• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Penetapan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Penetapan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

Warcito1)

1)Mahasiswa Program Doktor Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan pengupahan ditinjau dari pengusaha, pekerja dan pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015.Kajian ini menggunakan literatur dengan dokumen atau data yang diperoleh dari laporan studi, instansi pemerintahan yang terkait, serta dokumen lain yang relevan. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh temuan bahwa formulai upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh untuk mencapaii kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil buat buruh. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh. Formulasi kebijakan pengupahan dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan kemampuan ekonomi makro setiap daerah. Selain itu survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau rekomendasi saja dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang membuat survei KHL masih sangat lemah.

(2)

PENDAHULUAN

Dalam konteks keindonesian, kehadiran UU No. 13 Tahun 2003 merupakan skenario besar Pemerintah untuk mengatur hubungan industrial antara buruh, pengusaha dan pemerintah khususnya masalah pengupahan buruh. Di atas kertas, nampak bahwa ketentuan pasal-pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan kesejahteran buruh. Upah Minimum Regional, terus mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan daya beli masyarakat.

Namun, prosentase kenaikan UMR tersebut tidak memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kebutuhan buruh dan masyarakat. Upah buruh tersebut hanya cukup untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Minimal (KHM), bukan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga seluruh potensinya habis untuk

opportunity cost, tanpa pernah bisa menikmati

economic rent.

Pengupahan menjadi masalah utama dalam ketenagakerjaan tidak lain karena disebabkan masih rendahnya tingkat upah di Indonesia. Sebagai ilustasi, penelitian Trade Union Rights Centre (TURC) menyebutkan pada 1997 upah minimum buruh mampu membeli 350 kg beras (dengan harga beras Rp700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum buruh 2008 hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan asumsi harga beras Rp 5.000 per kg di tahun ini). Ini bermakna upah riil buruh berkurang hampir 50%. Penelitian INDOC juga menyatakan upah

buruh Indonesia kini sangat rendah, hanya berkisar 5% sampai 6% dari biaya produksi.

Data yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan upah buruh hanya menghabiskan 25% dari total komponen pengeluaran perusahaan, 60% adalah biaya produksi, 15% lain uang siluman yang terus-menerus dilakukan oknum aparat pemerintah.Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial.

Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu. Dalam menentukan tingkat upah pihak-pihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (buruh) dan pemberi pekerjaan memiliki pandangan yang berbeda.

Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah perusahaan sangat berhati-hati. Sedangkan bagi pekerja, upah merupakan sumber pendapatan, sehingga pekerja sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah.

Sistem pengupahan yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis pada Indeks Biaya Hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita sebagai proksi dari tingkat kemakmuran, dengan kata lain berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan

(3)

tingkat inflasi. Sistem pengupahan Indonesia peneapannya melalui mekasime konsultasi tripartite (Dewan Pengupahan) antara wakil pengusaha, wakil pekerja dan wakil pemerintah (Idris, 2016).

Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah Ini sering memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha. Oleh karena itu untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Hal ini juga sebagai bentuk perlindungan buruh yang memang menjadi kaum inferior jika berhadapan dengan pengusaha. Posisi tawar buruh yang rendah menyebabkan ketidakseimbangan posisi buruh jika berhadapan dengan pengusaha. Adanya intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar buruh yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.

Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau melindungi harga kebutuhan hidup layak.

Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil buat buruh. Berangkat dari perbedaan pandangan antara pengusaha dan buruh tadi, maka dalam hal penetapan tingkat upah bukanlah hal yang mudah. Masing- masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga untuk mencapai kesepakatan mengenai tingkat upah tidak jarang akan diwarnai oleh pertentangan. Hal tersebut juga terjadi di tingkat kota yang mengatur tentang Upah Minimum Kota (UMK). Pertentangan dan perdebatan tersebut pastinya berpengaruh pada keputusan- keputusan yang diambil dalam proses formulasi kebijakan UMK.

Berdasarkan permasalahan tersebut, adalah menarik untuk dikaji tentang bagaimana tinjauan pengupahan menurut Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dan implementasinya bagi kesejahteraan buruh.Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan pengupahan ditinjau dari pengusaha, pekerja dan pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015.

