa”. Berdasarkan tulisan Marco Polo pada perjalanannya ke Kaisaran Mongol, ia mencatat bahwa kerajaan tersebut para petugas patroli jalanan selalu melakukan kegiatan terhadap orang-orang yang mengalami kecacatan dan kelemahan lainnya. Mereka ini selanjutnya ditampung dalam suatu rumah perawatan semacam panti rehabilitasi yang didirikan di setiap kota, untuk disembuhkan dan dididik agar mampu melaksanakan kehidupannya secara wajar.

Berdasarkan hal tersebut, maka rehabilitasi sangat penting diberikan pada anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat mengikuti pendidikan dan mampu melaksanakan kehidupannya secara wajar.

Para mahasiswa pendidikan luar biasa sebagai calon pendidik anak berkebutuhan khusus sudah seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam merehabilitasi anak berkebutuhan khusus mengingat dalam profesinya sebagai guru khusus kelak akan bekerja sama dalam tim rehabilitasi di sekolah. Sebagai salah satu anggota tim, mereka wajib bertanggung jawab atas keberhasilan rehabilitasi. Oleh karena itu, buku ini disusun dalam rangka memenuhi tujuan rehabilitasi.

(2)

BAB II PEMBAHAHASAN

A. Definisi Rehabilitasi Psikososial

Rehabilitasi psikososial adalah serangkaian usaha yang terkoordinasi atas; upaya medis, social, edukasional dan vokasional untuk melatih kembali seseorang yang memiliki hambatan agar dapat berfungsi kembali seoptimal mungkin.Gangguan jiwa betatapun sangat parah, tidak selalu membuat kondisi fisik dan mentalnya mengalami penurunan seluruhnya. Banyak potensi dan kemampuan yang masih bias dipertahankan dan dikembangkan.

Bagi penderita gangguan jiwa bahwa obat tidak cukup, perlu adanya upaya rehabilitasi psikososial dalam mengendalikan fungsi mentalnya seoptimal mungkin. Rehabilitasi psikososial tidak bisa dihilangkan karena merupakan bagian dari rangkaian proses terapi gangguan jiwa. Rehabilitasi psikososial adalah langkah persiapan kearah pengembalian pasien gangguan jiwa kepada keluarga atau masyarakat.

Rehabilitasi didefinisikan sebagai suatu program holistik dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang memberdayakan individu penyandang cacat untuk meraih pencapaian pribadi, kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional.

Program rehabilitasi dengan gangguan jiwa merupakan pencegahan tersier, aktivitas yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan kecacatan yang disebabkan oleh penyakit jiwa kronis/ berat yang dimiliki individu. Kecacatan yang dimaksud di sini adalah keterbatasan individu dalam melaksanakan suatu aktivitas seperti layaknya orang normal, misalnya ketidakmampuan individu dalam berhias/ berdandan, atau membersihkan diri. Kecacatan dapat juga dimanifestasikan dengan ketidakmampuan individu dalam berfungsi secara

(3)

sosial di masyarakat, seperti belanja, menggunakan transportasi umum, atau mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat.

Secara umum, program rehabilitasi diartikan sebagai proses membantu individu kembali pada tingkat fungsi tertinggi ( Stuart & Laraia, 2005). Namun demikian, proses yang dimaksud pada definisi tersebut tidak hanya sebatas membantu individu agar dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi karena penyakit yang dideritanya. Lebih jauh lagi program rehabilitasi diartikan sebagai suatu proses yang dinamis yang menitikberatkan pada pengembangan diri individu baik pada aspek fisik, sosial, psokologis, dan spiritual (Davis & O’Connor, 1999). Program rehabilitasi pasien dengan gangguan jiwa sering disebut dengan istilah lain seperti “program rehabilitasi psikiatrik” atau “program rehabilitasi psikososial” (Ackerson, 2000; Adams & Partee, 1998; Stuart & Laraia, 2005). Dari semua istilah tersebut, program rehabilitasi untuk pasien dengan gangguan jiwa merujuk pada rangkaian intervensi yang mencakup intervensi di bidang sosial, pendidikan, pekerjaan, perilaku dan kognitif, yang diberikan pada individu yang mengalami gangguan jiwa kronik untuk meningkatkan kesembuhan serta meningkatkan fungsi social individual masyarakat

B. PRINSIP PROGRAM REHABILITASI

Menurut Palmer-Erbs, Connolly, Brach, dan Hoff (1995) prinsip-prinsip rehabilitasi sebagai berikut :

1. Percaya bahwa pasien dengan gangguan jiwa mengalami proses penyembuhan. 2. Program yang diberikan mampu memberdayakan pasien.

