ANALISIS KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DALAM MENYELESAIKAN TEKA-TEKI MATEMATIKA DITINJAU
DARI TIPE KEPRIBADIAN Mohammad Yusuf Efendi
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Al Hikmah [email protected]
Zainal Abidin
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Al Hikmah Alamat : Kebonsari Elveka V Surabaya
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan problem solving siswa tipe sanguinis, choleris, melancholis, dan pleghmatis dalam menyelesaikan teka-teki matematika. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Al Hikmah Surabaya. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik pengambilan stratified sampling dan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat siswa dengan tipe kerpibadian masing-masing dapat melakukan langkah-langkah problem solving mulai dari memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana hingga memeriksa kembali jawaban sudah cukup baik. Namun siswa yang mampu menjawab seluruh soal teka-teki matematika dengan benar adalah siswa tipe melancholis, sedangkan untuk siswa tipe sanguinis, choleris, dan pleghmatis mampu menjawab tiga dari empat soal teka-teki matematika dengan benar. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa setiap siswa dengan masing-masing tipe kepribadian mempunyai keunggulan masing-masing.
Kata Kunci : Teka-teki, matematika, problem solving, tipe kepribadian.
Abstract
The purpose of this research is to determine the student’s problem solving skill type of sanguine, choleric, melancholic and phlegmatic in solving mathematic puzzle. This research employed qualitative descriptive method. The subjects of this research were 11th grade students of Al Hikmah Senior High School Surabaya. The subject selection was according to stratified sampling technic and purposive sampling technic. The result of this research showed that those four students with who had different characteristics could implement the problem solving steps beginning from the comprehending problem, planning problem solving, implementing the plan and cross checking the answer, very well. However, the students who were able to answer all the mathematic puzzle questions were student with melancholic type. While sanguine, choleric and phlegmatic students were able to answer
three from four questions of mathematic puzzle correctly. This research concluded that every student with their own personality types have their own strength.
Keywords: Puzzle, mathematics, problem solving, personality type.
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti mempunyai masalah yang harus dihadapi, Problem solving (pemecahan masalah) menurut Santrock (2004: 368) adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat tercapai.
Adapun langkah-langkah problem solving menurut Polya (1971) yaitu (1) Memahami soal, yaitu meminta siswa untuk mengulangi pertanyaan dan siswa harus menyatakan pertanyaan dengan fasih, menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan tersebut. (2) Membuat rencana pemecahan masalah, yaitu mencari hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan subjek untuk menghitung variabel yang tidak diketahui. (3)
Melaksanakan perencanaan, yaitu
menyelesaikan soal sesuai dengan rencana yang telah dirancang, siswa harus yakin
bahwa setiap langkah harus benar. (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, tahap ini dapat dilakukan dengan cara
membuat gambar atau diagram,
menemukan pola, membuat tabel,
memperhatikan semua kemungkinan
secara sistematik, tebak dan periksa (guess
and check), atau dapat menggunakan
strategi kerja mundur.
Qolbi (2014) menjelaskan bahwa pendidikan yang mempunyai kualitas tinggi akan mampu mencetak sumber daya
manusia yang berketerampilan
intelektualitas tinggi yang mempunyai kemampuan problem solving tinggi. Melihat begitu pentingnya problem solving maka perlu adanya suatu hal yang mampu
meningkatkan kemampuan problem
solving tersebut. Menurut NCTM (2000), tujuan utama pembelajaran matematika adalah untuk melatih kemampuan problem solving dengan cara bernalar. Sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap mata pelajaran matematika ini.
Faktanya kemampuan bernalar dan berpikir logis peserta didik Indoneisa
tergolong dalam tingkat rendah. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil tes PISA
(Programme for International Student Assesment) yang merupakan penilaian
kemampuan bernalar peserta didik tingkat internasional. Balitbang-Depdiknas (2006)
menyebutkan bahwa prosentase
kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematik PISA dengan benar dalam PISA 2003 adalah sebagai berikut level 1 (sebanyak 49,7% siswa), level 2 (25,9%), level 3 (15,5%), level 4 (6,6%), dan level 5-6 (2,3%). Sedangkan pada PISA tahun 2012, soal matematik PISA level 1 hanya mampu dijawab dengan benar oleh 58% siswa Indonesia.
