• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengolahan Limbah Ternak Sapi Secara Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten

Sinjai Sulawesi Selatan

Livestock Waste Simple Processing in Pattalassang Village of Sinjai South Sulawesi Province A.C. Adityawarman1), Salundik2), Lucia C2)

1)Mahasiswa Program Sarjana Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan 2)Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Jalan Agathis Kampus IPB Darmaga Bogor, Indonesia, 16680

ABSTRACT

Waste could be problem if doesn’t handled properly make bad impact on environment. The treatment exacly on livestock waste will provide addition value of livestock waste. The treatment of livestock waste processing to biogas, solid manure, and liquid manure is good metode to minimize the impact of livestock waste pollution. The biogas used to be alternative fuel substitute fuel oil or LPG for cooking. The effluent reus to be solid manure and liquid manure by liquid and solid separation, this metode advantage cause zero waste. The other advantage is give more income for farmer. Data analized by bruto margin analized is the comparisons of benefits and loss which obtained by applied new technology to know worthy or not this technology applied. The result of accounting sawed biogas instalation 1.6 m3 per day give more income Rp 1 300 184 per mount.

Keywords: waste, biogas, solid manure, liquid manure PENDAHULUAN

Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi, sehingga dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Limbah dapat berasal dari berbagai sumber hasil buangan dari suatu proses produksi salah satunya limbah peternakan. Limbah tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan, pengolahan produksi ternak, dan hasil dari kegiatan usaha ternak. Limbah ini dapat berupa limbah padat, cair, dan gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk pada lingkungan.

Limbah yang berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi apabila diolah dengan perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah peternakan tersebut. Salah satunya pengolahan kotoran menjadi pupuk kandang, cara ini merupakan cara yang paling sederhana yang sering kita jumpai yaitu kotoran ternak dibiarkan hingga kering. Namun dengan cara pengolahan kotoran tersebut belum bisa dikatakan ramah lingkungan, karena kotoran ternak yang diolah dengan cara dikeringkan akan menimbulkan pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat yang ditimbulkan dari kotoran ternak akan mengganggu pernafasan yang menyebabkan gangguan kesehatan.

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan menimbulkan pemikiran untuk mengolah kotoran ternak tersebut menjadi suatu produk yang lebih bermanfaat. Permasalahan pengelolaan

sampah tersebut dapat diminimalkan dengan menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu (Integrated Solid Waste Management/ISWM), diantaranya waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi (Damanhuri 2010). Kotoran ternak diolah dengan cara yang lebih baik akan bernlai ekonomi tinggi seperti pemanfaatan kotoran tersebut sebagai bahan pembuatan biogas, pupuk padat, dan pupuk cair. Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas pupuk padat ataupun pupuk cair akan menambah nilai ekonomis dari kotoran ternak tersebut.

Beberapa peternak telah mengaplikasikan teknologi pengolahan kotoran ternak tersebut, namun perkembangan teknologi tersebut dikatakan belum merata karena beberapa peternak belum paham mengenai teknologi pengolahan limbah ternak tersebut. Perlu adanya peran dari berbagai pihak agar penerapan teknologi baru dapat diaplikasi secara merata. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pengganti dalam kebutuhan rumah tangga sedikit demi sedikit akan mengurangi ketergantungan kita terhadap bahan bakar energi yang tidak terbarui. Sisa kotoran hasil pembuatan biogas akan menghasilkan sludge yang nantinya akan diolah menjadi pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk padat sebagai pupuk organik bisa menggantikan peran dari pupuk anorganik untuk menghasilkan sayuran organik atau bahan pangan lain yang aman dikonsumsi, sedangkan pupuk cair memiliki kemampuan yang tidak jauh beda dengan pupuk anorganik dalam menyuburkan tanaman. Pemanfaatan limbah ternak tersebut sebagai pupuk organik dapat menjadi solusi untuk menghasilkan pangan yang lebih aman

(2)

dikonsumsi dan mengurangi efek pencemaran lingkungan dari ternak sekaligus sebagai sumber energi alternatif.

Penelitian yang dilakukan mengenai pengolahan limbah kotoran ternak yang saat ini menjadi issu sebagai salah satu penyebab terjadinya global warming. Oleh sebab itu perlu adanya pengenalan teknologi pengolahan limbah peternakan tersebut kepada masyarak luas, dengan adanya teknologi biogas issu global warming akibat kegiatan peternakan dapat diminimalisir. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Pattalassang, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan teknologi pengolahan limbah kotoran ternak di Desa Pattalassang, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pattalassang, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai. Tiap peternak di Desa Pattalassang rata-rata memelihara 2 ekor sapi, namun kotoran ternak yang dihasilkan belum dimanfaatkan secara optimal sehingga perlu adanya penerapan teknologi pengolahan limbah secara optimal. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dimulai dari minggu pertama bulan Juli hingga akhir bulan Agustus 2013.

