• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Maṣlaḥah Mursalah terhadap Isbat Nikah Massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Maṣlaḥah Mursalah terhadap Isbat Nikah Massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MA

LA

AH MURSALAH TERHADAP ISBAT

NIKAH MASSAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH DINAS

SOSIAL KOTA SURABAYA TAHUN 2014-2018

SKRIPSI

Oleh

Fitriyah Khadijah NIM. C01215014

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Program Studi Hukum Keluarga Islam

SURABAYA 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul “Analisis Malaah Mursalah Terhadap Isbat Nikah Massal Yang Diselenggrakan Oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai: 1) Bagaimana pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya tahun 2014-2018? 2) Bagaimana analisis maşlaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya tahun 2014-2018?

Data penelitian dihimpun melalui wawancara serta dokumentasi dengan tujuan untuk memperoleh data yang pasti. Selanjutnya, dianalisis dengan teknik deskriptif, dengan pola pikir deduktif. Data juga dianalisis dengan menggunakan teori-teori umum maşlaah mursalah terkait dengan Isbat nikah massal yang diselengggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya tahun 2014-2018.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya dilaksanakan di Pengadilan Agama Surabaya setelah berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 meliputi sosialisasi, pendaftaran, menunggu jadwal panggilan sidang dari pengadilan, menghadiri persidangan, putusan pengadilan dan pendampingi pasutri datang ke KUA untuk mengurus administrasi dan mendapatkan akta nikah. Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya jika dilihat dari maslahahnya maka Isbat nikah massal termasuk dalam kategori maşlaah mursalah berkenaan pentingnya pencatatan perkawinan banyak memberikan maşlaah kepada suami dan istri terutama bagi seorang anak. Pemerintah Kota Surabaya turut serta membantu memberikan fasilitas berupa anggaran program Isbat nikah massal yang terdapat pada Perda 009 Tahun 2018 tentang APBD Kota Surabaya dan Peraturan Walikota No. 77 tahun 2019 tentang penjabaran APBD Kota Surabaya 2019 yang dalam hal ini Dinas Sosial Kota Surabaya menjadi penanggung jawabnya. Adapun pesertanya penduduk yang berdomisili di Surabaya dan dari keluarga miskin dengan menunjukkan KTP Surabaya, Surat Keterangan tidak mampu dan belum memiliki akta nikah maka dilakukan kerja sama Dinas Sosial dengan Pengadilan Agama Surabaya untuk mempermudah penerbitan buku nikah yang resmi sehingga anak yang dilahirkan mendapatkan akses Pendidikan dan istri terjamin.

Berdasarkan uraian diatas, maka masyarakat Kota Surabaya dalam melaksanakan sebuah perkawinan agar melakukannya sesuai dengan prosedur pernikahan yang dilaksanakan di KUA agar terlindungi hak-hak dalam hal perkawinan dan diharapkan kepada pihak KUA serta Pencatatan Sipil melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan perkawinan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM………..i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN BIMBINGAN ... iii

PENGESAHAN ...iv

ABSTRAK... ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah... 14

C. Rumusan Masalah... 15

D. Kajian Pustaka... 15

E. Tujuan Penelitian... 20

F. Kegunaan Hasil Penelitian... 20

G. Definisi Operasional... 21

(8)

I. Sistematika Pembahasan... 27

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALAAH MURSALAH, PENCATATAN PERNIKAHAN DAN ISBAT NIKAH\ ... 29

A. Malaah Mursalah... 29 1. Pengertian Malaah. ... 29 2. Pengertian Malaah Mursalah ... 33 3. Kehujjahan Malaah Mursalah ... 35 4. Syarat-Syarat Malaah Mursalah ... 37 B. Pencatatan Perkawinan... 39

1. Pengertian Pencatatan perkawinan. ... 39

2. Tujuan Pencatatan Perkawinan. ... 40

3. Legalisasi Perkawinan. ... 41

4. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan ... 43

5. Manfaat Pencatatan Perkawinan ... 47

C. Isbat Nikah... 48

1. Pengertian Isbat Nikah. ... 48

2. Syarat-Syarat Isbat Nikah. ... 50

3. Dasar Hukum Isbat Nikah. ... 52

4. Prosedur Isbat nikah ... 53

BAB III PELAKSANAAN ISBAT NIKAH MASSAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH DINAS SOSIAL KOTA SURABAYA TAHUN 2014-2018 ... 58

A. Profil Dinas Sosial Kota Surabaya... 58

(9)

2. Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Surabaya. ... 60

3. Tugas Pokok dan Fungsi. ... 61

4. Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Surabaya. ... 62

B. Pelaksanaan Isbat Nikah Massal yang Diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018... 64

1. Latar Belakang. ... 64

2. Tujuan. ... 65

3. Proses Pelaksanaan Isbat Nikah Massal ... 66

4. Data Pelaksanaan Isbat Nikah Massal. ... 74

BAB IV ANALISIS MALAAH MURSALAH TERHADAP ISBAT NIKAH MASSAL YANG DISELENGGGARAKAN OLEH DINAS SOSIAL KOTA SURABAYA TAHUN 2014-2018 .... 80

A. Analisis Pelaksanaan Isbat Nikah Massal yang diselengggarakan Oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018... 80

B. Analisis Malaah mursalah Terhadap Isbat Nikah Massal Yang Diselenggarakan Oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018... 84 BAB V PENUTUP ... 90 A. Kesimpulan... 90 B. Saran... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Pokok-pokok Visi dan Penjelasan Visi……….………….62 3.2 Perumusan Misi……….……….64 3.3 Jadwal pelaksanaan Isbat nikah massal di Kota Surabaya Tahun 2019...75 3.4 Data Kegiatan Pelaksanaan Sidang Isbat Nikah Massal Di Kota Surabaya

Tahun 2014-2018……….………..76 3.5 Data Realisasi Pelaksanaan Isbat Nikah Massal Di Kota Surabaya Tahun 2014-2018………..78

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah suatu akad yang mengikat hubungan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang sangat kuat dengan memiliki tujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Perkawinan merupakan peristiwa penting yang secara otomatis akan mengubah status seseorang laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dan perkawinan dapat dikatakan sah jika dilakukan menurut hukum Islam dan sesuai dengan Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam. Islam menganjurkan pernikahan dan anjuran tersebut telah dijelaskan pada al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Diantaranya sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:1

اَوۡزَأِۡمُكِسُفنَأِۡنِ مِمُكَلَِقَلَخِ

ۡنَأِ ٓۦِهِتََٰياَءِۡنِمَو

ِاًج

ُِـنُك ۡسَتِ ل

َِّدَوَّمِمُكَنۡـيَـبَِلَعَجَوِاَهۡـيَلِإِ آو

ًِةِ

َِكِلََٰذِ ِفَِِّنِإِ

ًةَ

ًۚ

ۡحَۡرَو

ََِٰيَٓلَ

ِ ت

ِ

ِۡوَقِ ل

ِ مِ

َِنوُرَّكَفَـتَـي

٢١

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram bersamanya. Dan Dia dijadikan cinta dan kasih sayang di antara kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”

(12)

2

Perkawinan merupakan anjuran dari Rasulullah bagi ummatnya agar dilaksanakan untuk orang-orang yang telah mampu oleh sebab itu dengan menikah seseorang mampu menjaga pandangan, mampu menjaga kehormatan dan mampu terhindar dari perbuatan maksiat, yang sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammmad Saw yaitu:

ِِ للاِِد بَعِ نَع

ِ

ِ دوُع سَمِِن ب

ِ

َِم لَسَوِِهيَلَعِِ للاِىَّلَصِِ للاُِل وُسَرِاَنَلَِلاَق

)

ِِباَبَّشلاَرَش عَمَِيَ

!