Pada level 1 ini siswa mampu menyelesaikan persoalan matematika yang sangat sederhana, yang hanya perlu satu
langkah untuk menyelesaikannya.
Sedangkan pada level 6 siswa sudah mulai mampu untuk mengkonseptualisasi,
menyimpulkan dan menggunakan
informasi dari situasi masalah yang kompleks serta dapat memformulasi dan mengkomunikasikannya secara efektif berdasarkan penemuan interpretatif dan argumentatif.
Faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi rendahnya prestasi siswa dalam PISA yaitu kemampuan problem
solving siswa yang kurang. Hal ini dapat diketahui karena pada soal-soal PISA level 5-6 yang berisi tentang permasalahan kontekstual yang tidak sederhana dan diambil dari dunia nyata, banyak siswa yang kesulitan bahkan terbukti pada tahun 2003 hanya 2,3 % saja siswa yang mampu menyelesaikannya. Berbeda dengan soal level 1 dan 2 yang merupakan soal-soal rutin dan dapat dikerjakan oleh mayoritas siswa.
Sejalan dengan PISA, teka-teki matematika juga mempunyai tujuan untuk melatih kemampuan problem solving siswa. Menurut Efendi (2016) Teka-teki matematika adalah suatu hal yang menantang dan mempunyai beberapa penafsiran jawaban yang berkenaan dengan konsep-konsep dan struktur-struktur yang abstrak dalam bidang aljabar, analisis, dan geometri dan cara penyelesaiannya menggunakan logika-logika pada analogi dan kronologi yang diketahui dari permasalahan yang dibuat. Melihat penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk menyelesaikan teka-teki matematika juga membutuhkan kemampuan problem solving yang tinggi karena membutuhkan struktur berpikir dan logika-logika yang sesuai untuk menjawabnya. Teka-teki matematika
memang merupakan suatu yang unik dan menarik karena dapat meningkatkan kemampuan problem solving. Sehingga tidak salah jika selama tiga puluh tahun terakhir, masalah teka-teki berhasil menarik para peneliti dari berbagai bidang
termasuk bidang matematika
(Alajlan:2009).
Kemampuan problem solving
sebenarnya dapat dilatih, terutama dilatih oleh guru di sekolah. Hal tersebut dikarenakan sekolah adalah tempat yang paling kondusif untuk belajar, utamanya belajar matematika dengan tingkat penalaran cukup tinggi yang harus memerlukan bimbingan dari guru secara
langsung. Berbagai upaya dapat
diusahakan oleh guru agar proses bimbingan dengan siswa berjalan optimal, diantaranya dengan membangkitkan motivasi belajar siswa agar kemampuan
problem solving siswa meningkat, karena
semakin tinggi motivasi siswa maka semakin tinggi pula kemampuan problem
solving siswa (Chrisnawati:2007), memberikan media pembelajaran dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan siswa. Menurut Hudojo (1988) mengajar matematika bertujuan untuk mendapatkan matematika, yaitu kemampuan, ketrampilan dan sikap
tentang matematika itu. Hal ini dimaksudkan agar timbul proses interaksi antara guru dengan siswa. Interaksi tersebut akan tumbuh bila menggunakan metode pengajaran yang baik dan sesuai. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan ketertarikan siswa serta interaksi dalam kelas adalah menggunakan model problem solving dengan mind
mapping (Ristiasari,dkk : 2012).
