• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estetika Bentuk dan Makna Simbol Pada Elemen Interior Gereja Puhsarang Kediri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Estetika Bentuk dan Makna Simbol Pada Elemen Interior Gereja Puhsarang Kediri"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ESTETIKA BENTUK DAN MAKNA SIMBOL PADA ELEMEN

INTERIOR GEREJA PUHSARANG KEDIRI

KAJIAN DESAIN INTERIOR

TESIS

PENGKAJIAN SENI

Untuk Memenuhi Persiaratan Mencapai Derajat Magister

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Minat Utama Desain Interior

Agoestin Kemalawati

NIM : 1220696412

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

2015

(2)
(3)
(4)

PERSEM BAH A N

“Takut kepada-Mu itu awal pengetahuan”

“Karena-Mu kutahu jalan hidupku, andai ujian itu datang dari-Mu, aku akan tim bul sepe rti em as”

Tesis ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yang M aha K asih dan K uasa, Dengan se gala kekuatan dan cinta kasih-Nya Suami tercinta – Eman Pramudhya (M omo)

Dengan kesabaran dan penge rtian yang luar biasa se rta cinta kasihnya disepanjang waktu

O rang Tuaku – Bapak dan Ibu Yang senantiasa berdoa untukku O rang-O rang Terkasih :

Yang selalu mem buatku semangat dan m aju

 Kakak, adik, kepona kan dan cucu

 Dim as Sancha Pradana Putra

 Nadya Berlian Naysa tie Putri

 M arissa

 Brillian Riz ki Pradana

 I Nyom an Adi Tia ga

 Sri Utam i

(5)

iv ABSTRACT

Designed by Henricus Mac laine Pont and built on the initiative of P astor H. Wolters CM in 1936 until 1937, the Puhsarang Church , Kediri, East Java, has a unique form so that it has appealed widespread attention in Indone sia. Most writing on Puhsarang stated that the churc h is a result of an inculturation combining M ajapahit form and othe r form from the re st of Indonesia in the frame of the Catholic faith. The opinion expressed in those writings is not entire ly correc t because the E uropean e lement is also prese nt in the architecture of this church, as well as in its interior. It is intere sting to investigate this point. Based on the issue above, there are two research p roblems to be form ulated, name ly (1) How is it to desc ribe the esthetic s of form of the architecture and interior Pusharang C hurch ?, (2) What is the meaning of the sym bols on the interior elements P uhsarang Church?

This study uses a historical, cultural inc ulturation, aesthetic s, and iconograpic approaches. The historical approach w ill involve a discussion of the origin and development of the functional form of the church since it was founded until now. Cultural inculturation approach will involve a discussion of mixing form s on Puhsarang Church and its interior. Aesthe tic approach would inv olve discussion of form in the architecture and interior of Puhsarang Church, how the form perform s in such a way that it can attract wide attention and has distinctive features. Iconographic approach will inv olve a discussion of the meaning of the sym bols in the Puhsarang C hurch through three stage s, namely the pre-iconographic description, iconographic analy sis, and iconological interpretation.

(6)

v

The result of the re search show s that the Puhsarang Church and its interior as well as its spacial and decorative elements are not entire ly influenced by the form derived from Majapahit culture and certain traditional culture specific in Indonesia (in this case the traditional ho use of Batak Karo) but also influe nced by Europe an culture. European cultural influence s on architectural aspect c ould be seen at the use of iron construction that stands out on the outside of the building. W hen viewed as a w hole from the outside, not only the form of the roof, but also the shape of the iron construction is dominant and it should not be forgotte n. The influe nce of European culture could also seen at the interior of the churc h, as shown in the decorative elements such as the Statue s of Mary and Jesus. Although the status were made based on Indonesian body proportions , but it still refers to the European human form.. Relief on the altar also display s the shape of a lion depicte d in the way Europeans m ake the shape of it. It is clear that the form of the architecture and its interior along with its decorative elements on the Puhsarang Church are not only influenced by a mixing form derived from Majapahit and local architecture but also influenced by Europe an form.

ABSTRAK

Gereja Puhsarang, Kediri, Jawa Tim ur, dirancang oleh He nricus M aclaine Pont dan dibangun atas prakarsa Pa stor H. Wolters C .M. pada tahun 1936 hingga tahun 1937. Gereja ini m em iliki bentuk unik sehingga m enarik perhatin luas di Indonesia. Sebagian besar tulisan m enyataka n bahwa Gereja Puhsarang adalah sebua h hasil inkulturasi budaya

(7)

vi

karena m enghadirkan bentuk yang m engacu pada arsitektur M ajapahit yang disatukan dengan gaya dari daerah lain di Indonesia dalam bingkai konse p keim anan Katolik. Pendapat dalam tulisa n tersebut tidak sepenuhnya benar karena elem en Eropa juga hadir pada arsitektur gereja ini, dem ikia n juga pada interiornya. Hal inila h yang m enarik untuk diteliti. Berdasarkan hal di atas, ada beberapa m asalah yang perlu dirum uskan da lam rangka penelitian ini, yaitu (1) Bagaim anakah estetika bentuk arsitektur dan interior Gereja Pusharang?, (2) Apa m akna sim bol pada elem en interior Gereja Puhsarang ?

Penelitia n ini m engguna kan pendekatan historis, inkulturasi budaya, estetika, dan ikonografi. Pendeka tan historis akan m enya ngkut pem ba hasan te ntang asal -usul bentuk gereja dan perkem bangan fungsionalnya sejak didirika n hingga sekarang. Pendekatan inkulturasi buda ya akan m enyangkut pem bahasan tentang percam puran bentuk pada Gereja Puhsarang beserta interiornya. Pendekatan estetika akan m enyangku t pem bahasan tentang bentuk pa da arsitektur da n interior Gereja Puhsarang, bagaim ana bentuk tersebut ditam pilkan sehingga bisa m enarik perhatian dan m em iliki ciri khas. Pendekatan ikonografi akan m enya ngkut pem baha san tentang m akna sim bol yang terdapat pada Gereja Puhsarang m elalui tiga tahap ikonografi, yaitu deskripsi pra-ikonografis, analisis ikonografis, dan interpreta si ikonologis.

Hasil penelitian m em perlihatkan bahwa Gereja Puhsarang dan in teriornya serta elem en pengisi ruang dan e lem en hias di da lam nya tidak se penuh nya dipengaruhi oleh Estetika bentuk yang berasal dari budaya M ajapahit dan buda ya tradisiona l tertentu di Indonesia (dalam hal ini pe ngaruh ba ngunan tradisional Batak Karo) teta pi juga dipengaruhi oleh E stetika bentuk dari budaya Eropa. Pengaruh budaya Eropa pada aspek

(8)

vii

arsitektur tam pak pada penggunaan konstruksi besi yang m enonjol pada bagian luar bangunan. Jika dilihat secara keseluruha n dari luar, tidak hanya bentuk atapnya saja yang dom inan, tetapi juga bentuk konstruksi besinya da n hal ini tidak boleh dilupaka n. Pengaruh budaya Eropa juga tam pak pada interior gereja yang dindingnya m enggunakan batu bata ini, seperti tam pak pa da elem en hias seperti Patung M aria dan Patung Yesu s. M eskipun kedua patung ini dibuat denga n proporsi tubuh Indonesia, tetapi bentuk m anusianya m asih m engacu be ntuk m anusia Eropa. Relief pada altar juga m enam pilkan bentuk singa yang digam barkan seperti cara orang Eropa mem buat bentuk singa. Jelaslah bahwa bentuk arsitektur dan interior be serta elem en hias pada Gereja Puhsarang tidak hanya dipe ngaruhi oleh percam puran bentukya ng berasal dari arsitektur M ajapahit dan lokal te tapi juga dipengaruhi oleh be ntuk Eropa.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah dan karunia-Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul “Estetika

Bentuk dan Makna Simbol Pada Elemen Interior Gereja Puhsarang Kediri”, dengan

menggunakan

metode

Ikonologi.