ِ

ِِنَم

ِ

َِعاَطت سا

ِ جَّوَزَـتَـي لَـفَِةَءِاَبلاُِمُك نِم

ِ,

ِِرَصَب لِلُِّضَغَاُِهَّنِاَف

ِ

ِ,

جَرَف لِلُِنَص حَاَو

ِ

ُِهَلُِهَّنِإَفِِم وَّصِبِِه يَلَعَـفِ عِطَتسَيِ َلَِ نَمَوِ,

)ٌِءاَجِو

1

.

“Dari Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Wahai kaula muda! Barang siapa yang telah sanggup di antaramu sekalian ada yang mampu kawin, maka kawinlah. Maka sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan, barang siapa yang belum mampu melaksanakanya, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat seksual”.

Perkawinan bagi orang Islam di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomer 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Pada pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 disebutkan, “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.2 Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat sah

atau tidaknya dalam perkawinan ditentukan pada ketentuan dan kepercayaan yang akan melangsungkan perkawinan.3 Jika perkawinan itu tidak sesuai

1Abū Abdillah Muhammadibnn Ismāhīm bin Mughīrah bin Bardizbah al-Bukhāri, ahīh

al-Bukhāri, Juz VI, (Riyadh: Dār al-Salam, 2008), 438.

2Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi

Hukum Islam (Semarang: Grahamedia press, 2014), 2.

3 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan Hukum Adat, Hukum

(13)

3

dengan ketentuan dan kepercayaan maka kemungkinan perkawinan tersebut tidak akan sah dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkan.

Tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan sebagai bentuk wujud kasih sayang dan melanjutkan generasi yang akan datang. Anak sebagai amanah Allah mempunyai kedudukan penting dalam suatu keluarga dan rumah tangga.

Islam sendiri tidak mengatur secara konkrit tentang pencatatan perkawinan. Namun pencatatan perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pencatatan perkawinanan diatur agar mewujudkan ketertiban dalam masyarakat untuk melindungi hak-hak suami istri jika terjadi persengketaan.4 Dalam Perundang-undangan tersebut telah dijelaskan didalam pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan Undang-undang yang berlaku.5 Jadi setiap perkawinan harus

dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau Kantor Urusan Agama (KUA).

Pada ketentuan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.6 Sedangkan menurut Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan itu bertujuan membentuk

4 Dakwatul Chairah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pers,

2014), 35.

5Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi

Hukum Islam (Semarang: Grahamedia Press, 2014), 2.

(14)

4

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdaskan Tuhan yang Maha Esa. Kemudian dalam pasal 5 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa: “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”. Hal ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perUndang-undangan, untuk melindungi perempuan dalam kehidupan rumah tangganya.7 Sedangkan pada pasal 6 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam KHI

menyatakan bahwa: “Setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah”. Perkawinan yang dilaksanakan di luar pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah dianggap tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana dinyatakan dalam pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam KHI.8

Pencatatan perkawinan dalam kaidah ilmu fiqih dapat dikategorikan sebagai malaah mursalah, yaitu suatu penetapan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan tidak pula ada larangan. Namun, hal ini dipandang baik oleh akal dan sejalan dengan tujuan Syariah.9

Keabsahan sebuah perkawinan ditunjukkan dengan adanya akta nikah yang dikeluarkan oleh lembaga Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal pencatatan dan mengeluarkan akta nikah. Akta nikah berguna sebagai alat bukti yang sah

7Dakwatul Chairoh, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Sidoarjo: UIN Sunan Ampel Press,

2014),35.

8Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi

Hukum Islam (Semarang: Grahamedia press, 2014), 336.

(15)

5

adanya perkawinan dan jaminan bagi suami dan istri serta melindungi hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tersebut, sebagai contoh dalam hal pengurusan akta kelahiran, warisan dan lain sebagainya.

Dari penjelasan diatas, urgensi dari pencatatan perkawinan ini sangat penting, supaya perkawinannya memiliki bukti autentik, pengakuan anak terjamin dan mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian, suatu perkawinan yang tidak dilakukan pencatatan di Kantor Pencatatan Pernikahan dapat merugikan suami ataupun istri, anak bahkan orang lainnya. Dengan adanya pencatatan perkawinan yang produknya adalah sebuah buku nikah menjadi alat bukti autentik dari suatu perkawinan sehingga dapat menjadi jaminan hukum apabila terjadi suatu perbuatan hukum dan dapat dimohonkan ke pengadilan yang berwenang guna mengadili atas perbuatan hukum mana yang hendak kita lakukan, selain itu akta nikah juga berkedudukan sebagai legal hukum guna mewujudkan adanya pengakuan seorang anak untuk mendapatkan hak kehidupan, hak pendidikan hingga hak untuk mewarisi harta dari orang tuanya.10

Dalam hal ini berbeda dengan pemahaman mengenai ketentuan perkawinan oleh sebagian masyarakat muslim yang lebih menekankan pada perspektif fiqh sentris.11 Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan

atau sirri adalah sah asalkan telah terpenuhinya syarat maupun rukun

10 Yanti Rosalina Naitboho, Isbat Nikah Masyarakat Amanuban Timur Nusa Tenggara Timur

(Tesis-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017), 24.

(16)

6

perkawinan. Namun dari segi aspek peraturan perundangan-undangan perkawinan seperti ini belum terpenuhi disebabkan belum tercatatkan. Kondisi seperti ini terjadi pada sebagian masyarakat dengan melakukan praktek nikah di bawah tangan atau sirri.

Pada kenyataanya yang ada dalam masyarakat, memandang bahwa suatu perkawinan secara agama dan adat dipandang lebih penting dan lebih berpengaruh terhadap kelangsungan perkawinan dibandingkan dengan hukum Negara yakni adanya pencatatan perkawinan. Pernikahan sirri atau perkawinan di bawah tangan banyak terjadi di kalangan biasa maupun figur yang dikenal publik.

Perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita tanpa dicatat oleh pegawai pencatat nikah dan tidak memiliki akta nikah.12Sedangkan perkawinan sirri

dalam arti perkawinan yang disembunyikan dan tidak terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan yang berdasarkan hukum Islam, merupakan perkawinan yang tidak sah.13Bahwasanya yang dimaksud dari penjelasan ini di Indonesia

menggunakan nikah sirri.