Cara yang paling utama untuk memilih metode pengajaran yang sesuai adalah dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi masing-masing siswa dalam kesehariannya atau yang bisa disebut dengan kebiasaan (Dewiyani: 2009). Kebiasaan yang melekat pada siswa pun berbeda-beda. Beberapa ahli psikologi
berpendapat bahwa hal tersebut
dikarenakan setiap siswa mempunyai tipe kepribadian yang berbeda-beda. Tidak hanya aspek kebiasaan saja yang timbul
karena kepribadian siswa namun
kemampuan problem solving siswa pun
juga demikian. (Roesdiana:2014)
menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian dalam mempengaruhi hasil belajar. Artinya hasil belajar yang merupakan output dari kemampuan
keterkaitan dengan tipe kepribadian yang dimiliki siswa.
Menurut Christine, dkk (2015) kepribadian diartikan sebagai total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan. Sedangkan Jess Feist & Gregory J.Feist (2009:86) menyatakan bahwa kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu.
Dari beberapa ungkapan di atas mengenai pengertian kepribadian, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah kecenderungan bawaan yang meliputi sistem fisik maupun perilaku dan pikiran yang terorganisir secara dinamis dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kepribadian yang ada pada masing-masing subjek tidaklah bersifat mutlak, melainkan suatu saat bisa saja berubah tergantung pada segala kondisi yang dialami yang sekiranya dapat mengubah kepribadian masing-masing subjek tersebut (Indri:2015). Setiap orang memiliki kepribadian dan kesadaran yang
berbeda-beda (Awangga:2008). Caludius Galen dalam teori kepribadian yang dibuatnya menyebutkan bahwa terdapat empat tipe kepribadian manusia yang ditinjau dari pembagian tempramen manusia yakni sanguinis, choleris, melancholis, dan plegmatis. Teori tersebut
sering digunakan dan terus dikembangkan yang sering disebut dengan Tipologi Hippocrates-Galenus (Rina, dkk:2013).
Hippocrates membagi kepribadian
manusia berdasarkan cairan dalam tubuh manusia, yaitu:
(1) Tipe kepribadian koleris (choleris). Pada tipe kepribadian ini cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan chole (empedu kuning yang sifatnya kering). Orang koleris adalah orang yang memiliki tipe kepribadian: hidup penuh semangat, keras, hatinya mudah terbakar, daya juang besar, optimistis, garang, mudah marah, pengatur, penguasa, pendendam, dan serius. Orang koleris seperti ini sering diidentifikasikan sebagai “si pelaksana”; (2) Tipe kepribadian melankolis
(melancholis). Pada tipe kepribadian ini
cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan melanchole (empedu hitam yang sifatnya basah). Orang melankolis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian: mudah kecewa, daya juang
kecil, muram, pesimistis, penakut, dan kaku. Selain itu orang melankolis cenderung diam dan berpikir, ia berusaha mengejar kesempurnaan dari apa yang menurutnya penting. Oleh karena itu melankolis sering diidentifikasi sebagai “si perfeksionis” atau “si pemikir”; (3) Tipe kepribadian sanguinis. Pada tipe kepribadian ini cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan sanguinis atau darah yang sifatnya panas. Orang sanguinis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian: hidup mudah berganti haluan, ramah, mudah bergaul, lincah, periang, mudah senyum, dan tidak mudah putus asa. Namun ia sering tidak teratur, emosional, dan sangat sensitif terhadap apa yang dikatakan orang terhadap dirinya. Dalam pergaulan, orang sanguin sering dikenal sebagai “si tukang bicara”; (4) Tipe keribadian pleghmatis. Pada tipe kepribadian ini cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan pleghma atau lendir yang sifatnya dingin. Orang pleghmatis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian: tidak suka terburu-buru, tenang, setia, dingin, santai dan sabar. Sehingga orang pleghmatis sering dipandang orang lain lamban. Bukan karena ia kurang cerdas, tapi justru karena ia lebih cerdas dari yang lain. Orang
pleghmatis tidak suka keramaian ataupun banyak bicara, namun ia banyak akal dan dapat mengucapkan perkataan yang tepat di saat yang tepat. Oleh sebab itu orang pleghmatis mempunyai julukan “si pengamat”
Dengan tipe kepribadian, kemampuan problem solving siswa dan teka-teki matematika yang telah dijelaskan di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang analisis kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan teka-teki matematika ditinjau dari tipe kepribadian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena menggunakan data kualitatif yang dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam serta terperinci mengenai kemampuan
problem solving siswa dalam
menyelesaikan teka-teki matematika berdasarkan tipe kepribadian sanguinis, choleris, melancholis dan pleghmatis. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2016/2017 di SMA Al Hikmah Surabaya.
