• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

Rusito

rusito.tamireja@gmail.com

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten

Abstract

The condition of villages in Indonesia, Banten Province and Lebak Regency are mostly still included in the category of disadvantaged villages and very left behind. Since the implementation of Law no. 6/2014 efforts to reduce underdeveloped villages and villages are underdeveloped continuously by providing village authorities and budget transfers by the Government and Local Government. All this is done so that villages are able to independently escape from the backwardness of escorting various government and local government empowerment programs. The purpose of this paper is to gain an understanding of community empowerment and village which has been done with case study in Lebak Regency of Banten Province. The framework used is Stewart's (1998: 77) thought that empowerment is done by enabling, facilitating, consulting, collaborating, mentoring and supporting.

The conclusion of this writing that the empowerment of society and village in the object of study has been done with various programs and activities but the implementation is not maximized. Inadequate implementation of community empowerment programs and activities because of constrained geographical factors that are difficult and extensive, old habits of village government that are less supportive to apply the principles of good governance, human resources of district and sub-district apparatus and inadequate supporting cost.

Keywords: empowerment, village and government

Pendahuluan

Jumlah desa sangat tertinggal dan desa tertinggal di Indonesia masih sangat besar mencapai lebih dari 60%, termasuk angka yang luar biasa. Berdasarkan Indek desa membangun tahun 2015 pada Kemendes PDT RI dari 73.709 Desa, Desa Sangat Tertinggal :

13.453 Desa atau 18,25 %, Desa Tertinggal : 33.592 Desa atau 45,57 %, Desa Berkembang 22.88 Desa atau 31,04 % , Desa Maju : 3.608 Desa atau 4,89 %, Desa Mandiri : 174 Desa atau 0,24%. Jumlah desa sangat tertinggal dan desa tertinggal di Provinsi Banten juga sangat besar yaitu sekitar 63% . Berdasaran indek Desa membangun tahun 2015 desa-desa di Provinsi Banten yang

termasuk desa mandiri hany 4 desa atau (0,32%), desa maju 53 Desa atau (4,28%), desa berkembang 396 Desa atau (32%), desa tertinggal 674 atau 54,5% dan desa sangat tertinggal 110 desa atau (8,9%). Sementara di Kabupaten Lebak desa desa tertinggal dan desa sangat tertinggal mencapai 75% terdiri dari desa maju 4 desa (1,18%) , desa berkembang 83 desa (24,41%), desa tertinggal 212 desa (62,35%) dan desa sangat tertinggal 41 Desa (12,06%).

Dengan kondisi banyaknya desa tertinggal dan sangat tertinggal maka pemerintah berupaya keras melakukan berbagai upaya melalui penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan desa. Program dan kegiatan pemberdayaan desa dilakukan

(2)

2 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

antara lain melalui implementasi UU No. 6/2014 tentang desa dan PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 dan ditingkat daerah telah ditindaklanjuti dengan Perda Kabupaten Lebak No. 1/2015 tentang Desa. Pemberdayaan desa sesuai peraturan perundangan baru telah berjalan selama 3 tahun dan pada tahun 2018 memasuki tahun keempat. Upaya pemberdayaan desa yang telah dilakukan yaitu dengan intervensi anggaran desa berupa Dana Desa sumber APBN, Bantuan Keuangan Provinsi sumber APBD Provinsi, Alokasi Dana Desa dan Dana Bagi Hasil sumber sumber APBD Kabupaten/Kota. Namun dalam

teknis pelaksanaan pengelolaan anggaran desa terdapat berbagai permasalahan yaitu anggaran desa masih kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhan desa dengan kesulitas geografis yang tinggi dan sangat luasnya wilayah, penyaluran yang tidak tepat waktu, regulasi yang belum dipahami dan dilaksanaan oleh pelaksana tingkat desa, kurangnya disiplin pelaksana teknis pengelola keuangan desa.

Selain permasalahan keuangan desa terdapat permasalahan dalam pemberdayaan desa yaitu penyelenggaraan kewenangan desa yang belum maksimal karena kurangnya fasilitasi dari instansi terkait. Ada anggapan bahwa ketika kewenangan tersebut telah diserahkan ke desa maka instansi yang tadinya mengurusi merasa sudah tidak lagi bertanggungjawab, akibatnya pemerintah desa sendiri yang secara penuh bertanggungjawab sendirian tanpa ada dukungan dari instansi yang berwenang melakukan pembinaan. Dalam melaksanakan kewenangan desa seharusnya ada kerjasama antara desa dengan pemerintah di atasnya agar satu urusan pemerintahan dapat dilakukan secara bersama-sama atau bersifat

Concurent.

Permasalahan lain dalam upaya pemberdayaan desa yaitu permasalahan dalam rangka upaya peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan bagi aparatur desa dan pengurus lembaga pemberdayaan masyarakat. Pelatihan bagi aparatatur desa dan lembaga kemasyarakatan dirasakan belum maksimal karena masih banyak perangkat desa yang belum mengikuti pelatihan inti seperti pelatihan tentang keuangan desa. Hal ini berdampak pada pengelolaan keuangan kurang tertib. Kurangnya pelatihan bagi pengurus kelembagaan masyarakat berdampak pada belum dipahaminya tugas pokok dan fungsi lembaga. Selain itu kurangnya pemahaman Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam memahami ketentuan atau petunjuk teknis maka biasanya berdampak pada cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus lembaga dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Banyak desa yang pemilihan pengurus kelembagaan

masyarakat dilakukan dengan penunjukan dengan dipaksaan dengan alasan subyektif hal ini berdampak pada kinerja lembaga desa yang rendah.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka telah dilakukan berbagai upaya melalui penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan desa. Jika pemberdayaan desa dapat dilakukan secara maksimal maka status desa tertinggal dan sangat tertinggal dapat segera terentaskan. Untuk itu Pemerintah Daerah melalui Dinas Pemberdayaan Maysarakat dan Desa Kabupaten Lebak terus berupaya merumuskan program dan kegiatan pemberdayaan desa.

Masalah pokok dalam penelitian ini adalah upaya pemberdayaan desa yang selama ini dilakukan dirasakan masih kurang maksimal. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini

(3)

3 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

adalah : “Bagaimana pemberdayaan desa di Kabupaten Lebak Provinsi Banten ?”

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pemberdayaan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Kabupaten Lebak dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Banten di Kabupaten Lebak. Output dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat teoritis dan praktis. Kajian Literatur

Pengertian pemberdayaan menurut kamus berasal dari kata daya artinya kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak; kekuatan;

berdaya artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga; pemberdayaan artinya proses, cara,

perbuatan memberdayakan. Pemberdayaan desa berarti proses, cara, perbuatan agar desa mampu melakukan sesuatu, desa mampu bertindak dan desa mempunyai kekuatan dan tenaga.

Pemberdayaan desa terdiri dari kata pemberdayaan dan desa. Makna pemberdayaan sedikit telah diuraikan di atas dan makna desa mengandung pengertian bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU No. 6/2014) Sasaran pemberdayaan desa yaitu pemberdayaan pemerintahan desa, pemberdayaan masyarakat desa dan

pemberdayaan wilayah desa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat R.H. Unang Sunardjo (1981:82) bahwa unsur-unsur desa yang terdiri dari unsur

pemerintah desa, unsur

penduduk/masyarakat dan unsur wilayah. Dalam perspektif akademik pengertian pemberdayaan sebagaiman pendapat beberapa ahli yang

mengemukakan pengertian pemberdayaan dari berbagai perspektif. Pemberdayaan berarti mengembangkan potensi yang ada pada diri seorang maupun kelompok seperti ketrampilan dan pengalaman. Bennis dan Mische (1995:45) menjelaskan bahwa : pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokratis yang mengkotak-kotakan orang dan membuat mereka

mengunakan seefektif mungkin ketrampilan, pengalaman, energi dan ambisinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan desa berarti menghilangkan birokrasi yang menempatkan desa sebagai wilayah terendah yang secara hierarki di bawah kabupaten/kota, Provinsi dan negara. Dengan hilangnya birokrasi yang menempatkan desa sebagai wilayah terendah maka mengandung makna desa harus mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desanya sendiri.