3. Program yang diberikan harus berdasarkan kebutuhan pasien terkait dengan kebutuhan fisik, sosial, emosi, intelektual, dan spiritual pasien.

(4)

5. Program yang diberikan mampu memberikan kesempatan pada pasien gangguan jiwa untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan sehingga mereka mmapu hisup mandiri dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

6. Kerja sama dengan keluarga dan tenaga profesional lainnya harus dipertahankan demi tercapainya tujuan.

C. TUJUAN

Rehabilitasi psikososial memiliki tujuan: 1. Mengoptimalkan kondisi fisik dan mental.

2. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri dalam bersosialisasi sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang swadaya, swasembada dan berdaya guna.

3. Menempatkan/ penyaluran dalam pekerjaan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.

Maksud dan tujuan rehabilitasi pada klien mental dalam psikiatri yaitu mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan berguna.

(5)

Upaya rehabilitasi terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan

a. Orientasi: selama fase orientasi klien akan memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang profesional. Perawat menolong klien untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukkan apa yang diperlukannya.

b. Identifikasi: perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien serta membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif akan perasaan dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan.

2. Tahap pelaksanaan: perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien menerima secara penuh nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan. Tujuan baru yang akan dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah dari perawat ke klien ketika klien menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk baru dari apa yang dirumuskan

3. Tahap pengawasan: tahap pengawasan perawat melakukan resolusi. Tujuan baru dimunculkan secara bertahap dan tujuan lama dihilangkan. Ini adalah proses dimana klien membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang lain.

E. JENIS KEGIATAN

Jenis kegiatan dalam rehabilitasi pada klien dengan gangguan jiwa, yaitu:

1. Orientation: pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman klien terhadap waktu, tempat, atau maksud dan tujuan. Sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui interaksi dan aktifitas pada semua klien.

(6)

2. Assertion: kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong klien dalam mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima masyarakat melalui kelompok asertif, kelompok klien dengan kemampuan fungsional yang rendah atau elompok interkasi klien.

3. Accuption: kemampuan klien untuk dapat percaya diri dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan. Hal ini dapat idlakukan dengan cara memeberikan aktifitas klien dalam bentuk kegiatan sederhana seperti teka-teki, mengembangkan aktifitas fisik seperti menyulam, membuat bungan, melukis, dan meingkatkan manfaat interkasi sosial.

4. Recreation: kemampuan menggunakan dan membuat aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesekmpatan pada klien untuk mengikuti bermacam reaksi dan membantu klien menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari, seperti: orientasi asertif, interaksi sosial, ketangksan fisik. Contoh aktifitas relaksasi seperti: permainan kartu, menebak kata dan jalan-jalan, bermain musik dan drama.

F. BENTUK 1. Rehabilitasi fisik

 Aktivitas sehari-hari (ADL): Keterampilan-keterampilan ini dapat dilatih melalui program rehabilitasi di rumah dan di luar rumah. Keterampilan ADL yang dapat dilakukan di rumah antara lain : kebersihan diri, berhias, makan, minum, membersihkan rumah, mempersiapkan alat masak, mengatur uang belanja, menyusun kegiatan sehari-hari, dan melakukan olahraga. Keterampilan yang dapat dilakukan di luar rumah misalnya menggunakan fasilitas umum (bank, pusat perbelanjaan, kantor pos).

(7)

 Keterampilan belajar (tenang, memperhatikan, mengobservasi).

 Keterampilan bekerja (menggunakan perkakas pertanian, perkebunan, dan kerajinan tangan).

2. Rehabilitasi emosional

 Aktitivitas sehari-hari: hubungan dengan orang lain, kontrol diri, mekanisme koping pemecahan masalah.

 Keterampilan belajar

Membuat pertanyaan dan berusaha menjawab, mengikuti petunjuk, dan aktif mendengarkan.