Dengan

terselenggaranya

penelitian

ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, dukungan moral serta perhatiannya selama penelitian dilakukan sejak tahap

awal hingga selesainya proses penelitian tersebut.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

DR. Mukhamad Agus Burhan, M.Hum, selaku Rektor Institut Seni Indonesia,

Yogyakarta.

Prof. DR. Djohan, M.Si, selaku Direktur Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia,

Yogyakarta.

DR. Timbul Raharjo, M.Hum, selaku Pembimbing 1 Penulisan Tugas Akhir.

DR. Prayanto Widyo Harsanto, M.Sn, selaku Penguji Ahli.

DR. Ir. Yulriawan Dafri, M.Hum sebagai Ketua Sidang Tugas Akhir.

Para Staf Dosen Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Seluruh Staf Karyawan Perpustakaan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta atas

kerja-samanya.

(10)

ix

Bapak Daniel selaku Paroki Gereja Puhsarang, yang telah memberi ijin

berlangsungnya penelitian.

Romo Budi dari Keuskupan Gereja Katolik Puhsarang.

Romo Nunung sebagai pengelola kegiatan Gereja Puhsarang.

Bapak Santoso, Bapak Cipto dan Ibu Kam sebagai narasumber dan informan

penelitian.

Pada akhirnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur

AKS-AKK Yogyakarta dan Koordinator Kopertis Wil. V Yogyakarta yang telah memberi

kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan studi lanjut pada Program Pasca Sarjana

ISI, Dekan Fakultas Seni dan Desain, Ketua Jurusan Desain Interior, Pimpinan dan Staf

Biro Administrasi Umum khususnya Staf Administrasi Studi Lanjut, serta teman-teman

di Jurusan Desain Interior ISI Yogyakarta, atas segala dukungan dan bantuannya baik

secara spiritual maupun material selama menjalani program studi lanjut.

Penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Dan tak lupa

penulis selalu mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan

di masa mendatang.

Yogyakarta, 23 Januari 2015

(11)

x DAFTAR ISI

LEM BAR PENGESAHA N . . . . . . ii

PERNYATA AN . . . . . . iii

ABSTRACT . . . . . . iv

INTISARI . . . . . . v

KATA PENG ANTAR . . . viii

DAFTAR ISI . . . . . . . x

DAFTAR GAM BAR . . . . . . . xii

BAB I. PENDAHULUAN . . . 1

A. Latar Belakang . . . 1

B. Identifikasi dan Lingkup M asalah . . . 6

C. Rum usan M asalah . . . . . . . 7

D. Tujuan dan M anfaat Penelitian . . . . . . 7

E. Tinjauan Pustaka . . . 8

F. Landasan Teori . . . 13

G. M etodologi Penelitian . . . 16

1. M etode Pengum pulan Da ta . . . 16

a. Data Tindakan. . . 16 1) Observasi . . . 16 2) W awancara . . . 17 b. Data M aterial . . . 17 1) Observasi . . . 17 2) W awancara . . . 18 c. Data Gagasan . . . 18 1) Studi Pustaka . . . 18 2) W awancara . . . . . . 18

2. M etode Analisis Data . . . 19

H. Alur Berpikir Penelitian . . . 21

BAB II. ARSITEKTUR M AJAPAHIT DA N NUSANT ARA SEBAGAI SUM BER INSPIRASI ARS ITEKTUR GEREJA PUHSARANG . . 22

A. Arsitektur M ajapahit . . . . . . 22

B. Pengertian Arsitektur Nusantara . . . 31

BAB III. Gereja Puhsarang dan Lingkungannya . . . . . . 33

A. Lingkungan M asyaraka t . . . 33

(12)

xi

BAB IV. Analisis Estetik Bentuk Arsitektur da n Interior . . . 48

A. Bentuk Arsitektur dan Interior Gereja Puhsarang . . . 48

1. Bentuk Arsitektur . . . . . . . 48

2. Bentuk Interior . . . 52

B. Unsur Interior Gereja Puhsarang . . . 54

1. Unsur Pem bentuk Ruang Pendapa . . . 54

2. Unsur Pem bentuk Ruang Gereja Puhsarang . . . 54

a. Lantai . . . . . . . . . 54

b. Dinding . . . . . 55

c. Langit-langit . . . . . 56

3. Estetika Bentuk Interior Gereja Puhsarang . . . 60

a. Altar . . . . . . 60

b. Benda Pengisi Ruang . . . 62

1. Gong untuk U pacara . . . 62

2. M im bar Ceram ah . . . 63

3. Bejana Baptis . . . 64

4. Bentuk/ga ya patung dan Relief . . . 64

a. Patung . . . 64

b. Relief . . . 67

1) Relief di atas Altar . . . 67

2) Relief di sebelah kanan da n kiri A ltar . . . 68

3) Relief di atas pintu Sakristi . . . 69

5. Estetika Bentuk H iasan . . . . . . 70

a. Hiasan pada tabernakel . . . 70

b. Hiasan geom etris pada pintu Sakristi . . . 71

BAB V. M AKNA SIM BOL PADA INTERIOR GEREJA PUHSAR ANG . . . . 73

A. Interior 1. Pendapa Em aus . . . . . 73

2. Gereja Puhsarang . . . 75

B. Elem en Pengisi Ruang dan M otif Hias . . . 77

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN . . . 80

A. KESIM PULAN . . . 80

B. SARAN . . . . . . 88

LAM PIRAN FOTO-FOTO . . . 90

(13)