Pendapat lain yang dikemukaan Stewart (1998:17) yang mengatakan bahwa pemberdayaan adalah memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas atau kewenangan kepada pihak lain atau memberi kemampuan dan keberdayaan. Dengan mengadopsi pola pikir Stewart maka pengertian pemberdayaan pemerintahan desa yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas atau kewenangan dari pemerintah atasnya kepada pemerintah desa atau

(4)

4 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

pemerintah di atasnya memberi kemampuan dan keberdayaan kepada pemerintah desa.

Pemberdayaan berarti juga memindahkan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan. Hal ini sesuai pendapat Cook dan Macaulay (1997:6) yang mengemukakan pengertian pemberdayaan yaitu memindahkan tanggungjawab kepada staf garis depan yang diperhitungkan di dalam keputusan dan memberikan kesempatan untuk menjadi seorang individu. Jika definsi ini dipergunakan dalam memberikan pengertian pemberdayaan pemerintahan desa maka pemberdayaan pemerintahan desa berarti memberikan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pemerintah desa sebagai pemerintah terdepan dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mampu mengatur dirinya sesuai adat dan kebiasaan setempat. Dalam perspektif sistem maka pemerintahan desa adalah sub sistem dari sistem pemerintahan negara Kesatuan Republi Indonesia.

Pemberdayaan desa juga berarti upaya mendorong dan memungkinkan pihak yang diberdayakan untuk mengemban tanggungjawab dalam melaksanaan tugas dan fungsinya sehingga dapat memberikan kontribusi kepada organisasi. Pola pikir tersebut dikemukakan oleh Clutteruck (2003:3) yang menyatakan bahwa pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pancapaian tujuan-tujuan organisasi. Jika definsi ini dipergunakan dalam memberikan pengertian pemberdayaan pemerintahan desa maka pengertian pemberdayaan pemerintahan desa adalah upaya mendorong dan

memungkinkan pemerintah desa untuk mengemban tanggungjawab dirinya untuk melaksanakan kewenangan desa dalam mensejahterakan masyarakat desa sehingga mampu berkontribusi pada tujuan negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa desa maju, kecamatan maju, kabupaten/kota maju, provinsi maju dan negara maju.

Pemberdayaan juga dalam upaya untuk tujuan yang lebih besar dan lebih luas bukan hanya untuk ruang lingup negara tetapi sampai pada tingat dunia. Hal tersebut sebagaimana pendapat Prijono dan Pranarka (1996:56) menyatakan bahwa pemberdayaan harus ditempatkan tidak hanya secara individual akan tetapi secara kolektif dan semua itu harus menjadi bagian dari aktualisasi dan keaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusiaan. Dengan kata lain, manusia dan kemanusiaanlah yang menjadi tolok ukur normative, struktur dan substansial. Hal ini menempatkan konsep pemberdayaan sebagaia bagian dari upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintahan, negara dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemampuan yang adil dan beradab, yang terwujud diberbagai kehidupan : politik ekonomi, hukum, Pendidikan dan sebagainya.

Selanjutnya Sedarmayanti (1999:79) mengemukakan bahwa munculnya konsep pemberdayaan ini pada asalnya merupakan gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri. Oleh karena itu wajar apabila konsep ini menampakan dua kecenderungan. Pertama, pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini sering disebut sebagai

(5)

5 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau pemberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya. Mengadopsi pola pikir Sedarmayanti bahwa pemberdayaan desa juga mengandung dua kecenderuangan yaitu memberian atau mengalihkan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah kepada desa berupa kewenangan berdasarkan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala desa, kewenangan yang ditugaskan dan kewenangan lainnya yang ditugaskan dibidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Kecenderungan yang kedua adalah proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi pemerintah desa agar mempunyai kemampuan atau pemberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi visi dan misi desa.

Pendapat ahli yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dikemukakan Kartasasmita (1996:3) yang menyatakan bahwa pemberdayaan adalah unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (survive) dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai tujuan. Pemberdayaan ini menjadi sumber dari apayang di dalam wawasan politik pada tingkat nasional disebut ketahanan nasional. Mendasarkan pendapat Kartasasmita bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang dilakukan agar masyarakat mampu bertahan hidup dan meningatkan taraf hidupnya untuk

mencapai kesejahteranya. Jika masyarakat desanya sejahtera maka menjadi modal dalam memperkuat ketahanan nasional Bangsa Indonesia.

Pemberdayaan masyarakat berarti juga upaya mengembangan potensi dan kemampuan dengan proses belajar

mengajar. Hal tersebut dikemukakan Prijono dan Pranarka (1996:72) bahwa pemberdayaan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok. Upaya pengembangan potensi dilakukan dengan menggali potensi ketrampilan masyarakat dan potensi wilayah kemudian diberikan peningkatan kapasitas melalui bimbingan dan pelatihan.

Lebih lanjut Mubyarto (1993:20-41) menekankan proses pemberdayaan

masyarakat bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan system pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat ini kemudian diikuti dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Selanjutnya upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka pemberdayaan sebagaimana pendapat Stewart (1998:77) yang mengemukakan bahwa pemberdayaan menuntut lebih banyak kecakapan dan sumberdya manajerial yang menuntut digunakannya seperangkat kecakapan baru yaitu

membuat mampu (enabling),

memperlancar (facilitating), berkonsultasi

(consulting), bekerjasama

(collaborating), membimbing

(mentoring) dan mendukung

(supporting). Selanjutnya Syarif Makmur

(2006:100) mengembangkan menjadi indicator, dimensi kemampuan

(6)

6 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Pendidikan, tingkat ketrampilan, pengalaman, kematangan emosi dan kematangan spiritual; dimensi memperlancar (Facilitating) indikatornya tingkat ketersediaan informasi, ketersediaan fasilitas kerja, ketersediaan dana, ketersediaan waktu dan kesempatan mengikuti diklat; dimensi berkonsultasi

(Consulting) indikatornya tatap muka,

komunikasi, kotak saran dan telaahan staf; dimensi bekerjasama

(Collaborating) indikatornya rapat, saling

mendukung, saling membantu, saling memotivasi dan menyampaikan saran; dimensi membimbing (Mentoring)

indikatornya melatih, memberikan kecakapan, memberikan petunjuk dan mengarahkan; dimensi mendukung

(Supporting) indikatornya dukungan

moral, dukungan pemikiran, dukungan spiritual dan dukungan finansial.

Dalam aspek regulasi pemberdayaan masyarakat desa menurut UU No. 6/2014 tentang Desa dinyatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Tujuan, pelaku, bentuk Pemberdayaan Masyarakat Desa dan pendampingan sebaimana diatur dalam PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa Pemberdayaan

masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan

tata ekonomi dan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat Desa

dilakukan oleh Pemerintah pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerahkabupaten/kota, Pemerintah Desa, dan pihak ketiga. Pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan oleh

Pemerintah Desa, Badan

Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/ kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa dengan : mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa; mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa; menyusunperencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal; menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal; mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa

dan pembangunan Desa;

mendayagunakan lembaga

kemasyarakatan Desa dan lembaga adat; mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa; menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa; melakukan pendampinganmasyarakat Desa yang berkelanjutan; dan melakukan

(7)

7 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan PemerintahanDesa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.

Pemberdayaan masyarakat desa oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan masyarakat Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga

pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Camat atau sebutan lain melakukan koordinasi pendampingan masyarakat Desa di wilayahnya. Tenaga pendamping profesional terdiri atas: pendamping Desa yang bertugas mendampingi

Desa dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan

pembangunan yang berskala lokal Desa; pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkankapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Pendamping harus memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang ekonomi sosial, budaya, dan/atau teknik.

Kader pemberdayaan masyarakat Desa berasal dari unsur masyarakat yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat mengadakan sumber daya manusia pendamping

untuk Desa melalui perjanjian kerja yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Desa dapat mengadakan kader pemberdayaan masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan surat keputusan kepala Desa.