 Keterampilan bekerja: wawancara pekerjaan, dan hubungan sosial terkait pekerjaan.

3. Rehabilitasi intelektual

 Aktivitas sehari-hari: Manajemen keuangan, menggunakan sumber dukungan sosial, mempunyai tujuan.

 Keterampilan belajar: membaca, menulis, berhitung, mengetik.  Keterampilan bekerja: mencari pekerjaan yang sesuai.

G. Terapi Psikososial

Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil membutuhkan perhatian yang lebih besar daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stresor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita.

(8)

Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain : 1. Psikoedukasi

Terapi ini memberikan edukasi kepada pasien dan perhatian mereka terhadap penyakitnya. Hal ini meningkatkan pengetahuan mereka tentang gejala dan terapi, pelayanan yang tersedia dan rencana pemulihan. Sehingga mereka dapat memonitor tanda peringatan relaps secara dini dan membuat rencana bagaimana merespon tanda ini serta belajar untuk mencegah relaps. Informasi dan edukasi dapat diberikan melalui video, pamflet, websites, atau diskusi dengan dokter.

2. Terapi keluarga

Berbagai terapi berorientasi keluarga berguna dalam pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia selalu dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat dan intensif. Pemusatan perhatian terapi adalah situasi yang segera serta mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang berasal dari dalam keluarga maka pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara tepat.

Setelah pemulangan pasien dari rumah sakit, topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannnya. Sering kali anggota keluarga, mendorong keluarganya yang menderita skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia ataupun dari penyangkalan tentang keparahan penyakit. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti dengan penyakit skizofrenia tanpa harus merasa kecil hati. Ahli terapi dapat menerangkan episode psikotik itu sendiri dan peristiwa-peristiwa yang memicu terjadinya episode tersebut. Tetapi dalam prakteknya ahli terapi sering tidak memperdulikan episode psikotik, sehingga seringkali

(9)

menambah rasa malu penderita terhadap peristiwa tersebut dan tidak dapat mengambil manfaat dari peristiwa tersebut sebagai bahan diskusi, pendidikan dan pengertian. Bagi anggota keluarga seringkali ditakuti oleh gejala psikotik. Terapi keluarga selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam strategi penurunan stres dan penyelesaian masalah serta melibatkan kembali pasien dalam aktivitas.

Tujuan terapi keluarga adalah:

1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.

2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa.

3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Di dalam sesi terapi keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan intensitas emosi dari setiap sesi. Ekspresi emosi yang berlebihan dapat merusak pemulihan pasien skizofrenia dan mengurangi keberhasilan sesi terapi selanjutnya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi keluarga efektif dalam menurunkan relaps. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga 250% sedangkan dengan terapi keluarga 5-10%.

3. Terapi perilaku-kognitif (Cognitive behavioural therapy)

Cognitive behavioral therapy (CBT) mencakup berbagai intervensi. Pada intinya adalah gagasan bahwa jika pasien dapat tampil dengan model kognitif dari gejala-gejala

(10)

dapat mengurangi distres, meningkatkan fungsi sosial, dan bahkan mungkin menurunnya gejala. CBT, melibatkan pertemuan regular antara terapis dan pasien, kemudian yang sering (namun tidak selalu) psikolog klinis (profesi lain termasuk perawat psikiatri komunitas dan psikiater yang menjadi lebih terlibat sebagai terapis terlatih).

Paket terapi ini menekankan terhadap agenda perjanjian terapeutik yang umum, dan perhatian yang sungguh-sungguh. Elemen yang relatif tidak spesifik membentuk suatu komponen penting dalam semua paket terapi, termasuk informasi dasar tentang skizofrenia dan terapi farmakologisnya, strategi untuk menangani kecemasan dan depresi, dan intervensi untuk menangkal gejala negatif dan disfungsi sosial. Strategi yang lebih spesifik untuk memenuhi target gejala positif termasuk memformulasikan, bersama dengan pasien, alternatif, model penjelasan yang lebih adaptif untuk delusi dan halusinasi. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan penting pada detil antara penelitian yang telah dipublikasikan, contohnya sehubungan dengan memperhatikan lamanya intervensi atau kerjasama dengan keluarga. Perbedaan juga dibuat antara CBT pada skizofrenia akut dan kronis, walaupun hasilnya disajikan dalam kedua tersebut.

Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Terapi perilaku kognitif digunakan pada pasien dengan gejala yang menetap. Terapi ini mengajarkan pasien skizofrenia untuk menilai pikiran dan persepsi mereka sebenarnya, tidak mendengar suara-suara (halusinasi) dan tidak bersikap apatis. Terapi ini efektif mengurangi gejala yang berat dan resiko relaps. Selain itu, terapi perilaku kognitif juga membantu dalam menghadapi situasi penuh stres, memperbaiki kemampuan berpikir dan memori serta belajar untuk bersosialisasi.

Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat

(11)

ditebus seperti hak istimewa atau pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian perilaku maladaptif seperti berbicara lantang, berbicara sendiri dan postur tubuh yang aneh dapat diturunkan. Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif merupakan terapi pilihan untuk gejala depresi dan anxietas. Terapi ini juga efektif mengurangi penyalahgunaan obat.

4. Rehabilitasi sosial dan vokasional

Rehabilitasi yang fokus pada kemampuan sosial dan bekerja bisa menghilangkan atau mengurangi gejala penyakit jiwa. Hal ini membantu mereka agar lebih bermanfaat dalam komunitasnya. Rehabilitasi ini bisa dilakukan secara individual ataupun berkelompok, tergantung pada kebutuhan. Program rehabilitasi mencakup konseling vokasional, latihan kerja, permainan simulasi, pekerjaan rumah, konseling pengaturan keuangan, kemampuan komunikasi, belajar menggunakan transfortasi umum dan praktek sosial.

Terapi keterampilan sosial (social skills therapy) dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien serta secara alami meningkatkan keberhasilan terapi farmakologis. Beberapa gejala skizofrenia yang paling terlihat adalah menyangkut hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, respon lambat yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak adanya spontanitas dalam situasi sosial, persepsi yang tidak akurat atau tidak adanya persepsi emosi terhadap orang lain.

5. Terapi Kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam

(12)

pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

Terapi kelompok ini mencakup dari yang usaha yang menekankan pada dukungan dan peningkatan terhadap kemampuan sosial, penyembuhan spesifik yang bersifat simtomatis, hingga pada konflik intrapsikis yang belum terpecahkan. Jika dibandingkan dengan terapi individual, dua kekuatan utama dari terapi kelompok ini adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dengan segera dari teman sebaya pasien dan kesempatan bagi masing-masing pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap orang-orang yang memperoleh transferensi yang bervariasi. Baik persoalan individu dan interpersonal dapat diselesaikan dengan psikoterapi kelompok.

Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas yang dijabarkan antara lain:

a. Gejala sama

Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.

Jika sekelompok orang yang sedang mempunyai masalah mau menceritakan pengalamannya, dan mencurahkan emosinya kepada orang lain, maka akan tercipta perasaan empati satu sama lain. Lewat terapi ini mereka diajak berkumpul, dan saling membagikan cerita maupun perasaan yang sedang dialaminya terutama mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Tanpa sadar momen ini akan memancing inisiatif dan pemikiran terpendam dari masing-masing anggota untuk keluar.

(13)

Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.

c. Jenis kelamin sama

Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.

d. Kelompok umur hampir sama

Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien. e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi

Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

Kelebihan dari cara ini adalah bisa diterapkan dalam kondisi apa pun. Disamping itu, juga melatih seseorang untuk sedikit demi sedikit memunculkan pemikiran-pemikiran kreatifnya sehingga tidak mudah menyerah dengan keadaan. Di sini, berbagai ide sangat dihargai dan pasti didengarkan terutama ketika perasaan sebagai satu saudara sudah didapat. Orang yang memiliki tipe introvert akan terpancing untuk mencurahkan dan mengeluarkan pendapatnya dalam diskusi kelompok.

Tahapan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Buatlah satu kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih lima orang atau lebih dan mereka telah saling mengenal .

2. Bukalah seluruh kesulitan, beban hidup yang dialami berkaitan dengan fokus perkara yang akan dibahas.

(14)

3. Dengarkanlah dan hormatilah lawan bicara untuk mencurahkan semua perasaannya satu-persatu sampai tuntas, bahkan sampai menangis-pun boleh justru itu sangat efektif dan bagus untuk mengeluarkan emosi.