xii

DAFTAR GAM BAR

Gam bar Halam an

1. Diagram alur pikir proses pene litian . . . 23

2. Gapura W ringin Lawang . . . 31

3. Candi Tikus . . . . . . 32

4. Gapura Bajang Ratu . . . 33

5. Candi Brahu . . . . . . 34

6. Peta lokasi Gereja Puhsarang Kediri . . . 36

7. Denah pem bagian area pada Gereja Puhsarang Kediri . . . . . . . 39

8. Denah letak bangunan pa da setiap area di Gereja Puhsarang Kediri . . . 40

9. Tata letak Gereja Puhsarang dalam lingkungan kom unitasnya . . . 41

10. Gereja Puhsarang dilihat dari de pan . . . 42

11. Pintu gerbang utam a gereja yang terletak di sam ping . . . 44

12. Pintu gerbang utam a gereja yang terletak di sam ping, detail . . . . . . . 44

13. Bagian atas lam pu tam an yang bentuknya m irip bagian atas atap gereja . . 45

14. M enara St. Henricus . . . . . . 46

15. Bangunan tem pat penyim panan gam elan . . . . . . 51

16. Bagian atas atap Gereja Puhsarang yang dipengaruhi atap bangunan Batak Karo . . . 54

17. Tiang besi penyangga atap pada eksterior Gereja Puhsarang . . . . . . . 55

18. Jem aat duduk tanpa kursi di dalam Gereja Puhsarang . . . . . . . 57

19. Jem aat duduk tanpa kursi di dalam Gereja Puhsa rang . . . 58

20. Lantai gereja . . . . . . 59

21. Interior pendapa yang bersifat terbuka . . . . . . 60

22. Interior gereja yang bersifa t tertutup dan m em iliki ba nyak hiasan . . . 61

23. Konstruksi kayu penyangga atap dari kayu dan ba ut besi . . . 62

24. Konstruksi kayu penyangga atap dari kayu dan ba ut besi, detail . . . . . . . 62

25. Konstruksi penyangga atap yan g lain . . . 63

26. Susunan genting yang diika t kawat baja galvanis . . . 63

27. Altar pada interior Gereja Puhsarang . . . . . . 64

28. Relief pada bagian depan altar . . . 65

29. Gong untuk upacara . . . . . . 67

30. M im bar ceram ah . . . . . . 68

31. Bejana baptis . . . . . . 69

32. Patung Bunda M aria di sebelah kiri altar . . . . . . 71

33. Patung Yesus di sebe lah kanan altar . . . . . . 72

34. Relief yang m engapit ta bernakel . . . 73

(14)

xiii

36. Relief di atas sakristi di sebelah kiri altar . . . 75

37. Relief di atas sakristi di sebelah kana n altar . . . . . . 76

38. Elem en hias pada tabernake l . . . 77

(15)

1 BAB I

PENDAH ULUAN A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang m em iliki banyak sekali ragam budaya dan juga m em iliki beragam agam a yang diakui oleh pem erintah. A da pem eluk agam a Islam , Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha. Selain itu pem erintah j uga m engakui aliran keyakina n/ke percayaan yang m erupakan sebuah tradisi beragam a dari m asyarakat yang ada di Indonesia yang pada setiap tem pat atau daerah m em iliki aliran keyakinan/kepercayaan sendiri yang jelas berbeda.

Para pem eluk agam a m aupun penganut alira n keyakina n/ke percayaan m em iliki tradisi atau tata cara keagamaan yang m ereka yakini dan percayai. Pelaksanaanya pun berbeda-beda dan hal ini m erupa kan keunika n dalam kehidupan beragam a dan berkeyakinan. Walaupun terdapa t banyak perbedaan dalam b erbagai agam a dan aliran keyakinan/ke percayaan yang ada di Indone sia, tetapi pada um um nya hal tersebut ha nya m enyangkut tradisi a tau tata cara keagam aan atau keyakina n/ke percayaan saja. Pada dasarnya sem ua agam a maupun aliran keyakina n/ke percayaan bertujua n untuk beribadah kepada Tuhan Yang M aha Esa.

Gereja Puhsarang ada lah sa lah satu contoh tem pat beribadah um at K atolik di Kediri, tepa tnya terletak di sebuah bukit kecil yang di bawahnya m engalir sungai berbatu-batu. Suasana di se kitarnya rim bun dipenuh i pohon bam bu. Bukit ini m erupakan sebuah de sa yang disebut desa Puhsarang yang loka sinya berada delapan kilom eter dari kota Kediri ke arah barat da ya, di Gunung Klotok, lereng G unung Wilis. Gereja ini dirancang oleh Henricus M aclaine Pont dan dibangun atas p rakarsa Pastor H. Wolters C .M . pada tahun 1936 hingga tahun 1937. Henricus M aclaine Pont

(16)

2 adalah seorang arsitek ya ng lahir di Ja tine gara, Jakarta , tahun 1885 dari seorang ibu keturuna n Bugis dan ayah nya orang Belanda. Biografi Pont ya ng unik m em punyai andil besar dalam seluruh perncangan Gereja Puhsarang. Selain itu latar bela kang kesem patan dan lingkungan juga m em berikan pe luang yang be sar terhadap karya yang dia hasilkan (Jessup, 1975). Konsep ya ng m endasari perancangan arsitektur dan interior Gereja Puhsarang ada lah se buah konsep yang cem erlang dari hasil kerja keras dan kreatif. Henricus M cLaine Pont berkarya sebagai arsitek di Indonesia pada m asa sebelum kem erdekaan atau zam an kolonial (M ahatm anto, 2001).

Konsep Gereja Puhsarang dilandasi ole h pem ikir an yang diam bil dari pengetahuan Jawa, term asuk konsep arsitektur tradisional Jawa yang dipadukan dengan konse p tradisional lain yang kem udia n dikawinkan dengan konsep liturgis Gereja Katolik (Jessup, 1975). Perpaduan ini m enghasilkan karya yang m em uaskan, baik dari segi fisik gereja itu sendiri m aupun rasa puas dari pihak pem beri proyek karena m isi yang ingin disam paikan dapa t secara m udah diterim a dan diha yati oleh m asyarakat pem akai bangunan ini yang notabene adalah m asyarakat Jawa.

Gereja Puhsarang m erupakan sebuah hasil usaha inkulturasi (inculturation) dan karya m onum ental yang m enghadirkan gaya M ajapahit dan disatukan dengan gaya dari daerah lain di Indone sia, terutam a Batak Karo, dalam bingka i konsep keim anan Kristiani sebagai gereja tem pat ibadah um at Katolik. M eskipun pene litian ini tidak akan m em bicarakan secara berkepanjangan tentang konse p inkulturasi seperti yang dibaha s dalam antropologi, perlu kiranya dijelaskan secara ringkas pengertia n tentang inkulturasi. Istila h inkulturasi m ulai berkem ba ng sesudah Konsili Vatikan II. Bersam aan dengan penggunaan istilah itu, beberapa istilah la in juga m ulai digunakan, yaitu indigenisasi, revisi, adapta si, kontekstualisasi, dan inkarna si

(17)

3 (Chupungco, 1992: 13-27). Jika diurut perkem bangan pem akaian istilah i ni, asal-usulnya adalah dari penggunaan kata „enkulturasi‟ sebagai sebuah jargon dalam ilmu antropologi (Koentjaraningrat, 1980: 247 -262). Inkulturasi bisa juga tidak hanya m enyangkut bangunan gereja. Dalam buku tulisan E. M artasudjita berjudul Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi yang diterbitkan oleh Kanisius, 1999, inkulturasi bisa juga m enya ngkut liturgi ibadat, jadi berka itan de ngan acara dan upacara yang berlangsung da lam lingkungan agam a Katolik.

Eksterior Gereja Puhsarang m em iliki gapura dengan bentuk unik, dibua t dari bahan batu andesit besar berbagai ukuran. Bentuknya dibua t bebas sehingga kesan alam inya sangat terasa. Gubahan bentuk sem acam ini sangat sulit ditem ukan di Indonesia. Batu-batu andesit besar ini juga digunakan seba g ai baha n pada susunan tangga dan tem bok keliling yang m em batasi ketinggian tanah yang berbeda. Di sekeliling tem bok pada eksterior gereja juga terdapa t 14 stasi jala n salib ya ng terbuat dari bahan batu ba ta m erah/terakota.