Upaya dalam rangka keberdayaan masyarakat antara lain dilakukan dengan modernisasi. Bintarto (1983:18), mengemukan bahwa modernisasi dilakuan dengan : Menempatkan warga masyarakat dalam kedudukan yang sebenarnya sebagai warga desa; Mengusahakan agar corak kehidupan dan penghidupan warga desa dapat ditingkatkan atas dasar pikiran yang logis, fragmatis dan rasional; Mengusahakan agar warga desa dapat lebih bersifat kreatif dinamis dan fleksibel dalam menghadapi kesulitan-kesulitasn yang dijumpai sehingga dapat lebih meningkatkan semangat membangun.

Pada akhirnya tujuan dari upaya pemberdayaan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat yang berdaya. Masyarakat yang telah berdaya dapat dikenali dari karakteristiknya. Indikator masyarakat yang telah berdaya menurut Ife (1995:56) antara lain : Mempunyai kemampuan menjangkau dan menggunakan pranata dan sumber-sumber yang ada dimasyarakat; Dapat bejalannya bottom up planning; Kemampuan dan aktivitas ekonomi; Kemampuan menyiapkan hari depan keluarga dan Kemampuan menyampaikan pendapat dan aspirasi tanpa adanya tekanan.

Metode Penelitian

Obyek atau fokus penulisan ini adalah upaya pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa yang dimulai dari tahun 2015 sampai dengan sekarang. Prosedur yang digunakan meliputi :

(8)

8 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

desain penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik analisis data, teknik pengujian keabsahan dan penafsiran data dan jadwal pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menggunakan desain penulisan kualitatif dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan di dalam penulisan ini yaitu observasi yang dilengkapi dengan

in-depth interview yang dilakukan, terhadap

key informan dan pembuatan catatan

lapangan mengenai peristiwa-peristiwa yang ditemui Penulis di lapangan.

Informan dalam penulisan ini yaitu Asisten Administrasi Pemerintahan Setda, Unsur Dinas PMD (Kabid Bina Pemerintahan Desa, Kabid Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset Desa, Kabid Bina Pembangunan dan Kelembagaan Masyarakat Desa, Kabid Bina Usaha Ekonomi Masyarakat), unsur Inspektorat Daerah, Camat, Perangkat Kecamatan dan Kepala Desa, Perangkat Desa, Ketua BPD. Selain itu informan diambil dari tokoh masyarakat yang menguasai permasalahan tentang pemberdayaan desa di Kabupaten Lebak.

Teknik yang digunakan dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan ini dilakukan melalui

cara observasi atau pengamatan, wawancara mendalam (indepth interview) dan studi dokumentasi. Analisis data dalam penulisan ini dilakukan secara simultan (bersamaan), yaitu kegiatan pengumpulan data, interpretasi data dan penulisan draft hasil penulisan. Dalam prosesnya, analisis data dalam penulisan ini menggunakan model interaktif yaitu reduksi data (data reduction), penyajian

data (data display) dan verifikasi

(verification). Pengujian data dalam

penulisan ini dilakukan dengan menggunakan teknik tringulasi dan deskripsi rinci (thick description). Jadwal pelaksanaan penelitian dilakukan

selama kurang lebih 2 tahun yaitu tahun 2016 dan 2017.

Hasil dan Pembahasan

a. Gambaran Umum Desa di

Kabupaten Lebak

Penelitian ini berlokasi desa-desa di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kabupaten Lebak adalah salah satu Daerah Tertinggal yang ada di Provinsi Banten yang tergabung dalam Asosiasi Kabupaten Tertinggal Indonesia (ASKATI). Kabupaten Lebak adalah Daerah Tertinggal yang paling dekat dengan Ibu Kota Negara Jakarta dengan jarak tempuh 100 Km atau 2 jam dengan perjalanan mobil dan bahkan 1 (satu) jam apabila ditempuh dengan perjalanan kereta api, tetapi kondisinya sangat

tertinggal dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Provinsi Banten. Ada kalimat anekdot yang mengatakan bahwa : “Kabupaten Lebak adalah Kabupaten di Jawa yang kondisinya luar Jawa”. Daerah tertinggal adalah Daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang relatif tertinggal.

Luas wilayah Kabupaten Lebak 330.507,16 Ha (34,20% dari luas Propinsi Banten) , terdiri dari340 Desa dan 5 Kelurahan pada 28 kecamatan, jumlah RT 5.995 dan RW 1.680. Jumlah Penduduk 1.259.315 jiwa (BPS, 2014) dan Jumlah Penduduk Miskin 115.830 (BPS, 2014). Katagori desa berdasarkan tingkat perkembangan desa tahun 2016 yaitu desa swadaya 333 desa (98%), desa swakarya 7 desa (2%) dan desa swasembada tidak ada. Desa berdasaran evaluasi perkembangan desa tahun 2016 terdiri dari desa cepat kurang berkembang 165 desa (49%), berkembang 170 desa (50%) dan cepat berkembang 5 desa (1%).

(9)

9 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Dari 340 desa sangat sulit membedakan desa asli dan administratif. Desa administatif hasil pemekaran telah ada sebelum tahun 2006. Berdasarkan data yang ada desa baru hasil pemekaran yang dibentuk berdasarkan Perda Kab. Lebak No. 3/2006 Tentang Pembentukan, Penataan dan Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah Kabupaten Lebak yaitu berjumlah 20 Desa. Pada tahun 2008 ditetapkan kembali 25 Desa baru melalui Perda Kab. Lebak Nomor 1/2008 yang terdiri dari 25 desa. Desa-desa hasil pemekaran termasuk desa administratif. Hal tersebut sebagaimana pendapat Sadu Wasistiono (2006:77-78) bahwa desa asli dengan karakteristik otonomi asli lebih dominan, self governing community, kekerabatan tinggi, kesatuan masyarakat hukum adat, masyarakat homogen, sifat kawasannya perDesan dan perkotaan. Desa administratif, karakteristik dari bentuk desa ini adalah antaralain dibentuk oleh pemerintah supra desa dan ada setelah kemerdekaan, otonomi pemberian lebih dominan, quasi self governing

community, merupakan kesatuan

masyarakat hukum, kekerabatan mulai berkurang, masyarakat mulai heterogen/pluralistik/majemuk, sifat kawasannya perotaan dan perdesan dan sebagainya. Bentuk desa seperti ini adalah desa-desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistik, majemuk ataupun heterogen.

Tema perdesaan menjadi visi Kabupaten Lebak, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2014-2019 yaitu : Menuju Kabupaten Lebak yang maju dan berdaya saing melalui pemantapan pembangunan perdesaan dan pengembangan ekonomi kerakyatan. Pemantapan pembangunan perdesaan, merupakan upaya untuk terus melanjutkan pembangunan

perdesaan sebagai basis utama pembagunan yang dilakukan pada periode pembangunan sebelumnya. Pemantapan pembangunan perdesaan menunjukan itikad pemerintah daerah untuk mengusung desa sebagai pusat pengembangan ekonomi, sosial dan budaya dan menggiring agar menjadi desa yang berkembang dan mandiri. Misi Kabupaten Lebak yang mendukung faktor kinerja pemerintah desa yaitu meningkatkan tata kelola pemerintah yang berorientasi pelayanan publik. Birokasi berperan sebagai katalisator pembangunan daerah dengan karakteristik organisasi yang responsive terhadap tuntutan public sehingga

senantiasa berorientasi pada peningkatan kinerja pelayanan secara transparan dan akuntabel.

Jumlah anggaran desa se-Kabupaten Lebak tahun 2017 sebesar Rp. 406.009.618.310,- jumlah alokasi masing-masing desa berkisar antara Rp. 1,1 milyar sampai dengan 1,4 milyar. Anggaran penunjang yang dikelola Dinas PMD Kabupaten Lebak sebesar Rp. 5.728.276.721,- hanya sekitar 1,4% (satu koma empat persen). Jumlah anggaran desa se-Kabupaten Lebak tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 yaitu hanya sebesar Rp. 361.544.301.210 ,-. jumlah alokasi masing-masing desa berkisar antara Rp. 1,1 milyar sampai dengan 2,1 milyar. Anggaran penunjang yang dikelola Dinas PMD Kabupaten Lebak belanja langsung hanya sebesar Rp. 2.837.156.750,- atau hanya 1% (satu persen) dari anggaran langsung ke desa. Jumlah anggaran penunjang yang relatif kecil berdampak pada berkurangnya kegiatan pemberdayaan desa dalam rangka pengendalian anggaran desa di Kabupaten Lebak.