4. Bukalah sesi di mana seluruh individu bebas untuk menimpali dan memotong lawan bicaranya dengan tujuan utama memberikan satu solusi yang berguna. Arahkan bersama untuk memikirkan apa yang terbaik bagi kelompok dan masyarakat.

Kekuatan utama terletak pada kemampuan verbal dan curhat dari anggota, karena proses penyembuhan terjadi di sini. Segala luka-luka batin dan beban yang mengganjal dikeluarkan secara lugas dan ini membuat pertahanan diri manusia mulai terbuka sehingga orientasi ke arah diri sendiri atau ego-nya berkurang.

Untuk membantu orang dengan kepribadian yang benar-benar tertutup, bisa juga diberi sesi khusus sebelum diskusi dimulai. Yakni mempersilahkan menggambar pengalaman yang paling traumatis dalam hidupnya pada suatu kertas besar kemudian saling menceritakan pengalamannya. Ini sangat membantu, khususnya untuk yang bertipe introvert agar mencurahkan emosi yang belum terselesaikan dan mempersiapkan masuk dalam topik pembicaraan.

Ada beberapa macam kegiatan pengganti selain menggambar. Misalnya menggunakan tanah liat dibentuk menjadi semacam benda yang mewakili perasaannya. Dengan cara yang sama mereka akan mengungkapkan apa yang dialami saat itu.

Setelah tahapan ini berhasil, kelompok terapi tersebut diharapkan membentuk satu grass root yang kokoh, kemudian dibuat jaringan yang tersusun dari tim-tim diskusi dengan tilikannya masing-masing yang menjadi komponen dan elemen inti dari wadah ini.

f. Kelompok Menolong Diri Sendiri (self-help group)

Kelompok menolong diri sendiri adalah orang yang ingin mengatasi masalah atau krisis kehidupan tertentu. Biasanya disusun dengan tugas tertentu, kelompok tersebut tidak

(15)

berusaha untuk menggali psikodinamika individu secara sangat mendalam atau untuk mengubah fungsi kepribadian secara bermakna. Tetapi kelompok menolong diri sendiri telah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan emosional banyak orang.

Suatu karakteristik yang membedakan kelompok menolong diri sendiri adalah homogenitasnya. Anggota staf menderita gangguan yang sama, dan mereka berbagi pengalaman mereka, baik dan buruk, berhasil dan tidak berhasil, satu sama lainnya. Dengan melakukan hal tersebut, mereka saling mendidik satu sama lainnya, memberikan dukungan yang saling menguntungkan dan menghilangkan perasaan terasing yang biasanya dirasakan oleh orang yang ditarik ke tipe kelompok tersebut.

Kelompok menolong diri sendiri menekankan keterpaduan yang cukup kuat pada kelompok tersebut. Karena anggota kelompok memiliki masalah dan gejala yang sama, ikatan emosional yang kuat dan karakteristik kelompok sendiri adalah berkembang, sehingga anggotanya dapat menyandang kualitas kesembuhan magis. Contoh dari Kelompok menolong diri sendiri adalah Alcoholic Anonymous (AA), Gamblers Anonymous (GA) dan Overtreaters Anonymous (OA).

Pergerakan kelompok menolong diri sendiri adalah semakin naik. Kelompok memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dengan memberikan penerimaan, dukungan yang saling menguntungkan dan bantuan dalam menghadapi pola perilaku maladaptasi atau keadaan perasaan yang biasanya belum berhasil dengan kesehatan mental tradisional dan profesional medis. Kelompok menolong diri sendiri dan kelompok terapi telah mulai untuk bergabung: kelompok menolong diri sendiri telah memungkinkan anggotanya menghentikan pola perilaku yang tidak diinginkan; kelompok terapi membantu anggotanya mengerti mengapa dan bagaimana mereka seharusnya atau adanya.