Konsep Upah Menurut UU No. 13 Tahun 2003

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bagaimana ketentuan upah dalam Undang-Undang pasal 88, yaitu: 1) setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan; 2) untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana

(4)

dimaksud dalam ayat 1, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh; 3) kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 meliputi: (a) upah minimum; (b) upah kerja lembur; (c) upah tidak masuk kerja karena berhalangan; (d) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; (e) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; (f) bentuk dan cara pembayaran upah; (g) denda dan potongan upah; (h) hal- hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; (i) struktur dan skala pengupahan yang proporsional; (j) upah untuk pembayaran pesangon; dan (k) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Dalam pasal 89 dijelasakan tentang upah minimum. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (3) huruf adapat terdiri atas: 1) upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota; 2) upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota; 3) upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup yang layak; 4) upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/kota bupati/walikota; 5) komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.

Sebagai ilustrasi, penjelasan ketentuan upah dalam UU No 13 tahun 2003

maka pemerintah membuat Peraturan Gubernur Jawa Timur No 69 tahun 2009 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur, yaitu:Besarnya Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana tersebut dalam Lampiran (Pasal 2 ayat 1). Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a, hanya berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerjanya kurang dari 1 (satu) tahun (Pasal 2 ayat 2).

Perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilarang mengurangi atau menurunkan upah(Pasal 3 ayat 1).Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Pasal 3 ayat 2).Bagi pengusaha yang tidak mampu melaksanakan Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum kepada Gubernur Jawa Timur melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, sesuai ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum (Pasal 4). Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

(5)

Konsep Upah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan juga mengatur agak rinci mengenai masalah upah minimum. Menurut PP ini, Gubernur menetapkan Upah minimum sebagai jaring pengaman.“Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan Upah bulanan terendah yang terdiri atas: a. Upah tanpa tunjangan; atau b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap,” bunyi Pasal 41 ayat (2) PP tersebut.PP ini menegaskan, bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan yang bersangkutan.

Sementara Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan.Menurut PP ini, penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksudilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, merupakan standar kebutuhan seorang Pekerja/Buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan, yang terdiri atas beberapa komponen jenis kebutuhan hidup.“Komponen sebagaimana dimaksud dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima) tahun,” bunyi Pasal 43 ayat (5) PP Nomor 78 Tahun 2015 itu.

Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Menteri (Tenaga Kerja), dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional, yang menggunakan data dan informasi yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.Adapun penetapan Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan Upah minimum, yaitu: UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ∆ PDBt)}. PP ini juga menegaskan, Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi, yang dihitung berdasarkan formula perhitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud.

Dalam hal telah dilakukan peninjauan kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud, gubernur menetapkan Upah minimum provinsi dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan provinsi.“Rekomendasi dewan pengupahan provinsi sebagaimana dimaksud didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” bunyi Pasal 45 ayat (4) PP tersebut.PP ini juga menyebutkan, bahwa Gubernur dapat menetapkan Upah minimum kabupaten/kota, yang nilainya harus lebih besar dari Upah minimum provinsi di provinsi.

PP ini juga menegaskan, Gubernur dapat menetapkan Upah minimum sektoral provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh pada sektor yang bersangkutan.Penetapan Upah minimum

(6)

sektoral sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan setelah mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan dari dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Selain itu, Upah minimum sektoral juga harus lebih besar dari Upah minimum kabupaten/kota di kabupaten/kota yang bersangkutan.