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA SMA Al Hikmah Surabaya pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017. Pemilih subjek penelitian berdasarkan teknik pengambilan
purposive sampling dan proportionate stratified sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 124). Untuk menentukan kelas subjek, peneliti meminta pertimbangan guru matematika berkaitan dengan kemampuan matematik siswa. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis kemampuan problem solving siswa khususnya pada mata pelajaran matematika. Dalam penelitian ini dipilih 12 siswa dengan kemampuan matematika tinggi.
Setelah kelas subjek ditentukan, subjek dipilih menggunakan metode stratified sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut dengan strata (Sugiyono, 2013: 120). Dalam hal ini, 12 siswa tersebut diminta untuk mengisi angket penggolongan tipe kepribadian Galen untuk kemudian digolongkan ke dalam kelompok tipe sanguinis, choleris, melancholis, pleghmatis. Pengisian instrumen penggolongan tipe kepribadian ini dilakukan secara manual (angket tipe kepribadian hard copy) untuk subjek yang tidak berhalangan hadir saat pengisian angket dan elektrik (angket tipe
kepribadian soft copy) untuk subjek yang berhalangan hadir saat pengisian angket. Dari hasil pengisian angket tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Tipe Kepribadian Siswa Kelas XI MIPA SMA Al Hikmah Surabaya No Kelas Tipe Kepribadian Jumlah
S C M P 1 XI MIPA 1 1 0 1 2 4 2 XI MIPA 2 0 0 1 0 1 3 XI MIPA 3 1 1 0 0 2 4 XI MIPA 4 1 0 0 1 2 5 XI MIPA 5 0 1 0 1 2 6 XI MIPA 6 0 0 0 1 1 Jumlah 3 2 2 5
Keterangan: S: Sanguinis; C: Choleris; M: Melancholis; P: Pleghmatis
Dari beberarapa siswa tersebut dipilih masing-masing satu siswa dari setiap tipe
kepribadian. Pemilihan tersebut
berdasarkan pada poin tipe kerpibadiannya yang lebih tinggi untuk setiap tipe kepribadian. Sehingga hanya 4 siswa yang dijadikan sebagai subjek akhir penelitian ini.
Selanjutnya, siswa yang terpilih sebagai subjek penelitian diberikan tes teka-teki matematika yang terdiri dari 4 soal yang di ambil dari buku “536 Puzzles & Curiuos Problems” karangan Henry Ernest Dudeney yang sering dipakai di United
States of America. Soal pertama berisi tentang permasalahan aritmatik dan aljabar, soal kedua berisi tentang permasalahan geometri, soal ketiga berisi tentang permasalahan kombinatorik dan soal keempat berisi tentang permasalahan pola aritmatika.
Waktu pengerjaan soal adalah maksimal 1 jam. Jawaban dari soal tersebut harus
tertulis dengan langkah-langkah
pengerjaannya agar peneliti dapat menentukan hipotesis awal dari analisis yang dilakukan. Setelah itu untuk memverifikasi data hasil tes teka-teki matematikadan mendapat informasi yang lebih jelas tentang kemampuan problem solving siswa yang tidak dapat diungkapkan lewat tulisan maka peneliti mengadakan wawancara dengan subjek penelitian.
Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi waktu sehingga data dikatakan valid jika banyak kesamaan data pada subjek dalam waktu yang berbeda. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini meliputi: mereduksi, menyajikan dalam bentuk deskriptif, dan menarik kesimpulan kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan teka-teki matematika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tes penggolongan tipe
kepribadian menunjukkan ada 3 siswa tipe sanguinis, 2 siswa tipe choleris, 2 siswa tipe melancholis dan 5 siswa tipe pleghmatis. Namun peneliti mengambil masing-masing satu untuk setiap tipe kepribadian. Berikut adalah hasil analisis kemampuan problem solving siswa dalam menyelesaikan teka-teki matematika ditinjau dari empat tipe kepribadian Hipocrates Galenus.
1. Analisis kemampuan problem solving siswa tipe sanguinis
Siswa tipe sanguinis dapat menuliskan dengan lancar dan benar apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal pertama, ketiga dan keempat namun tidak pada soal kedua yang berisikan tentang permasalahan geometri, siswa tipe sanguinis merasa kebingungan dengan gambar pada soal yang ada bahkan menurutnya tidak ada jawabnnya.
Perencanaan yang disusun oleh siswa tipe sanguinis pada soal pertama, ketiga, dan keempat sudah cukup untuk dijadikan pedoman untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa tipe sanguinis dapat menerima informasi dari soal sehingga dapat merencanakan penyelesaian masalah dengan baik. Ia dapat mengintegrasikan secara langsung persepsi atau pengalaman
barunya ke dalam skema yang telah terbentuk dalam fikirannya.
Siswa tipe sanguinis dapat
melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah yang disusun dengan baik dan benar pada soal pertama, ketiga, dan keempat, sedangkan ia menjawab salah pada soal kedua hal tersebut.
Gambar 1. Jawaban Lugas Siswa Sanguinis Pada Soal Nomor 3
Siswa tipe sanguinis dapat memeriksa kembali jawaban dengan teliti, cepat serta benar. Jawaban yang dituliskannya dengan lugas ia jelaskan dengan baik saat proses wawancara. Namun untuk soal kedua yang tidak mampu dijawabnya ia tetap tidak
paham ketika dipancing dengan
penjelasan-penjelasan singkat, ketika
peneliti memberitahu jawabannya ia masih tetap belum bisa menerimanya.
2. Analisis kemampuan problem solving siswa tipe choleris
Siswa tipe choleris dapat memahami permasalahan yang ada pada soal pertama, ketiga dan keempat dengan sangat yakin. Namun untuk soal kedua yang berisi teka-teki matematika geometri, ia tidak memahami masalahnya dan ia mengatakan tidak mungkin soal tersebut dapat dijawab hingga ia berkomentar bahwa soalnya salah. Ia menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan benar pada seluruh soal selain soal kedua, ia hanya menulis apa yang diketahui dan ia tidak menulis apa yang ditanyakan.
Perencanaan yang disusun oleh siswa tipe choleris pada soal pertama, ketiga, dan keempat sudah cukup untuk dijadikan pedoman untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa tipe choleris dapat menerima informasi dari soal sehingga dapat merencanakan penyelesaian masalah dengan baik. Ia dapat mengintegrasikan secara langsung persepsi atau pengalaman barunya ke dalam skema yang telah terbentuk dalam fikirannya. Untuk soal kedua ia memilih untuk tidak menyusun rencana pemecahan masalahnya karena menurutnya soal tersebut yang salah. Dalam hal merencanakan pemecahan
masalah siswa tipe choleris dapat
melakukannya dengan baik
(Agustina:2014).
Siswa tipe choleris dapat
melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah yang disusun dengan baik dan benar pada soal pertama, ketiga, dan keempat, namun untuk soal yang kedua ia
tetap bersihkukuh untuk tidak
menjawabnya karena menurutnya soal tersebutlah yang salah sehingga tidak dapat dibuat pemecahan masalahnya.