Pada eksterior Gereja Puhsarang terdapat Gapura St. Yosef yang bentuknya mirip gapura „candi bentar.‟ Orang yang akan masuk ke dalam gereja harus melalui gapura yang dike lilingi pagar batu ini. Gapura ini m em iliki bentuk yang kha s karena pada bagia n atasnya terdapa t sebuah lonceng sehing ga gapura ini berfungsi se bagai m enara lonceng. Pada bagian atas terdapat bentuk ayam jago, sebuah bentuk yang lazim dijum pai pada bagian atas m enara gereja. Pada bagian a tas juga terda pat se buah relief tetapi tidak begitu kelihatan jika dilihat dari bawah .

Pada bagian eksterior juga terdapat rum ah untuk m enyim pan gam elan. Gam elan ini dulu diguna kan untuk m enyertai acara m isa dan sendratari yang sering disele nggarakan paa awal penggunaan gereja. Pada halam an gereja juga terdapat

(18)

4 sebuah patung Kristus Raja. Pada bagian atasnya terdapat tiang ba tu di m ana terdapat gam baran perahu Nabi Nuh.

Di sebelah barat juga terdapat replika Gua M aria Lourdes dengan patung yang juga terbuat dari batu andesit. Di sebelah tim ur juga terdapat sebuah gua dengan sebuah patung ya ng m enggam barkan M aria sedang m em angku Yesus

atau biasa disebut Pieta. Patung ini terletak di atas sebua h tabernake l yang pintunya dibua t seperti pintu m akam orang Yahudi.

Pem andangan paling m enonjol diliha t dari bagian eksterior gereja adalah bentuk bangunan induk Gereja Puhsarang, terutam a bentuk atapnya. Atap ini berbentuk gunungan ya ng puncaknya m em iliki bentuk runcing di em pat sisinya, m elam bangkan em pat pengarang injil, yaitu M atius, M arkus, Yohane s, dan Lukas. Atap bangunan berbentuk gunungan ini terbuat dari em pat lengkunga n kayu yang ujungnya diberi pengunci. Lengkungan ini m enyangga jaringan kawat galvanis yang m enyangga genting-genting di atasnya. Pada saat kena angin, jaringan kawat ini sedikit bergerak, tetapi teta p kuat. Pada bagian paling atas atap terdapat se buah salib.

Sebetulnya di m asa lalu w ilaya h di sekitar gereja tersebut banyak ditum buhi pohon bam bu. Kalau m au sa ng arsitek bisa m enggunakan ba han bam bu se bagai penyangga genting, tetapi dia tidak m au karena ba han kawa t dia nggapnya l e bih kuat. Di sam pung itu, m enurut inform asi yang diperoleh, di m asa lalu pem erintah Hindia Belanda m elarang penggunaan bam bu untuk m em bua t rum ah karena bam bu sering digunakan sebagai sarang tikus yang m enyebabka n berjangkitnya penyakit pes. Tukangtukang yang dipekerjaka n dalam pem bangunan gereja ini adalah tukang -tukang lokal yang bisa dianda lkan karena m ereka juga dipekerjaka n oleh sang arsitek dalam m em bangun M useum Trowula n sebelum nya.

(19)

5 Dalam perjalanan waktu, gereja Puhsarang telah m engalam i em pat ka li reovasi. Renovasi pertam a dilakuka n pada tahun 1955, sem bilan be las tahun setelah gereja tersebut diresm ikia n. Renovasi pertam a ini hanya berupa perbaikan atap. Renovasi kedua dilakukan pada tahun 1974 karena kondisi konstruksi gereja yang kurang kua t sehingga bisa m em bahayakan um at. Akhirnya dinding kayu gereja diganti dengan tem bok dari ba tu bata. Sem ula ada usulan agar konstruksi atap diganti dengan ka yu yang diperkuat dengan paku. Berdasarkan pertim bangan pele starian, rencana itu tidak jadi dilaksana kan. Renovasi ketiga dilakukan pa da tahun 1986 berupa perbaikan ge nteng. Pada tahun ini juga dibua t gua M aria baru yang terleta k di sebelah utara m akam um at. Renovasi keem pat dilakuka n pada tahun 1999 berdasarkan laporan terjadinya perubahan bentuk pada b usur kayu pendukung atap utam a yang m ulai bergelom ba ng. Ada dugaan bahwa ata p yang berat itu m ula i agak turun.

Interior bangunan Gereja Puhsarang m enam pilkan desa in yang tidak kalah m enarik dibandingkan dengan desain eksteriornya. Interior gereja m enghadi rkan berbagai m otif hias yang disusun da lam kom posisi ke seluruhan yang serasi. Bahan yang digunakan adalah kom bina si batu bata dan batu andesit. Patung Bunda M aria m enghias bagia n kanan dan kiri altar. Patung lain adalah Pieta, yang terletak di atas tabernakel yang m enggam barkan m akam kosong. M otif -m otif hias dari batu bata tam pil dalam bentuk relief.

M engam ati dari bentuk fisik tersebut dan m em pelajari dari dasar pem ikiran yang m enjadi pedom an ketika perancangan dila kukan, Gereja Puhsarang ini dapat dikata kan sebagai hasil akum ulasi dari pengetahuan si perancang yang m encoba m em pelajari arsite ktur yang ada di bum i N usantara. Sebagai contoh, prinsip

(20)

6 konstruksi yang digunaka n diam bil dari prinsip kontruksi rum ah Jawa dan prinsip konstruksi rum ah Sunda Besar; konsep penataan secara dim ensi (denah) diam bil dari konse p-konsep arsitektur Jawa dan dipadukan dengan konsep -konsep liturgis dalam Gereja Katolik. Hal lain yang juga penting dalam penelusuran ini adalah m elihat keberagam an penggunaan konsep ruang dan be ntuk, ba ik dari konsep-konsep lokal (Nusantara) m aupun dari konsep Barat tentang arti sebuah bangunan ibadat Gereja. Penelusuran ini kem udian akan m enyadarkan kita bahwa karya besar seorang Pont, yang bukan asli pribum i tetapi bela jar dengan penuh kesadara n te ntang arti pentingnya kondisi lokal, telah m enghasilkan sebuah karya arsite ktur yang sangat penting. Karya arsitektur ini m enghadirkan bentuk yang m enarik dan sim bol -sim bol yang penuh m akna.

Pada prinsipnya Gereja Puhsarang m erupakan sebuah bangunan arsite ktur yang berfungsi sebagai tem pat ibada h bagi um at Kristiani, sebuah karya arsitektur yang berupaya m enyelaraskan diri dengan lokasi dan kondisi m asyarakat setem pat dengan budaya Jawa sehingga arsite ktur dan interiornya terliha t unik. Karena budaya Jawa (M ajapahit) dan budaya Kristiani hadir da lam karya ini, tentunya terjadilah pem bauran tradisi dua budaya di dalam nya . Pem bauran tradisi dua budaya ini m em beri kem ungkinan bagi pene liti untuk m ela kukan pem bahasan tentang estetika bentuk dan interpreta si m akna sim bol pada arsitektur gereja tersebut beserta elem en interiornya.