Data kondisi lembaga pemerintahan desa yaitu Kepala Desa berdasarkan tingkat Pendidikan sebagian besar hanya

(10)

10 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

tamat SLTP, Perangkat Desa berdasaran tingat pendidikan sebagian besar tamat SLTA. Data pada tahun 2018 jumlah BPD se-Kabuapten Lebak 340 buah sebagian besar masih dalam katagori BPD Pasif da n BPD yang katagori berkembang dan mandiri belum ada.

Jumlah RT dan RW se-Kabupaten Lebak 5.000 buah sebagian besar masih dalam katagori pasif hanya terdapat di desa-desa perkotaan yang RT dan RW aktif mempunyai program kerja. BUMDes se-Kabupaten Lebak jumlah 227 buah 166 buah masih dalam katagori rintisan, 61 buah katagori berkembang dan katagori mandiri belum ada. LPM se-Kabupaten Lebak jumlah 340 buah sebagian besar masih dalam katagori pasif. Karang Taruna se-Kabupaten Lebak berjumlah 340 buah sebagian besar masih katagori pasif. Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Desa (TP PKK Desa) jumlah se-Kabupaten Lebak 340 buah sebagian besar masih katagori pasif. Jumlah Posyandu se-Kabupaten Lebak 1.986 buah sebagian besar masih katagori Posyandu Pratama, sisanya Posyandu Madya sedangkan Posyandu Purnama dan Posyandu Mandiri belum ada. Jumlah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se-Kabupaten Lebak 720 buah dan jumlah Guru Paud 1.120 orang. Badan Penyedia Sarana Prasarana Air Minum dan Sanitasi (BPSPAMS) jumlah se-Kabupaten 106 buah pada 106 desa dengan kondisi sebagian besar masih katagori tidak aktif. Jumlah Pengurus Pasar Desa se-Kabupaten Lebak 19 buah sebagian besar masuk katagori tidak aktif .

Kondisi petugas pemberdaya desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa yaitu jumlah pegawai pada Dinas PMD 42 orang terdiri dari PNS berjumlah 25 orang dan non PNS berjumlah 17 orang. Dari jumlah tersebut yang mempunyai tugas

dan fungsi langsung sebagai pemberdaya desa berjumlah 34 orang (dikurangi pegawai yang bertugas di Sekretariat). Dengan demikian rasio petugas pemberdaya terhadap desa masih rendah yaitu 1: 10 artinya 1 orang petugas menangani 10 desa. Rasio 1:10 juga belum ditunjang dengan

kemampuan dalam melakukan pemberdayaan karena sebagian besar belum mengikuti program peningkatan kapasitas yang diprogramkan secara khusus seperti pendidikan dan pelatihan pemberdayaan, Management of Training

(MoT) dan Trainning of trainer (ToT).

b. Organisasi yang Menangani

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang selanjutnya disebut Dinas PMD adalah salah satu Organisasi Perangkat Daerah yang diberikan tugas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan desa berdasarkan Perda Kab. Lebak No. 8/2016 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak. Tugas pokok dan fungsi Dinas PMD diatur melalui Perbup No. 44/2016 tentang Kedudukan Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Lebak. Pembentukan Dinas PMD didasarkan pada pembagian urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu pemberdayaan masyarakat dan desa berdasarkan PP No. 18/2016 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Secara konsepsional kalimat pemberdayaan Masyarakat dan Desa dibangun dari konsep pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan desa. Pemberdayaan desa berarti pemberdayaan kepada unsur-unsur desa karena konsep desa terdiri dari dimensi

(11)

11 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

pemerintah desa, penduduk/masyarakat dan wilayah. R.H. Unang Soenardjo (1981:82). Hal ini berarti pemberdayaan desa terdiri dari pemberdayaan pemerintah desa, pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan wilayah secara satu kesatuan yang utuh. Kata Pemberdayaan masyarakat dalam nomenklatur Dinas PMD Kabupaten Lebak dimaksudkan untuk memberikan penekanan bahwa pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Dinas PMD Kabupaten Lebak secara langsung kepada masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan. Dalam kontek pemberdayaan desa maka pemberdayaan dilakukan kepada unsur pemerintahan desa, masyarakat desa dan wilayah desa. Pemberdayaan dalam memperkuat otonomi desa maka pemerintah daerah melalui Dinas PMD lebih memfokuskan pada pemberdayaan pemerintah desa agar pemerintah desa sebagai unsur utama desa mampu

secara mandiri memberdayakan masyarakatnya dan wilayahnya. Oleh karena itu seharusnya pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangannya melakukan pemberdayaan pada dirinya sendiri dan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat dan wilayah desanya. Apabila Pemerintah Desa telah mampu memberdayakan dirinya sendiri dan telah mampu melakukan pemberdayaan kepada masyarakat desa dan wilayahnya maka keberdayaan desa akan terwujud dan berkesinambungan (sustainable)

selanjutnya diharapkan akan terwujudlah otonomi desa yang sesungguhnya. Hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan desa sekarang ini yaitu pembangunan desa dengan model

desentralisasi yang merupakan perjalanan sejarah di Indonesia bahwa sejak tahun 1950 sampai dengan sekarang terdapat 3 paradigma

pembangunan desa. Paradigma pembangunan desa tersebut

sebagaimana dikemukakan Corten dalam Chabib Soleh (2014: 68-71) bahwa terdapat 3 paradigma pembangunan yaitu model Community Development, model partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan model desentralisasi.

Kewenangan Dinas PMD Kabupaten Lebak dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan desa tergambar dalam nama bidang dan seksi dalam struktur organisasi yaitu Bidang Bina Pembangunan dan Kelembagaan Masyarakat Desa, Bidang Bina Usaha Ekonomi Masyarakat Desa, Bidang Pemerintahan Desa dan Bidang Pengelolaan Keuangan dan Asset Desa. Kewenangan Kepala Bidang Bina Pembangunan Kelembagaan Masyarakat Desa melakukan pemberdayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infra struktur desa dan pembinaan kelembagaan masyarakat. Kewenangan Kepala Bidang Bina Usaha Ekonomi Masyarakat melakukan pemberdayaan kelembagaan ekonomi masyarakat, sumberdaya alam dan teknologi tepat guna. Kewenangan Kepala Bidang Bina Pemerintahan Desa melakuan pemberdayaan kepala desa, badan permusyawaratan desa dan perangkat desa. Kewenangan Kepala Bidang Bina Pengelolaan Keuangan Desa dan Asset Desa yaitu melakukan pemberdayaan dibidang pengeloaan keuangan desa dan manajemen asset desa. Selain itu Dinas PMD juga melakukan koordinasi pemberdayaan kepada organisasi perangkat desa atau instansi lainnya untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan masyarakat dan desa secara terintegrasi. Pemberdayaan desa pada dasarnya dilakukan oleh semua Organisasi Perangkat Daerah dan dinas PMD berfungsi menjadi motor penggerak pemberdayaan.

(12)

12 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

c. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Kabupaten Lebak

Pemberdayaan masyarakat dan desa di Kabupaten Lebak dilakukan dalam beberapa aspek yaitu membuat mampu

(enabling), memperlancar (facilitating),

memfasilitasi (facilitating), melakukan konsultasi (consulting), melakuan model kerjasama (collaborating), melakuan bimbingan (mentoring) dan memberian dukungan (supporting). Aspek-aspek tersebut akan diuraian pada pembahasan di bawah ini.