(16)

Suatu krisis adalah respon terhadap peristiwa yang berbahaya dan dialami sebagai keadaan yang menyakitkan. Sebagai akibatnya, krisis cendrung memobilisasi reaksi yang kuat untuk membantu orang menghilangkan gangguan dan kembali ke keadaan keseimbangan emosional yang ada sebelum onset krisis. Jika hal tersebut terjadi, krisis dapat diatasi tetapi disamping itu, orang belajar bagaimana menggunakan reaksi adaptif. Selain itu, dengan memecahkan krisis pasien mungkin berada dalam keadaan pikiran yang lebih baik, lebih unggul dibandingkan onset kesulitan psikologis. Tetapi jika pasien menggunakan reaksi maladaptif, keadaan menyakitkan akan menjadi kuat, krisis akan mendalam dan perburukan regresif akan terjadi yang menghasilkan gejala psikiatrik. Gejala tersebut, selanjutnya akan berkristalisasi ke dalam pola perilaku neurotik yang membatasi kemampuan pasien untuk berfungsi secara bebas. Tetapi, kadang-kadang situasi tidak dapat distabilkan; reaksi maladaptif baru diperkenalkan; dan akibatnya dapat dalam roporsi yang membahayakan yang menyebabkan kematian oleh bunuh diri. Dalam hal tersebut, krisis psikologis adalah menyakitkan dan mungkin dipandang sebagai titik percabangan untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk.

Situasi krisis adalah berhenti dengan sendirinya dan dapat berlangsung kapan saja dari beberapajam sampai minggu. Krisis seperti itu ditandai oleh fase awal, dimana kecemasan dan ketegangan timbul. Fase tersebut diikuti oleh suatu fase dimana mekanisme memecahkan masalah digerakkan. Mekanisme tersebut mungkin berhasil, tergantung pada apakah adaptif atau maladaptif.

Pasien selama periode kekacauan adalah reseptif terhadap bantuan minimal dan mendapatkan hasil yang berarti. Dengan demikian semua jenis bantuan telah dianjurkan untuk tujuan tersebut. Beberapa adalah terbuka yang lainnya membatasi waktu yang tersedia atau jumlah sesion.

(17)

Teori krisis membantu kia mengerti orang normal yang sehat yang berada dalam krisis dan mengembangkan alat terapetik yang ditujukan untuk mencegah kesulitan psikologis di masa depan.

Intervensi krisis ditawarkan kepada orang yang tidak mampu atau terganggu secara parah oleh suatu krisis.

Hasil Akhir

Hasil akhir terapi terletak pada kemampuan pasien untuk menjadi lebih siap untuk menghindari atau jika perlu untuk menghadapi bahaya di masa depan. Disamping itu, berdasarkan beberapa pengamatan objektif pasien, pengalaman terapetik telah memungkinkan mereka mendapatkan tingkat fungsi emosional yang lebih tinggi dari sebelum krisis. Dengan demikian, intervensi krisis bukan hanya terapetik tetapi juga preventif.

7. Konseling

Berbicara dengan seseorang adalah salah satu penatalaksanaan skizofrenia yang terpenting. Dokter tempat pasien berkonsultasi akan memberi dukungan selama dan setelah episode psikosis muncul.

8. Terapi Psikomotor

Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.

(18)

9. Terapi Rekreasi

Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi (bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan tujuan mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi tentang kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingg perilaku yang baik diulang dan yang buruk dihilangkan.

10. Terapi Seni (Art therapy)

Terapi seni ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni ( tari, lukisan, musik,pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis, keinginan yang terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga diri seseorang.

Perawat jiwa yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Target dari pelaksanaan kegiatan ini adalah meningkatnya kemampuan guru dalam mengolah limbah plastic dan kayu yang ada di sekitar sekolah untuk menjadi

Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan media Computer Assisted Instructions model tutorial yang layak dan efektif untuk digunakan dalam proses pembelajran pada

Metode yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini dimulai dari menganalisis potensi demand siswa yang berminat menggunakan angkutan sekolah dari hasil

Sarung tangan pelindung yang digunakan harus mengikuti spesifikasi pada EC directive 89/686/EEC dan standar gabungan d EN374, untuk contoh KCL 741 Dermatril® L kontak penuh,

Dari pengujian penetrant dan pengujian tarik yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa spesimen las pembanding telah dibuat dengan baik karena tidak ditemukan cacat permukaan

Penelitian ini menggunakan uji statistik paired sample T-test pada peningkatan kemampuan daya ingat diperoleh nilai p= 0,000(p<0,05), artinya ada peningkatan yang signifikan

Substansi larangan penggunaan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga menurut UU No.23 Tahun 2004 adalah memberikan perlindungan yang bersifat komprehensif