Gambar 2. Jawaban soal nomor 2 oleh siswa choleris
Siswa tipe choleris sangat meyakini jawabnnya benar. Siswa tipe choleris
menggunakan cara memperhatikan
kemungkinan secara sistematik dalam memeriksa kembali jawaban. Siswa tipe choleris tidak menemukan kesalahan hitung pada jawaban yang telah dituliskan. Hingga waktu berakhir siswa tipe choleris hanya menulis yang diketahui saja.
3. Analisis kemampuan problem solving siswa tipe melancholis
Siswa tipe melancholis dapat menuliskan dengan lancar, jelas dan benar
apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada seluruh soal. Tidak hanya itu, siswa tipe melancholis adalah subjek yang paling rapi dan sistematis dalam menulis apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal.
Perencanaan yang disusun oleh siswa tipe melancholis pada semua soal sudah sangat baik dan terstruktur rapi untuk dijadikan pedoman dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa tipe melancholis dapat menerima informasi dari soal sehingga dapat merencanakan penyelesaian masalah dengan baik meskipun perlu waktu yang
cukup lama untuk merencanakan
pemecahan masalah.
Siswa tipe melancholis menggunakan cara coba-coba terlebih dahulu untuk menemukan pola yang nantinya digunakan sebagai perencanaan pemecahan masalah.
Siswa tipe melancholis dapat
mengintegrasikan secara langsung persepsi atau pengalaman barunya ke dalam skema yang telah terbentuk dalam pikirannya
sehingga dapat dikatakan bahwa siswa tipe melancholis telah dapat melakukan asimilasi dan mempunyai kemampuan berpikir abstraksi yang bagus.
Siswa tipe melancholis dapat melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah yang disusun dengan baik dan benar, tanpa mengalami hambatan yang berarti karena perencanaan yang dibuat
sudah benar-benar kokoh. Dalam
melaksanakan rencana, siswa tipe melancholis melakukan proses berpikir asimilasi dan abstraksi sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa tipe melancholis dapat melaksanakan rencana dengan sangat baik dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menuliskan jawabannya.
Siswa tipe melancholis menggunakan cara tebak dan periksa (guess and check) dalam memeriksa kembali jawaban. Hal tersebut dirasa lebih meyakinkan menurutnya karena ia sudah sangat yakin
rencana pemecahan masalah yang
dibuatnya sudah benar dan dapat dibuktikan saat memeriksa kembali jawaban.
Gambar 3. Hasil Jawaban Siswa Melancholis
4. Analisis Kemampuan Problem Solving Siswa Tipe Pleghmatis
Siswa tipe pleghmatis dapat
menuliskan dengan lancar, jelas dan benar apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada seluruh soal. Namun siswa tipe pleghmatis membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami masalah.
Perencanaan yang dibuat oleh siswa tipe pleghmatis pada soal pertama, kedua dan keempat sudah dapat digunakan untuk menyelesaikan soal. Namun pada soal ketiga yang berisi tentang permasalahan kombinatorik siswa belum mampu untuk merencanakan pemecahan masalahnya dengan benar dan ia benar-benar membutuhkan waktu yang lama untuk
merencanakan pemecahan masalah pada soal ketiga. Sementara untuk soal pertama,
kedua dan ketiga ia dapat
mengintegrasikan secara langsung persepsi atau pengalaman barunya ke dalam skema yang telah terbentuk dalam pikirannya.
Siswa tipe pleghmatis dapat
melaksanakan rencana dengan baik dan benar saat menjawab soal pertama, kedua dan keempat. Namun pada soal yang ketiga siswa tipe pleghmatis mengalami keraguan saat menjawabnya hingga akhirnya siswa tipe pleghmatis belum dapat menjawab dengan benar karena rencana pemecahan masalah yang dibuatnya untuk soal ketiga juga belum tepat.