1. Membuat Mampu (enabling),

Pemberdayaan desa di Kabupaten Lebak dalam aspek membuat mampu

(enabling) dilakukan melalui program

pendidikan sarjana, peningkatan ketrampilan, peningkatan pengalaman dan pembentuan mental kepemimpinan. Dengan penyelenggaraan program pendidikan Sarjana maka Pemerintah Daerah mendorong kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa untuk meningkatkan pendidikan formal sampai dengan jenjang sarjana. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan sesuai dengan

kewenangan desa dibidang pembangunan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa banyak keahlian yang dibutuhkan. Untuk itu di desa sebenarnya dibutuhkan banyak sarjana seperti sarjana ilmu administrasi, sarjana ilmu pemerintahan, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana tekni sipil. Khusus untuk pembentukan sarjana administrasi telah dirancang program pendidikan khusus pada jurusan administrasi publik dengan konsentrasi administrasi pemerintahan desa untuk mencetak seorang administrator desa

yang handal. Untuk memotivasi Perangkat Desa melanjutkan pendidikan sarjana maka Pemerintah Daerah telah menetapkan tunjangan pendidikan untuk menambah penghasilan tetap bagi yang sudah mempunyai gelar sarjana.

Pelaksanaa program pendidikan sarjana bagi aparatur desa dilakukan secara swadaya karena keterbatasan anggaran daerah. Pemerintah Daerah hanya memfasilitasi dengan menerbitkan rekomendasi pemberian kredit pendidikan bagi Perangkat Desa. Kredit bank tersebut hanya diperuntukan bagi Perangkat Desa yang sedang dan telah mendaftar di pergurunan tinggi dengan Program S1 dan S2 pada semua perguruan tinggi dan semua jurusan. Kredit bank juga diberikan kepada Perangkat desa untuk keperluan lain dengan catatan yang bersangkutan telah berpendidian minimal S1. Dengan adanya kebijakan kredit bank untuk keperluan pendidikan hal ini berarti kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak telah menjunjung tinggi nilai-nilai kualitas SDM. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa untuk membangun Perangkat Desa pendidikan lebih penting daripada membangun rumah atau beli kebun atau sawah. Namun demikian program ini belum dapat dilakukan secara maksimal karena terdapat beberapa kendala yaitu masih bersifat himbauan, biaya swadaya, jarak kampus yang relatif jauh dan masih ada anggapan pendidikan sarjana bagi Perangat Desa belum penting karena menurut mereka belum berpengaruh bagi karier seorang perangkat desa.

Pemberdayaan dilakukan juga melalui peningkatan ketrampilan. Upaya peningkatan ketrampilan seharusnya dilakukan bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, Pimpinan BPD dan lembaga kemasyarakatan desa. Sesuai Perda Kab Lebak No. 1/2015 bahwa Kepala Desa baru dan Perangkat Desa baru yang belum atau telah dilantik wajib mengikuti pelatihan dasar. Selain itu Perangkat Desa yang telah menjabat perlu melakukan pelatihan teknis untuk memenuhi kompetensi umum yaitu pelatihan teknis komputer, pelatihan

(13)

13 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

pengelolaan keuangan desa dan pelatihan

public speaching. Disamping kompetensi

umum terdapat kompetensi khusus sesuai dengan jabatannya masing-masing. Pelatihan dasar dan pelatihan teknis dapat dilakukan dengan sumber APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota dan untuk beberapa pelatihan teknis dapat dianggarkan dari sumber APB Desa. Untuk memberikan motivasi bagi Perangkat Desa yang telah mempunyai sertifikat kompetensi diberikan tunjangan. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan desa di Kabupaten Lebak telah dilakukan berbagai kegiatan pelatihan. Jenis pelatihan yang telah dilakukan sampai dengan tahun 2018 dengan sumber APBD yaitu pelatihan dasar bagi Kepala Desa baru dan Perangat Desa baru. Dalam teknis pelatihan pelatihan bagi Kepala Desa baru dan pelatihan bagi Perangkat Desa baru sudah dapat dinilai standar sesuai dengan tujuan pelatihan baik dari segi waktu, materi dan metode pelatihan yaitu pengajaran pelatihan dan pengasuhan. Pelatihan teknis yang telah dilakukan dengan sumber APBD Kabupaten yaitu pelatihan pengelolaan keuangan desa bagi Bendahara Desa dan Sekretaris Desa atau Kaur Keuangan. Disamping itu dilakukan juga pelatihan pengurus Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes), Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyaraat (LPM), Pengurus Paguyuban Posyandu Desa dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Pelatihan yang anggarannya bersumber dari APBDesa dilakukan dengan pengiriman peserta kepada lembaga pelatihan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berwenang menyelenggarakan pelatihan. Selain itu dapat dilakukan pengiriman kepada lemabaga pelatihan non pemerintah dengan kriteria lembaga tersebut telah berstatus badan hukum, pengelolannya

telah memiliki sertifikat Management of

Tranning (MOT) dan pengajar harus

sudah memiliki sertifikat Trainning of

Trannner (TOT). Disamping lembaga

pelatihan pemerintah berbadan hukum di tingkat Kecamatan dibentuk lembaga pelatihan kecamatan di bawah Badan Kerjasama Antar Desa. Kebijakan tersebut untuk solusi adanya keterbatasan kemampuan daerah terutama faktor terbatasnya anggaran daerah.

Dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dan desa melalui peningkatan ketrampilan dalam bentuk kegiatan pelatihan terdapat berbagai permasalahan. Sampai dengan tahun 2018 pelatihan teknis keuangan desa baru diikuti oleh Bendaharawan desa dan beberapa Sekdes atau Kepala Urusan Keuangan dari target setiap desa 5 orang Perangat Desa sebagai Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa. (Permendagri No. 113/2014) Masih terdapat Perangkat Desa baru yang belum mengikuti pelatihan karena pelatihan dilakukan secara bergelombang sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setiap tahun anggaran. Dari segi waktu pelatihan dasar bagi Perangat Desa baru seharusnya dilakukan sebelum pelantikan agar sebelum menjabat Perangkat Desa baru telah mempunyai bekal dari hasil pendidikan namun yang terjadi pelatihan dilakukan setelah dilantik dan telah melaksanakan tugas lebih dari satu tahun. Pendidikan yang dilakukan sebelum menduduki jabatan dalam istilah anekdot disebut “dikduk” dan pendidikan yang dilakukan setelah menduduki jabatan disebut “dukdik”. “Dikduk” artinya seseorang melakukan pendidikan (pelatihan) dulu baru menduduki jabatan sedangkan “dukdik” adalah sesorang duduk dulu dalam suatu jabatan baru melakukan pendidikan (pelatihan). Permasalahan selanjutnya adalah belum adanya pelatihan bagi

(14)

14 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

pengurus BPD baru sehingga BPD tidak memahami tugas dan fungsi BPD sebagai lembaga legislatif di desa. Selanjutnya pelatihan dalam rangka pemahaman tugas dan fungsi bagi pengurus

kelembagaan masyarakat belum dilakukan sehingga para pengurus lembaga kemasyarakatan kesulitasn dalam menyusun program kerja. Selama ini hanya dilakukan kegiatan rapat koordinasi itupun hanya diikuti oleh perwakilan desa.

Pemberdayaan dalam aspek membuat mampu (enabling) dilakukan melalui peningkatan pengalaman seperti studi banding belum dibuat program dan

kegiatan khusus. Peningkatan pengalaman di desa lain dalam kabupaten maupun luar kabupaten baru

dilakukan atas inisitaif sendiri oleh masing-masing desa. Forum untuk meningkatkan tukar menukar pengalaman biasanya dilakukan dalam forum pelatihan yang diselenggarakan di tingat Provinsi maupun kabupaten. Kegiatan tukar menukar pengalaman biasanya dilakukan dalam forum pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi masing-masing kelembagaan.

