• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut melalui ketentuan hukum agar otonomi masing-masing warga tidak saling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tersebut melalui ketentuan hukum agar otonomi masing-masing warga tidak saling"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya tiap warga memiliki otonomi untuk mengatur hidupnya masing-masing menurut pandangannya sendiri. Tiap masyarakat berusaha untuk menjamin otonomi warga tersebut melalui ketentuan hukum agar otonomi masing-masing warga tidak saling mengganggu. Prokreasi dalam hal ini suatu yang inspirasi boleh di laksanakan secara bebas segala kemungkinan yang dalam prokreasi secara medis teknis di laksanakan tidak selalu di perbolehkan oleh masyarakat karena nilai-nilai etis yang hidup pada masyarakat tersebut. Namun demikian terasa ada motif ilmu biomedik dalam melangkah maju berkaitan dengan teknologi prokreasi. Motivasi ini kebutuhan dari masyarakat yang membuat dorongan untuk mengadakan penelitian di bidang ini sehingga tercapai teknik baru berprokreasi. Perkembangan nilai yang membukakan kesempatan pada banyak calon orangtua yang sangat mendambakan seorang anak merealisasikan keinginan tersebut salah

satunya dengan ibu pengganti (surrogate mother).1 Bagaimana halnya kedudukan ibu

pengganti (surrogate mother) dalam hukum perdata, menurut Pasal 1338 KUHPer memang diatur mengenai kebebasan berkontrak, di mana para pihak dalam berkontrak kebebasan untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Akan tetapi, tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer. Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki

(2)

sebab halal, yaitu tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1337 KUHPer). Sedangkan pratek ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan yang “dapat dilakukan” menurut Pasal 127 UU No.32 Tahun 2009 Kesehatan termasuk Surrogate Mother tidak diperbolehkan oleh

aturan hukum. Dengan demikian syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.2 Menurut

analisis dalam pratek ibu pengganti (surrogate mother) juga dapat mengeksploitas wanita pengganti karena kekurangan secara ekonomi, dalam surrogate mother dapat menyebabkan wanita pengganti ini menjadi di kucilkan dan dijauhi oleh orang-orang disekitarnya yang akan menimbulkan efek buruk bagi ibu pengganti dan keluarganya. Di sisi lain wanita pengganti bisa saja tidak memperdulikan kandunggannya karena dia merasa bayi yang dikandungnya milik orang lain sehingga resiko ksehatan bayi yang dikandungnya terancam.

Surrogate mother adalah perjanjian antara seorang wanita yang mengikatnya diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-isteri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuhana suami isteri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami isteri berdasarkan perjanjian yang dibuat, perjanjian ini lazim disebut gestational agreement (perjanjian yang dapat dilaksanakan atau tidak dilaksanakan untuk reproduksi yang dibantu dimana wanita

setuju untuk melahirkan anak untuk orang lain dan bisa individu).3 Sebab berdasarkan

Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yaitu syarat objektif, yakni sebab yang halal tidak terpenuhi, selain itu perjanjian sewa Rahim (surrogate mother)

2 Desriza Ratman, surrogate Mother dalam Persfektif Etika dan Hukum : Bolehkah Sewa Rahim di

Indonesia?, PT Elex Media Komutindo, Jakarta, 2012, hlm 2.

(3)

bertentangan dengan kesusilaan yaitu tidak sesuai dengan norma moral dan adat istiadat, bertentangan juga dengan dengan hukum Islam di Indonesia, bertentangan pula dengan UU

RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.4 Pratek surrogate mother atau diterjemahkan

dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti/sewa Rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cra alamiah. Dalam hukum Indonesia, pratek ibu pengganti tidak diperbolehkan. Dalam Pasal 127 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh

pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :5

a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isti yang bersangkutan ditanamkan dalam Rahim istri dari mana ovum berasal;

b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;

c) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Dari penjelasan pasal diatas, berarti bahwa metode atau kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan melalui cara bayi tabung saja. Selain itu, dijelaskan kembali dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 039/Menkes/SK/I/2010 Penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi buatan, dalam Pasal 2 ayat (3) dikatakan bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya diberikan keapada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik. Dari peraturan tersebut dapat dikatakan bahwa metode kehamilan diluar cara alamiah, hanya boleh dilakukan melalui metode bayi tabung dan terhadap pasangan