Siswa tipe pleghmatis menggunakan cara memperhatikan kemungkinan secara sistematik dalam memeriksa kembali
jawaban. Siswa tipe pleghmatis
menemukan kesalahan hitung pada jawaban soal pertama yang berisi teka-teki aritmatik dan aljabar hingga akhirnya siswa tipe pleghmatis membetulkan kesalahan hitung pada soal pertama. Padahal perhitungan dengan tepat akan mendapatkan hasil penyelesaian soal dengan baik (Yarmayani: 2014).Pada langkah ini siswa tipe pleghmatis menghabiskan banyak waktu untuk megkroscek jawaban pada soal keempat.
Gambar 4. Pembetulan Jawaban Pada Soal Nomor 1 Siswa Pleghmatis
SIMPULAN
Berdasarkan tujuan penelitian serta deskripsi dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti mengenai kemampuan problem solving dalam menyelesaikan teka-teki matematika ditinjau dari tipe kepribadian, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu pada langkah-langkah problem solving yang diterapkan oleh siswa tipe sanguinis, choleris, melancholis dan pleghmatis mulai dari memahami masalah, merencanakan
pemecahan masalah, melaksanakan
rencana hingga memeriksa kembali jawaban sudah cukup baik dan mampu untuk mengintegrasikan secara langsung persepsi atau pengalaman barunya ke dalam skema yang telah terbentuk dalam pikirannya sehingga kemampuan asimilasi dan abstraksinya sudah terbentuk.
Siswa tipe kepribadian sanguinis dan choleris mampu menjawab tiga dari empat soal tes teka-teki matematika dengan baik dan benar, namun kedua subjek tersebut tidak mampu menjawab soal tes teka-teki matematika dengan benar pada soal kedua yang berisi tentang teka-teki matematika geometri, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa tipe sanguinis dan choleris mempunyai kemampuan spasial yang kurang baik. Siswa tipe kepribadian
melancholis mampu menjawab seluruh
soal tes teka-teki matematika dengan baik dan benar tanpa mengalami masalah sedikitpun.
Siswa tipe kepribadian pleghmatis mampu menjawab tiga dari empat soal tes teka-teki matematika dengan baik dan benar, namun siswa tipe pleghmatis tidak mampu menjawab soal tes teka-teki matematika dengan benar pada soal ketiga yang berisi tentang teka-teki matematika aritmatik dan aljabar.
Masing-masing subyek penelitian memiliki keunggulan masing-masing. Siswa tipe sanguinis mampu menjelaskan jawaban yang dituliskannya dengan jelas dan lugas. Siswa tipe choleris sangat kukuh dengan jawabannya sehingga tidak ada rasa keragu-raguan yang muncul dalam benaknya ketika mengerjakan soal
teka-teki matematika. Siswa tipe melancholis sangat rapi dalam menuliskan jawabannya selain itu siswa tipe melancholis juga sangat teliti. Siswa tipe pleghmatis sangat tenang saat mengerjakan tes teka-teki matematika meskipun hingga akhirnya ketenangan itu membuatnya kehilangan banyak waktu.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti dapat menyarankan kepada guru matematika untuk mengasah kemampuan spasial siswa dengan tipe kepribadian
sanguinis dan choleris dengan cara
memberinya latihan soal geometri yang kontekstual dan mampu dipandang dengan empirik, sedangkan untuk siswa tipe
pleghmatis hendaknya guru matematika
dapat melatih kemampuan manajemen waktunya dengan cara sering memberi soal dengan batasan waktu tertentu sehingga seluruh langkah-langkah problem solving dapat terlampaui dengan baik dan benar.
Selain itu untuk peneliti lanjutan disarankan untuk mengambil subjek penelitian minimal masing-masing dua orang untuk setiap tipe kepribadian agar hasil analisis lebih baik dan lebih akurat lagi.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu tugas untuk memperoleh nilai akhir di mata kuliah penelitian kualitatif dengan
judul “Analisis Kemampuan Problem
Solving Dalam Menyelesaikan Teka-Teki Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pertama kepada Bapak Moch. Lutfianto, M.Pd. selaku pengampu mata kuliah penelitian kualitatif dan pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini.