Materi

Kotoran sapi sebanyak 20 kg setiap harinya digunakan sebagai bahan organik untuk menghasilkan gas dicampur dengan air. Perbandingan kotoran ternak dan air (2:1). Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu instalasi biogas berupa plastik tabung lebar 1 m, pipa paralon 4 inci, pipa paralon ½ inci, shock drat dalam ½ inci, shock drat luar ½ inci, sambungan T ½ inci, sambungan siku (L) ½ inci, sambungan lurus ½ inci, karet ban dalam motor, lem fox, lem paralon, keran gas, gunting, ember, timbangan, dan gergaji besi. Alat untuk instalasi ke kompor yaitu selang gas, katup atau kran gas, dan kompor modifikasi. Selanjutnya dibuat instalasi dari penampung gas ke rumah. Konstruksi reaktor yang dibuat pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Digester biogas berbahan plastik ini

memiliki umur simpan 5 tahun. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu feses, air, botol plastik kemasan pupuk cair, plastik kemasan pupuk padat dan label untuk pupuk cair dan padat.

Prosedur

Pembuatan Biogas, Pupuk Cair, dan Pupuk Padat Pembuatan digester dimulai dengan memotong plastik tabung sepanjang 8.5 m sebanyak 2 buah, kedua plastik itu dilapis menjadi satu. Kemudian dibuat lobang pengeluaran gas dengan jarak 1.5 m dari masukan yang nantinya lubang disambung ke pipa tempat penampungan gas. Masing-masing ujung digester dipasang paralon 5” sepanjang 1.5 m untuk saluran masuk sedangkan ujung yang lain disambung pipa dengan panjang 80 cm sebagai saluran keluaran dan kedua ujung diikat menggunakan karet ban dalam. Pada saluran keluaran pipa dibuat pendek untuk memudahkan sludge keluar. Pembuatan penampung gasnya dengan memotong plastik tabung sepanjang 3 m, salah satu ujungnya diikat dan ujung yang lainnya disambungkan dengan pipa paralon ½ inci diikat dengan karet ban dalam. Pada ujung paralon gas penampung dipasang sambungan T dan dilem dengan lem paralon. Ujung sambungan T pertama disambungkan dengan pipa paralon dari digester, sedangkan ujung yang satunya disambungkan dengan pipa paralon yang telah dipasang katup. Pemasangan katup untuk mengendalikan keluar masuknya gas yang telah terhubung dengan selang ke kompor.

Hasil keluaran (sludge) dari digester biogas dipisahkan antara cair dan padatnya. Bagian cair diolah menjadi pupuk cair sedangkan padatan diolah menjadi pupuk padat. Mula-mula bagian cair keluaran digester biogas disaring dan dimasukkan kedalam tempat fermentasi yang telah disediakan dan didiamkan selama 1 minggu. Setelah itu cairan disaring kembali dan diaerasi selama 3-4 hari untuk menghilangkan gas dan bau dari cairan tersebut. Selanjutnya didiamkan selama 2 hari untuk mengendapkan partikel dan cairan yang dihasilkan menjadi bening seperti air teh. Bagian padatan mula-mula dikering anginkan hingga kering. Setelah kering dilakukan pengayakan agar didapat hasil yang rata dan homogen.

Penampung Gas Kompor

Bak penampung

lumpur buangan Saluran keluar

Saluran masuk Campuran air &

kotoran ternak Digester plastik

(3)

Analisis Data Jenis dan Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer dan skunder. Data primer yang digunakan bersumber dari hasil yang didapat selama penelitian dalam pembuatan biogas, pupuk padat, dan pupuk cair. Data sekunder digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian dan diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Data diolah secara deskriptif dan menggunakan analisis margin kotor, dengan menggunakan analisis margin kotor layak atau tidaknya suatu teknologi diterapkan. Penelitian dilakukan dengan membuat atau menerapkan langsung pembuatan biogas, pupuk padat, dan pupuk cair di salah- satu rumah warga yang ada di Desa Pattalassang. Selanjutnya data diolah menggunnakan analisis margin kotor, yaitu analisis perbandingan biaya sebelum dan sesudah diterapkannya teknologi, kemudian dihitung pula produksi dan penghasilan tambahan dengan adanya pengolahan pupuk padat dan cair sebelum dan setelah diterapkannya teknologi.