Aktor-Aktor Dalam Formulasi UMK

Dalam formulasi upah minimum ada aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, yang bertugas untuk merumuskan dan menentukan besaran tingkat upah setiap tahunnya.Aktor- aktor tersebut merupakan lembaga tripartit yang tergabung dalam suatau lembaga perumusan kebijakan pengupahan yang disebut dengan dewan pengupahan. Dewan pengupahan adalah lembaga yang terdiri dari unsur pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah serta akademisi yang bersifat non-struktural yang memiliki tugas dan fungsi dalam perumusan kebijakan pengupahan yaitu memberikan saran dan pertimbangan akan tingkat upah minimum. 1. Pengusaha (APINDO)

Di dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa pengusaha adalah:

a. Orang-perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

b. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan suatu perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan milik sendiri atau badan hukum yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Pada prinsipnya pengusaha adalah pihak yang menjalankan perusahaan milik sendiri maupun bukan.Secara umum istilah pengusaha adalah orang yang menjalankan suatu usaha (enterprenuer).Menurut Husni (2003) wadah bagi pengusaha untuk menjamin usahannya disebut dengan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang keberadaanya mulai dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

APINDO memiliki peran dan fungsi strategis untuk memberikan perlindungan kepada para anggota- anggotanya demi perkembangan dan peningkatan usaha secara maksimal. Beberapa peran dan fungsi APINDO antara lain adalah: membantu dalam hal pembuatan kesepakatan kerja bersama yang dilakukan oleh anggotanya, membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, ikut mengusulkan penetapan upah minimum baik regional maupun sektoral, dan ikut aktif dalam dewan penelitian pengupahan daerah atau pusat.

2. Serikat pekerja atau serikat buruh

Ada begitu banyak kepentingan dan aspirasi yang muncul dalam masyarakat. Pemenuhan atas kebutuhan dan aspirasi mereka menjadi tuntutan

(7)

utama yang menjadi dasar perjuangan sekelompok orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Berbagai kepentingan yang muncul, bisa dilihat dari keberadaan kelompok kepentingan yang jumlahnya memang sangat banyak dan bervariasi.Kelompok kepentingan mengumpulkan dan mengubah kepentingan-kepentingan yang tercerai- berai di masyarakat,menjadi satu kesatuan untuk kemudian diperjuangkan, agar menjadi bagian dari kebijakan publik yang member manfaat bagi kelompoknya. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik dari perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Menurut Payaman Simanjuntak (2005), Perjuangan serikat pekerja Indonesia akan lebih efektif bila mereka sepakat dan mengupayakan: 1) Hanya antara dua sampai maksimum 5 federasi serikat pekerja; 2) Serikat pekerja disusun manurut sector dan subsektor industri;3) Di setiap perusahaan didirikan hanya satu serikat pekerja.

Serikat pekerja/serikat buruh memiliki pandangan sendiri akan tingkat upah yang akan diusulkan nantinya. Yang terpenting dan menjadi tuntutan utama serikat pekerja/serikat buruh adalah

adanya tingkat upah yang layak bagi para buruh.Serikat buruh yang tergabung dalam dewan pengupahan merupakan perwakilan bagi para buruh, oleh karena itu sebagai lembaga perjuangan hak-hak buruh maka tuntutan upah yang layak demi peningkatan kesejahteraan buruh adalah dasar bagi lembaga ini untuk menuntut tingkat upah yang tinggi dalam forum dewan pengupahan.

Henry Simamora (1999) menyatakan bahwa “Serikat Pekerja adalahsebuah organisasi yang berunding bagi karyawan tentang upah-upah, jam- jamkerja, dan syarat-syarat dan kondisi- kondisi pekerjaan lainnya”.Dari pengertiantersebut di atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja merupakan organisasiberunding bagi para pekerja.Dengan kehadiran Serikat Pekerja para pekerja dapatmelakukan negosiasi dengan pengusaha dalam hal kebijakan perusahaan, sebab ketika ada serikat pekerja maka menjadi sebuah kewajiban bagi pengusaha untukmenegosiasikan segala sesuatu dengan serikat pekerja.