Kedua, kepada Bapak Zainal Abidin, S.Si., M.Pd. selaku pendamping penulisan penelitian kualitatif, yang telah bersedia meluangkan waktu dan mendampingi penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini. Ketiga, kepada Bapak Faiz Maulana S.Si. selaku waka kurikulum
SMA Al Hikmah Surabaya, yang
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas XI MIPA SMA Al Hikmah Surabaya.
Terakhir, kepada teman-teman
mahasiswa S1. Pend Matematika angkatan 2014 STKIP Al Hikmah Surabaya atas
segala ilmu dan diskusi yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alajlan, N. Solving Square Jigsaw Puzzles Using Dynamic Programming and the Hungarian Procedure. American Journal of Applied Sciences. 6(11):
1942-1948.
Agustina, R., Sujadi, I. Pangadi. (2013). Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Penyelesaian Masalah Aplikasi Turunan Fungsi Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Tipologi Hippocrates-Galenus. Jurnal FKIP UNS : 370 – 379. Agustina, R. (2014). Proses Berpikir Siswa
SMA Dalam Penyelesaian Masalah Aplikasi Turunan Fungsi Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Choleris. Aksioma
Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Univ. Muhammadiyah Metro. 3(1): 50
– 54.
Chrisnawati, H.E. (2007). Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions) tTrhadap Kemampuan Problem Solving Siswa SMK (Teknik) Swasta Di Surakarta Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa.
Jurnal MIPA. 17(1): 65 – 74.
Christine D.F, Hendro B, Ferdinand W. (2015). Perbandingan Tingkat Stres
Berdasarkan Tipe Kepribadian
Hippocrates-Galenus Pada Mahasiswa Yang Terlibat Organisasi Tim Kerohanian Kristen Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat. Ejournal
Keperawatan. 3(1).
Depdiknas. (2006). Permendiknas No 23
Tahun 2006. Jakarta: Pusat Kurikulum,
Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Dewiyani. (2009). Karakteristik Proses Berpikir Siswa Dalam Matematika Berbasis Tipe Kepribadian. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. :
481 – 492.
Efendi, M.Y. (2016). Pengaruh Pemberian Teka-Teki Matematika Terhadap Minat Belajar Dan Hasil Belajar Siswa.
Prosiding Jurnal Pendidikan 1(1):
12-20.
Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar
Matematika. Jakarta: Ditjen Dikti
Depdikbud.
Indri, I. (2015). Analisis Karakter Pengguna Blackberry Messenger Dalam Memenuhi Kebutuhan Interaksi
Sosial (Studi Pada Pengguna
Blackberry Messenger. Jurnal FISIP
Universitas Haluoleo.
NCTM. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. Reston: The
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Polya, G. (1945). How To Solve It, a new
aspect of mathematical method. New
Jersey: Princeton University Press. Qolbi, N.(2014). Pendidikan sebagai
Pencetak SDM Berkualitas di Era Liberalisasi Pasar Tenaga Kerja ASEAN 2015. Diakses pada 15
Desember 2016 dari http://suaramahasiswa.com/pendidikan -sebagai-kunci-pencetak-kualitas- sumber-daya-manusia-di-era- liberalisasi-pasar-tenaga-kerja-asean-2015/.
Ristiasari, T., Priyono, B., Sukaesih, S. (2012). Model Pembelajaran Problem
Solving Dengan Mind Mapping
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Unnes Journal of Biology
Education. 1(3): 34 – 41.
Roesdiana. (2014). Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Tipe Kepribadian Terhadap Hasil Belajar Strategi Belajar
Mengajar. Jurnal Teknologi
Pendidikan. 7(2): 165 – 176.
Santrock,. John,W. (2004). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suryaputra, N., Awangga. (2008). Tes EQ
Plus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widadah, S. (2013). Profil Metakognisi Dalam Menyelesaikan Soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Gaya Kognitif. Jurnal
Pendidikan Matematika STKIP Sidoarjo. 1(1):13-24.
Yarmayani, A. (2014). Analisis
Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kota Jambi. Jurnal Ilmiah