Pada pengolahan biogas data didapatkan saat biogas yang dibuat sebagai bahan substitusi dari bahan bakar minyak telah menghasilkan nyala api yang sempurna dengan perbandingan biaya yang digunakan sebelum menggunakan gas LPG dan biaya yang dikeluarkan setelah mengganti dengan biogas. Selain itu juga dilakukan perhitungan total income atau pemasukan tambahan yang diperoleh peternak setelah menerapkan teknologi pengolahan kotoran ternak tersebut hasil pembuatan pupuk padat dan pupuk cair.

Variabel yang diukur

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan uji langsung dalam pembuatan biogas, pupuk padat dan pupuk cair. Penerapan teknologi ini dilakukan disalah satu rumah penduduk yang ada di Desa Pattalassang. Adanya teknologi pengolahan limbah ini adalah sebagai contoh penerapan teknologi pemanfaatan kotoran ternak sehingga nantinya dapat ditiru oleh peternak lainnya yang ada di Desa Pattalassang.

Ternak yang dipelihara tentunya akan menghasilkan kotoran atau feses dengan jumlah tertentu tiap harinya yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pembuatan biogas. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan biaya pakan ternak yang nantinya mempengaruhi analisis aspek ekonomi dalam penelitian pengolah limbah ternak ini, namun akan tetap memperhatikan pakan yang dikonsumsi dari ternak tersebut.

Analisis Ekonomi Teknologi Pengolahan Limbah

Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dengan adanya penerapan teknologi pengolahan ternak dengan menggunakan analisis margin kotor layak atau tidaknya suatu teknologi diterapkan bisa dilihat melalui besar manfaat yang diterima dengan adanya teknologi ini dibandingkan dengan besar biaya tambahan atau kerugian dengan adanya teknologi tersebut. Manfaat yang diperoleh dapat dilihat dengan penghematan biaya penggunaan LPG yang harus dikeluarkan. Data yang diperlukan yaitu jenis bahan bakar yang digunakan oleh peternak sebelum menggunkan biogas, biaya yang

dikeluarkan oleh peternak untuk membeli bahan bakar tersebut, serta lama penggunaan setiap bulannya. Kemudian membandingkan hal yang sama setelah menggunakan biogas. Penghematan biaya pengeluaran saat menggunakan bahan bakar sebelum dan sesudah menggunakan biogas. Perhitungan mengukur penghematan pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar peternak dapat dimodelkan sebagai berikut :

∆P = C0 - C1

Keterangan :

∆P = Penghematan pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar (Rp/Bulan);

C0 = Biaya untuk membeli bahan bakar sebelum biogas (Rp/Bulan); dan

C1 = Biaya yang dikeluarkan setelah menggunakan biogas (Rp/Bulan)

Manfaat yang diperoleh dari hasil pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk padat dan pupuk cair yaitu tambahan income yang diperoleh peternak. Harapan yang diinginkan dengan adanya pengolahan pupuk dari kotoran ternak dapat memberikan income yang lebih besar setelah adanya pengolahan (y) dibandingkan dengan income yang diperoleh sebelum adanya pengolahan (x).

x < y Keterangan :

x = Pendapatan yang diperoleh sebelum adanya pengolahan y = Pendapatan yang diperoleh setelah adanya pengolahan;

Pemanfaatan limbah kotoran ternak juga diharapkan mampu memberikan penghasilan tambahan bagi para peternak dengan menjual hasil dari pengolahan limbah kotoran tersebut menjadi pupuk, parameter yang diamati sebagai berikut :

1. Penggunaan bahan bakar minyak; 2. Banyaknya pupuk padat yang dihasilkan; 3. Banyaknya pupuk cair yang dihasilkan; dan 4. Tambahan pemasukan.