Pemberdayaan dengan peningkatan mental kepemimpinan dilakukan dalam kegiatan pelatihan Kepala Desa dan Perangkat Desa baru yang disisipkan dalam salah satu materi ajar. Hal tersebut sangat mungkin karena pelatihan Kepala Desa baru dan Perangkat Desa baru dilakukan dengan pola pengajaran, pelatihan dan pengasuhan bekerjasama dengan instansi TNI. Peningkatan mental kepemimpinan juga dilakukan setiap hari Senin setiap minggu yang diselenggarakan oleh Camat dalam acara apel/upacara dan pembinaan. Peningkatan mental kepemimpinan secara tidak langsung dilakukan pada kegiatan dalam rangka melaksanakan program kerja asosiasi atau paguyuban

Kepala Desa dan Perangkat Desa. Selain itu peningkatan kematangan spiritual juga biasanya dilakukan oleh Camat dalam kegiatan pengajian rutin di kecamatan maupun pengajian keliling dari desa ke desa yang wajib diikuti oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa

Hasil akhir penelitian aspek membuat mampu (enabling) dapat diketahui bahwa pemberdayaan dengan upaya membuat mampu telah dilakukan namun masih perlu ditingkatkan. Pada pelaksanaan program pendidian sarjana bagi Perangkat Desa, pelatihan sumber APB Desa, peningkatan pengalaman,

peningkatan pengalaman dan peningkatan mental kepemimpinan belum dilaksanakan secara maksimal. Masih sedikit Perangkat Desa yang berminat untuk melanjutkan pendidikan sarjana, masih sedikit desa yang mengirimkan peserta pelatihan dengan sumber APB Desa meskipun telah dianggaran, belum adanya program peningkatan pengalaman melalui studi banding dan belum ada kegiatan khusus dalam rangka pembentukan mental

kepemimpinan seperti pelatihan kepemimpinan bagi Kepala Desa dan Perangat Desa.

2. Memperlancar (facilitating),

Pemberdayaan desa pada aspek memperlancar (facilitating) dilakukan dengan kegiatan penyediaan informasi, penyediaan fasilitas kerja, penyediaan anggaran operasional dan penyediaan waktu kerja. Pada kegiatan Penyediaan informasi, penyediaan informasi manual dengan media surat masih tetap dilakukan namun dengan perkembangan

teknologi informasi, penyediaan informasi dilakukan dengan teknologi informasi. Sebagai sarana penyediaan informasi, di dinas PMD telah dibangun web DPMD, Sistem Informasi

Kelembagaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (SIM KMPDes), SIM

(15)

15 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Desa terintegrasi dan sedang dalam proses pembangunan Sistem Informasi Aset Desa (SIMADES). Pada tahun yang akan datang juga sedang dirancang sistem informasi Badan Usaha Milik Desa (SIM BUMDes).

Untuk komunikasi kedinasan juga dilakukan melalui WhatsApp Group, misalnya group untuk sarana komuniasi antara Dinas PMD dengan para Camat dibuat Group DINASPMDCAMAT. Komunikasi Dinas PMD dengan Para Kepala Desa dan antar para Kepala Desa dibuat group APDESI, komuniasi Dinas PMD dengan para Perangat Desa dan antar Perangkat Desa dibuat group Korp Prades, Group Paguyuban BPD dan gorup pengurus lembaga kemasyarakatan. Selain itu untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antara Kasi Dinas PMD dengan para Kasi Kecamatan dibuat group WhatApp. Dengan teknologi informasi yang canggih pada

kenyataannya masih terdapat permasalahan yaitu dari 340 desa se-Kabupaten Lebak masih terdapat area

Blankspot. Hal ini berdampak pada

terhambatnya komunikasi dan informasi dari tingkat Kabupaten ke Kecamatan dan ke desa maupun sebaliknya.

Penyediaan fasilitas kerja dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dan desa. Sejak tiga tahun terakhir penyediaan fasilitas kerja di desa-desa se-Kabupaten Lebak cukup memadai hususnya fasilitas untuk pemerintah desa namun yang masih belum memadai yaitu fasilitas kerja untuk BPD dan lembaga

kemasyarakatan. Fasilitas kerja pemerintah desa seperti gedung kantor, meja kursi, motor dinas, komputer dan pakaian dinas lengkap. Penyediaan motor dinas setiap desa rata-rata ada 2 buah yang dipergunaan untuk kepala desa dan sekretaris desa. Fasilitas untuk BPD dan sekretariat lembaga kemasyarakatan desa baru sebagian kecil desa yang ada. Pada umumnya

sekretariat BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa masih bersatu dengan seretariat desa termasuk untuk kegiatan rapat-rapat. Kurangnya fasilitas bagi BPD berdampa pada masih rendahnya kinerja BPD dalam melaksanakan fungsinya terutama fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Penyediaan dana dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan desa di Kabupaten Lebak telah dilakukan secara maksimal. Penyediaan dana yang dimaksud adalah ketersediaan dana untuk memperlancar tugas-tugas operasional yang terdiri dari dana untuk penghasilan tetap dan tunjangan serta dana operasional. Penyediaan Dana untuk Kepala Desa dan Perangkat Desa digunakan untuk penghasilan tetap,

tunjangan kesehatan, tunjangan kecelakaan, tunjangan hari tua, rapat-rapat dan biaya perjalanan dinas. Penyediaan dana untuk BPD digunakan untuk insentif dan operasional yang jumlahnya masih perlu ditingkatkan. Demikian penyediaan dana operasional untuk kelembagaan masyarakat desa seperti dan operasional Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, operasional Tim Penggerak PKK Desa, operasional Karang Taruna, insentif Ketua dan Sekretaris RT dan RW, insentif Kader Posyandu, insentfi guru PAUD. Kebutuhan penyediaan dana untuk menunjang tugas dan fungsi lembaga setiap tahun dialokasikan dari APBDes yang alokasinya lebih dari lima persen. Dengan alokasi yang besar untuk operasional lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa artinya masih kecil alokasi anggaran desa untuk masyarakat kecil dengan katan lain berarti anggaran desa sebagian besar dinikmati oleh para ellit desa.

Penyediaan waktu bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan Pemerintah

(16)

16 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

daerah. Penyediaan waktu atau jam kerja bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Staf Desa ditentukan sama dengan yang berlaku pada jam kerja pemerintah daerah yaitu selama 5 hari kerja setiap minggu. Namun sesuai dengan

kebutuhan masyarakat apabila diperlukan aparatur desa bekerja 24 jam. Untuk BPD dan lembaga kemasyarakatan disesuikan dengan agenda kegiatan. Bagi pimpinan dan anggota BPD dan Pengurus

Lembaga Kemasyarakatan yang mempunyai profesi pegawai maka kegiatan di desa disesuaikan.

Berdasarkan uraian pada aspek memperlancar (Facilitating) maka hasil akhir penelitian pada aspek ini dapat diketahui bahwa pemberdayaan pada aspek memperlancar telah dilakukan namun pada kegiatan penyediaan informasi teknologi masih perlu dukungan infrastruktur karena masih ada area

blankspot.

3. Berkonsultasi (consulting),

Pemberdayaan desa dengan cara berkonsultasi (consulting) dilakukan melalui pertemuan tatap muka dan tidak tatap muka serta penyediaan sarana penyampaian saran. Konsultasi tatap muka dilakukan dalam forum maupun secara individu. Konsultasi dalam forum dilakuan pada kegiatan rapat yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten maupun Kecamatan. Konsultasi tatap muka dilakukan secara individu yaitu dengan datang langsung ke pejabat yang menangani. Konsultasi tidak tatap muka dilakukan melalui handphone yang juga termasuk konsultasi individu. Mengingat banyaknya desa yang dilayani maka konsultasi individu menjadi kurang efisien, untuk itu hanya dilakukan untuk hal-hal yang bersifat sangat penting dan mendesak.

Konsultasi pribadi juga dapat dilakukan di Klinik Konsultasi yang dikelola Inspektorat Kabupaten Lebak

dengan nama “KADE”. Klinik konsultasi Dana Desa yaitu media untuk melakukan konsultasi yang dilakukan oleh pelaksana di desa dengan petugas Klinik. “KADE” berasal dari bahasa Sunda artinya awas, kata awas mengandung makna para pengelola keuangan desa harus berhati-hati dalam mengelola dana desa karena tidak tertib dalam mengelola anggaran mengandung konsekuensi yang berat dan bahkan sampai ke ranah hukum. Pada prakteknya Klinik KADE yang disediakan Inspektorat Kabupaten Lebak kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh desa karena desa tidak secara aktif melakukan konsultasi, faktor jarak yang terlalu jauh dari desa dan faktor psikologis.

Selain itu konsultasi juga dilakukan dengan penyediaan sarana penyampaian saran/masukan. Saluran untuk menyampaikan saran/masukan dapat dilakukan melalui web DPMD juga ada pula dilakukan dalam kegiatan rapat koordinasi, telepon, organisasi paguyuban dan camat bahkan aspirasi juga adayang disampaian melalui surat yang ditujukan langsung kepada Bupati.

Hasil akhir penelitian pada aspek berkonsultasi (consulting) dapat diketahui bahwa pemberdayaan dengan menerima konsultasi sudah dilakukan namun konsultasi dengan tatap muka perlu ditingkatkan agar informasi yang diterima oleh desa lebih efektif. Bisa jadi masih ada beberapa Kepala Desa yang belum pernah menginjakan kakinya di Kantor Dinas PMD Kabupaten Lebak sejak dilantik menjadi Kepala Desa.

4. Bekerjasama (collaborating),

Dalam aspek bekerjasama

(Collaborating) kegiatan yang dilakukan

yaitu dalam rangka saling mendukung dan saling membantu. Kegiatan kerjasama biasanya dilakukan dalam melaksanakan kewenangan bersama antara Pemerintah Daerah dengan

(17)

17 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Pemerintah Desa terutama dalam melaksanakan program Lebak Sehat, lebak pintar dan lebak sejahtera dan kerjasama dalam melakukan penggalian pendapatan daerah dan desa. Kegiatan kerjsama tersebut seperti kegatan Bulan Bhakti Gotong-Royong Masyarakat (BBGRM), Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), pengelolaan sampah dan pengelolaan tempat wisata, pengembangan wisata, penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dan penyaluran Beras Sejahtera (Rastra). Permasalahan dalam kegiatan kerjasama terutama dalam pola penganggaran masih dianggap intervensi negatif yang dilakukan oleh tingkat Kabupaten kepada desa.

Hasil akhir penelitian pada aspek bekerja sama (Collaborating) dapat diketahui bahwa kerjasama dalam melaksanakan program dan kegiatan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa masih perlu ditingkatkan karena masih adanya anggapan intervensi negatif dari

pemerintah daerah disebabkan pemahaman dalam memaknai otonomi desa yang belum sama antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa.

5. Membimbing (Mentoring)

Pemberdayaan dalam aspek membimbing (Mentoring) kegiatannya yaitu melakukan penyusunan pedoman atau juknis, melakuan bimbingan, pendampingan, asistensi dan melakukan pembinaan. Penyusunan pedoman atau juknis dilakukan dengan penyusunan berbagai regulasi terkait pemberdayaan desa baik dalam bentuk peraturan daerah, peraturan bupati dan keputusan kepala dinas. Peraturan daerah yang sudah ditetapan yatu Perda Tentang Pedoman Pembentuan BUMDes dan Perda Tentang Desa. Peraturan Bupati yang telah ditetapkan yaitu Perbup

Tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa serentak; Perbup Tentang Pedoman Pengelolaan Keungan Desa; Perbup Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangat Desa; Perbup Tentang Pengangatan dan Pemberhentian Mantri Desa; Perbup Tentang Pemilihan Kepala Desa Antar Waktu; Perbup Tentang Pedoman SOTK Desa; Perbup Tentang Pedoman Pakaian Dinas; Perbup Tentang Peraturan Disiplin Perangat Desa; Perbup TentangTentang Pedoman Pembentuan LPM; Perbup Tentang Penataan BPD; Perbup tentang Pedoman dan Penyusunan APBDesa (terbit setiap tahun). Rancangan Peraturan Bupati yang dalam proses penyusunan yaitu Raperbup tentang Badan Kerjasama Antar Desa; Raperbup Tentang Peningkatan Kapasitas Prades; Raperbup Tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Bagi Kepala Desa; Keputusan Bupati yang telah disusun yaitu Kepbup tentang Petunjuk Tenis Pembangunan Sarana Prasarana Mekanisme Swakelola

dengan Pola Padat Karya (Bangsaprasswakarya) yang diterbitkan setiap tahun. Permasalahannya masih banyak terdapat peraturan bupati yang belum ditindaklanjuti dengan keputusan Kepala Dinas tentang petunjuk teknis sehingga masih ada beberapa peraturan bupati yang belum dapat dioperasionalkan. Permasalahan lain yaitu motivasi yang rendah dari Kepala

Desa dalam memahami dan melaksanakan peraturan karena salah dalam memaknai otonomi desa yang sering diartikan bebas berbuat sesuai kemauan desa. Padahal otonomi desa adalah hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara

(18)

18 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Kesatuan Republik Indonesia. (UU No. 6/2014)

Pemberdayaan dengan melakukan bimbingan dan asistensi kegiatanya antara lain dilakukan melalui asistensi penyusunan APB Desa; asistensi inputing aplikasi sistem keuangan desa; asistensi Proposal usaha BUMDes; asistensi pendataan dan inputing profil desa dalam aplikasi prodeskel; asistensi penggalian pendapatan asli desa dan asistensi pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa; asistensi pembentukan BUMDes bersama dan pembentukan Lembaga Pelatihan Kecamatan.

Pembinaan dilakukan pada desa lokasi Program Terpadu Peningatan Peran Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WSS), lokasi program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD). Pendampingan dilakukan pada desa Laboratorium Unit Kerja (LUK). Disamping itu pembinaan dilakukan dengan inspeksi mendadak, pembinaan khusus melalui rapat yang langsung di desa dan investigasi permasalahan. Pembinaan langsung yang dilakukan Dinas PMD Kabupaten Lebak tidak dapat dilakukan semua desa meningat keterbatasan personil, waktu dan anggaran untuk itu pembinaan diharapkan secara intensif dilakukan oleh Camat diwilayahnya masing-masing. Terkait dengan pembinaan bahwa pekerjaan rumah yang masih tersisa bagi Petugas Pemberdaya adalah pembinaan dalam rangka merubah mindset dari pola pikir lama ke pola pikir baru menuju kepemerintahan yang baik (Good

Governance). Good Governance

(kepemerintahan yang baik) menurut UNDP (United Nation Development

Program) memiliki delapan prinsip (Agus

Dwiyanto, 2003) yaitu Partisipasi; Transparansi; Akuntabel ; Efektif dan Efisien; Kepastian Hukum; Responsif; Konsensus dan Setara dan Inklusif.

Pendampingan oleh Pendamping Profesional dilakukan dengan penugasan Pendamping Lokal Desa untuk mendampingi 4-5 desa, di tingkat Kecamatan ditugaskan Pendamping Desa, Pendamping Teknis Desa dan di tingkat Kabapaten ditugaskan Tenaga Ahli Infra Strutur, Tenaga Ahli Perencanaan Partisipatif, Tenaga Ahli Sosial dasar, Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat dan Tenaga Ahli Usaha Ekonomi Desa. Permasalahan yang terjadi dalam pendampingan yaitu kurangnya jumlah Pendamping Teknis Infrastrutur, kurangnya koordinasi, kurangnya kapasitas pendamping dan kedisiplinan. Untuk solusi kekurangan Pendamping Teknis Infrastrutur dilakukan dengan meminta bantuan Teknis Sarjana Teknik yang berasal dari luar desa dan mengadakan pelatihan Tenaga Teknis Desa agar transfer

knowledge dapat berjalan.

Hasil akhir penelitian pada aspek membimbing (mentoring) dapat diketahui bahwa petunjuk teknis sebagai peraturan pelaksanaan regulasi tentang desa telah banyak disusun namun sosialaisasi kepada pelaksana desa masih perlu ditingkatkan.

6. Aspek Memberikan Dukungan

(supporting).

Aspek memberikan dukungan

(Supporting) kegiatannya adalah

memberikan dukungan moral dan spiritual, dukungan pemikiran dan dukungan finansial. Kegiatan dalam memberian dukungan moral dan spiritual yaitu memberikan semangat agar meningkatkan pengabdian, kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas dalam berbagai forum bagi Kepala Desa dan Perangkat. Pemberian semangat

untuk meningkatan persatuan, kekompakan jiwa korsa biasanya dilakukan dalam acara organisasi.

(19)

19 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Misalnya dalam setiap pertemuan Korp Perangkat Desa selalu dalam setiap pengarahan terdapat semboyan atau yel-yel “Perangkat Desa Kuat, Desa Maju, Kabupaten Lebak Jaya”. Dukungan spiritual juga dilakukan dalam kegiatan

Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) dan kegiatan Bulan Bhakti Gotong-Royong Masyarakat (BBGRM).

Dukungan pemikiran yang dilakukan kepada desa melalui kegiatan konsultasi langsung maupun tidak langsung. Konsultasi langsung biasanya Kepala Desa atau Perangat Desa datang sendiri ke Kantor Kecamatan maupun melalui telpon. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka memberikan dukungan pemikiran yaitu penyusunan rencana usaha

BUMDes dan konsultasi cara peningkatan pendapatan asli desa dan potensi desa.

Dukungan finansial dilakukan melalui anggaran transfer ke desa yang langsung masuk ke kas desa melalui rekening desa. Transfer dana tersebut berupa Dana Desa (DD) dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD), Dana bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provinsi Banten. Pendapatan desa yang berasal dari pemerintah dan pemerintah daerah bersifat stimulan agar desa didorong untuk mampu menggali sendiri bersama-sama dengan masyarakat. Alokasi setiap desa untuk Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2018 ditentukan berdasarkan indikator alokasi dasar, alokasi afirmatif dan alokasi formula. Alokasi afirmatif terdiri dari desa

tertinggal/sangat tertinggal yang merupakan desa dengan jumlah penduduk miskin tinggi/sangat tinggi dan alokasi dan alokasi formula terdiri dari jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah. Alokasi dana bagi hasil ditentukan

berdasarkan pencapaian target pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun sebelumnya. Penggunaan

anggaran desa sebagian besar digunakan untuk pembangunan infra struktur desa dan membiayai operasional kelembagaan masyarakat desa. Hal tersebut disebabkan sebagian besar desa mempunyai wilayah yang sangat luas dan kesulitan geografis yang tinggi dan satu-satuanya sumber pendapatan yang besar hanya berasal dari dana transfer dari pemerintah dan pemerintah daerah belum mampu menggali pendapatan asli desa.

Hasil akhir penelitian pada aspek mendukung (supporting) dapat diketahui bahwa dukungan yang paling

dominan dalam pemberdayaan masyarakat dan desa yaitu dukungan anggaran desa sesuai amanat UU No. 6/2014 tentang Desa.

Simpulan

Pemberdayaan masyaraat di Kabupaten Lebak dilakukan dengan 6 aspek yaitu membuat mampu (enabling),

memperlancar (facilitating), memfasilitasi

(facilitating), melakukan konsultasi

(consulting), melakuan model kerjasama

(collaborating), melakukan bimbingan

(mentoring) dan memberian dukungan

(supporting). Dari 6 faktor yang paling

dominan dilakukan yaitu aspek memberian dukungan (supporting)

terutama dukungan anggaran ke desa yang besar. Namun dengan luas wilayah dan kesulitan geografis yang tinggi disebagian besar desa, anggaran yang ada baru difokuskan untuk kegiatan pembangunan fisik ditambah untuk membiayai lembaga kemasyarakatan dan pemerintahan desa sementara untuk kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat masih relatif kurang. Pada aspek lain yaitu aspek membuat mampu

(enabling), memperlancar (facilitating),

memfasilitasi (facilitating), melakukan konsultasi (consulting), melakuan model kerjasama (collaborating), melakukan

(20)

20 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

bimbingan (mentoring) yang dilakukan masih dalam katagori sedang. Dengan demikian kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa pemberdayaan masyarakat dan desa di Kabupaten Lebak Provinsi Banten telah dilakukan dengan berbagai program dan kegiatan namun pelaksanaanya belum begitu maksimal. Belum maksimalnya pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat karena terkendala dengan faktor geografis yang sulit dan luas, kebiasaan lama yang kurang mendukung untuk melaksanaan prinsip kepemerintahan yang baik (Good

Governance), SDM aparatur Kabupaten

dan Kecamatan dan biaya penunjang yang kurang memadai (*-)

Daftar Pustaka Buku

Bennis, Warren dan Michael Mische. 1995. Organisasi Abad 21. Reinventing melalui Reengeering.

Penerjemah : Rahmayanti, Irma Andriyani. Jakarta : LPPM.

Bintarto. 1998. Interaksi Desa Kota dan

Permasalahannya. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Cook, Sarah and Steve Macaulay. 1997.

Perfect Empowerment.

Pemberdayaan yang tepat. Alih

Bahasa : Tyas Paloepi, Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Clutterbuck, David. 2003. The Art Of HRD

: The Power Of Empowerment,

release the hidden talents of your employess. Daya Pemberdayaan : menggali dan meningkatkan potensi

karyawan anda. Alih Bahasa : Bern

Hidayat. Jakarta : PT Gramedia. Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan

Good Governance Melalui Pelayanan

Publik. Yogyakarta, Gadjah Mada

University Press.

Ife, Jim. 1995. Community Development : Creating Community Alternatives,

Vision, Analysis and Practice.

Australia : Longman.

Kartasasmita, Ginanjar. 1996.

Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan yang berakar pada

Masyarkakat. Jakarta : Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Kementrian Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2005. Indek Desa Membangun. Jakarta.

Makmur, Syarif. 2006. Pengaruh

Pemberdayaan Sumber Daya

Manusia (SDM) Pemerintahan Desa

terhadap Efektivitas

Penyelenggaraan Pemerintahan

Desa di Sulawesi Tengah. Bandung.

Unpad.

Mubyarto. 1984. Strategi Pembangunan Desa. Yogyakarta: P3PK UGM. Sedarmayanti. 1999. Good Governance

(Kepemerintahan yang baik) :

Dalam rangka Otonomi Daerah,

Upaya membangun organisasi

Efektif dan Efisien melalui

restrukturisasi dan Pemberdayaan.

Bandung: CVMandar Maju.

Prijono Onny. S dan A.M.W Pranarka. 1996. Pemberdayaan : Konsep,

Kebijakan dan Implementasi. Jakarta

: Centre For Strategic and International Studies.

Stewart, Allen Mitchell, 1998.

Empowering People : Pemberdayaan

Sumberdaya Manusia, Terjemahan ;Agus

M Hardjana, Jogyakarta : Kanisius.

Soleh, Chabib. 2014. Dialektika

Pembangunan dengan

Pemberdayaan. Fokus Media.

(21)

21 Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018

Sunardjo, Unang. 1984. Tinjauan Singkat

Tentang Pemerintahan Desa dan

Kelurahan. Bandung : Tarsito.

Wasistiono, Sadu dan M Irwan Tahir. 2006. Prospek PengembanganDesa.

Bandung: Fokusmedia. Peraturan

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak

Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penataan dan

Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah Kabupaten Lebak.

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Penataan dan Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah Kabupaten Lebak.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Pakuwon Perkotaan Desa Tertinggal Desa Pusat Pertumbuhan Sangat Maju 5.. Muara Sanding Perkotaan Desa Tertinggal Desa Pusat Pertumbuhan

Desa Bojongcae merupakan desa yang tergolong dengan tinggat pengangguran yang tinggi, jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia ternyata tidak memadai atau tidak

Hasil dari kegiatan tersebut adalah mereka mendapatkan pemahaman tentang bagaimana cara mengelola dana desa berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta

Bantuan pemerintah dalam Alokasi Dana Desa atau sering disebut ADD dana desa untuk setiap desa yang jumlahnya sangat besar dan dikelola secara langsung oleh

Sehingga pemerintah melakukan perekrutan desa untuk penentuan desa pintar atau smart village khususnya pemetintah Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

No.. Dari tabel diatas dapat tampak masih rendahnya pencapaian hasil untuk mereduksi permasalahan sosial contohnya sasaran Fakir Miskin desa 500 orang tetapi realisasinya baru

Desa Labae merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Citta yang wilayahnya masih termasuk daerah tertinggal dan terpencil dengan akses transportasi

Akan tetapi, di dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa