• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

MODUL PERKULIAHAN

Psikologi

Psikologi

Psikologi

Psikologi

Konseling

Konseling

Konseling

Konseling

Psikologi Konseling

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Psikologi

0

0

0

03

3

3

3

61033 Agustini, M.Psi., Psikolog

Abstract

Kompetensi

Dalam perkuliahan ini akan

didiskusikan mengenai Dasar filsafat Rogers mengenai manusia. Pokok-pokok dasar Rogers. Teori kepribadian Rogers.

Mampu memahami pendekatan konseling non diretive.

(2)

Pendahuluan

Dasar Filasafi Rogers mengenai Manusia

Carl Rogers adalah tokoh yang sangat terkenal dalam bidang konseling dan psikoterapi. Teorinya mengenai berpusat pada klien (Client centered therapi) atau berpusat pada person menjadi pendekatan favorit bagi banyak orang konselor ataupun terapis dalam memberikan penanganan terhadap masalah psikologis yang dihadapi klien.

Dasar teorinya memiliki kesamaan pandangan dengan Maslow, sehingga dikategorikan ke dalam aliran humanistik. Rogers secara positif menganggap manusia sebagai mahkluk yang bertanggung jawab terhadap diri sendri dan memiliki kemampuan untuk memutuskan apa yang paling tepat bagi dirinya. Cara pandang ini sangat berlawanan dengan aliran psikoanalisis atau behaviorisme yang mendudukkan manusia sebagai korban dari masa lalu atau sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.

Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam kepada manusia. Ia memandang manusia terisolasi dan bergerak ke depan, berjuang untuk berfungsi secara penuh, serta memiliki kebaikan. Manusia pada dasarnya dapat dipercaya, kooperatif, dan konstruktif, tidak perlu melakukan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresif yang dimilikinya. Rogers mempunyai pandangan bahwa tingkah laku manusia dapat dipahami dari pengalaman subjektif terhadap realitas (subjective experience of rality). Manusia juga memiliki kemampuan menentukan nasibnya sendiri, dapat dipercaya, dan mengejar kesempurnaan diri. Asumsi Rogers tentang manusia adalah bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, tetapi juga heterostatis dan sulit dipahami. Rogers percaya dan optimis dengan sifat alami manusia. Ia meyakini bahwa dorongan paling besar pada manusia adalah aktualisasi diri, yaitu memilihara, menegakkan, mempertahankan diri, dan meningkatkan diri dengan memberikan kesempatan terhadap individu untuk berkembang dalam gerak maju dan memiliki cara untuk menyesuaikan diri.

Teori Kepribadian Rogers

Teori Rogerss didasarkan pada pengalaman selama bertahun-tahun dalam menangani klien-kliennya. dalam hal ini, Rogers memiliki kesamaan dengan Freud yaitu sama-sama kaya dan matang dalam teori dan pengalaman, dan memiliki perbedaan dengan Freud dalam pandangannya terhadap manusia. Rogers melihat manusia pada dasarnya baik dan sehat, tidak buruk atau sakit. Dengan kata lain, ia melihat kesehatan mental sebagai

(3)

kemajuan kehidupan normal dan melihat penyakit mental, kriminalitas, dan masalah-masalah manusia lainnya sebagai distorsi dari kecenderungan alamiah. Rogers juga berbeda dengan Freud dalam teori yang dikembangkannya. Teori Rogers relatif sederhana dibandingkan dengan teori Freud yang rumit.

Seluruh teori Rogers dibangun dari satu gaya hidup yang disebut kecenderungan aktualisasi. Aktualisasi dapat didefinisikan sebagai motivasi built in yang hadir dalam setiap format kehidupan untuk mengembangkan semua potensi dengan penuh. Rogers percaya bahwa semua mahkluk berusaha untuk membuat yang terbaik dari keberadan mereka. Jika mereka gagal untuk melakukannya, itu bukan karena kurangnya keinginan tetapi karena kondisi yang membatasinya. Istilah aktualisasi versi Rogers tidak sama dengan aktualisasi versi Maslow. Aktualisasi versi Rogers berlaku untuk semua mahkluk hidup.

1. Diri (self) dan Kecenderungan Aktualisasi Diri

Berdasarkan pengalamannya dalam perjalanan selama di Cina, Rogers mengakui pentingnya otonomi diri (self) sebagai faktor penting dalam perkembangan hidupnya. Beberapa riset awal yang dilakukannya membutikkan pentingnya self dalam pembentukan kepribadian. Pada tahun 1930, Rogers mengembangkan suatu metode untuk menentukan apakah perilaku seorang anak sehat atau konstruktif atau sebaliknya tidak sehat dan destruktif. Rogers menelti beberapa anak dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mengukur faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku anak tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya lingkungan keluarga, kesehatan, perkembangan intelektual, kondisi ekonomi, budaya, interaksi sosial, dan tingat pendidikan. Semua faktor tersebut merupakan faktor eksternal dan merupakan bagian dari lingkungan anak. Rogers juga meneliti faktor internal yang dianggap berpengaruh yaitu: pemahaman diri dan self insight. Rogers menggambarkan bahwa self insight sebagai sesuatu yang diterima oleh self dan realitas serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap self.

Rogers percaya bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan dalam dirinya untuk menjadi aktual, memelihara, dan meningkatkan self. Dorongan menuju aktualisasi diri menjadi bagian dari kecenderungan aktualisasi (actualization tendency) yang lebih luas, yang meliputi semua aspek psikologis dan kebutuhan psikologis. Dengan memperhatikan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan makanan, air, dan keamanan. Kecenderungan untuk aktual akan memelihara organisme dan membantu untuk menyediakan gizi dan bertahan hidup.

Proses pertumbuhan sepanjang hayat dipandang Rogers sebagai proses penilaian organismik (organismic valving process). Melalui proses ini menilai pengalaman hidup dalam kerangka untuk mengetahui apakah akan menuju ke arah kecenderungan aktualisasi atau

(4)

tidak. Pengalaman yang meningkatkan aktualisasi diri apabila nilai bagus dan diharapkan, kita akan memberi nilai positif. Sebaliknya, pengalaman yang merintangi untuk aktual akan dianggap tidak diharapkan dan membuat penilaian negatif. Persepsi tersebut berpengaruh kepada perilaku karena lebih menyukai untuk mengalami pengalaman yang diharapkan dan menghindari pengalaman yang tidak diharapkan.

2. Pengalaman Dunia (Experiental World)

Dalam mengembangkan teorinya, Rogers sangat menekankan pengaruh pengalaman dunia dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini menjadi frame of reference atau konteks yang berpengaruh kepada pertumbuhan. Beberapa pengalaman yang menstimulasi kita dari yang kecil sampai dengan yang besar baik yang mengganggu maupun yang menyenangkan membuat kita ingin tahu bagaimana menerima dan bereaksi terhadap pengalaman dunia yang multifacet.

Meurut Rogers, realitas lingkungan bergantung pada persepsi kita tentang hal tersebut, yang memungkinkan persepsi kita terhadap realitas tidak tepat. Persepsi berubah sejalan dengan pertambahan umur dan pengaruh lingkungan dan dunia pengalaman bersifat pribadi dan hanya diketahui oleh diri sendiri.

3. Perkembangan Self pada Masa Kanak-Kanak

Seorang bayi berkembang secara bertahap dalam lapangan pengalaman yang kompleks melalui hubungan sosial. Sebagian pengalaman tersebut telah membedakan satu bagian dari bagian lainnya. Bagian tersebut didefinisikan dengan kata I, me, dan my self yang semuanya adalah self atau self concept. Pembentukan self concept terjadi melalui pembedaan langsung dan segera antara self dan objek atau kejadian di luar dirinya.

Idealnya, self memiliki pola konsisten dan inipun sebenarnya diusahakan oleh self sendiri. Misalnya orang yang merasa terganggu karena memiliki kecenderungan agresif tinggi akan berusaha menghindari perilaku agresif, dengan cara menghindari, bertanggung jawab terhadap tindakan yang tidak konsisten dengan self concept nya yaitu mempercayai bahwa dirinya kurang agresif.

4. Penghargaan Positif (Positive Regard)

Setiap anak memerlukan penghargaan (positive regards). Kebutuhan ini bersifat universal dan persisten. Penghargaan positif terdiri atas penerimaan, cinta, dan dukungan dari orang lain terutama dari ibu. Penghargaan positif merupakan sesuatu yang penting bagi

(5)

perkembangan kepribadian. Anak yang menerima penghargaan positif akan merasakan kepuasan, sebaliknya anak yang tidak mendapatkannya akan frustasi. Perilaku anak dituntun oleh kasih dan cinta yang diterimanya. Jika sang ibu tidak memberikan penghargaan positif, maka kecenderungan aktualisasi diri anak akan terhalang. Demikian juga denga anak yang mendapatkan pengasuhan yang buruk, mereka akan mengalami penolakan terhadap perkembangan self yang baru. Jika hal ini sering dialami, anak akan berhenti untuk berjuang mencapai aktualisasi. Mereka akan mencari pengharagaan positif dari orang lain, meskipun hal ini akan membuatnya bertindak tidak konsisten dengan konsep dirinya.

Anak yang mendapatkan penerimaan, cinta, dan dukungan dalam situasi tertentu mungkin tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan orangtua apabila perilaku tersebut tidak membuatnya mendapatkan hukuman, maka kondisi ini disebut dengan penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard). Penghargaan positif tetap diberikan meskipun anak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, kecintaan ibu diberikan secara penuh dan gratis tanpa syarat, tidak bergantung pada perilaku anak. Pola pemberian penghargaan ini bersifat alamiah resiprokal (reciprocal nature), artinya ketika seseorang mendapatkan penghargaan positif dari orang lain, akan merasa puas dengan kebutuhan tersebut dan membuatnya memiliki keinginan untuk memberikan penghargaan positif pada orang lain.

5. Kondisi yang Berharga (Condition of Worth)

Penghargaan diri positif menurut Rogers sama dengan konsep super ego dari Freud. Sumbernya berasal dari penghargaan positif tanpa syarat. Penghargaan positf tanpa syarat meliputi penerimaan dan cinta orang tua kepada anak tanpa syarat apapun terlepas dari perilaku anak, terbalik dengan penghargan positif dengan syarat.

Orangtua tetap akan memberikan pengharagaan positif terhadap apapun yang dilakukan anak. Beberapa perilaku anak mungkin mengganggu, menakutkan, atau membosankan, tetapi orangtua menunjukkan reaksi yang mendukung atau menyukai. Sebaliknya, apabila orangtua hanya berespon positif untuk perilaku yang diinginkan, maka akan membuat anak belajar memahami bahwa kasih sayang orangtua akan bergantung pada kesesuaian perilaku yang mereka tunujukkan. Selanjutnya, anak-anak memahami bahwa kadangkala penghargaan tersebut diberikan dan kadang-kadang tidak.

Jika orangtua mengekspresikan kebergangguannya pada setiap anak untuk berperilaku tertentu, maka anak akan belajar untuk menolak dirinya. Standar atau penilaian eksternal akan menjadi sesuatu yang bersifat internal dan personal. Dalam hal ini, anak-anak akan menghukum dirinya seperti yang dilakukan oleh orangtua terhadap dirinya. Anak-anak

(6)

mengembangkan penghargaan diri hanya pada situasi saat orangtuanya memberikan dukungan. Pada saat yang sama, konsep diri yang terbentuk berfungsi sebagai wakil dari orangtua. Kondisi yang berharga adalah saat seseorang merasa dirinya berharga hanya pada situasi tertentu. Orang yang menerima penghargaan positif dari orangtuanya akan memiliki penghargaan diri positif. Dengan norma dan standar orangtua yang sudah diinternalisasi, mereka akan melihat dirinya berharga atau tidak, baik atau jelek sesuai dengan kerangka yng dibuat oleh orangtuanya.