Formula yang digunakan untuk menghitung margin kotor ialah sebagai berikut:

Keuntungan Tambahan = B – A Keterangan:

A : Kerugian total B : Keuntungan total

Keuntungan total : Biaya yang dihemat + penghasilan tambahan

Kerugian total : Biaya tambahan + penghasilan yang hilang

Biaya yang dihemat : Pengeluaran atau biaya yang dihemat akibat perubahan

Penghasilan tambahan : Tambahan pendapatan kotor atau penghasilan yang timbul akibat perubahan

Biaya tambahan : Perubahan atau biaya tambahan yang terjadi karena adanya perubahan metode produksi

Penghasilan yang hilang : Pendapatn yang hilang dan tidak diterima lagi sebagai akibat terjadinya perubahan metode produksi

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Pattalassang merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Desa ini terletak 12 km dari ibukota Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 500 m dpl. Jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 1 905 jiwa, sebagian besar penduduk yang ada di Desa Pattalassang bermata pencaharian bertani dan beternak. Petani di Desa Pattalassang hanya akan menanam padi tiap tahunnya dan jerami yang dihasilakan pada musim panen padi digunakan sebagai pakan ternak sekaligus persediaan untuk musim kemarau agar tidak kekurangan pakan. Kebanyakan jenis sapi yang dipelihara oleh peternak di Desa Pattalassang yaitu sapi bali, tiap peternak di Desa Pattalassang memelihara 2 sampai 3 ekor ternak sapi.

Populasi ternak Desa Pattalassang tahun 2012 sebanyak 1 166 ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Populasi tersebut terus meningkat tiap tahunnya, populasi ternak yang terus meningkat dari tahun ketahun tentunya akan menghasilkan limbah kotoran ternak yang semakin banyak pula. Keadaan infrastruktur yang ada di Desa Pattalassang cukup memadai, meskipun kondisi separuh jalan menuju desa Pattalassang berbatu namun masih dapat dijangkau. Penerangan yang digunakan penduduk sudah menggunakan listrik dan gas LPG sebgai bahan bakar untuk memasak meskipun terkadang masih menggunakan kayu bakar. Penggunaan bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar dan gas elpiji perlu dilakukan dengan meningkatnya potensi kotoran ternak sapi yang dihasilkan. Kisaran suhu di Desa Pattalassang 28-32 oC. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah dari 30 hingga kira-kira 55 oC (Kadir 1982).

Aspek Teknis Teknologi Biogas

Limbah kotoran ternak memiliki potensi sebagai sebagai bahan bakar alternatif karena mampu menghasilkan gas melalui proses fermentasi. Menurut Abdullah et al. (1998) gas bio adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan bakar organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, didalam suatu ruangan pencerna (digester). Hal ini perlu dilakukan karena semakin berkembangnya usaha peternakan yang mengakibatkan limbah yang dihasilkan meningkat.

Teknologi biogas memberikan beberapa keuntungan seperti, menghilangkan efek rumah kaca, mengurangi bau, menghasilkan pupuk, dan sebagai energi alternatif (Imam

et al. 2013). Pencemaran dalam bentuk gas dari kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif

Tabel 1 Format analisis margin kotor

Tambahan Keuntungan Tambahan Kerugian

Biaya yang dihemat Biaya tambahan

Penghasilan tambahan Penghasilan yang hilang

Keuntungan total Kerugian total

Keuntungan tambahan = Keuntungan total – Kerugian total

Sumber: Sukarwati et al. (1986)

pengganti seperti gas LPG, kayu bakar, dan minyak tanah. Kalor yang dihasilkan dari biogas dapat digunakan untuk memasak dan bahkan dapat digunakan untuk penerangan. Nilai kalor yang dihasilkan akan semakin besar dengan produksi metan yang tinggi. Jika dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Selain itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidayapertanian, juga mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif dimasyarakat transmigrasi merupakan salah satu upaya oleh akademisi dan pemerintah daerah yang peduli terhadap masalah lingkungan (Lucas et al. 2011).

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Penelitian pembuatan biogas ini dilakukan disalah satu rumah peternak. Rata-rata peternak memelihara 2 ekor sapi sehingga disesuaikan dengan daya tampung digester yang dibuat. Sebanyak 2 ekor sapi ini akan menghasilkan kotoran sebanyak 20 kg dengan asumsi setiap ekor menghasilkan 10 kg tiap harinya. Tiap 1 kg kotoran akan menghasilkan 0.08 m3 biogas. Volume digester yang dibuat pada penelitian ini sebesar 2 m3 yang memiliki daya tampung feses yang telah dicampur air (2:1) sebanyak 1 200 kg untuk pengisian awal. Panjang plastik yang dibutuhkan 17 m dengan diameter 0.63 m, sebanyak 2 m digunakan untuk mengikat kedua ujung plastik yang telah dipasangkan paralon. Selanjutnya dibuat pula volume penampung gas 0.64 m3, dibutuhkan plastik sepanjang 3 m. Rincian alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Instalasi ini dibuat di rumah ketua dari kelompok Gapoktan Sipakainge yang memiliki 13 ekor ternak sapi dewasa. Pemilihan lokasi instalasi ini agar mempermudah pengisian awal dari sumur pencerna sebanyak 1 200 kg feses dan air (1:2). Instalasi biogas dengan menggunakan plastik merupakan cara termurah dan mudah untuk dibuat memiliki umur simpan 5 tahun jika dalam kondisi yang terkontrol atau tidak mendapat gangguan dari hal-hal yang dapat merusak plastik biogas hingga membuat plastik menjadi bocor. Biaya penyusutan dari digester plastik pertahunnya sebesar Rp 141 800 atau Rp 11 816 per bulan. Perlu adanya perlindungan yang baik agar plastik digester tidak bocor, seperti memagari digester atau dapat pula dengan membuatkan wadah untuk menempatkan digester plastik tersebut yang terbuat dari beton sehingga tidak perlu menggali untuk menempatkan digester dalam tanah.

Produksi Biogas

Pada hari ke-5 setelah pengisian digester gas pertama kali terbentuk, namun komposisi gas metan masih sedikit atau belum optimal. Produksi maksimal pada penelitian dicapai pada hari ke-20. Biogas yang dihasilkan terdiri dari 50%-70% metana (CH4), 30%-40%

(5)

Tabel 2 Alat dan bahan instalasi biogas

No Alat dan Bahan Satuan Harga (Rp) Jumlah (Rp)

1 Digester

Plastik tabung (diameter 0,63 m) 17 m 7500 127500

Paralon 4” 1 batang 85000 85000

Paralon 1/2” 12 batang 15000 180000

Stop kran 7 buah 8000 56000

Klep pipa 2 buah 2500 5000

Shock drat dalam 2 buah 2000 4000

Shock drat luar 1 buah 2000 2000

Sambungan T 2 buah 2000 4000

Sambungan L 11 buah 2000 22000

Sambungan Lurus 8 buah 2000 16000

Gergaji pipa 1 buah 5000 5000

Lem paralon 2 buah 8000 16000

Lem fox 1 buah 9000 9000

Lak ban 5 lingkar 1000 5000

2 Penampung gas

Plastik tabung (diameter 0,63 m) 3 m 7500 22500

3 Kompor Gas 1 Mata 1 buah 150000 150000

TOTAL 709000

karbondioksida (CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil. Adapun unsur yang terkandung dalam biogas yaitu gas metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas oksigen (O2), gas hidrogen sulfida (H2S), gas hidrogen (H2), dan gas karbon monoksida (CO), dari semua unsur tersebut yang berperan dalam menentukan kualitas biogas yaitu gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Bila kadar CH4 tinggi maka biogas tersebut akan memiliki nilai kalor yang tinggi. Sebaliknya jika kadar CO2 yang tinggi maka akan mengakibatkan nilai kalor biogas tersebut rendah (Hamidi et al. 2011).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biogas yaitu pemeliharaan sapi antara 2-4 ekor (Siregar 2010). Pada saat produksi gas maksimal (hari ke-20) proses pengisian digester dilakukan secara berkelanjutan sebanyak 30 kg (10 kg feses dan 20 kg air) dilakukan sebanyak 2 kali setiap harinya. Biogas yang dihasilkan dari 20 kg feses yang digunakan sebanyak 1.6 m3 setara dengan 0.736 kg gas LPG dan 1 liter minyak tanah. Namun pada penelitian ini produksi biogas tidak sebesar itu karena hanya dapat digunakan memasak selama kurang lebih 2 jam dan hanya mengurangi setengah dari penggunaan gas perbulan dari peternak. Nilai kesetaraan 1 m3 biogas dibandingkan dengan energi yang lain diperlihatkan pada Tabel 3.

Tiap sapi mampu menghasilkan kotoran 20 kg per hari yang dapat menghasilkan biogas sebanyak 1-1.2 m3 dan dapat memenuhi kebutuhan memasak selama 2.32 – 2.78 jam (Mayasari et al. 2010). Kompor yang digunakan untuk biogas berbeda dengan kompor gas LPG pada umumnya. Agar biogas dapat menyala kompor yang biasa digunakan untuk gas LPG terlebih dahulu diperbesar lubang pengeluaran gas (spuyer) kompor tesebut. Untuk menyalakannyapun kompor tidak langsung menyala, perlu

disulut menggunakan korek api terlebih dahulu. Biogas sebagai energi alternatif bersifat ramah lingkungan dan mengurangi efek rumah kaca. Instalasi biogas yang diterapkan disalah satu rumah warga di Desa Pattalassang digunakan untuk memasak keperluan sehari-hari. Teknologi fermentasi biogas merupakan salah satu usaha divesifikasi energi yang sederhana dan mudah dikembangkan di Indonesia. Selain itu dapat pula dijadikan sebagai penghasil energi listrik karena memiliki nilai kalor yang cukup besar. Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas metan. Setiap 1 m3 metan setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara denga 0.6 L fuel oil. Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60-100 watt lampu selama 6 jam penerangan (Hambali et al. 2007).

Berdasarkan kajian lainnya yang dilakukan oleh (Arifin et al. 2011) Pemanfaatan biogas dari kotoran sapi sebagai alternatif bahan bakar pembangkit listrik dilakukan melalui proses anaerobik. Pilot Plant dengan produksi biogas sebesar 7 m3/hari telah terpasang di Pesantren Saung Balong. Biogas ini dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari seperti memasak dan penerangan, dan digunakan sebagai bahan bakar pure biogas dengan genset skala 2 500 Watt. Produksi biogas rata-rata sebesar 0.040 m3 per 30 menit atau 0.080 m3 jam-1. Biogas yang dihasilkan selama pengukuran (450 menit) adalah 0.604 m3 dengan data tersebut maka diperkirakan dalam sehari (24 jam) biogas yang dapat dihasilkan adalah sebesar 1.92 m3. Sementara, konsumsi biogas untuk genset pada beban 1 047 W adalah 0.019 m3 menit-1, genset akan beroperasi selama 101.05 menit atau sekitar 1.68 jam dengan demikian listrik yang dapat dihemat adalah 1.759 kWh per hari atau 52.77 kWh bulan-1 dan biaya listrik yang dapat dihemat yaitu sebesar

(6)

Tabel 3 Nilai kesetaraan 1 m3 biogas dan energi yang dihasilkan

Jenis energi Kesetaraan dengan 1 m3 biogas

Elpiji (kg) 0,46 Minyak tanah (L) 0,62 Minyak solar (L) 0,52 Bensin (L) 0,80 Gas kota (m3) 1,50 Kayu bakar (kg) 2,50

Sumber: Kementrian Pertanian (2006) Rp 40 896 per bulan.

Produksi Pupuk

Bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas (sludge) dapat diolah kembali menjadi pupuk organik. Pupuk padat yang dihasilkan dari keluaran biogas lebih baik dibandingkan dengan pupuk kompos yang bisa digunakan petani, selain itu unsur hara yang ada dalam pupuk organik cair hasil dari proses fermentasi dalam penggunaannya dapat langsung diserap tanaman dan cepat terurai sehingga mudah diserap tanaman. Menurut Suzuki

et al (2001), dalam penelitiannya di Vietnam tahun 2001, sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fospor (P), magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Sedangkan menurut Suzuki et al (2001), effluen

yang berasal dari biogas baik untuk dijadikan sebagai bahan pupuk karena mengandung berbagai macam mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Kandungan mineral

effluent biogas dapat dilihat pada Tabel 4.

Keluaran biogas dipisahkan antara padat dan cairnya untuk diolah menjadi pupuk padat dan cair. Bagian padatan dikeringkan selama 8 hingga 10 hari. Rata- rata bagian padatan diperoleh 8 kg perharinya, namun setelah bagian padatan dikeringkan di peroleh pupuk padat sebanyak 457 g, setelah kering pupuk padat dimasukkan kedalam mesin APPO agar didapat hasil yang rata selanjutnya ditambahkan abu sekam, serbuk gergaji dan kapur tani untuk meningkatkan mutu dari pupuk padat tersebut. Sedangkan bagian cair keluaran biogas dalam sehari diperoleh 48 L bagian cair ditampung dalam drum plastik dan didiamkan kurang lebih 1 minggu. Setelah 1 minggu disaring kembali dan diaerasi selama 3-4 hari

untuk menghilangkan bau. Hanya saja produksi pupuk padat dan cair baik sebelum dan setelah ada teknolgi pengolahan limbah ini tidak semuanya dapat terjual hanya 30% bagian dari produksi dapat terjual karena kesulitan dalam pemasarannya. Meskipun demikian peternak masih memperoleh keuntungan sedangkan produksi pupuk yang tak terjual biasanya diberikan kepada peternak yang membutuhkan. Data lebih lengkap ditampilakan pada Tabel 5.

Tabel 4 Kandungan mineral effluent dari enam instalasi biogas

di Delta Mekong Vietnam

Mineral Instalasi biogas

ke-1 2 3 4 5 6 P-Total 119 114 33 93 164 69 N-Total 467 271 37 348 324 462 Mg 73 94 63 60 103 177 Ca 72 57 56 62 78 147 K 271 166 64 215 401 540 Cu <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 Zn <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 Sumber: Suzuki et al.(2001)

Tabel 5 Produksi pupuk padat dan cair keluaran biogas dalam sebulan

Macam output Total

produksi Jumlah produk terjual Harga (Rp) Jumlah (Rp) Pupuk cair 1 440 L 432,0 L 10 000 4 320 000 Pupuk padat 13 kg 3,9 kg 5 000 19 500 Jumlah 2 795 000 Analisis Margin

Keuntungan yang diperoleh dengan adanya teknologi biogas 1.6 m3 per hari yaitu peningkatan produksi pupuk cair sebanyak 432 L per bulan dengan harga Rp 10 000 per liter berdasarkan perhitungan BEP sehingga diperoleh keuntungan Rp 4 320 000 per bulan, selain itu keuntungan dengan produksi biogas didapat Rp 30 000 per bulan dengan menurunnya setengah dari konsumsi gas LPG perbulan juga penghematan biaya dari pembelian plastik, label, abu sekam, serbuk gergaji, kapur tani dan stardek. Kerugian yang diperoleh dari instalasi biogas, yaitu penyusutan instalasi, biaya pembelian jerigen dengan meningkatnya produksi pupuk cair dibutuhkan 288 sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pembelian jerigen tiap bulannya sebesar Rp 2 880 000, selain itu penghasilan yang hilang dari pupuk padat Rp 3 000 000 per bulan akibat penggunaan 600 kg feses yang digunakan sebagai substrat biogas. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Penggunaan teknologi biogas 1.6 m3 per hari memberikan keuntungan karena adanya penghasilan tambahan dari biogas dan pupuk cair serta penghematan biaya plastik, label, abu sekam, kapur tani, stardek, dan serbuk gergaji sehingga memberikan manfaat sebesar Rp 7 972 000 per bulan. Kerugian dengan adanya teknologi biogas memberikan biaya tambahan berupa penyusutan instalasi dan jerigen, penghasilan pupuk yang hilang Rp 3 791 816 per bulan sehingga keuntungan tambahan yang diperoleh dengan adanya penerapan teknologi biogas 1.6 m3 per hari sebesar Rp 1 300 184 per bulan.

Pembuatan biogas hanya dilakukan disalah satu rumah warga yang ada di Desa Pattalassang yaitu sebagai bahan pertimbangan peternak yang ada di Desa Pattalassang bahwa teknologi biogas ini merupakan teknologi yang menguntungkan dan cocok diterapkan untuk peternak. Penggunaan biogas selain mengurangi biaya pembelian gas elpiji juga memberi tambahan penghasilan. Hasil pengkajian yang dilakukan Hozairi et al. (2012) di dusun Brekas Kabupaten Pamekasan menyimpulkan penerapan iptek bidang energi di dusun Brekas Kabupaten Pamekasan

(7)

Tabel 6 Analisis margin kotor teknologi biogas (Rp per bulan)

Tambahan Keuntungan Tambahan Kerugian

Penghasilan tambahan Biaya tambahan

Nilai pupuk cair 4 320 000 Penyusutan instalansi 11 816

Nilai biogas 30 000 Jerigen 5 L 2 880 000

Biaya yang dihemat Penghasilan yang hilang

Biaya plastik 300 000 Nilai pupuk padat 900 000

Biaya label 312 000

Biaya abu sekam 42 500

Biaya serbuk gergaji 21 500

Biaya kapur tani 34 000

Biaya stardek 32 000

Keuntungan total 7 972 000 Kerugian total 3 791 816

Keuntungan tambahan = Keuntungan Total - Kerugian Total = 5 092 000 - 3 791 816

= 1 300 184

mampu mendorong pertumbuhan perekonomian 6%, peningkatan pendapatan masyarakat 13%, dan efisiensi pengeluaran masyarakat untuk BBM 8%. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada UMKM dapat memberikan multiple effect dan dapat menjadi penggerak dinamika pembangunan pedesaan.

KESIMPULAN

Teknologi biogas 1.6 m3 per hari layak untuk diterapkan karena memberikan keuntungan tambahan bagi peternak dengan meningkatnya produksi pupuk cair. Analisis data menggunakan analisis margin kotor memberikan tambahan penghasilan, diperoleh dari hasil pengurangan dari keuntungan total sebesar Rp 7 972 000 dikurangi dengan kerugian total sebesar Rp 3 791 816 sehingga diperoleh keuntungan total sebesar Rp 1 300 184 per bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K, Irwanto AK, Siregar N, Agustina E, Tambunan AH, Yamin M, Hartulistiyoso E, Purwanto YA, Wulandari D, Nelwan LO. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. The Faculty of Agricultural Engineering and Technology. Bogor Agrucultural University. Bogor (ID)

Arifin M, Saepudin A, Santosa A. 2011. Kajian biogas sebagai sumber pembangkit tenaga listrik di Pesantren Saung Balong Al-Barokah, Majalengka, Jawa Barat.

Journal of Mechatronics, Electrical Power and Vehicular Technology. Vol. 02: 73-78

Damanhuri E. 2010. Pengelolaan Sampah. Jurusan Teknik Lingkungan. Bandung (ID): ITB

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sinjai. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas. Sinjai (ID): Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sinjai Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko

R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agro Media Hamidi N, Wardana ING, Widhiyanuriyawan D. 2011.

Peningkatan kualitas bahan bakar biogas melalui proses pemurnian dengan zeolit. Jurnal Rekayasa Mesin. Vol. 2: 227-231.

Imam FIA, Khan MZH, Sarkar MAR, Ali SM. 2013. Development of Biogas Processing from Cow Dug, Poultry Waste and Water Hyacinth. International Jurnal of Natural and Applied Science. 2(1): 13-17 Kadir A. 1982. Energi. Jakarta (ID): UI Press

[Kementan] Kementrian Pertanian. 2006. Biogas. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian

Lucas Y, Sonbait, Wambrauw YLD. 2011. Permasalahan dan solusi pemberdayaan masyarakat melalui program biogas sebagai energi alternatif di Kabupaten Manokowari Papua Barat. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11: 87-91

Mayasari HD, Riftanto IM, Nur’aini L, Ariyanto MR. 2010. Pembuatan Biodigester dengan Uji Coba Kotoran Sapi sebagai Bahan Baku. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta (ID)

Siregar SB. 2008. Penggemukan Sapi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pembangunan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Pr

Suzuki K, Takeshi W, Vo Lam. 2001. Consentration and cristalization of posphate, ammonium and mineral in the effluent of biogas digester in the Mekong Delta. Vietnam. Jirean Cantho University, Cantho Vietnam. 16:271-276.

Gambar

Gambar 1 Skema reaktor biogas plastik penelitian
Tabel 1 Format analisis margin kotor
Tabel 2 Alat dan bahan instalasi biogas
Tabel 5 Produksi pupuk padat dan cair keluaran biogas dalam  sebulan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Pitalah yang diberi probiotik Bacillus amyloliquefaciens dengan imbangan energi dan protein ransum

Hasil penelitian yang telah dilakukan dalam menentukan parameter fisis arang campuran dari bahan tempurung kelapa dan cangkang kelapa sawit dapat disimpulkan bahwa :

Berdasarkan hasil analisis antara hasil penghitungan dialektometri dan berkas isoglos terhadap 400 kosakata yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa di

Metode eksperimen adalah cara kerja peneliti dengan membuat kondisi buatan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek yang diteliti, dengan ciri adanya kontrol dalam pengamatan

lempung juga dipengaruhi oleh tingkat diagenesa batuan, sehingga biasanya mengalami peningkatan bersama dengan penambahan kedalaman. Mineral lempung jenis montmorilonit

Berdasarkanpembahasan di atas, kesimpulan yang dapatditarikyaitu akibat hukum Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 24/KPPU-I/2009 terhadap pelaku usaha yang

Desa Sidem Kecamatan Gondang yang berjarak 12 Km dari pusat kota masuk klasifikasi zona bingkai desa memiliki harga lahan sebesar Rp 178.571,-/m 2 terpaut

Saran dari peneliti ialah perlu diadakan lagi penelitian lanjutan yang mengambil dari sudut pandang lain dari cerita novel “ Catatan Hati seorang Istri” karya Asma Nadia,