• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi

Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,

arthtritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthtritis adalah

suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon

et al., 2002). Sedangkan menurut American College of Rheumatology

(2012), rheumatoid arthtritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan fisik serta fungsi dari banyak sendi, sendi kecil ditangan dan kaki cenderung paling sering telibat.

2. Patofisiologi

Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan komponen self dan non-self. Sistem imun pada kasus

rheumatoid arthtritis tidak mampu lagi membedakan keduanya dan

menyerang jaringan senovial serta jaringan penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama yang tampak pada kasus

rheumatoid arthtritis. Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen.

Antigen dapat berupa antigen eksogen seperti protein virus atau protein antigen endogen (Schuna, 2005).

Paparan antigen merupakan pemicu pembentukan antibodi oleh sel B. Pada pasien rheumatoid arthtritis ditemukan antibodi yang dikenal dengan Rheumatoid Factor (RF). Rheumatoid factor mengaktifkan komplemen kemudian memicu kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+. Sitokin yang dilepaskan merupakan sitokin

(2)

proinflamasi dan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthtritis seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel T CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang terkena inflamasi. Makrofag akan melepaskan prostaglandin dan sitoksin yang akan memperparah inflamasi. Potein vasoaktif seperti histamin dan kinin juga dilepaskan yang dapat menyebabkan edema, eritema, nyeri dan rasa panas. Selain itu, aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga dapat menstimulasi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita

rheumatoid arthtritis. Inflamasi kronis yang dialami pasien rheumatoid arthtrits menyebabkan membran sinovial mengalami poliferasi berlebih

yang dikenal dengan pannus. Pannus akan menginvasi kartilago dan permukaan tulang yang menyebabkan erosi tulang dan kerusakan sendi (Schuna, 2005).

Pada awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus) menginfeksi sendi yang mengakibatkan kerusakan lapisan sendi yaitu pada membran sinovial dan tejadi peradangan yang terus menerus. Peradangan ini akan menyebar ke tulang rawan, kapsul fibroma sendi, ligamen dan tendon. Kemudian terjadi penimbunan sel darah putih dan pembentukan jaringan parut sehingga membran sinovium menjadi hipertropi dan menebal. Hipertrofi dan penebalan ini menyebabkan aliran darah yang masuk ke dalam sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (Schuna, 2005).

3. Klasifikasi a. Arthtritis akut

Pada fase dini gejala sistemik yang terjadi adalah lesu, anoreksia, penurunan berat badan dan demam. Persendian yang paling seing terkena adalah tangan, lutut, siku, kaki, bahu dan panggul. Karakteristik distribusi adalah pada pesendian tangan dan kaki metakarphageal serta ibu jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis

(3)

serta sendi metakarphalangeal dari keempat jari kaki. Gejala lokal awal yaitu nyeri dan kekakuan ringan (lebih dari 1 jam) yang dirasakan pada pagi hari dan pada waktu menggerakan persendian yang meradang (Handriani, 2004).

b. Arthtritis kronik

Kerusakan struktur persendian akibat kerusakan rawan sendi atau erosi tulang periartikular merupakan proses yang tidak dapat diperbaiki lagi dan memerlukan modifikasi mekanik atau pembedahan rekonstruktif (Handriani, 2004).

4. Gejala klinis

Menurut Santoso dan Ismail (2009), gejala penyakit rematik secara garis besar terdiri dari :

a. Artritis, yaitu radang sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warnanya kemerahan, panas, nyeri, dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini penderita sangat terganggu, apalagi bila lebih dari satu sendi yang terserang.

b. Artralgia, yaitu nyeri sendi tanpa pembengkakan dan gangguan sendi, gerakan sendi masih normal. Keadaan ini dapat menyertai penyakit infeksi bakteri maupun virus, atau setelah aktivitas fisik yang berlebihan.

c. Artrosis, yaitu nyeri sendi yang disertai tanda-tanda radang yang tidak lengkap (tidak bengkak, tanpa kemerahan, dan tanpa panas). Artrosis ini merupakan penyakit sendi yang disebabkan oleh proses degenerasi atau proses penuaan. Gejala umumnya ringan, tetapi ada yang menunjukan gejala berat bahkan sampai cacat.

5. Pengobatan

a. Terapi non farmakologi 1) Latihan

Penelitian menunjukan bahwa olahraga sangat membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan pada pasien

(4)

rheumatoid arthtritis serta meningkatkan fleksibilitas dan

kekuatan gerak (Shiel, 2011). 2) Istirahat

Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang mengalami peradangan dan mencegah kerusakan sendi yang lebih parah (Schuna, 2008).

3) Pengurangan berat badan

Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada sendi dan mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal dapat mencegah kondisi medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan diabetes (Shiel, 2011).

b. Terapi farmakologi

Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati

rheumatoid arthtritis, yaitu obat fast acting (lini pertama) dan obat slow acting (lini kedua). Obat-obat fast acting dingunakan untuk

mengurangi nyeri dan perradangan, seperti aspirin dan kortikosteroid. Sedangkan obat slow acting adalah obat antirematik yang dapat memodifikasi penyakit (DMARD), seperti garam emas, metroteksat dan hidroksiklorokuin yang digunakan untuk remisi penyakit dan mencegah kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek anti inflamasi (Shiel, 2011).

Pengobatan dengan DMARD sebaiknya dimulai selama 3 bulan pertama sejak diagnosis rheumatoid arthtritis ditegakkan. Kombinasi dengan NSAID atau korstikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi gejala. Pengobatan dengan DMARD sejak dini dapat mengurangi mortalitas. DMARD yang paling sering digunakan adalah metroteksat, hidoksiklorokuin, sulfasalazin, dan leflunomid.

Metroteksat lebih banyak dipilih karena menghasilkan outcome lebih baik jika dibandingkan dengan obat lain. Metroteksat juga lebih ekonomis jika dibandingkan dengan agen biologik. Obat lain yang efikasinya mirip dengan metroteksat adalah leflunomid.

(5)

Agen biologik yang mempunyai efek DMARD juga dapat diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi DMARD. Agen ini dirancang untuk memblokir aksi zat alami yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh seperti faktor TNF atau IL-1. Zat-zat yang terlibat dalam rheumatoid arthtritis adalah reaksi kekebalan tubuh abnormal sehingga perlu dihambat untuk memperlambat reaksi autoimun sehingga meringankan gejala dan memperbaiki kondisi secara keseluruhan. Agen biologik yang biasa digunakan adalah obat-obat anti TNF (etanercept, infliximab, adalimumab), antagonis reseptor IL-1 anakinra, modulator kostimulasi abatacept dan rituximab yang dapat mendeplesi sel B periferal. Infliximab dapat diberikan secara kombinasi bersama metotreksat untuk mencegah perkembangan antibodi yang dapat mereduksi efek obat ataupun menginduksi reaksi alergi. Kombinasi dua atau lebih DMARD juga diketahui lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal (Schuna, 2008).

Kortikosteroid berguna untuk mengontrol gejala sebelum efek terapi DMARD muncul. Dosis rendah secara terus menerus dapat diberikan sebagai tambahan ketika pengobatan dengan DMARD tidak dapat mengontrol penyakit. Kortikosteroid dapat disuntikan kedalam sendi dan jaringan lokal untuk mengendalikan peradangan lokal. Kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan sebagai monoterapi dan penggunaannya secara kronis sebaiknya dihindari (Schuna, 2008).

NSAID juga dapat diberikan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri pada rheumatoid arthtitis. NSAID tidak memperlambat terjadinya kerusakan sendi, sehingga tidak dapat diberikan sebagai terapi tunggal untuk mengobati rheumatoid

arthtritis. Seperti kortikosteroid. NSAID digunakan sebagai terapi

(6)

B. Kualitas Hidup 1. Definisi

Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang sangat luas yang dipengarui kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan (Yuliati et al., 2014).

Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan menggambarkan pandangan individu terhadap kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan yang mempengaruhi kesehatan mereka (American

Thoracic Society, 2007). Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain karakteristik pasien, karakteristik penyakit, dan pengobatan atau terapi seperti jenis obat juga ikut berperan dalam kualitas hidup pasien (Asadi-Lari et al., 2004).

2. Instrumen untuk mengukur kualitas hidup pasien rheumatoid arthtritis

Kuesioner spesifik yang dapat menilai kualitas hidup pasaien

rheumatoid arthtritis adalah HAQ (Health Assesment Questionnaire).

HAQ pertama dikembangkan oleh James F. Fries dan rekan-rekannya di Standford University pada tahun 1978 (Bruce dan Fries, 2003). HAQ merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam menilai kualitas hidup rheumatoid arthtritis. HAQ terdiri dari 20 pertanyaan yang mencerminkan dalam 8 domain atau bidang yaitu dalam hal berpakaian, bangkit, makan, berjalan, kebersihan, mencapai pegangan, dan kegiatan sehari-hari (Garip, 2014).

(7)

3. Kerangka Konsep

Karakteristik pasien : 1. Jenis kelamin 2. Usia

Nyeri yang dialami Jenis obat atau terapi yang

digunakan

Kualitas hidup pasien rheumatoid arthtritis

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang

[r]

Perolehan hasil pelaksanaan tindakan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 04 Nagrak

Mahasiswa dapat menyelenggarakan pemeriksaan psikologi sesuai dengan prosedur yang standar dan dapat membuat laporan hasil pemeriksaan psikologi dengan komunikatif.

Lyubomirsky dkk (2005a) melalui studi ekperimental longitudinalnya menemukan bahwa emosi positif menyebabkan penyesuaian diri yang lebih baik dalam berbagai domain seperti

Pemberiaan secara intravena (IV) pada tikus jantan dan bentina pada kenyataanya memberikan onset yang lebih cepat dibanding rute intraperitonial, namun

d) Menyamarkan praktik penetapan harga dan atau praktik jual rugi (predatory pricing) dari pelaku usaha. Dalam menganalisis kasus Rapid Test ini, perlu melihat adakah dampak