B. Identifikasi dan Lingkup M asalah

Gereja Puhsarang m erupakan karya arsitektur dengan bentuk unik yang dim unculkan dari bentuk-bentuk tradisional budaya setem pat yaitu budaya Jawa , khususnya Kediri yang m em iliki latar belakang sejarah dan m akna m endalam terkait

(21)

7 dengan kehidupan m asyarakat Jawa (M ajapahit), dan budaya Kekristenan. Secara historis bangunan ini sangat m enarik karena eksterior dan interiornya m enam pilkan berbagai elem en unik dan alam i yang m em bentuk satu kesatua n berupa sebuah gereja yang bentuknya tidak ada duanya di Indonesia. Selain bentuk arsite ktur dan interiornya yang secara estetik unik, gereja ini juga dipenuhi oleh sim bol yang m enyim pan m akna untuk diungkap lew at pem baha san. M akna sim bol ini berkaitan dengan tatanan kehidupan m anusia, sehingga keberadaannya m em iliki peranan sangat penting bagi pengem bangan nilai-nilai etika serta budaya spiritual Kekristenan. Oleh karena itu gereja ini sangat m enarik untuk dikaji lewa t sebuah pe nelitian.

C. Rumusan M asalah

Ada beberapa m asalah yang perlu dirum uska n berkaitan denga n penelitian tentang Gereja Puhsarang ini, yaitu se bagai berikut:

1. Bagaim ana estetika bentuk pada arsitektur dan interior Gereja Pusharang beserta elem en di dalam nya?

2. Apa m akna sim bol pa da elem en interior Gereja Puhsarang ? D. Tujuan dan M anfaat Penelitian

1. Tujua n Penelitian

a. M enggali inform asi tenta ng penam pilan bentuk este tik/gaya pada elem en-elem en interior Gereja Puhsarang

b. M engetahui m akna sim bol-sim bol pada elem en-elem en interior (term asuk elem en-elem en hias) Gereja Puhsarang.

(22)

8 a. M engem bangkan wa wasan berpikir dan kem am puan m enganalisis daya tarik estetis bentuk-bentuk pada elem en-elem en interior (term asuk elem en-elem en hias) Gereja Puhsarang.

b. M em beri kontribusi berupa bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam rangka ikut m engem bangkan penge tahuan bidang arsite ktur dan desain interior, terutam a m enyangkut ba ngunan gereja.

c. M em bagikan pengeta huan kepada m asyarakat tentang daya tarik estetik bentuk-bentuk pa da elem en-elem en interior (term asuk elem en-elem en hias) Gereja Puhsarang.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Interior Gereja

Tesis M aria I Hidayatun tahun 2003 juga m eneliti tentang arsitektur Gereja Puhsarang Kediri, tetapi hanya m enyoroti bangunan gereja ini dari faktor ke -Bineka Tunggal Ika-an atau kenusantaraan yang dim asukan sebagai identitas se buah bangunan gereja. Pem bahasan te ntang interior gereja sanga t sedikit. Gereja tersebut berdiri dengan gagasan cem erlang dari Pont sehingga m enggam barkan ke -Bineka Tunggal Ika-an. Dikatakan ole h peneliti bahwa Pont banyak belajar dari arsitektur lokal a tau kalau bole h disebut arsite ktur tradisional yang kaya akan m akna yang diam bil dari alam /lingkungan, pengeta huan lokal, kem am pu an para pendukung proyek (para tukang) m aupun ketersediaan bahan ya ng ada di daerah terse but. Penelitia n ini m enem ukan adanya tiga transform asi dalam perancangan Gereja Puhsarang, yaitu transrform asi denah dan situasi dari konsep Gereja Barat ke dalam pengetahuan lokal (nusantara), transform asi bentuk bangunan dan ornam en (eksterior)

(23)

9 dari konsep Gereja Barat, dan transform asi interior dari konsep Gereja Barat ke dalam pengetahua n loka l (Nusantara) (Hidayatun, 2003).

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan te ntang interior gereja di Indonesia belum ada yang secara khusus m em bahas tentang bentuk estetik pada elem en hia s dan m akna sim bol pada elem en bangunan Gereja Puhsarang ditinjau dari pende katan ikonografi. Bahkan se jauh ini pene litian te ntang interior gereja um um nya m enyangkut gereja-gereja di tem pat lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Grace M ulyono dan Yohana Mandasari berjudul “Perwujudan Budaya Indis pada Interior Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno” (2011: 24-33), misalnya, membahas tentang bagaimana arsitektur banguna n Gereja Kristen Jawi Wetan M ojowarno yang berdiri sejak tahun 1881 m engadaptasi dua kebuda yaan yang berbeda, yakni buda ya loka l dan budaya kolonial Belanda. Hasil penelitian ini m em perlihatkan bahwa gaya yang dipa kai pada interior gereja M ojowarno didom inasi gaya desain yang berkem bang di Eropa saat itu, seperti gaya Gotik dan Neo-Kla sik yang dipaduka n dengan budaya m asyarakat setem pat. Tetapi penelitian ini m enggunakan m etode deskriptif, tidak m enggunakan pendekatan estetis dan ikonografis.

Penelitia n-penelitian lain tentang interior gereja di Indonesia juga pernah dilakukan, tetapi tidak ada yang m enggunakan pe ndekata n estetis dan ikonografis, antara lain oleh Rini Pinasthika dengan judul “Studi Inkulturasi Budaya Jawa pada Ornam ent Hias dalam Interior Gereja Katolik Ganjuran”, Jessica Setyaprana dengan judul “Inkulturasi Budaya Jawa dalam Gereja Katolik Redemptor Mundi di Surabaya” (2006), Johanes Tanusanjaya dengan judul “Kajian Arsitektur dan Interior Gereja Katolik di Indo nesia, Studi Kasus: Katedra l St. Petrus Bandung” (2006), dan Ignatius

(24)

10 Yudistiro dengan judul “Peran Teknik Pencahayaan Buatan di Ruang Dalam Gereja Katolik” (2009),

Dalam tulisannya, St. Vincentius Paulo m enyatakan bahwa susunan terbuka kom pleks bangunan G ereja Puhsarang itu (kecuali panti im am ) m em ang sudah m enjadi keinginan pihak yang ingin m em bangun gereja tersebut (1936: 177 -178). Sem entara itu dipenggunaan baha n lokal da lam perancangan aersitektur Gereja Puhsarang m em ang sudah dipertim bangka n dengan m a tang untuk m em beri ciri lokal pada gereja tersebut (1937: 108). Hal ini bisa dim engerti karena hadirnya ciri lokal itu akan m em buat gereja tersebut lebih m uda h diapresiasi oleh m asyaraka t sekitarnya karena sesuai denga n budaya yang telah m ereka m iliki seja k waktu yang lam a.

M em bicarakan tentang Gereja Puhsarang tidak bole h m elupakan pem bicaraan tentang pendapa gereja tersebut. Dalam arsite ktur tradisiona l Jawa, pendapa m em iliki fungsi yang sanga t penting karena pendapa lah tem pat berlangsungnya kegiatan bersam a. Dalam tesisnya, Aloysius Budiyanto (1991) m elakukan analisis m endalam tentang bagaim ana pe ndapa Gereja Puhsarang dijadikan sebagai tem pat persiapan sebelum um at m asuk ke da lam gereja untuk beribada h. Intinya, pendapa tersebut dirancang untuk m enciptaka n nuansa yang tenang.

Selain inform asi tentang popularitasnya se bagai gereja yang berciri lokal, sisi kekurangan dari Gereja Puhsarang juga diungkapkan dalam berbagai tulisan. J. Hadiw ikarta (2000: 21-28) m engem uka kan bahwa pihak gereja Ka tolik m engakui adanya kelem ahan dari sisi konstruksi. Seiring dengan perjalanan wa ktu, konstruksi gereja m engalam i kerusakan yang m em erlukan perbaikan, terutam a konstruksi atap. Oleh karena itu perlu dikem uka kan bahwa berbicara tentang Gereja Puhsarang tidak

(25)

11 hanya berbicara tentang popularita s sebuah bangunan gereja yang m em anfaatkan budaya lokal teta pi juga tentang sisi kelem ahan konstruksinya.

Perancangan Gereja Puhsarang dengan nuansa budaya loka l m em ang dim ungkinkan dalam tradisi pem bangunan gereja Katolik. Sebaga im an a dikem ukakan oleh M aginnis Charles Donagh (1955: 30), perancangan gereja Katolik adalah bersifat fleksibel, tidak harus m enggunakan gaya tertentu yang tela h digunakan pada bangunan gereja tertentu di Eropa. Jadi bisa dim engerti m engapa Gereja Puhsarang dirancang de ngan nuansa budaya lokal Jawa, yaitu karena tidak m elanggar aturan agam a Katolik.

2. Tinjauan Estetika

M enurut Friedm an (1976: 37-69) arsitektur sua tu banguna n, sebagai sebuah karya seni, bertujua n m encapai keindahan dengan m em pertim bangkan aspe k fungsiona lnya ; adapun keindahan atau keartistikan sua tu desa in interior m em iliki lim a unsur pokok di da lam nya yaitu: (1) bentuk, (2) proporsi, (3) tekstur, (4) warna dan (5) gaya. Sedangkan elem en-elem en interior terdiri dari: elem en pem bentuk ruang yaitu lantai, dinding, plafon, furnitur, aksesoris ruang, m aterial dan tata letak.

Ruang m enurut C hing (1999: 44) adalah pengem banga n dari se buah bidang. Ruang dalam konse p tiga dim ensi m em iliki panja ng, lebar dan tinggi. Ruang terdiri atas titik (tem pa t beberapa bidang bertem u), garis (tem pat dua bida ng berpotongan) dan bidang (sebagai batas-ba tas ruang), sehingga tercipta lah be ntuk. Ching (2005: 14) m engem ukakan bahwa ruang interior m erupakan ruang reliji dim ana kita dapat m erasakan kehadirannya secara fisik karena terdapa t unsur-unsur pem bentuknya seperti la ntai, dinding, juga langitlangit yang m enaungi dan m elindunginya Bidang -bidang tersebut m em agari ruang, m enegaskan ba tas-bata snya dan m em isahka nnya

(26)

12 dari ruang interior di sekelilingnya dan ruang luar (eks terior). Bentuk seba gai ciri utam a suatu ruang ditentukan oleh rupa dan hubungannya antara bidang -bidang yang m enjelaskan ba tas-bata s ruang terse but. Suatu ruang dapa t berbentuk pada t (ruang m em iliki m assa), atau ruang kosong (ruang berada di dalam / dibata si bidang-bidang). Ciri-ciri visual dari bentuk ini adalah: (1) Wujud (hasil konfigurasi tertentu dari perm ukaan-perm ukaan dan sisi-sisi suatu bentuk), (2) dim ensi (m enentukan proporsi dan skala), (3) warna (m em pengaruhi bobot visual suatu bentuk), (4) tek stur (m em pengaruhi kua lita s pem antulan cahaya pada perm ukaan bentuk), (5) posisi (letak relatif sua tu bentuk terha dap lingkungan), (6) orientasi (m enentukan arah pandanga n), dan (7) inersia visual (derajat konsentrasi dan stabilitas sua tu bentuk, terhadap bidang dasar ataupun garis panda ngan m anusia) (1972: 61).

Dalam pem bicaraan tentang arsitektur dan desain interior yang berkaitan dengan tradisi, peran elem en-elem en hias sangatlah penting. Ornam en adalah bentuk elem en hias. Ornam en adalah kom ponen produk seni yang ditam bahkan atau sengaja dibua t untuk tujuan se bagai hiasan. Disam ping berfungsi untuk m enghia s, yang im plisit m enyangkut se gi-segi keindahan, m isalnya untuk m enam bah indahnya sua tu barang agar lebih bagus dan m enarik, ornam en juga m em pengaruhi se gi penghargaannya secara spiritual, m aterial, m aupun fina nsia l. Disam ping itu, di dalam ornam en sering ditem ukan pula nila i-nilai sim bolik atau m aksud-m aksud tertentu yang ada hubungannya denga n panda ngan hidup (filsafat hidup) dari m anusia atau m asyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang diberi ornam en m em punyai arti yang lebih dalam , yakni harapan-harapan tertentu (Gustam i, SP : 1980).

M enurut David Sm ith Capon, ornam en m em iliki arti se suatu yang ditam bahkan dengan tujuan untuk m enghia s (1999: 22 3). Ornam en dapat dikatakan

(27)

13 m em punyai fungsi m enghiasi suatu obyek, sehingga obyek m em iliki nilai tam bah yakni indah, antik, angker, cantik, atau predikat yang lain, tentu disesuaikan dengan bagaim ana dan di m ana suatu ornam en diterapkan.

F. Landasan Teori

Untuk m engetahui este tika bentuk arsitektur dan m a kna sim bol pa da elem en interior Gereja Puhsarang Kediri, sangat diperluka n beberapa pandangan teoritis, yang digunakan sebagai pisau pem bedah dalam m engana lisis perm asalahan, dalam hal ini m enggunaka n pendeka tan estetika dan ikonografi. Este tika bila ditinjau dari arti kata estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ae sthe sis yang berarti pe ncerapan, persepsi, pengalam an, perasaan, dan pandangan. Kata ini pertam a kali dipergunakan secara ilm iah oleh B aum garten seorang filsuf Jerm an guna m enunjukkan kepada cabang filsafat yang berhubungan dengan seni dan keindahan.

Edm und Burke Feldm an dalam bukunya berjudul Art as Image and Idea m enawarkan teori estetika yang rum usannya m encakup em pat aspek, yaitu fungsi, bentuk, struktur serta interaksi, dan m akna (Feldm an, 1967: 138 -218). Ini adalah suatu rum usan yang sangat m enarik, jelas, dan sangat rinci. Teori este tika ini akan digunakan dalam penelitia n ini, teta pi tidak sem ua akan dipaka i secara persis, nam un dipilih pada aspek yang relevan dengan tulisan ini, terutam a aspek gaya dan m akna. Teori ini nantinya akan digunakan untuk m engka ji bentuk arsitektur dan m akna sim bol-sim bol pada elem en-elem en interior Gereja Puhsarang Kediri. Tujua nnya adalah untuk m enggali : (1) unsur-unsur seni rupa yang m eliputi garis, bentuk, dan warna, (2) cara pengorganisasian elem en-elem en yang disebut de ngan de sain, di m ana prinsip desain m eliputi kesatuan (unity), keseim bangan (balance), perbandingan (proporsi), dan iram a (ritme), dan (3) cara melihat dan m enanggapi apa yang telah

(28)

14 diorganisasikan. M engenai gaya karya seni rupa, Feldm an m em baginya m enjadi em pat m acam yang berkaitan dengan ketepata n objektif (objective accuracy), susunan form al (formal order), em osi (emotion style) dan fantasi (fantasy) (Feldm an, 1967: 138-218).

Paparan di atas adalah m ewakili teori estetika yang digunakan da lam penelitian ini. Selain teori estetika penulis juga m em akai teori bantu, yaitu teori antropologi budaya, yang m erupakan pende katan untuk m em per kaya kajia n yang dipaka i untuk m em aham i bagaim ana aktivitas dan pem aham an serta panda ngan m asyarakat Kristen yang m elakuka n ibadah di Gereja Puhsarang. Hal ini sejalan dengan pendapat Parsudi Suparlan bahwa antropologi ada lah ilm u m engenai m anusia dan kebudayaannya. Dalam antropologi ada dua pem bicaraan yang pokok, yaitu antropologi fisik (ragawi) dan antropologi budaya. Sasaran utama studi antropologi budaya adalah kebudayaan m anusia dan bagaim ana kebuda yaan tersebut diwujudkan dalam kehidupan sosial dan be rfungsi da lam m enghadapi lingkungan yang dihada pi oleh m anusia. Dalam hal ini difokuskan untuk m em baca wujud fisik dari arsitektur dan interior gereja puhsarang. Kebuda yaan tidaklah bersifat statis, ia selalu berubah sejalan dengan peruba han m anusia itu sendiri. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh m asuknya unsur asing sekalipun suatu kebudayaan dalam m asyarakat tertentu pasti akan berubah dengan berla lunya gagasan, konsep, da n pem ikiran atau ide; kedua, Wujud sebagai suatu aktivitas (kelakua n); dan ketiga, Wujud sebagai benda (fisik). Rumusan tersebut memperlihatkan bahwa manusia tergantung pada sim bol-sim bol dan sistem -sistem sim bol untuk kelangsungan hidup. (Kuncaraningrat, 1984, 10-11)

(29)

15 Penelitia n ini juga m enggunakan pandangan te oritis tentang sim bol, dalam hal ini pandangan teoritis yang dikem ukakan oleh Ernst Cassirer. M enurut dia, m anusia terikat de ngan sim bol, baik dalam bentuk bahasa, citra -citra artistik, bahka n sam pai upacara, dan m anusia adalah binata ng yang m enggunakan sim bol atau anim al symbolicum. M anusia tergantung pada sim bol da n sistem -sistem sim bol untuk kelangsunga n hidupnya. Sim bol adalah sarana pelengkap untuk m em bangkitkan, m em pertahankan, dan m enciptakan sua tu keadaan rohani (Ernst Cassirer, 2002, 10). Dalam kehidupan m asyarakat Jawa, sem ua aktivita s terkait dengan sim bol, baik bersifat sekuler m aupun sakral guna m enjawa b kepentinga n sosia l dan agam a. Sim bol m enghubungkan usaha pencarian m anusia dengan realitas yang lebih besar, bahkan yang tertinggi.

Selain teori este tika, pene litian ini juga m enggunakan teori ikonografi yang telah lam a digunakan da lam bidang arsitektur, seni, da n desain. Teori ikonografi juga telah berkem bang m enjadi se buah pendekata n pene litian ya ng digunakan untuk m enganalisis sim bol-sim bol. M etode ikonografi telah lam a digunakan sebagai cara untuk m enganalisis citraan (image ) atau ikon. Analisis ikonografis terhadap se buah karya seni, arsitektur, atau de sain dila kukan dalam tiga taha p: (1) tahap pra -ikonografis atau deskipsi pra --ikonografis, (2) tahap -ikonografis atau analisis ikonografis, dan (3) tahap ikonologis atau interpreta si ikonografis. Tahap pra -ikonografis adalah tahap pem aparan sem ua bentuk dan detail yang terdapa t pada sebuah karya apa adanya. Tahap ikonografis adalah ta hap analisis tenta ng tem a dan konse p sebua h karya. Pada tahap ini peran pem bacaan teks acua n sanga t penting, dem ikian juga ana lisis terhadap elem en-elem en visual terkait. Tahap ikonologis adalah tahap penafsiran karya secara kom prehensif dari seluruh aspe k yang m enjadi

(30)

16 latar-belaka ng, m ulai dari m aksud arsite k atau desainer yang m encipta kan karya, sejarah, nilai-nila i sosial budaya, dan agam a terkait (Panofsky, 1962: 5-8).

G. M etodologi Penelitian 1. M etode Pengum pulan Da ta

Pengum pulan data dalam penelitian kualitatif dapat dipero leh m ela lui beberapa sum ber data, m enurut Soedarsono, (1999:126), sum ber data kualitatif yang bisa diguna kan dalam penelitia n seni rupa adalah, sum ber tertulis, sum ber lisan, artefak, dan rekam an. Pengum pulan data ini dapat dilakukan baik secara langsung (data prim er) m aupun tidak langsung terhadap sum ber aslinya (data sekunder). Adapun jenis data yang dibutuhkan terkait dengan pokok perm asala han penelitian ini adalah, data tindakan, m aterial, dan data gagasan.

a. Data Tindakan

Data tindakan dibutuhkan untuk m engetahui sem ua ya ng berkaitan aktivitas yang terdapat dalam setiap area di Gereja Puhsarang, terutam a berhubunga n dengan aktivitas prose si pem ujaan dan ritual dika itka n dalam penem patan sim bol dalam sebuah arsitektur gereja yang diyakini sebagai lingkungan sakral, dengan langkah sebagi berikut :

1) Observasi

Teknik observasi digunaka n untuk m enggali data dari sum ber data berupa peristiwa, aktivita s, perilaku, tem pat/lokasi, dan benda serta rekam an gam bar (Sutopo, 2006: 75). O bservasi dilakukan untuk m engam ati secara langsung fenom ena -fenom ena yang terjadi di lokasi penelitian pada Gereja Puhsarang di Kediri Jawa Tim ur. Pengam atan yang dilakuka n berkaitan denga n arsitektur dan interior dengan sem ua aktivitas m asyarakat yang terjadi selam a upacara ritua l yang berkaitan

(31)

17 langsung denga n benda dan sim bol yang ada di dalam arsitektur dan interior gereja . Dalam observasi digunakan alat ba ntu se perti, alat tulis , dan kam era digital.