4 Ibid., hlm. 125

(4)

suami istri yang sah. Tekait dengan hak berkeluargaan dan melanjutkan keturunan, Pasal 28B Undnag-Undang Dasar 1945 Amandemen kedua dan Pasal 10 ayat (1) UU HAM telah menyatakan bahwa: “setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Berdasarkan ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa kebutuhan untuk melanjutkan keturunan dapat dilakukan melalui perkawinan yang sah dan hal ini merupakan hak setiap Warga Negara Indonesia. Pasal 82 ayat (2) UU No.32 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang diperbaruhi dengan UU No.32 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan secra explisit bahwa selain bayi tabung dengan Rahim milik orangtua

asli adalah di larang.6 Sedangkan dalam hukum islam, berdasarkan Pasal 99 Kompilasi

Hukum Islam (KHI), yang dimaksud dengan anak sah adalah: c

a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;dan

b. hasil pembuahan suami istri yang sah di luar Rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.

Akan tetapi, anak tersebut dapat menjadi anak sah jika status wanita surrogate-nya terikat perkawinan yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah pasangan suami istri yang di sewa rahimnya, sampai si bapak (suami dari wanita surrogate) mengatakan “tidak”. UU Perkawinan Pasal 44: seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan

pihak yang berkepentingan.7 Kedudukan anak akibat dari surrogate mother yang dilahirkan

oleh istri akibat dan suatu perkawinan yang sah. Tetapi kedudukan anak yang dilahirkan

6 Undang-Undang Nomor.32 Tahun 2009 tentang Kesehatan 7 Letizia Tobing, “Status Hukum Anak Hasil Sewa Rahim”.

http://www.hukumonline.com/klinil/detail/1t514dc6e223755/status-hukum-anak-hasil-sewa-eahim, diakses 18 Mei 2019

(5)

oleh ibu pengganti ini adalah karena adanya campur tangan manusia melalui rekayasa medis, sehingga terjadi ketidakpastian hukum terhadap anak bersangkutan. Jika dikaitkan dengan hukum positif dalam membahas kedudukan anak yang lahir akibat surrogate mother yaitu berdasarkan Pasal 42 UU Perkawinan menyatakan bahwa Pasal tersebut belum meliputi kedudukan anak tersebut. Pasal 42 UUPerkawinan menyatakan bahwa

anak yang sah adalah anak yang dilahitkan dalam atau akibat pekawinan yang sah.8

Di beberapa Negara seperti Amerika dan Inggris secara hukum dengan disepakatinya perjanjian surrogate mother maka hal tersebut adalah sah menurut hukum dan sudah berlaku di negara tersebut. Di Indonesia proses surrogate mother ini sudah ada yang melakukan secara diam-diam, contohnya yaitu: kata aktivis perempuan Agnes Widanti dalam seminar “surrogate mother dipandang dari sudut nalar, moral, dan legal” diruang Teater Thomas Aquinas (UNIKA), menjelaskan adanya sewa-menyewa rahim bertepatan di Lokasi Papua, hanya sewa menyewa rahim dilakukan dalam lingkup keluarga. Jadi keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan anak, imbuh Agnes Widanti. Kasus sewa rahim sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika artis Zarima Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha, Zaimar mendapatkan imbalan mobil dan uang 50juta dari penyewaan

rahim tersebut.9 Namun proses ini masih terkendala pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku serta pertimbangan etika dn norma-norma yang berlaku di Indonesia. Selama ini, sewa Rahim belum diatur dalam perundang-undangan di Indonesia. Regulasi di

8 Neng Djubaedah, Sulaikin Lubis, farida Prihatini:’’Hukum Perkawinan islam di Indonesia’. PT. Hecca Mitra

Utama. Jakarta, 2005.

9https://m.detik.com/health/ibu-dan-anak/.d-137505/sewa-rahim-di-indonesia-dilakukan-diam-diam ,

(6)

Indonesia hanya mengatur terkait bayi tabung benih itu ditanamkan pada si istri, bukan orang lain. Bahwa pratik sewa Rahim sudah banyak terjadi di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat yang akhirnya melegalkan pratik tersebut dan mengaturnya dalam undang-undang. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah ada pratik semacam itu, namun tidak banyak yang berani mengambil bersikap terbuka karena belum diatur secra jelas dalam perundang-undangan coordinator jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JJPPA) Jawa tengah itu juga mengukapkan selama ini pratik sewa Rahim di Indonesia tidak pernah menimbulkan permasalahan sehingga tidak pernah mencuat, padahal permasalahan akan muncul ketika si ibu yang menyewakan Rahim tidak mau menyerahkan bayi yang dikandungnya, sebagaimana yang pernah terjadi di AS sekitar tahun 1968 ketika ada

seorang ibu yang menyewakan Rahim enggan mengembalikan bayi yang dikandungnya.10

Sehingga terjadi perdebatan keengganan menyerahkan bayi yang dikandungnya meski bukan anak kandungkan sendiri itu, bisa muncul karena naluri alamiah seorang ibu, untuk itu sewa Rahim perlu adanya perjanjian. Sama halnya dengan perjanjian yang dibuat, apakah bisa berlaku dan sah secara hukum perdata nasional, apalagi objek yang

dipejanjikan sangatlah tidak lazim di Indonesia yaitu Rahim.11 Anak hasil perolehan dari

Surrogate Mother adalah anak yang dititipkan oleh orangtua biolgis yang berupa embrio, yaitu sperma dan ovum dari suami-istri kemudian ditransplasikan ke Rahim ibu pengganti dan belum menjadi manusia yang utuh. Sehingga surrogate mother hanya berkewajiban mengandung dan melahirkan saja. Maka dapat ditarik ksimpulan bahwa sejauh ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai bayi tabung

10http://erabaru.net/top-news/37-news2/14277-maraknya-sewa-rahim-butuh-aturan. Diakses pada 29

mei 2019.

11 Rutelin, Skirpsi:”Analisis Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa (Surrogate Mother) Berdasarkan Kitab

(7)

dan tentunya pada ibu penggnti surrogate mother di Inodnesia yang saat ini masih bersifat kontradiktif, sementara para pihak dalam pratek ini hanya berpedoman pada hukum perjanjian yang terdapat pada KUHPer, KHI, UU Perkawinan, dan UU Kesehatan. Berarti secara positif dari ketentuan tersebut diketahui bahwa kontrak sewa Rahim tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.adapun program surrogate mother dengan prosedur-prosedur yang benar maupun Rahim dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomis sangatlah tidak etis. Dari beberapa permasalahan seperti kedudukan anak dan kedudukan sebagai surrogate mother khususnya di Indonesia, payung hukum perlu diterapkan supaya bila terjadi permasalahan atau kegiatan yang sama dapat terselesaikan secara cepat dan tuntas tanpa meninggalkan peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Hal tersebut tentu saja menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga pratek surrogate mother ini masih dipertanyakan bagaimana status hukumnya

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keabsahan perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan perundang undangan Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan hukum anak yang dilahirkan akibat Surrogate Mother? 1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat hukum yang timbul apabila salah satu pihak dalam perjanjian sewa rahim (surrogate mother) melakukan wanprestasi. Menurut hukum perdata Indonesia, jenis penelitian ini termasuk kategori penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif.

Untuk mengetahui tentang pengaturan perjanjian sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti (surrogate mother). Dan untuk mengetahui kedudukan

(8)

anak hasil sewa menyewa rahim yang menggunakan ibu pengganti seperti apa akibatnya.

1.4. Keaslian Penuliasan

Judul dari proposal skripsi ini adalah Kedudukan Sewa Menyewa Rahim (surrogate mother) Dalam Presfektif Hukum Perdata. Dengan ini merupakan karya tulis asli dari penulis sendiri tanpa plagiat karya tulis orang lain dan berbeda dari penelitian terdahulu.

NO JUDUL PENULIS RUMUSAN MASALAH

1. Status Hukum anak Bayi tabung dan hak Kewarisannya dalam Hukum Islam

Anas Ibnu

Safaruddin (Universitas Denpasar)

1. Bagaimana status

Hukum anak bayi

tabung dengan melalui donor (sperma atau ovum dan sewa rahim

2. Bagaimana hak

kewarisan anak bayi tabung dengan melalui donor dalam kewarisan islam?

2. Sewa Rahim di Tinjau dari Presfektif Hukum Indonesia dan Hukum Islam

Ayum Mastura

(IAIN Tulung

Agung)

1. Apa persamaan dan

perbedaan antara

presfektif hukum

positif dengan hukum islam mengenai sewa rahim?

2. Bagaimana tinjauan

hukum islam terhadap sewa rahim?

3 Status Kewarisan Anak Hasil

Sewa Rahim (surrogate

mother) dalam Prefektif

Hukum Islam

Fitri Fuji Astuti Ruslan (UIN Alaudin Makasar) A. Bagaimana hakikat sewa rahim? B. Bagaimana landasan

hukum sewa rahim?

C. Bagaimana status

kewarisan anak hasil sewa rahim menurut hukum islam?

(9)

D. Analisis Hukum sewa Rahim Menurut Hukum Islam

Adinda Akhsanal Virqria

(Universutas Lampung)

1. Bagaimanakah sewa

Rahim menurut hukum Islam

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap anak

yang dilahirkan

melalui sewa Rahim menurut hukum islam

E. Hukum Menytewakan Rahim

Menurut Yusuf Qardhawi

(studi kasus desa limau manis kecamatan tanjung morawa)

Nanda Siti hardiyanti (UIN Sumatera Utara) 1. Bagaimana pendapat Yusuf Qardhawi tentang hukum menyewakan Rahim 2. Bagaimana pelaksanaan sewa

Rahim di Desa Limau

Manis Kecamatan

Tanjung Morawa

3. Bagaimana dampak

pelaksanaan sewa

Rahim di Desa Limau

Manis Kecamatan

Tanjung Morawa F. Kedudukan Sewa Menyewa

Rahim Surrogate Mother

dalam Presfektif Hukum

Perdata Panca Wahyuni (Universitas Kristen Sartya Wacana) 1. Bagaimana keabsahan perjanjian Surrogate

Mother dilihat dari

peraturan perundang

undangan Indonesia? 2. Bagaimana kedudukan

hukum anak yang

dilahirkan akibat

Surrogate Mother

1.5.Metode Penelitian

Penelitian ini akan disusun menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

(10)

norma-norma dalam hukum positif.12 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how idalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how,

penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi.13 Maka

dengan adanya pene;itian tersebut perlu adanya beberapa pendekatan serta bahan hukum lainnya, yaitu :

1. Jenis Penelitin

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yurudis normatif, dimana penelitian ini meberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu ketegori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan perundang-undangan. 2. Pendekatan

a) Pendekatan Perundang-undangan

Dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.14 Pendekatan

undang-undang dilakukan dengan mengkaji dan menganaliasis berbagai peraturan perundnag-undangan.

b) Pendekatan Konseptual

Mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konep hukum, dan asas-asas hukum yang

relevan dengan isu yang dihadapi.15

12 Johnny Ibrahim, Teori dan Metedelogi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Pblishing, Malang,

2006, hlm. 295.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 60. 14 Ibid., hlm. 133.

(11)

3. Bahan Hukum16

a) Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer yang di kaji dalam penelitian tersebut adalah dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Kompilasi Hukum Islam

3) Undang-Undang No.01 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4) Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

5) Undang-Undang No.39 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia. 6) Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Reproduksi.

7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 039/Menkes/SK/1/.2010.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku hukum yang memuat materi sewa menyewa dan surrogate mother. Dalam hal tersebut yang mendukung sebagai penjelasan terhadap bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu litelatur-litelatur, teks hukum, jurnal hukum, makalah, maupun tulisian ilmiah yang didasarkan pada pandangan-pandangan para ahli.

c) Bahan Hukum Tertier

(12)

Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penelitian bahan hukum tertier yang digunakan meliputi:

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia. b. Kamus Hukum.

1.6.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1 BAB I yaitu, Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2 BAB II yaitu Pembahasan tentang Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan perundang-undangan Indonesia dan Kedudukan Hukum Anak yang dilahirkan akibat Surrogate Mother.

Referensi

Dokumen terkait

Jika ketersedian unsur hara nitrogen telah berlimpah dalam tanah, Secara tidak langsung tanaman jagung dapat menyerap nitrogen yang telah diproses dengan bakteri

Program Riset Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut teknologi Bandung, Analisis Tema Karya Perempuan Perupa Indonesia dalam Konteks Sosial Budaya (1998 – 2012).. :

Pemanfaatan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) digunakan untuk membeli pakaian sekolah (seragam sekolah) seperti seragam sekolah putih biru, dan pramuka. Dengan ada

Hasil penelitian mengenai Afifah (2007) mengenai Faktor Yang Berperan Dalam Kegagalan Praktik Pemberian Asi Eksklusif menyimpulkan kurangnya pengetahuan subjek

Dari penelitian dihasilkan sebuah perangkat lunak ( software ) baru tentang sistem pakar yang mampu sebagai pendukung untuk mengambil keputusan dengan

Berdasarkan pemeriksaan histologi gonad terbukti bahwa ukuran rerata oosit pada perlakuan suntikan larutan 17β- estradiol (P3) lebih tinggi dibanding per- lakuan P1, P2

Injil mengajak kita untuk belajar dari pengalaman orang kaya yang tidak peduli semasa hidupnya.. Kita diajak untuk berbagi, untuk memberikan hati dan sebagian harta

#ebagai salah satu metode dalam penentuan harga pokok produk$ variabel %osting mempunyai keunggulan dan kelemahan. #e%ara umum keunggulan variabel %osting adalah menutupi