Anak akan belajar menghindari perilaku yang mungkin tidak memberikan kepuasan pribadi, karenanya mereka tidak bebas, merasa memerlukan evaluasi atas perilaku dan sikapnya. Oleh karena itu, anak akan sangat hati-hati dan menahan diri untuk tidak berperilaku tertentu. Dengan demikian, anak akan terhalang untuk mencapai perkembangan secara penuh atau aktualisasi diri. Perkembangan mereka terhalang oleh kehidupan karena perkembangannya dibatasi oleh kondisi berharga (condition of worth).

6. In-Kongruensi (Incongruence)

Incongruence adalah ketidaksesuaian antara konsep diri dan dunia pengalaman, serta lingkungan yang kita terima. Anak-anak tidak hanya belajar merintangi perilaku yang tidak diterima, tetapi juga menolak atau mendistorsi pengalaman yang tidak dapat diterimanya. Dengan berpegang kepada persepsi yang tidak akurat mengenai pengalaman tertentu, anak-anak menerima resiko menjadi "asing" terhadap diri yang sebenarnya (true self). Setiap individu akan mengevaluasi pengalaman untuk kemudian menerima atau menolak, bukan karena pengalaman tersebut berkontribusi kecenderungan aktualisasi atau tidak, melainkan dalam kerangka apakah pengalaman tersebut memberikan penghargaan positif terhadap orang atau tidak. Kondisi ini akan membawa kepada incongruence antara self concept dan dunia pengalaman dari lingkungan yang diterima.

Pengalaman yang tdak kongruence atau tidak sesuai dengan konsep diri akan menjadi ancaman dan termanifestasi dalam bentuk kecemasan (anxiety). Misalnya di dalam konsep diri kita memiliki kepercayaan bahwa kita mencintai kemanusiaan, suatu waktu kita bertemu dengan seseorang yang kita benci, maka kita akan merasakan kecemasan. Kebencian ini tidak kongruen dengan citra diri kita yang mencintai sesama. Maka, untuk memelihara konsep diri, kita harus menyangkal kebencian. Kita mempertahankan diri melawan kecemasan yang membawa ancaman dengan cara mendistorsinya yang selanjutnya menutup porsi dari lapangan pengalaman kita. Hasilnya adalah kekakuan dari persepsi kita.

(7)

7. Pertahanan

Orang sedang mengalami inkongruensi akan berada dalam sitasi yang terancam. Ketika orang menghadapi situasi yang mengancam, maka akan merasa cemas. Kecemasan adalah sebuah sinyal yang menunjukkan bahwa ada masalah di depan, karenanya harus menghindari situasi tersebut. Penghindaran tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga secara psikologis yaitu menggunakan pertahanan. Konsep pertahanan dari Rogers terdapat dua jenis pertahanan, yaitu: penyangkalan dan distorsi persepsi. Penyangkalan sama seperti mekanisme pertahanan dari Freud yaitu dengan menolak apapun bentuk sitasi yang mengancam.

8. Orang Berfungsi Sepenuhnya (Fully Functioning Person)

Menurut Rogers, orang yang sehat berarti berfungsi sepenuhnya. Bagi Rogers, orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang telah mendapatkan hasil akhir perkembangan psikologis dan evolusi sosial.

Beberapa ciri orang yang berfungsi sepenuhnya (aktualisasi diri) adalah sebagai berikut: a. Terbuka terhadap pengalaman (kebalikan dari defensif).

Ini adalah persepsi yang akurat terhadap pengalaman seseorang tentang dunia, termasuk perasaan-perasaannya.

b. Eksistensi hidup, yang berarti hidup disini dan sekarang (here and now).

Menurut Rogers, eksistensi merupakan bagian dari dan untuk berhubungan dengan realitas. Kita tidak hidup di masa lalu atau di masa depan, tetapi kita hidup sekarang.

c. Percaya pada organisme sendiri.

Orang yang berfungsi sepenuhnya percaya dengan cara mereka bereaksi bukan didasarkan atas opini orang lain, kode sosial, atau penilaian intelektual. Bertindak berdasarkan apa yang mereka anggap benar, bertindak dengan cara yang mereka puas.

d. Hidup secara penuh dan kaya dalam setiap kejadian.

Orang yang berfungsi sepenuhnya merasa bahwa setiap pengalaman adalah berpontensi, baru dan menyegarkan. Pengalaman tidak dapat diprediksi atau diantisipasi, tetapi dapat diikuti dengan penuh bukan hanya diobservasi.

e. Memiliki perasaan bebas daam membuat pilihan tanpa dirintangi atau dibatasi. Kondisi ini membuat memiliki perasaan berdaya, karena mengetahui bahwa masa depannya tergantung pada tindakannya bukan ditentukan oleh lingkungannya, baik sekarang, kemarin atau akan datang atau juga bukan ditentukan oleh orang lain.

f. Hidup secara konstruktif dan adaptif terhadap lingkungan yang berubah yang dipadukan dengan kreativitas secara spontan.

(8)

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang fleksibel suka mencari pengalaman baru dan tantangan. Mereka tidak membutuhkan sesuatu yang dapat diprediksi, keamanan, dan kebebasan dari tekanan.

g. Orang yang berfungsi sepenuhnya mungkin menghadapi kesulitan.

Kondisi ini melibatkan pengujian yang berkelanjutan, tumbuh, bekerja keras dan menggunakan semua potensi, sebuah cara hidup yang membawa kepada kompleksitas dan tantangan.

Penerapan Teori Berpusat pada Diri dalam Konseling

Carl Rogers terkenal karena kontribusinya terhadap terapi. Nama terapinya telah berkali-kali berganti nama. Pada awalnya disebut dengan nondirektif karena merasa bahwa terapis tidak boleh mengarahkan klien, tetapi hanya mengarahkan klien menuju kemajuan terapi. Ketika Rogers makin berpengalaman, makin menyadari bahwa "nondirektif" masih dipengaruhi oleh kliennya. Dengan kata lain, klien melihat terapis untuk bimbingan, padahal pada kenyataannya ia menemukan bahwa terapis tidak mencoba untuk membimbing, kemudian berganti nama menjadi berpusat pada klien (client centered therapy). Rogers masih merasa bahwa klien lah yang harus mengatakan apa yang salah, menemukan cara-cara untuk memperbaiki,dan menentukan kesimpulan hasil terapinya.

Proses Konseling

Komponen atau perangkat yang digunakan dalam konseling menurut Rogers antara lain kemampuan untuk mendengar aktif (avtive listening), genuineness, dan paraphrasing. Poin penting dalam pendekatan ini adalah klien telah memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya, sementara konselor berperan dalam mendengarkan tanpa memberi pilihan, tanpa mengarahkan, dan membantu klien untuk merasa diterima dan dapat memahami realitas perasaannya sendiri. Dalam konteks ini, konselor melihat konseling sebagai proses membantu seseorang untuk mengaktualisasikan kekuatan positif yang sudah dimilikinya. Hal ini merupakan upaya untuk membuat seseorang lebih memiliki dorongan dari dalam diri sendiri (self directive). Konseling bukan sebuah proses bantuan yang melihat kejadian-kejadian di masa lampau, tetapi lebih pada upaya membangun keberlangsugan masa depan baik secara spiritual, intelektual, maupun emosional.

Dalam konseling, konselor memberi kebebasan yang luas kepada klien untuk membuat keputusan. Pendekatan ini menekankan pada prinsip, konselor harus menahan diri dalam

(9)

memberi pengaruh kepada klien, konselor memberi tanggung jawab kepada klien dalam proses pengambilan keputusan lewat konseling, konselor memberi kebebasan kepada klien dalam mengekspresikan diri dalam menentukan cara menangani masalahnya.

Rogers mengidentifikasi enam kondisi konseling yang dibutuhakan untuk mencapai perubahan psikologis, antara lain:

1. Dua orang yang berada dalam kontak psikologis.

2. Konseli yang memiliki kondisi tidak kongruen (incongruence).

3. Konselor yang kongruen (congruence) dan terlibat dalam hubungan konseling. 4. Konselor yang memiliki unconditional positive regard untuk konseli

5. Konselor yang memiliki pemahaman empatik tentang pola berpikir klien (frame of reference).

6. Komunakasi yang empatik dan positive regard (Thompson, et.al., 2004).

Tujuan Konseling

Konseling person centered bertujuan membantu klien menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi konseling, dimana konselor mendudukkan konseli sebagai orang yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard), yaitu menerima konseli apa adanya. Tujuan utama pendekatan person centered adalah pencapaian kemandirian dan integrasi diri. Dalam pandangan Rogers (1977) tujuan konseling bukan semata-mata menyelesaikan masalah tetapi membantu klien dalam proses pertumbuhannya sehingga klien dapat mengatasi masalah yang dialaminya sekarang dengan lebih baik dapat mengatasi masalahnya sediri di masa yang akan datang (Corey, 1986).

Tujuan dasar pendekatan person centered dapat terlihat dari pendapat Rogers (1961) tentang individu yang dapat mengaktualisasikan diri. Individu yang dapat mengaktualisasikan diri dapat terlihat dari karakteristik berikut:

1. Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (openes to experience).

Keterbukaan terhadap pengalaman meliputi kemampuan untuk melihat realitas tanpa terganggu untuk menyesuaiakan pada self structure yang telah terbentuk sebelumnya. 2. Kepercayaan pada diri sendiri (self trust).

(10)

Salah satu tujuan konseling adalah membantu klien mengembangkan rasa percaya pada diri sendiri.

3. Sumber internal evaluasi (internal source of evaluation).

Internal source of evaluation berarti indivdu mencari pada diri sendiri tentang jawaban atas masalah-masalah eksistensi diri.

4. Keinginan yang berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue growing). Pembentukan self dalam process of becoming merupakan inti dari tujuan pendekatan person centered.

Peran dan Fungsi Konselor

Kemapuan konselor dalam membangun hubungan interpersonal dalam proses komunikasi konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling. Dalam proses konseling, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti (care condition) yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan tereupatik dan perkembangan klien. Dalam peran tersebut konselor menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard dan acceptance) dan pemahaman sempati yang tepat (accurate empathic understanding).

1. Kongruen (congruence) atau keaslian (genuineness).

Berarti bahwa konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi, dan otentik. Seorang konselor harus dapat menampilkan kekongruenan antara perasaan dan pikiran yang ada didalam dirinya (inner) dengan perasaan, pandangan, dan tingkah laku yang diekspresikan (outer).

2. Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance).

Unconditional positive regard berarti bahwa konselor dapat berkomunikasi dengan klien secara mendalam dan jujur sebagai pribadi. Hal ini berarti bahwa konselor tidak melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran, dan tingkah laku klien berdasarkan standar norma tertentu (Corey, 1986).

3. Pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic understanding).

Empathy atau deep understanding adalah kemampuan konselor untuk memahami permasalahan klien, melihat melalui sudut pandang klien, peka terhadap perasaan-perasaan klien sehingga konselor mengetahui bagaimana klien merasakan perasaannya.

(11)

Teknik-Teknik Konseling

Corey (1995) mengatakan bahwa konselor harus memperlihatkan berbagai ketrampilan interpersonal yang dibutuhkan dalam proses konseling. Ketrampilan-ketrampilan tersebut adalah:

1. Mendengarkan aktif (active listening).

Memperhatikan perkataan klien, sensitif terhadap kata atau kalimat yang diucapkan, intonasi, dan bahasa tubuh klien.

2. Mengulang kembali (restating atau paraphrasing). Mengulang perkataan klien dengan kalimat yang berbeda. 3. Memperjelas (clarifying).

Merespon pernyataan atau pesan klien yang membingungkan dan tidak jelas dengan memfokuskan pada isu-isu utama dan membantu individu tersebut untuk menemukan dan memperjelas perasaan-perasaannya yang bertolak belakang.

4. Menyimpulkan (summarizing).

Merupakan ketrampilan konselor untuk menganalisa seluruh elemen-elemen penting yang muncul dalam seluruh atau bagian sesi konseling.

5. Bertanya (questioning).

Teknik ini bertujuan untuk menggali informasi yang lebih dalam dari klien. 6. Menginterpretasi (interpreting).

Kemampuan konselor dalam menginterpretasi pikiran, perasaan, atau tingkah laku klieni yang bertujuan untuk memberikan perspektif alternatif dan baru.

7. Mengkonfrontasi (confronting).

Merupakan cara yang kuat untuk menantang klien untuk melihat dirinya secara jujur. 8. Merefleksikan perasaan (reflecting feelings).

Kemampuan untuk merespon terhadap esensi perkataan klien. Merefleksikan perasaan bukan sekedar memantulkan perasaan klien tetapi termasuk pula ekspresinya.

9. Memberikan dukungan (supporting).

Upaya memberikan penguatan kepada klien, terutama ketika mereka berhasil membuka informasi-informasi personal.

10. Berempati (empathizing).

Inti dari ketrampilan empati adalah kemampuan pemimpin untuk sensitif terhadap hal-hal subyektif klien.

11. Memfasilitasi (facilitating).

Bertujuan memberdayakan klien untuk mencapai tujuan-tujuannya. 12. Memulai (initiating).

(12)

Ketrampilan untuk memulai kegiatan dalam proses konseling, seperti: diskusi, menentukan tujuan, mencari alternatif solusi.

13. Menentukan tujuan (setting goals).

Ketrampilan untuk menentukan tujuan konseling. Disini konselor harus dapat menstimulasi kliennya menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam konseling. 14. Mengevaluasi (evaluating).

Ketrampilan untuk mengevaluasi keseluruhan proses konseling, karena evaluasi merupakan kegiatan yang berkelanjutan.

15. Memberikan umpan balik (giving feedback).

merupakan ketrampilan konselor untuk memberikan umpan balik yang spesifik, deskriptif, dan jujur atas dasar observasi dan reaksi terhadap tingkah laku klien.

16. Menjaga (protecting).

Upaya konselor untuk menjaga klennya dari kemungkinan risiko-risiko psikologis dan fisik yang tidak perlu.

17. Mendekatkan diri (disclosing self).

Kemampuan membuka informasi-informasi personal dengan tujuan membuat klien menjadi lebih terbuka.

18. Mencontoh model (modeling).

Klien belajar dari mengobservasi tingkah laku konselor. Konselor harus dapat menampilkan nilai-nilai kejujuran, penghargaan, keterbukaan, mau mengambil risiko, dan arsetif.

19. Mengakhiri (terminating).

Ketrampilan konselor untuk menentukan waktu dan cara mengakhiri kegiatan konseling.

(13)

Daftar Pustaka

Hidayat, D.R., (2015). Psikologi Kepribadian dalam konseling. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Komalasari, G., Wahyuni, E., Karsih., (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks.

Referensi

Dokumen terkait

Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem closed feedback di mana posisi dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam

Lakukan analisis dan evaluasi penelitian berbasis design dan creation. Lakukan studi pada sebuah penelitian yang menggunakan strategi ini. a) Menjelaskan arti dari strategi

Dengan mengucapkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan TA (Tugas Akhir) ini dengan baik sebagai

Pihak-pihak akan berusaha sekerasnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mendorong dan mengembangkan kerjasama teknis bidang pertahanan dan keamanan

seperti pada Tabel 12.3, kita dapat menggunakan teknik machine learning untuk memprediksi apakah suatu pengguna akan menyukai film tertentu, berdasarkan genre yang dimuat oleh

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yaitu, penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder. Penelitian hukum normatif

Diduga terjadi korelasi yang tinggi antara karakteristik-karakteristik tenaga kerja, sehingga analisis hubungan antara karakteristik tenaga kerja terhadap produksi tanaman

Untuk mengetahui bagaimanakah :Efektivitas penggunaan media audio visual pada mata pelajaran Bahasa Indonesia ditinjau dari keterampilan membaca puisi peserta didik sekolah