Meskipun perkawinan dilakukan secara sirri, Peraturan Perundang-undangan menjadikan solusi atau kemudahan bagi mereka yang menginginkan

12 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia), cet.ii(Jakarta: Sinar Grafika, 2007, 27. 13 Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis

(17)

7

mendapatkan pengakuan dari perkawinan yang tidak sah menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Kebijakan Isbat nikah merupakan upaya pemberian keadilan bagi seluruh masyarakat dalam memberi kesempatan kepada pasangan-pasangan yang pernikahannya tidak dicatatkan agar dapat memiliki akta nikah sehingga pernikahannya memiliki kekuatan hukum. Karena bagi anak-anak yang lahir dari pernikahan yang tidak dicatatkan ini selamanya menanggung ketidak jelasan status hukum terutama yang berhubungan dengan hak-hak keperdataan dari ayah kandungnya, seperti waris dan perwalian. Kenyataan seperti ini jelas bertentangan asas dengan keadilan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu ditetapkanlah sebuah kebijakan Isbat nikah.14

Isbat nikah adalah penetapan atau pengesahan pernikahan. Isbat nikah merupakan cara yang dapat ditempuh oleh pasangan suami istri yang telah menikah secara sah menurut hukum agama agar mendapatkan pengakuan dari negara atas pernikahan yang telah dilangsungkan oleh keduanya, sehingga pernikahannya tersebut berkekuatan hukum. Cukup banyak masyarakat yang mengajukan sidang Isbat nikah sebagai permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.

14 Ita Musarrofa, Pencatatan Perkawinan di Indonesia: Proses dan Prosedurnya, (Surabaya: UIN

(18)

8

Isbat nikah dilakukan jika perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah. Akta nikah merupakan bukti autentik tentang keabsahan pernikahan itu baik menurut agama maupun negara. Untuk memperoleh sebuah akta nikah hanya bisa jika perkawinannya tercatat.15

Mengenai Isbat nikah secara tegas telah diatur dalam ketentuan pasal 7 Kompilasi Hukum Islam tentang Pencatatan perkawinan yang menjelaskan bahwa:16

1. Perkawinan hanya dapat dibuktikaan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatatan nikah.

2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan Isbat nikahnya ke pengadilan agama.

3. Isbat nikah yang dapat diajukan ke pengadilan agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. b. Hilangnya akta nikah.

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 Dalam prakteknya, permohonan Isbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama saat ini yang pada umumnya merupakan perkawinan yang dilangsungkan pasca berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, meskipun perkawinan itu telah dilakukan menurut ketentuan hukum Islam (terpenuhinya syarat dan rukun), tetapi tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatatan Nikah (PPN), maka perkawinan tersebut pada dasarnya

15Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), xix.

16Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi

(19)

9

tidak boleh di Isbatkan oleh Pengadilan Agama.17 Bahkah Provinsi Jawa Timur

Kota Surabaya, pemerintahan Kota Surabaya (Dinsos) menfasilitasi warga miskin dengan didaftarkan secara massal.

Melihat peristiwa yang terjadi, diperoleh fakta bahwa kebanyakan warga yang tidak mampu di Kota Surabaya melangsungkan pernikahan tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah. Mereka melakukan pernikahan yang biasa disebut nikah sirri yang tidak dilakukan dibawah pengawasan Lembaga KUA sehingga perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum dan berakibat pada masa depan anak. Apabila anak tersebut tidak memiliki akta kelahiran maka anak mendapatkan kesulitan dalam mengakses Pendidikan yang disebabkan salah satu persyaratan dalam mengikuti Pendidikan disetiap jenjangnya harus melampirkan akta kelahiran dari anak tersebut. Sedangkan orang tuanya kesulitan dalam menunjukkan akta kelahiran sebab mereka tidak memiliki bukti yang sah atas pernikahan tersebut. Kemudian, Pemerintah Kota Surabaya memberikan fasilitas berupa anggaran program Isbat nikah massal yang terdapat pada Perda 009 Tahun 2018 tentang APBD Kota Surabaya dan Peraturan Walikota No. 77 tahun 2019 tentang penjabaran APBD Kota Surabaya 2019 yang dalam hal ini Dinas Sosial Kota Surabaya menjadi penajnggung jawabnya. Nama Program yang terkait dengan Isbat nikah massal adalah program pembinaan keluarga miskin di Kota Surabaya yang dilakukan sejak tahun 2014 dan bekerja sama dengan

17Yuli Suchi Warina, Itsbat nikah untuk melegalisasi perkawinan (studi putusan PA. STABAT

(20)

10

Pengadilan Agama Surabaya melakukan sidang Isbat bagi puluhan pasangan suami istri (pasutri) untuk mendapatkan surat nikah tetapi hanya diperuntukkan bagi pasutri yang miskin dan belum memiliki akta nikah. Alasan diperuntukkan bagi pasutri yang miskin karena pemerintah Kota Surabaya melihat salah satu penghalang pasutri mendapatkan akses pengakuan dan penetapan sebagai pasangan yang sah itu adalah warga miskin kalau orang kaya mudah.

Tujuan adanya program Isbat nikah massal adalah agar tercapainya target tertib administrasi pencatatan perkawinan bagi warga miskin di Kota Surabaya. Dengan adanya tertib administrasi pencatatan perkawinan tersebut maka berimbas pada status kependudukan, pendidikan, dan status sosial lainnya.18

Sebagaimana dikutip Jatim news menyatakan, para pasutri yang mengikuti kegiatan ini tidak dipungut biaya sepeser pun. Dan dengan adanya sidang Isbat nikah yang diselengaggarkan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya untuk memberikan fasilitas kepada warga yang telah melakukan nikah sirri agar dapat mengikuti Isbat nikah. Seusai menjalani Isbat nikah, para pasutri yang ada akan memperoleh buku nikah resmi yang dikeluarkan oleh KUA tersebut, anak-anak dari pasangan yang melakukan nikah sirri selanjutnya dapat mengurus akta kelahiran dan kartu keluarga.19

18 Agus Rosid, Wawancara, Kantor Dinas Sosial Kota Surabaya, 5 Januari 2019.

19

(21)

11

Mekanisme dalam pelaksanakan Isbat nikah massal adalah setiap kecamatan dan keluarahan di Surabaya mendata dan meneruskan informasi yang terkait dengan program Isbat nikah massal kepada warga Surabaya melalui RT, RW. Dinas Sosial bertanggung jawab membuat surat lalu surat tersebut ditujukan kepada camat dan lurah yang berisi bahwa pemerintah kota Surabaya dalam rangka tertib administrasi pencatatan pernikahan akan meyelenggarakan Isbat nikah massal terkait hal itu menginformasikan sekaligus mendata. Dalam dua hal itu yang harus dilakukan pihak kecamatan serta menfasilitasi agar peserta Isbat nikah dapat menyelesaikan persyaratan administrasi dan mendapingi. Setelah semuanya lengkap pihak kecamatan dan kelurahan menginformasikan, mendata, mendaftarkan, mendampingi sampai informasi lengkap kemudian data tersebut diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Surabaya.20

Dinas Sosial melakukan verfikasi dan falidasi terkait data yang diperoleh pihak kecamatan dan kelurahan. Selanjutnya Dinas Sosial mendaftrakan di Pengadilan Agama Surabaya. Oleh pihak Pengadilan Agama Surabaya diperiksa berkas-berkas kesesuaiannya dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian alur dari pernikahan tersebut. Selanjutnya Dinas Sosial membayarkan besaran biaya untuk penyelenggarakan sidang Isbat di Pengadilan Agama Surabaya. Setelah pembayaran ditentukan jadwal pelaksanakan Isbat nikah massal dan sambil menunggu pelaksanaan sidang

(22)

12

Isbat nikah Dinas Sosial melakukan kegiatan sosialisasi peserta pasangan Isbat nikah. Dinas Sosial mengundang pasutri, wali, saksi dan pihak Pengadilan Agama untuk memberikan penjelasan dan gambaran prosedur sidang Isbat nikah. Tujuan adanya sosialisasi adalah memberikan kesiapan mental untuk mereka pada saat mengikuti sidang Isbat.21

Sebagai bentuk pertangggung jawaban dan perhatian pemerintah Kota Surabaya kepada pasutri yang menginginkan mendapatkan pengakuan atas pernikahannya tersebut pemerintah tidak hanya melunasi pembayaran Isbat nikah dan mereka bisa hadir tanpa adanya rasa terbebani oleh biaya tranportasi. Dengan cara Dinas Sosial menjemput dari setiap wilayah kecamatan masing-masing untuk hadir di Pengadilan Agama. Dan selama mereka di Pengadilan Agama, Dinas Sosial memberikan kebutuhan dasar selama di Pengadilan Agama Surabaya. Setelah sidang dan ditetapkan oleh hakim maka hakim mengeluarkan surat keputusan penetapan perkawinan. Surat penetapan ini dikoordinir diberikan kepada Dinas Sosial. Oleh Dinas Sosial didistribusikan ke kecamatan selanjutnya pihak kecamatan menfasilitasi dengan mendampingi pasutri untuk datang ke KUA. Kemudian pasutri dibuatkan administrasi oleh pihak KUA untuk dikeluarkanya surat nikah.22

Isbat nikah menjadi solusi untuk pemecahan masalah pada perkawinan yang tidak tercatatkan juga dapat menjadi celah bagi mereka para pasangan suami istri yang terlebih dahulu melaksanakan perkawinan tanpa mematuhi

21 Ibid.,

(23)

13

peraturan yang berlaku agar mendapatkan status hukum pada perkawinan tersebut.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis meneliti tentang Isbat nikah dengan menggunakan metode malaah mursalah sebagai penajam analisis, penulis berharap penelitian ini tidak terlalu melebar seperti analisis dengan hukum Islam dan juga analisis dengan Peraturan yuridis. Tetapi lebih pada aspek yakni malaah mursalah atau hikmah. Malaah mursalah merupakan tindakan dalam memberikan hukum syara’ kepada suatu kasus atau situasi yang tidak terdapat dalam nās atau ijma’, atas dasar memelihara kemaslahatan.23 Dengan adanya teori ini permasalahan-permasalahan

kontemporer yang bukan termasuk secara eksplisit dalam al-Qur’an maupun al-hadis tetap dapat terakomodasi.

Berdasarkan uraian diatas maka ketertarikan penulis guna meneliti hal tersebut yakni bahwasannya faktor utama yang melatar belakangi terlahirnya program tersebut adalah sebagai kesadaran pada masyarakat pentingnya hukum dan menertibkan masalah pencatatan perkawinan yang merupakan administratif dalam pernikahan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul “Analisis Malaah mursalah Terhadap Isbat Nikah Massal Yang Diselenggarakan Oleh Dinas Sosial Kota Surabaya”

23 A. Djazuli, Ilmu Fiqh, Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam), Cet.VI(Jakarta:

(24)

14

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa permasalahan, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

a. Dasar perkawinan b. Tujuan perkawinan c. Ketentuan perkawinan

d. Pentingnya pencatatan perkawinan

e. Akibat hukum terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan.

f. Dasar pertimbangan penyelenggaraan Isbat nikah massal oleh Dinas Sosial Kota Surabaya

g. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam menetapkan permohonan Isbat nikah

h. Dampak sosial dari penyelenggaraan Isbat nikah massal

i. Pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya.

j. Analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya.

2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini perlu adanya batasan masalah agar pembahasan lebih terarah, fokus dan menghindari masalah yang terlalu luas atau lebar. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

(25)

15

a. Pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggrakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018

b. Analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018?

2. Bagaimana analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan deksripsi ringkasan tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah di seputar masalah yang akan diteliti sehingga jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada. Ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas tidak jauh berbeda dengan penulis yakni sebagai berikut:

1. Skripsi dengan judul, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Persidangan Itsbat Nikah Massal di Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo oleh M. Nurhadi

(26)

16

Zakariya tahun 2016 dalam karya ilmiah tersebut menjelaskan tentang Prosedur pelaksanaan pengajuan Isbat Nikah massal di Pengadilan Agama Sidoarjo serta membahas tentang prosedur Isbat nikah secara massal di pengadilan agama (PA) Sidoarjo dengan hukum Islam yang meliputi lima yaitu mendaftar ke Kantor Pengadilan Agama Sidoarjo, membayar panjar biaya perkara, menunggu pengadilan sidang dari pengadilan, menghadiri persidangan dan putusan pengadilan.24

2. Skripsi yang berjudul, Analisis Malaah Mursalah Terhadap Isbat Nikah Untuk Mendapatkan Uang Pensiunan TNI-AL (Studi Putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 0026/Pdt.G/2014/Pa.Bgl) oleh Muhammad Faidurrahman tahun 2015 menjelaskan tentang Dasar Pertimbangan yang digunakan Hakim dalam mengabulkan perkara Pengadilan Agama Bangil nomer 0026/Pdt.G/2014/Pa.Bgl., yaitu tiga peraturan yuridis yang dimasukkan hakim dalam pertimbangan putusan tersebut ( UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 3 Tahun 2006, dan Kompilasi Hukum Islam) dan dari wawancara (Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Edisi Revisi Tahun 2013). Dan analisis malaah mursalah terhadap putusan 0026/Pdt.G/2014/Pa.Bgl tentang Isbat nikah yakni kepentingan negara tentang pencatatan perkawinan dan pemohon untuk mendapatkan uang pensiunan TNI-AL.25

24 M. Nurhadi Zakariya, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Persidangan Itsbat Nikah Massal Di

Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo (Skripsi−UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), v.

25Muhammad Faidurrahman, Analisis Malaah mursalah Terhadap Isbat Nikah Untuk

Mendapatkan Uang Pensiunan TNI-AL (Studi Putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 0026/Pdt.G/2014/Pa.Bgl) (Skripsi−UIN Sunan Ampel, 2015), v.

(27)

17

3. Skripsi yang berjudul, Itsbat Nikah Massal Tahun 2011 Di Pengadilan Agama Wonosari (Studi Terhadap Alasan dan Dasar Hukum Hakim Atas Penetapan Isbat Nikah) oleh Rahmat Jatmika tahun 2012 menjelaskan tentang alasan dan dasar hukum Hakim atas penetapan Isbat nikah, baik secara normatif maupun yuridis. Pengajuan Isbat nikah dilakukan dengan alasan, karena perkawinannya belum dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah ditempat. Tujuan dari pengajuan Isbat nikah tersebut tidak lain adalah untuk mendapatkan akta nikah. Sehingga dasar hukum yang digunakan Hakim Pengadilan Agama Wonosari dalam mengabulkan permohonan Isbat nikah yang didaftarkan secara massal adalah KHI pasal 7 ayat (3) huruf e.26

4. Skripsi dengan judul, Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Putusan Isbat Nikah Massal Terhadap Pernikahan Siri (Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1 A Makassar Tahun 2014-2015) oleh Nurfadil tahun 2016 dalam karya ilmiah tersebut menjelaskan tentang Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Makassar dalam memutus perkara Isbat nikah terhadap pernikahan sirri yang dilakukan setelah terbitnya UUP khususnya pada putusan atau penetapan Isbat nikah massal adalah semata-mata untuk kemaslahatan umat, kemaslahatan

26Rahmat Jatmika, Itsbat Nikah Massal Tahun 2011 Di Pengadilan Agama Wonosari ( Studi

Terhadap Alasan dan Dasar Hukum Hakim Atsa Penetapan Itsbat Nikah), (Skripsi−UIN Sunan Kalijaga, 2012), ii.

(28)

18

anggota keluarga dari pemohon dan melindungi kepentingan anak yang lahir kemudian dari pasangan tersebut.27

5. Skripsi dengan judul, Penetapan Itsbat Nikah Massal Oleh Pengadilan Agama Makassar oleh Muh. Riswan tahun 2014 dalam karya ilmiah tersebut menjelaskan tentang pertimbangan dasar hukum hakim dalam memutus perkara Isbat nikah massal oleh Pengadilan Agama Makassar dan untuk mengetahui pandangan hakim Pengadilan Agama Makassar mengenai dampak yang terjadi serta solusi yang diberikan ketika permohonan Isbat nikah terhadap nikah sirri yang terjadi setelah berlakunya Undang-undangNo. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikabulkan.28

6. Skripsi yang berjudul, Analisi Malaah mursalah Terhadap Isbat Nikah Terpadu Oleh Pengadilan Agama Sampang oleh Mu’tashim Al Haq tahun 2019 dalam karya ilmiah tersebut menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan sidang Isbat terpadu yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Sampang telah diatur dengan Peraturan yang berlaku yang diatur dalam pasal 11 Perma nomor 1 tahun 2015 Tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah Dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah, dan Akta Kelahiran. Sidang Isbat nikah terpadu yang dilaksanakan oleh

27 Nurfadil, Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Putusan Isbat Nikah Massal Terhadap

Pernikahan Siri (Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar Tahun 2014-2015), (Skripsi−UIN Alauddin Makassar, 2016), xiii.

28 Muh Riswan, Penetapan Itsbat Nikah Massal Oleh Pengadilan Agama Makassar, (Skripsi

(29)

19

Pengadilan Agama Sampang Jika dilihat dari Maslahahnya maka Isbat nikah terpadu termasuk dalam Maslahah Hājiyat karena jika Pencatatan perkawinannya tidak terpenuhi maka tidak sampai mengganggu kelayakan, substansi serta tata sistem kehidupan manusia, namun dapat menimbulkan kesulitan dan kesengsaraan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya.29

Dengan paparan hasil penelitian terdahulu terdapat persamaan serta perbedaan dengan penelitian penulis. Persamaannya terletak pada objek yakni mengenai Isbat nikah massal, sedangkan yang membedakan dari penelitian sebelumnya dari segi tempat penelitian dan segi paradigma atau pendekatan. Bahwa penelitian yang penulis lakukan ini memang belum ada penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya yang dibiayai oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan memprioritaskan hak administrasi kependudukan dan pendidikan untuk anak dan peneliti mengkaji dengan menggunakan konsep analisis malaah mursalah.

29Mu’tashim Al Haq, Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Isbat Nikah Terpadu Oleh Pengadilan

(30)

20

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018

2. Untuk mengetahui analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sekurang-kurangnya untuk dua hal:

1. Segi Teoritis

Secara teori, penelitian ini berguna untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang perkawinan di bawah tangan atau sirri yang tidak mempunyai alat bukti autentik, sehingga perlu adanya Isbat nikah agar memperoleh pengesahan pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. 2. Segi Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk masyarakat tentang adanya Isbat nikah massal diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya bahwa agar menetibkan administrasi mengenai pencatatan perkawinan bagi warga masyarakat miskin di Kota Surabaya.

(31)

21

G. Definisi Operasional

Definisi istilah merupakan penjelasan atas variabel penelitian yang ada dalam judul penelitian. Ada beberapa istilah yang menurut peneliti perlu didefinisikan guna menghindari terjadinya kekeliruan dalam memahami penelitian ini.30 Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul penelitian

ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan maksud dari istilah-istilah di dalamnya sebagai berikut:

1. Analisis malaah mursalah: malaah murslahah adalah kemaslahatan yang telah disyari’atkan oleh syari’ dalam wujud hukum, didalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapatnya dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, malaah mursalah itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.31 Manfaat dari pelaksanaan Isbat nikah massal diprioritaskan untuk

penduduk miskin yang tidak memiliki akta nikah serta berdomisili di Surabaya dalam mendapatkan hak-haknya berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri terutama anak yang dilahirkan dari perkawinannya .

30 Saifullah, Tipologi Penelitian Hukum (Kajian Sejarah, Paradigma dan Pemikiran Tokoh)

(Malang: Intelegensia Media, 2015), 175.

31 Faishal Haq, Ushul Fiqh Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam (Surabaya: Citra Media,

(32)

22

2. Isbat nikah: Isbat nikah adalah upaya legalisasi suatu perkawinan sirri melalui penetapan hakim di Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Massal: Kegiatan sidang Isbat nikah massal dilakukan secara bersama-sama dengan penduduk Surabaya yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya serta terkordinasi dalam satu waktu dan tempat tertentu antara Pengadilan Agama, Dinas Sosial, Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Kantor Urusan Agama Kecamatan. Dinas sosial menyelenggarakan Isbat nikah sesuai dengan kewenangan Pengadilan Agama agar memenuhi pencatatan perkawinan dan kelahiran.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah sebuah cara alternatif yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan, tersuusun secara sistematis atau ilmiah dengan tujuan untuk menemukan fakta-fakta sesuai dengan teknis pelaksanaan dalam menguji kebenaran suatu pengetahuan.32 Jenis penelitian yang

digunakan penulis adalah penelitian lapangan (field research), data yang dikumpulkan berdasarkan fakta yang ada di lapangan sebagai objek penelitian. Supaya penelitian ini dapat tersusun dengan sistematis, maka metode penelitian yang digunakan yaitu:

1. Data yang Dikumpulkan

(33)

23

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Data tentang profil umum Dinas Sosial Kota Surabaya.

b. Data tentang pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselengggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya

c. Data tentang pengumuman diadakannya Isbat nikah massal

d. Data tentang pelaksanaan yang mengikuti Isbat nikah dari tahun ketahun.

2. Sumber Data

Sumber data ialah subyek dari mana data akan dikaji. Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan sekunder.

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek sebuah penelitian.33 Penelitian ini yaitu hasil wawancara pihak terkait:

1) Dinas Sosial pelaksanaan Isbat nikah massal 2) Hakim Pengadilan Agama Surabaya

3) Panitera dan

4) Dokumentasi pelaksanaan Isbat nikah massal b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber yang telah ada atau data tersebut telah tersedia yang berfunngsi untuk melengkapi data primer.34 Data ini menunjang dan membantu penulis

33 Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91.

(34)

24

dalam melakukan penelitian yang memberikan penjelasan, memperkuat dan melengkapi data dari sumber primer berupa buku daftar pustaka yang berkaitan dengan penelitian.35 Sumber data sekunder dalam

penelitian ini antara lain: 1) Kompilasi Hukum Islam

2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

3) Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fiqh Munakahat dan Undang-undangPerkawinan

4) Dakwatul Chairah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

5) Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam 6) Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia 7) Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah

8) Nasrun haroen, Ushul Fiqh 1 9) Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 10)Satria Effendi, Ushul Fiqh

11)Syekh Abd. Wahab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqh 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

35 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta,

(35)

25

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data-data kualitatif yang berisi sejumlah fakta terkait objek yang diteliti dan data yang tersimpan dalam bentuk dokumen-dokumen.36 Dalam

penelitian ini, data dokumen yang terkumpul yaitu mengumpulkan data dan informasi berupa buku-buku sekunder dan dokumen yang berkaitan pelaksanaaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai dalam menemuka permasalahan yang harus diteliti.37

Dalam penelitian ini bentuk wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara terstruktur. Dalam melakukan wawancara peneliti menyiapkan instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan.38 Wawancara

dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini adalah Dinas Sosial pelaksana Isbat nikah massal, Hakim Pengadilan Agama Surabaya, dan Panitera.

36 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.Rineka Cipta,

2002), 206.

37 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Putra Grafika, 2011), 111.

(36)

26

4. Teknis Analisa Data

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dianalisa secara kualitatif, adalah penelitian yang menghasilkann data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan merupakan perilaku yang dapat diamati dalam metode yang telah ditentukan.39 Penulis menggunakan metode deksriptif, yaitu dengan

mendeskripsikan fakta-fakta secara nyata dan apa adanya sesuai dengan objek yang diteliti dalam penulisan ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif untuk mendeskriptifkan kronologi pasangan suami istri yang melakukan pernikahan tanpa dicatatkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tujuan dari penelitian ini guna mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari suatu peristiwa, dengan metode pola pikir deduktif, yakni pola pikir yang berpijak pada teori-teori malaah mursalah yang berkaitan dengan penelitian yang sifatnya umum, kemudian dipaparkan berdasrkan fakta-fakta yang bersifat khusus. Pola pikir deduktif digunakan dalam penarikan kesimpulan dari data yang telah diperoleh dalam menganalisis permasalahan yang ditekankan pada konsep malaah murslahah mengenai Isbat nikah massal yang diselenggarakan Dinas Sosial Kota Surabaya.

39 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya:

(37)

27

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah memahami hasil penelitian ini, perlu disusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab II : Landasan teoritis tentang malaah mursalah yang meliputi pertama pengertian malaah, pengertian malaah mursalah dan kehujjahan serta syarat-syarat malaah mursalah. Dan yang kedua tentang pencatatan nikah yang meliputi pertama pengetian pencatatan nikah, tujuan pernikahan, legalisasi pernikahan, dasar hukum pernikahan dan manfaat pencatatan pernikahan dan Isbat nikah yang meliputi pertama menggambarkan mengenai pengertian, syarat-syarat perkawinan, dasar hukum dan prosedur Isbat nikah. Selanjutnya yang kedua tentang pengertian Isbat nikah, dasar hukum Isbat nikah dan syarat-syarat Isbat nikah.

Bab III: Hasil penelitian yang berisi sekilas tentang pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018. Sub bab pertama menjelaskan profil umum Dinas Sosial Kota Surabaya. Selanjutnya sub bab kedua membahas pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggrakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018.

(38)

28

Bab IV : Analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselengarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018. Sub bab pertama membahas tentang analisis pelaksanaan Isbat nikah massal yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018. Sub bab kedua Analisis malaah mursalah terhadap Isbat nikah massal yang diselengarakan oleh Dinas Sosial Kota Surabaya Tahun 2014-2018.

(39)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MALAAH MURSALAH, PENCATATAN PERNIKAHAN DAN ISBAT NIKAH\

A. Malaah Mursalah. 1. Pengertian Malaah.

Sebelum menjelaskan makna malaah mursalah, perlu dibahas lebih dahulu tentang malaah, karena malaah mursalah itu merupakan salah satu bentuk dari malaah. Malaah (ةحلصم) berasal dari kata shalaha (حلص) dengan penambahan “alif” di awalnya yang secara arti kata berarti “baik” lawan dari kata “buruk” atau “rusak”. Ia adalah mashdar dengan arti kata shalah (حلاص) yaitu “manfaat” atau terlepas daripadanya kerusakan”.1

Malaah secara bahasa atau etimologi (bahasa Arab) yaitu kemanfaatan, kebaikan, kepentingan, yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan untuk semua umat.2

Dalam bukunya Asmawi yang berjudul Perbandingan Ushul fiqh mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa maslahat artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, guna. Sedangkan

1 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2008), 367.

2 Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam (Filsafat HUkum Keluarga dalam Islam) (Malang:

(40)

30

kata “kemaslahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan. Sementara kata “manfaat” dalam kamus tersebut diartikan dengan guna faeda. Kata “manfaat” juga diartikan sebagai kebalikan/lawan kata “mudarat” yang berarti rugi atau buruk.43 Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kata maṣlaḥah berarti suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Misalnya, dikatakan pedangangan sebagai suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut berarti perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab diperolehnya manfaat lahir dan batin.44 Adapun pengertian masahah secara terminologi

sendiri terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, antara lain: a. Imam Al-Ghazali

Menurut Imam Al-Ghazali pengertian malaah merupakan suatu gambaran dari meraih manfaat atau menghindarkan dari mudharrat (mafsadat). Namun yang dimaksud dengan maslahat di sini yakni berarti sesuatu yang bermanfaat secara syara’.45 Imam Al-Ghazali

mengemukakan bahwa prinsipnya mengenai malaah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.46

43 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta: AMZAH, 2013), 128

44 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1996), 114.

45 Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam (Filsafat Hukum Keluarga dalam Islam) (Malang:

UIN-Malang Press, 2007)114.

(41)

31

Imam Al-Ghazali memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan syara’, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia, sebab kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara’, tetapi didasarkan pada hawa nafsu. Oleh sebab itu menurut Imam al-Ghazali, yang dijadikan patokan dalam menetukan kemaslahatan adalah pada tujuan syara’, bukan tujuan dari pandangan manusia. Sedangkan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum yaitu, memelihara agama, jiwa akal, keturunan dan harta benda apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang pada intinya memelihara kelima aspek tersebut, maka dapat dikatakan malaah. Upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang berkaitan dengan aspek tersebut, juga dinamakan malaah.47 Dengan

deminikian, apabila bertentangan dengan tujuan syara’ tidak dapat dikatakan malaah.

b. Al-Khawarizmi

Imam al-Khawarizmi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan malaah yaitu memelihara tujuan syara’ dengan cara menghindarkan kemafsadahan dari manusia. Beliau memandang malaah adalah menghindarkan mafsadat semata, padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang justru penting adalah meraih manfaat. Menurut Mustafa Zaid dan al-Khawarizmi tidak menjelaskan tentang manfaat, menurut

(42)

32

beliau dapat dipahami secara langsung antara kemaslahatan dan manfaat bagaikan sisi mata uang yang sama, tidak dapat dipisahkan.48

c. Al-Buthi

Menurut Muhammad Said Ramadlon al-Buthi menyatakan dalam kitabnya awabit al-Maṣḷaah fi al-Syarī’ah al-Islāmīyah yang dikutib oleh Dahlan Tamrin, al-malaah adalah sesuatu yang bermanfaat yang dimaksud oleh al-Syarī’ (allah dan Rasul-Nya) untuk kepentingan hamba-Nya, baik dalam menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka, sesuai dengan urutan tertentu yang terdapat di dalam kategori pemeliharaan tersebut.49

Definisi ini memiliki kesamaan persepsi dengan definisi yang disampaikan oleh al-Ghazali. Pertama, bahwa yang dimaksud dengan malaah secara terminologi harus sesuai dalam ruang lingkup tujuan syara’, tidak boleh disandarkan atas keinginan hawa nafsu. Kedua, bahwa al-malaah harus mengandung manfaat dan menghindarkan mafsadah.50

d. Najmuddin al-Tufi

Menurut Najmuddin al-Tufi (seorang ahli uṣul fikih mazhab Hmabali) pengertian mengenai malaah, bahwa beliau memandang

48 Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam (Filsafat Hukum Keluarga dalam Islam)…., 116.

49 Ibid., 50 Ibid.,117.

(43)

33

mafsadat sebagai sebab yang menimbulkan mudarat. Mafsadah yang dimaksud sesuai dengan yang berkembang di tengah masyarakat. Perbedaan antara al-Ghazali dan al-Tufi terletak pada boleh dan atau bisa (mamou) tidaknya akal mencari, mempertimbangkan dan menentukan suatu malahat. Menurut Dahlan Tamrin perbedaanya sedikit banyak sama dengan teologi antara Ash’ariyyah dan Mu’tazilah dalam menyikapi posisi akal dalam menilai baik dan buruk.51

2. Pengertian Malaah Mursalah

Malaah mursalah terdiri dari dua kata yaitu kata malaah dan mursalah. Malaah artinya baik (lawan dari buruk), manfaat atau terlepas dari ketakutan. Adapun kata mursalah secara bahasa artinya terlepas dan bebas. Maksudnya adalah terlepas dan bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan.52

Malaah mursalah merupakan salah satu metode yang dikembangkan ulama Ushul Fiqh dalam mengistimbatkan hukum dari nah. Menurut Abdul Wahab Khallaf menyatakan dalam kitabnya Ilmu Ushul Fiqh yang dikutip oleh Sapiudin Shidiq, malaah mursalah adalah sesuatu yang dianggap maşlaat namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu baik

51 Ibid., 118.

(44)

34

yang mendukung maupun yang menolaknya (malaah yang terlepas dari dalil yang secara khusu).53

Dalam bukunya Prof. Dr. Rachmat Syafi’i yang berjudul Ilmu Ushul Fiqh menjelaskan pengertian malaah mursalah merupakan suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalanya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syari’at dan tidak ada ‘illat yang keluar dari syara’ yang menentukan kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemudharatan atau untuk menyatakan suatu manfaat maka kejadian tersebut dinamakan malaah mursalah. Tujuan utama malaah mursalah adalah kemaslahatan, yakni memelihara dari kemudharatan dan menjaga kemanfaatannya.54

Menurut Abdul Wahab Khallaf, malaah mursalah adalah maslahah dimana syari’ tidak mensyari’atkan hukum untuk mewujudkan maslahah, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.55

Menurut ahli ushul fiqh, malaah murslahah adalah kemaslahatan yang telah disyari’atkan oleh syari’ dalam wujud hukum, didalam

53 Ibid., 89.

54 Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 117.

55 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, terj. Faiz el Muttaqin(Jakarta: Pustaka Amani, 2003),

(45)

35

rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapatnya dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, malaah mursalah itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.56

Jadi, dengan demikian malaah mursalah ini adalah maslahat yang sejalan dengan tujuan syariat yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan yang dibutuhkan oleh manusia serta terhindar dari kemudharatan. Pada kehidupan nyata, kemaslahatan menjadi tolak ukur dalam menetapkan hukum yang seiring berkembang berdasarkan perkembangan kehidupan masyarakat Islam yang yang selalu ada disetiap lingkungan yang dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dan tempat.

3. Kehujjahan Malaah Mursalah

Kehujjahan malaah dalam pandangan ulama, maksudnya adalah pendapat dan pandangan beberapa tokoh ulama terhadap malaah sebagai sumber hukum yang mengandung arti bahwa malaah menjadi landasan tolak ukur dalam penetapan hukum.57 Adapun kehujjahan

malaah mursalah, pada prinsipmya Jumhur Ulama menerimanya sebagai salah satu alasan dalam mentapkan hukum syara’, sekalipun

56 Faishal Haq, Ushul Fiqh Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam (Surabaya: Citra Media, 2007),

142.

(46)

36

dalam penerapan dan penempatan syaratnya berbeda pendapat oleh para ulama, diantaranya:58

a. Ulama Hanafiyah menjadikan malaah mursalah sebagai dalil disyaratkan malaah tersebut berpengaruh pada hukum. Artinya ada ayat, hadis, atau ijma’ yang menunjukkan bahwa sifat yang dianggap sebagai kemaslahatan itu merupakan ‘illat (motivasi hukum) dalam penetapan suatu hukum atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum tersebut dipergunakan oleh nash sebagai motivasi suatu hukum.

Konsep malaah mursalah merupakan tujuan syara’, menolak kemudharatan yang merpakan tujuan syara’, menolak kemudharatan. Penerapan konsep malaah mursalah di kalangan Hanafiyah terlihat secara luar dalam metode istihsan (pemalingan hukum dari kehendak qiyas atau kaidah umum kepada hukum lain disebabkan beberapa indikasi). Indikasi-indikasi yang dijadikan pemalingan hukum tersebut, pada umumnya malaah mursalah. b. Ulama Malikiyah dan Hanabilah menerima sebagai dalil dalam

menetapkan hukum, bahkan ulama fikih paling banyak yang menerapkannya. Malaah mursalah merupakan induksi dari logika sekumpulan nash, bukan dari nash yang rinci seperti berlaku dalam qiyas.

(47)

37

4. Syarat-Syarat Malaah Mursalah

Dalam menggunakan malaah mursalah itu sebagai hujjah, para Ulama’ bersikap sangat hati-hati, sehingga tidak menimbulkan pembentukan syari’at berdasarkan nafsu dan keinginan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka para Ulama’ menyusun beberapa syarat yang harus dipenuhi agar malaah mursalah dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam penggalian sebuah hukum. Syarat-syarat tersebut terdapat tiga macam antara lain:59

a. Berupa kemaslahatan yang hakiki, bukan kemaslahatan yang semu. Maksudnya agar dapat diwujudkan pembentukan hukum suatu masahah atau peristiwa, sehingga melahirkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan.

b. Malaah itu sifatnya umum, bukan kemaslahatan bersifat pribadi. Artinya, penetepan hukum syara’ itu terhadap suatu peristiwa dapat melahirkan kemanfaatan bagi kebanyakan umat manusia, yang benar-benar dapat terwujud, bukan bagi perorangan.

c. Pembentukan hukum untuk mengambil kemaslahatan ini tidak boleh bertentangan dengan tata hukum atau dasar yang ditetapkan dengan nash dan ijma’.

59 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, terj. Faiz el Muttaqin (Jakarta: Pustaka Amani,

(48)

38

Sedangkan menurut Ulama Malikiyyah dan Hanabilah untuk menjadikan malaah mensyaratkan tiga syarat sebagai berikut:60

a. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syara’ dan termasuk dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum. b. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar

perkiraan, sehingga hukum yang ditetapkan melalui malaah mursalah itu benar-benar menghasilkan sebuah manfaat dan menghindari atau menolak kemudharatan.

c. Kemaslahatan itu menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi atau kelompok kecil tertentu.

Dan ada beberapa syarat yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali terhadap kemaslahatan yang dapat dijadikan hujjah dalam mengistinbatkan hukum, sebagai berikut:61

a. Malaah itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan syara’. b. Malaah itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan

syara’.

c. Malaah itu termasuk ke dalam kategori malaah yang dharūrī, menyangkut mengenai kemaslahatan orang banyak dan universal, adalah berlaku sama untuk semua orang.

60 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997), 122.

(49)

39

B. Pencatatan Perkawinan.

1. Pengertian Pencatatan perkawinan.

Pencatatan perkawinan merupakan suatu perbuatan administrasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dilakukan oleh instansi yang berwenang (Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain Islam) yang dibuktikan dengan penertiban akta nikah atau buku nikah sebagai bukti autentik.62

Dengan memahami apa yang termuat dalam penjelasan umum Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan merupakan sebuah usaha yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Dengan maksud sewaktu-waktu dapat dipergunakan bila perlu dan dapat dipakai sebagai bukti autentik. Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang telah diberi kewenangan untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik maupun tanpa bantuan dari yang berkempentingan, di tempat di mana pejabat berwenang dalam menjalankan tugasnya.63

Hukum Islam tidak mengatur secara jelas tentang pencatatan perkawinan. Dengan melihat tujuan dari pencatatan perkawinan banyak

62 Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 59.

63 H.A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(50)

40

manfaatnya bagi pasangan suami istri yang melaksanakan perkawinan baik kehidupan seseorang maupun dalam kehidupan masyarakat, misalnya dengan adanya buku nikah tersebut dapat dijadikan bukti autentik bahwa mereka telah melaksanakan perkawinan secara sah dan berdasarkan hukum Islam dan hukum positif.

2. Tujuan Pencatatan Perkawinan.

Syariat Islam sebelumnya tidak mengatur secara konkrit mengenai adanya pencatatan perkawinan. Ini berbeda dengan ayat muamalat (mudayanah) yang dalam situasi tertentu diperintahkan untuk mencatatnya. Namun, seiring dengan tuntutan perkembangan zaman memerlukan adanya pencatatan perkawinan dengan berbagai pertimbangan kemaṣlaḥatan Hukum Islam Indonesia mengaturnya melalui perUndang-undangan baik Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI).64

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pencatatan perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan upaya yang di atur melalui perUndang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus bagi perempuan dalam kehidupan rumah tanggga. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percecokan di antara mereka, atau salah satu tidak

(51)

41

bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh masing-masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri mempunyai bukti autentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan.65

3. Legalisasi Perkawinan.

Perkawinan yang dilangsungkan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yaitu perkawinan yang telah sesuai dengan pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sehingga sudah secara legal atau sah yang akan mendapatkan buku kutipan akta nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA). Namun lain halnya dengan perkawinan yang tidak memiliki akat nikah (hilang atau memang perkawinanya tidak tercatat), maka dalam kaitanya dengan masalah perdata perkawinan semacam ini harus mendapat legalisasi atau pengakuan secara hukum dalam mendapatkan bukti autentik dari pernikahan yang telah dilangsungkan. Dalam hal ini dilakukan berkaitan dengan masalah administrasi atau keperdataan ketika mengurus akta kelahiran anak, pendaftaran sekolah dan status anak yang dilahirkan. Oleh sebab itu, permasalahan dalam mengurus administrasi setiap instansi atau Lembaga yang terkait menanyakan dan harus menunjukkan adanya akta nikah.66

65 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997) Cet. ke 4, 107

66 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undangPerkawinan (Yogyakarta: Liberty

(52)

42

Dalam permasalahan mengenai keperdataan sangat diperlukan adanya pembuktian secara yuridis yang tidak lain adalah pembuktian historis. Dengan pembuktian ini mencoba menetapkan apa yang terjadi secara konkreto.67

Hal ini diatur dalam pasal 1865 BW tentang pembuktian pada umumnya yang berbunyi: “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.68

Dalam masalah perkara perdata harus menemukan dan menentukan peristiwa atau hubungan hukumnya dan kemudian memperlakukan atau menerapkan hukumnya terhadap peristiwa yang telah ditetapkan itu.69

Mengenai masalah legalisasi pernikahan ini dapat dibuktikan dengan mengajukan alat bukti seperti yang terdapat dalam pasal 164 HIR yaitu alat bukti surat, alat bukti saksi, alat bukti persangkaan, alat bukti pengakuan, alat bukti sumpah.70 Dalam menangani masalah perdata hakim sebagai

penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang berlaku dalam masyarakat (pasal 27 (1)

Undang-67 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 2009), 108.

68 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya Paramita,

2009), 475

69 Sudikno mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia……., 108.

(53)

43

undang Nomor 14 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman.71

4. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan

Pencatatan pernikahan merupakan syarat administratif artinya pernikahan tetap sah, karena standar sah dan tidaknya perkawinan ditentukan oleh norma-norma agama dari pihak-pihak yang melangsungkan pernikahan. Dalam hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pencatatan pernikahan diatur sebab tanpa pencatatan pernikahan, suatu pernikahan tidak memiliki kekuatan hukum. Akibatnya yang timbul adalah, apabila salah satu pihak dari suami istri lalai terhadap kewajibanya, maka pihak lain tidak dapat melakukan upaya hukum karena tidak mempunyai bukti auntentik dari pernikahan yang dilangsungkan.72 Dalam surat keputusan

Mahkamah Islam Tinggi, pada tahun 1953 Nomor 23/ 19 menegaskan bahwa apabila rukun dalam pernikahan telah terpenuhi, tetapi tidak terdaftarkan. Maka pernikahan tersebut adalah sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan denda karena tidak didaftarkannya nikah tersebut.73

Masalah pencatatan perkawinan di Indonesia telah diatur dalam ketentuan Peraturan Perundangan-undangan yaitu pasal 2 ayat (2)

Undang-71 Ibid, 146

72 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), 110

73 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986),

Gambar

Tabel             Halaman
Tabel 3.2  Permusan Misi.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengemukakan bahwa latihan ladder drill two feet each square dan zig-zag run berbeda signifikan, latihan ladder drill two feet each square lebih

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “ “KEMAMPUAN GURU PAI DALAM PENYUSUNAN SILABUS DAN RPP DI SMPN-1 SEBANGAU KUALA KABUPATEN PULANG PISAU ”

Anggota Partner, adalah anggota yang berlatar belakang diluar industri hotel namun terkait dengan pariwisata secara umum yang dipilih dn ditetapkan sebagai mitra kerja IHGMA yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang berjudul “ PEMODELAN SINTETIK UNTUK OPTIMASI PARAMETERAKUSTIK MUSHOLLA DENGAN MODEL KUBAH

Pohon sagu juga merupakan tanaman yang memiliki kandungan pati yang tinggi didalam empelur batang sagu sehingga dapat dijadikan sebagai makanan pokok

1) Sistem pembuktian dalam perkara pidana di Indonesia adalah sistem pembuktian berdasarkan undang- undang secara negatif dimana pembuktian harus didasarkan pada

Kemandirian siswa dapat dilihat saat siswa dapat mengatur semua kegiatan pribadi dalam suatu proses pembelajaran hal ini sejalan dengan Ningsih dan Nurrahmah

Sistem parkir mal yang dirancang telah dapat memberikan lokasi lot parkir terdekat berdasarkan lokasi kunjungan dari pengunjung dengan menggunakan Arduino Uno dan