Tujuan didirikannya serikat pekerja/serikat buruh adalah untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Menurut Maimun (2004) Untuk mencapai tujuan tersebut, serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi:

a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial

(8)

b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerjasama di bidang ketatakerjaan sesuai tingkatannya. c. Sebagai sarana menciptakan

hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota

Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemerintah daerah

Dalam PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

Perangkat pemerintah daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Pemerintah selaku penguasa negara berkepentingan

agar roda perekonomian nasional dan pendistribusian penghasilan dapat berjalan dengan tertib dan lancar sehingga tidak membahayakan keamanan negara. Begitu halnya di tingkat kabupaten/kota demi menjamin keberlangsungan perekonomian daerah menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah. Salah satunya adalah dalam bidang ketenagakerjaan, sebagai sector yang bersentuhan langsung dengan nasib dan hak dasar golongan masyarakat tertentu yaitu buruh dan dunia usaha. Maka, pemerintah berkewajiban agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat berjalan dengan adil bagi para pihak sebagaimana mestinya.

Untuk menjamin peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan adil diperlukan campur tangan pemerintah melalui instansi/departemen khusus yang menangani masalah ketenagakerjaan yaitu Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja.Dinas sebagai lembaga penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Untuk tingkat Kabupaten/Kota maka pemerintah daerah yang dimaksud adalah semua elemen pemerintah daerah yang terlibat dalam perumusan upah minimum yaitu anggota dinas tenaga kerja dan transmigarasi yang bertugas dalam bidang pengupahan, perwakilan dari BPS, dan perwakilan dari Bappeda kota, dan perwakilan Sekdakot.

(9)

Dalam bidang ketenagakerjaan, pemerintah melalui dinas tenaga kerja mempunyai fungsi pembinaan, pengawasan dan penyidikan. (Husni, 2003)

a. Pembinaan, pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap unsur- unsur dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait, baik melalui kerjasama nasional maupun internasional.

b. Pengawasan, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja dimaksudkan untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan biasanya dilakukan di tempat kerja dengan melihat dan memerikasa secara langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu lembur, upah minimum, serta aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Bagi pekerja/buruh pengawasan menjamin terlaksananya hak-hak pekerja/buruhyang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan bagi penguaha pengawasan merupakan sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak yang berwenang dan kompeten tentang kewajibannya menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Penyidikan, peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan memuat ketentuan-ketentuan pidana bagi pihak yang melanggarnya.Guna mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran pidana di bidang keetenagakerjaan maka ditunjuk pegawai atau badan yang berwenang dan kompeten melakukan penyidikan.

Dalam hal penetapan upah minimum maka ketiga aktor tersebut memiliki posisi, peran dan fungsi yang sama. Hal ini dikarenakan lembaga tripartit tersebut tergabung dalam suatu lembaga nonstruktural yang disebut dengan dewan pengupahan.Namun kenyataan yang sering di dapat bahwa pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah memberikan pengaruh dan tekanan yang berbeda dalam mempengaruhi isi kebijakan pengupahan. Kelompok pengusaha memberikan tekanan dan pengaruh yang dominan dibandingkan serikat pekerja/serikat buruh terhadap pembuat kebijakan atau pemerintah.Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal ini, karena kedua lembaga tersebut berdiri di atas dua kepentingan yang bertentangan.Oleh karena itu pertentangan dan perdebatan untuk saling mempertahankan persepsi dan pandangan tentang upah selalu mewarnai forum diskusi penentuan tingkat upah minimum.

(10)

PEMBAHASAN

Kajian ini menggunakan literatur dengan dokumen atau data yang diperoleh dari laporan studi, instansi pemerintahan yang terkait, serta dokumen lain yang relevan seperti data dari BPS, buku, jurnal, atau data dari internet yang memuat teori atau hasil penelitian yang terkait dengan kajian.

Pengupahan ditinjau dari pengusaha

Masalah ketenagakerjaan, terutama upah minimum, menjadi isu krusial bagi Indonesia untuk menjadi lebih kompetitif, memperbaiki masalah tersebut akan meningkatkan daya saing nasional. Sebagai ilustrasi, parameter dari World Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2013 - 2014 yang memperlihatkan Indonesia menempati posisi ke-38 dari 148 negara. Data tersebut menunjukkan Indonesia masih kurang kompetitif dibanding negara lain di kawasan, dimana Malaysia menempati urutan ke-24, Cina (29), dan Thailand (37).