2) Wawancara

Teknik wawancara dalam hal ini dilakukan secara langsung kepada orang yang paling berkom peten dalam Gereja Puhsarang yaitu Pastur dan ketua Gereja sebagai orang penting dalam Gereja. Selain itu wawancara juga dila kukan pada sejum lah orang yang m enjadi bagian dari jam aat yang m engikuti aktivitas keagam aan di gereja. Dalam wawancara ini digunakan alat ba ntu se perti alat tulis dan alat perekam suara.

b. Data m aterial

Data m aterial dibutuhkan untuk m engetahui sem ua yang terkait dengan bangunan arsite ktur da n interior sebaga i karya seni desain ya ng bertujua n untuk kepentingan spiritua l, baik berhubungan dengan baha n yang digunakan , cara m em perolehnya, m aupun berhubungan dengan teknik yang dipakai, sehingga dapat m enghasilkan bentuk ya ng artistik. Data M aterial dapat diperoleh dengan teknik:

1) Observasi

Observasi dilakukan langsung ke lapangan dan pengam atan juga dilakukan pada bentuk visual arsitektur dan interior ashram terutam a sim bol -sim bol yang ditam pilkan di da lam arsitektur dan interiornya . Sesuai de ngan tujua n dari pene litian ini, teknik observa si dilakukan untuk m engga li da ta fisik (kebentuka n) atau m engga li data-data yang bersifat tekstual m elalui pengam atan langsung. M etode ini sangat berm anfaat untuk m em aham i struktur bentuk arsitektur dan interior Gereja Puhsarang beserta sim bol-sim bol yang ada secara tekstual. A dapun alat bantu yang digunakan adalah kam era digital, untuk m engaba dika n setiap elem en arsitektur dan interior dalam bentuk gam bar foto secara m endetail.

(32)

18 2) Wawancara

Wawancara dilakukan untuk m em peroleh data yang tidak diketahui atau tidak tertangka p oleh penglihatan pe ngam at sehubungan dengan m aterial dan teknik yang digunakan. Wawancara dilakukan secara bebas a taupun secara terstruktur terhadap orang yang berkom pe ten dalam bidang tersebut, terutam a orang-orang yang tahu tentang sejarah gereja terseb ut. Dalam hal ini diguna kan instrum en se perti alat tulis dan alat perekam suara.

c. Data gagasan

Data gagasan dibutuhka n untuk m engetahui keberadaan gereja dengan bentuk arsitektur dan interior yang sangat unik, khususnya dengan m unculnya sim bol -sim bol dalam setiap elem en pem bentuk ruang sebagai data gaga san digunaka n untuk m engetahui tem a dan konsep agar m engetahui keberagam an m akna terdapat dalam fisik arsitektur dan interior serta im plem entasinya dalam kehidupan sosial m asyarakat jawa khususnya untuk penganut yang ada. Data gagasan dapat diperole h dengan teknik:

1) Studi pustaka

Pengum pulan data dilakukan m elalui sum ber pusta ka untuk m endapa tkan bahan-bahan ya ng berhubungan denga n obje k penelitia n, berupa buku -buku, artikel, tesis, disertasi, m ajalah, jurnal, ensiklope di, katalog, dan lain-lain. Instrum en yang digunakan dalam studi pustaka adalah alat tulis dan alat bantu lainnya.

2) Wawancara

Wawancara dilakukan secara terstruktur kepada inform an yang dianggap relevan dan diya kini m em iliki pengetahu an yang luas tentang topik kajian. Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan pihak pengelola Gereja dan ketua yayasan yang

(33)

19 m enaungi gereja tersebut. Wawancara dilakukan secara m endalam , bebas, dan terpim pin. Instrum en yang digunakan da lam wawancara selain p eneliti sendiri juga alat perekam suara, alat tulis, dan pedom an wawancara dalam bentuk pertanyaan -pertanyaan secara garis besar yang dikem bangkan pada saat wawancara.

2. M etode Analisis Data

Untuk m enganalisis data digunakan m etode analisis data kua lita t if yang disajikan secara deskriptif da n interpretif (penafsiran). Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan denga n cara, mengorganisasikan data, m em ilah -m ila h m enjadi satuan yang dapat dike lola, m ensinte siskannya, m encari dan m enem ukan pola, m enem ukan apa yang penting dan apa yang dipe lajari, dan m em utuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain, (Bogdan da n Biklen da lam M oleong, 2009: 248). Proses analisis da ta dalam m eliputi be berapa tahapan. Pertam a, identifikasi data, m engum pulka n data verbal dan visual, baik yang diperoleh m elalui studi pusta ka, observasi, dan wawancara. Pada tahap kedua, dila kukan klasifika si da ta, yaitu m em ilih atau m engelom pokkan data yang telah teridentifika si se suai de ngan jenis dan sifat data. Ketiga, sele ksi da ta, yaitu m enyisihka n data yang tidak relevan dan kurang berkontribusi terhadap kebutuha n pokok bahasan. Taha p keem pat, analisis data sesuai dengan pende katan yang telah disebutkan sebe lum nya. Pendekata n yang digunakan da lam penelitian ini adalah pendeka ta n: (1) sejarah seni rupa, (2) inkulturasi budaya (percam puran budaya lokal dan budaya Kristia ni) , (3) estetika (pandangan E dm und Burke Feldm an), dan (4) ikonografi (pandangan Erw in Panofsky). Pendeka tan historis a kan m enyangkut pem bahasa n tentang asa l -usul bentuk gereja dan perkem bangan fungsiona lnya sejak didirika n hingga sekarang. Pendekatan inkulturasi budaya aka n m enyangkut pem bahasan tentang percam puran

(34)

20 budaya yang m elatarbelaka ngi pem bangunan Gereja Puhsarang dengan bentuk eksterior da n interior bangunan se pert terlihat sekarang ini. Pendekatan estetika akan m enyangkut pem bahasa n tentang bentuk/gaya pada arsite ktur da n interior Gereja Puhsarang, bagaim ana bentuk/gaya tersebut ditam pilkan sehingga bisa m enarik perhatian dan m em iliki ciri khas. Pendekata n ikonografi aka n m enyangkut pem bahasan tentang m akna sim bol yang terdapat pa da Gereja Puhsarang m elalui tiga tahap ikonografi, yaitu „deskripsi pra-ikonografis,‟ „analisis ikonografis,‟ dan interpretasi ikonologis‟ (Panofsky, 1962: 5-8). Pada tahap „deskripsi pra-ikonografis,‟ ciri-ciri fisik elem en arsitektur dan interior akan dikem ukakan apa adanya tanpa dikaitkan de ngan budaya Kristia ni (term asuk di dalam nya teks keagam aan). Pada tahap „analisis ikonografis,‟ ciri-ciri fisis elemen arsitektur dan interior akan dianalisis dalam konteks pengaruh budaya Kristiani. Pada tahap „interpretasi ikonologis,‟ ciri-ciri fisis dan sim bolis akan ditafsirkan dalam konteks budaya Kristiani dan konteks aktivitas ke giatan gereja zam an sekarang.

(35)

21 H . Diagram Alur Pikir Proses Penelitian

Gambar 1.

Diagram Alur Pikir Proses Penelitian A RTEFA K A R SITEKTU R (SEBA GA I STU DI KASU S)

GER EJA PU HSAR A N G, KED IR I

A R SITEKTU R BER M U ATA N BU D AYA M A JA PA HIT D A N

N U SAN TA R A

ELEM EN E LEM EN IN TER IOR (TER M A SU K E LEM EN -ELEM EN HIA S) : LA N TA I, D IND IN G, LAN GIT-LA N GIT,

FU R NITU R , OR NA M EN , D LL. BEN TU K (TEOR I FELD M A N ) SIM BOL (TEOR I PA N OFSKY ) A N A LISIS ESTETIKA BEN TU K

A N A LISIS IKON OGRA FI (ERWIN PA N OFSKY )

D ESKR IPSI PR A -IKON OGR AFIS

A N A LISIS IKON OGRA FIS

IN TER PR ETA SI

IKON OLOGIS

ESTETIK A BENTUK DAN

Referensi

Dokumen terkait