Indikator perbaikan masalah ketenagakerjaan, termasuk upah minimum, akan meningkatkan daya saing nasional karena di perusahaan yang tergolong labour- intensive, fluktuasi dan ketidakpastian upah, termasuk upah minimum, akan sangat membantu pengusaha dalam kepastian berbisnis.Upah yang kompetitif, jika pemerintah membantu kompensasi atas beberapa kebutuhan pekerja (seperti kesehatan dan transportasi), menyebabkan harga barang yang kompetitif sehingga penjualan dan pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

Sementara itu, upah minimum yang rasional tak akan menyulitkan pengusaha untuk merekrut pekerja baru sehingga dapat mendukung pengurangan pengangguran.Terkait permasalahan upah minimum di Indonesia, dari sisi pengusaha dapat dijelasakan bahwa jika kenaikan upah minimum yang tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas, mengakibatkan biaya buruh per unit output di Indonesia mengalami kenaikan terbesar di kawasan setelah Vietnam. Kenaikan upah minimum yang signifikan mengakibatkan beberapa perusahaan, terutama perusahaan kecil, gulung tikar atau relokasi ke daerah lain yang UMP/UMK lebih kecil karena tidak mampu membiayai karyawannya. Hal ini berpotensi meningkatkan pengangguran atau sektor informal. "Upah sundulan" juga menjadi salah satu permasalahan karena adanya gap yang terlalu dekat antara upah minimum dengan upah rata-rata.

Permasalahan lain yang terjadi adalah di beberapa daerah terdapat UMP/UMK yang lebih tinggi dari KHL. Hal ini, bertentangan dengan Permenakertrans nomor 13 tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, pasal 9 ayat (2) yang menyebutkan bahwa UMP harus menuju KHL, bukan melebihi.

Terkait adanya beberapa permasalahan upah minimum tersebut, beberapa rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh perwakilan pengusaha, diantaranya perbaikan mekanisme penentuan Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan kaidah: Kepastian, Kesederhanaan dan transparansi, dan Keadilan. Kaidah kepastian didasarkan

(11)

pada periode dan besaran kenaikan UMP/UMK dapat diprediksi dengan relatif akurat, tidak berubah-ubah dalam periode yang berdekatan.Sistem penentuan UMP/UMK juga sederhana dan transparan bagi semua pihak. Sistem tersebut juga harus memperhitungkan keseimbangan dan keadilan baik bagi para pekerja, pemberi kerja, dan pencari kerja.

Oleh karena itu, parameter yang diperhitungkan dalam penentuan upah bukan hanya KHL, namun juga produktivitas pekerja dan tingkat pengangguran.Penentuan upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net)

ditentukan secara teknokratik oleh sebuah lembaga independen yang kredibel dan tersentralisir. Kepala daerah tidak dapat menetapkan jumlah upah minimum yang lebih tinggi dari nilai yang telah ditentukan oleh Lembaga Independen.

Selain itu, rekomendasi kebijakan harus memutus secara permanen keterkaitan antara upah minimum dan upah normal. Upah minimum harus benar-benar hanya diterapkan pada pekerja baru dengan pengalaman kurang dari satu tahun, sisanya harus melalui bipartite perundingan kerja bersama. Pemerintah harus berperan lebih dalam menjamin kesejahteraan pekerja, termasuk memberikan pengawasan dan sanksi tegas bagi perusahaan yang menggaji pekerja berpengalaman dengan upah minimum.

Pengupahan ditinjau dari pekerja/buruh

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

pekerja/buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.

"Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk: a. upah; dan b. pendapatan non upah," bunyi pasal 4 ayat (2) PP ini.Adapun kebijakan pengupahan itu meliputi: a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Upah sebagaimana dimaksud terdiri atas komponen: a. Upah tanpa tunjangan; b. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau c. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud, besarnya upah pokok paling sedikit 75 persen dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap," bunyi Pasal 5 ayat (2) PP tersebut.

Adapun pendapatan non upah sebagaimana dimaksud berupa tunjangan hari raya keagamaan. Selain tunjangan hari raya keagamaan, menurut PP ini, pengusaha dapat memberikan pendapatan non upah berupa:

(12)

bonus, uang pengganti fasilitas kerja dan/atau uang pelayanan pada usaha tertentu.

PP ini menegaskan, bahwa tunjangan hari raya keagamaan wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, dan dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.Adapun bonus sebagaimana dimaksud dapat diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atas keuntungan perusahaan, yang penetapannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.PP ini juga menegaskan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Menurut PP ini, upah ditetapkan berdasarkansatuan waktu; dan/atau satuan hasil. Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, ditetapkan secara harian, mingguan, atau bulanan. Dalam hal upah ditetapkan secara harian, menurut PP ini, perhitungan upah sehari adalah: bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 25; atau bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 21."Penetapan besarnya upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dilakukan dengan berpedoman pada struktur dan skala upah, yang disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi," bunyi pasal 14 ayat 1,2 PP itu.

Struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh, dan harus dilampirkan oleh perusahaan pada saat

permohonan: pengesahan dan pembaruan peraturan perusahaan; atau pendaftaran, perpanjangan, dan pembaruan perjanjian kerja bersama.

Sedangkan upah berdasarkan satuan hasil ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati. Penetapan besarnya Upah sebagaimana dilakukan oleh pengusaha berdasarkan hasil kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha."Penetapan upah sebulan berdasarkan satuan hasil sebagaimana dimaksud, untuk pemenuhan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan ditetapkan berdasarkan upah rata- rata 3 bulan terakhir yang diterima oleh pekerja/buruh," bunyi pasal 16 PP ini.

Menurut PP ini, pengusaha wajib membayar upah pada waktu yang telah dijanjikan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Dalam hal hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, atau hari istirahat mingguan, menurut PP ini, pelaksanaan pembayaran upah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama."Pembayaran upah oleh pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling cepat seminggu 1 kali atau paling lambat sebulan 1 kali kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu," bunyi pasal 19 PP ini.

Upah sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dapat dibayarkan secara langsung atau melalui bank. Dalam hal Upah dibayarkan melalui bank, maka upah harus sudah dapat diuangkan oleh pekerja/buruh pada tanggal pembayaran upah yang disepakati kedua belah pihak.PP ini juga menegaskan, bahwa

(13)

pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup dan/atau peningkatan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan. Peninjauan upah sebagaimana dimaksud diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pengupahan ditinjau dari pemerintah

Pemerintah memang memiliki kewenangan untuk membuat suatu peraturan pemerintah terkait dengan persoalan penetapan pengupahan.Pemerintah harus mengembalikan persoalan masalah upah ini pada undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.

Sesuai pasal 88 UU ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 yang menyatakan bahwa prinsipnya seputar pengupahan bahwa setiap buruh atau pekerja berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan juga pengupahan harus melindungi pekerja atau buruh. Sesuai dengan sistem hierarki peraturan perundang-undangan. Peraturan pemerintah yang lebih rendah tak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga peraturan pemerintah tak boleh bertentangan dengan undang-undang dalam hal ini UU ketenagakerjaan.

Kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi IV, merupakan amanat Pasal 97 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pemerintah menyakini bahwa kehadiran PP Pengupahan ini akan bisa memastikan bahwa kenaikan upah minimum tiap tahunnya tidak menjadi isu yang terus bergejolak tiap

tahunnya dan diharapkan isu upah minimum tidak menjadi alat politisasi oleh kepala daerah ketika mau Pilkada. Tentunya tujuan tersebut baik adanya agar ada kepastian usaha dan kesejahteraan pekerja.

Tapi setelah dianalisa, ternyata PP ini memiliki masalah yaitu bertentangan dengan isi UU 13/2003, isi dalam PP tersebut ada ketidaksingkronan secara hirarkis peraturan perundang-undangan, dan formula rumus kenaikan upah minimum tidak didasari kondisi ekonomi obyektif di wilayah per wilayah.Hal itu jelas bertentangan dengan UU 13/2003 karena dengan adanya rumus formulasi tersebut maka PP ini bertentangan dengan Pasal 89 ayat 3 Undang Undang Ketenagakerjaan (UUK) dimana kewenangan Gubernur untuk menetapkan upah minimum dan tugas Dewan Pengupahan Daerah melakukan survey Komponen Hidup Layak (KHL). Sesuai ketentuan hukum maka PP tidak boleh bertentangan dengan UU.

Dengan adanya formula tersebut maka perhitungan KHL dengan 60 komponen KHL saat ini tidak akan dibutuhkan lagi, survey KHL tidak diperlukan lagi, sehingga kalau dalam PP tersebut dinyatakan bahwa komponen KHL akan ditinjau 5 tahun sekali. Dengan kata lain, tidak dibutuhkan lagi KHL untuk perhitungan kenaikan upah minimum. Kenaikan upah minimum hanya didasarkan pada nilai upah minimum saat itu, inflasi dan PDB secara nasional. Jadi aturan tentang peninjauan KHL akan percuma tanpa makna.

Tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak menjadi input dalam formulasi kebijakan pengupahan. Tuntutan yang lahir dari buruh ini selanjutnya akan dikonversi

(14)

dalam proses formulasi menjadi kebijakan pengupahan nantinya. Melalui Formulasi kebijakan pengupahan dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah.Oleh karena itu besaran tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan kemampuan ekonomi makro setiap daerah.

Persoalan lain dalam formulasi UMK adalah mengenai Survei KHL. Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau komponen KHL menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang-barang dengan harga yang relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang- barang dengan harga yang relatif rendah.Selain itu survei KHL ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau rekomendasi saja dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang membuat survei KHL masih sangat lemah. Survei KHL adalah survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap item-item KHL yang disepakati dan yang mewakili kebutuhan buruh yang sebenarnya. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan KHL dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa KHL dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan 1 (satu) bulan (Permenakertrans

Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 Pasal 1). Survei KHL sebagai faktor intern yang mempengaruhi formulasi UMK, adalah survei yang memperhitungkan sejumlah item-item dasar kebutuhan buruh berdasarkan survei pasar yang dilakukan oleh dewan pengupahan.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian adalah:

Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil buat buruh. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh. Formulasi kebijakan pengupahan dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan kemampuan ekonomi makro setiap daerah.

Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau komponen KHL menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang- barang dengan harga yang relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang-barang dengan harga yang relatif rendah. Selain itu survei KHL ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau rekomendasi saja dalam menentukan besaran upah dan tidak

(15)

ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang membuat survei KHL masih sangat lemah.

DAFTAR PUSTAKA

Idris, Fahmi. 2016. Bahan Kuliah Tambahan Mata Pelajaran Hubungan Industrial.Semester Ganjil Tahun 2016-2017.Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Lalu, Husni.2003. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Maimun, 2004, Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar), PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Simamora, Henry. 1999. Manajemen sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BagianPenerbitan STIE YKPN.

Simanjuntak, P.J. 2005.Peranan Serikat Pekerja Dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di Indonesia, Hubungan Pembina Sumber Daya Manusia Indonesia (HIPSMI). Jakarta. Peraturan-Peraturan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentangSerikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum

Peraturan Gubernur Jawa Timur No 69 tahun 2009 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan data survival time dengan peubah prediktor yang mempengaruhi fungsi hazard dilakukan dengan menggunakan regresi, tetapi jika analisis regresi biasa

Pengolahan air limbah domestik dengan alternatif teknologi Anaerobic Baffled Reactor dan Anaerobic Filter dilakukan agar air buangan dari kegiatan domestik di

Soedirman yang telah memberi ijin untuk pelaksanaan Praktik

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Selanjutnya digunakan metode biplot untuk melihat kecenderungan terhadap indikator kesehatan input (tenaga dan fasilitas kesehatan), proses (upaya kesehatan) dan output (hasil

Memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris Perseroan untuk menunjuk Akuntan Publik yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam

Namun, seringkali karyawan jenuh terhadap pekerjaannya karena hanya mengerjakan pekerjaan yang sama dengan lingkungan kerja yang sama pula dan jumlah pekerjaan yang banyak

Aspek yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan sebuah proses belajar adalah minat. Minat sendiri juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan