• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1Kajian Teori

2.1.1 Hakekat IPA

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari.

Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. (Susanto, 2013: 167)

Pembelajaran IPA adalah scientific inquiry, yaitu pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. IPA bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga di dalam pembelajaran IPA di SD siswa harus mengalami/berbuat dan menemukan pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dari guru agar tetap dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam proses belajar mengajar, kebanyakan guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Hal lain yang menjadi kelemahan dalam pembelajaran IPA adalah masalah teknik penilaian pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata

(2)

hanya menekankan pada penguasaan konsep dengan tes tulis objektif dan subjektif sebagai alat ukurnya. Dengan cara penilaian seperti ini, berarti guru baru mengukur penguasaan materi saja dan itu masuk dalam ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan ini merupakan kelemahan pembelajaran di sekolah.

Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena kebanyakan guru tidak melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada pengembangan ketrampilan sains anak. Dan akhirnya, kegiatan pembelajaran hanya dilakukan terpusat pada penyampaian materi saja.

IPA secara umum dipahami sebagai ilmu yang berkembang menggunakan langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusun hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang banyak mempelajari diri sendiri, objek-objek yang ada di lingkungan dan alam sekitar. Hal ini telah tertuang pada Standar Isi dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa:

“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Sesuai dengan Permendiknas No.22 tahun 2006.

Artinya bahwa dalam mengajarkan IPA kepada siswa SD mulai proses penemuan ilmiah sederhana dengan menggunakan penggunaan benda atau alat peraga tiruan sesuai dengan apa yang diajarkan sehingga siswa diberi kesempatan untuk menyentuh, merasakan, melihat, mengembangkan dan melakukan agar siswa mampu menumbuhkan sikap rasa ingin tahu, mampu berproses dalam memecahkan masalah, mampu menghasilkan produk, dan mampu mengaplikasikan di dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran IPA lebih di tekankan pada pemberian pengalaman langsung, agar dapat mengembangkan kompetensinya. Dengan begitu siswa mampu memperoleh pengetahuanya lebih dalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA di SD memberikan manfaat bagi siswa agar mampu mempelajari dirinya sendiri, lingkunganya, dan alam sekitar.

(3)

2.1.2 Tujuan IPA

Pelajaran IPA merupakan salah satu alat pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP, 2006), dimaksudkan untuk:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keneradaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konse-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.1.3 Hasil Belajar

Dalam suatu pekerjaan yang sedang dilakukan pastinya akan dilakukan sebaik-baik mungkin oleh pekerjanya. Hal itu tidak lain adalah untuk menghasilkan suatu hasil pekerjaan yang baik. Demikian juga dengan belajar. Tujuan dari belajar yang dilakukan adalah menghasilkan hasil belajar yang baik, baik itu ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Menurut Suprijono dalam Thobroni (2015: 20) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa

(4)

yang dibimbingnya. Jadi, guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilan siswa diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai.

Menurut Bloom dalam Thobroni (2015: 21) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada ranah kognitif (pengetahuan) dengan hasil belajar intelektual. Ranah afektif (sikap) ranah ini mencakup watak perilaku seperti minat, sikap, nilai, dll. Ranah psikomotorik (keterampilan) kemampuan bertindak seseorang menerima pembelajaran atau pada kegiatan. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitif yang paling banyak untuk dinilai yang berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku, keterampilan dan kemampuan yang terjadi pada diri seorang siswa setelah dia mendapatkan pengalaman belajar. Perubahan tersebut mencakup semua perubahan yang bersifat progresif yang diharapkan kearah yang lebih baik. Bagi seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai. Perubahan ini tentunya setelah siswa berinteraksi dengan lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas, pengamatan, atau evaluasi. Artinya bahwa belajar IPA tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga dapat memperoleh pengalaman. Dikatakan belajar apabila mengalami suatu perubahan tingkah laku.

Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik dari ranah kognitif, afektif, ataupun psikomotorik setelah proses belajar berlangsung. Tujuan dari hasil belajar adalah sebagai alat ukur dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Karena setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung, dalam diri siswa pasti menangkap materi baru. Hanya saja daya tangkap untuk memahami masing-masing siswa berbeda. Maka dari itu diperlukanlah suatu evaluasi guna mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan belajar yang dilakukan. Dari evaluasi

(5)

belajar tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk melihat tingkat kemampuan siswa dalam menyerap materi yang telah dipelajari.

Hasil belajar merupakan aspek penting dalam suatu pembelajaran yang dilakukan. Karena hasil belajar merupakan alat yang digunakan sebagai titik ukur tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Hasil belajar yang tinggi adalah penggambaran dari tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, dan sebaliknya rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa adalah suatu penggambaran bahwa pembelajaran yang dilakukan kurang mencapai tujuan yang diharapkan. Maka dari pada itu, dalam suatu pembelajaran yang dilakukan, guru harus dapat menciptakan suatu pembelajaran yang baik guna mendapatkan hasil belajar yang tinggi dari siswa. Pembelajaran yang baik dapat dilakukan dengan cara mengembangkan keaktifan siswa dalam membangun pengetahunnya sendiri, sehingga pengetahuan yang didapatkan akan lebih bermakna untuk siswa. Pembelajaran yang bermakna tersebut dapat dalakukan dengan cara memilih metode, model, strategi pembelajaran yang tepat, salah satunya dengan model pembelajaran berbasis penemuan atau Discovery Learning.

2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di dalam kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan, dan pengelolaan kelas. Menurut Hosnan (2014: 337) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual/operasional, yang melakukan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan, dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disiapkan oleh

(6)

guru di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang serta melaksanakan pembelajaran.

2.1.5 Model Discovery Learning

Kegiatan belajar mengajar akan lebih bermakna atau lebih bersemangat apabila seorang guru dapat menggunakan metode, model dan strategi yang menarik dan bervariasi dalam proses mengajar. Salah satu model yang menarik untuk menumbuhkan semangat siswa yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme.

Bruner dalam Sumardjono, dkk ( 2012: 39) mengunggulkan discovery learning, belajar melalui upaya pengarahan indra sebagai cara bersentuhan langsung dengan pengetahuan. Klaim Bruner dinyatakan sebagai berikut:

1. Ketika siswa memperoleh pengalaman sukses sebagai penemu maka siswa memiliki rasa mampu/berkecakapan belajar.

2. Belajar penemuan adalah proses yang sangat berharga bagi siswa. Siswa merasakan kepuasan berkelanjutan ketika terbukti siswa mengalami rangkaian sukses memecahkan masalah.

3. Proses belajar penemuan memunculkan strategi. 4. Belajar penemuan mengembangkan ingatan siswa.

Menurut Bell dalam Hosnan (2014: 281), belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struk dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi baru.

Menurut Wilcox dalam Hosnan (2014: 281), dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

(7)

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran yang membuat siswa aktif dengan cara siswa diberi suatu masalah lalu menentukan hipoteses dan melakukan percobaan dan dari proses tersebut menghasilkan penemukan sesuatu yang baru atau menggabungkan sesuatu yang sudah ada dalam proses pembelajaran sehingga membuat siswa lebih bermakna.

2.1.6 Karakteristik Model Discovery Learning

Ciri utama belajar menemukan, yaitu (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, bereksperimen atau melakukan percobaan, dan menggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning

Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan belajar mengajar dengan discovery menurut Hosnan (2014: 287-289) adalah:

Tabel 2.1

Kelebihan dan kekurangan belajar mengajar dengan Discovery

Kelebihan penerapan Model

Discovery Learning

Kekurangann penerapan Model

Discovery Learning

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha menemukan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung begaimana cara belajarnya

b. Dapat meningkatkan kemampuan

a. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru dengan siswa.

b. Menyita waktu banyak

c. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan

d. Tidak berlaku untuk semua topic. 1. Berkenaan dengan waktu, strategi

(8)

siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)

c. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengetahuan, ingatan, dan transfer.

d. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

e. Situasi belajar mandiri lebih terangsang.

f. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada ekspositori

2. Kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas 3. Kesukaran dalam menggunakan

factor subjektivitas, terlalu cepat pada suatu kesimpulan.

4. Factor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran lama.

5. Tidak semua siswa dapat mengukuti pelajaran dengan cara ini.

Discovery Learning lebih menekankan pada kemampuan mental dan fisik para siswa/anak didik yang akan memperkuat semangat dan konsentrasi dalam melakukan kegiatan discovery.

2.1.8 Langkah-langkah Model Discovery Learning

Dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning di kelas terdapat tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar menurut Syah dalam Hosnan (2014: 289) sebagai berikut:

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan yang mengarah pada ingatan siswa atau mempersiapkan siswa pada pemecahan masalah dan masih terkait dengan materi pembelajaran.

(9)

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang di berikan oleh guru pada tahap stimulation dengan memilih salah satu pilihan dan merumuskannya menjadi hipotesis.

c. Data collection (Pengumpulan Data)

Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam permasalahan yang diberikan dengan cara melakukan uji coba, mengamati, dll. Dengan begitu siswa dapat menjawab pertanyaan benar tidaknya hipitesis yang diberikan.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Siswa mengolah informasi yang sudah di dapat, mentafsirkan dengan cara tertentu sehingga menghasilkan konsep atau generalisasi dari situ siswa dapat pengetahuan yang baru.

e. Verification (Pembuktian)

Tahap pembuktian dari pengolahan atau informasi yang sudah dilakukan siswa memeriksa secara cermat untuk membuktihan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan terbukti dengan baik maka hasilnya akan memuaskan.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Ditahap akhir ini siswa di ajak untuk menarik kesimpulan dan generalisasi yang sudah di lakukan.

Jadi sintak Discovery Learning dengan peran guru dan siswa yaitu: Tabel 2.2

Sintak Pembelajaran Model Discovery Learning

Fase Model Perilaku Guru Perilaku Siswa

a. Stimulation (Stimulasi/Pem berian

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa dengan mengarah pada persiapan pemecahan

Menyumak pertanyaan dari guru dan mulai berpikir untuk masalah yang diberikan.

(10)

rangsang) masalah b. Problem Statement (Pernyataan/Ide ntifikasi Masalah)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab permasalahan yang di beri salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

Siswa memjawab permasalahan dengan mengidentifikasi sebanyak mungkin dan kemudian dipilih untuk menentukan hipotesis.

c. Data Collection (Pengumpulan Data)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis

Siswa mulai berpikir aktif untuk banyak-banyak mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengolah data, melakukan percobaan atau eksperimen dengan informasi yang telah diperoleh para siswa.

Siswa melakukan percobaan/

eksperimen dengan

menggabungkan informasi yang telah diperoleh.

e. Verification (Pembuktian)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing

f. Generalization (menarik kesimpulan)

Guru bersama-sama dengan siswa menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan

Siswa menarik sebiah kesimpulan dari kegiatan yang sudah di lakukan.

(11)

berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Tabel 2.3

Pemetaan Pembelajaran Model Discovery Learning

Sintaks Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

a. Stimulation √ b. Problem Statement √ c. Data Colection √ d. Data Processing √ e. Verification √ f. Generalitation √

(12)

Tabel 2.4

Kerangka Berpikir Penggunaan Model Pembelajaran Discoveri Learning

S

I

N

T

A

K

1. Stimulation 2. Problem Statement 3. Data Colection 4. Data Processing 5. Verification 6. Generalitation

Dampak

Instruksional

1. Siswa dapat menjelaskan penyebab terkikisnya tanah oleh air hujan

2. Siswa dapat mempraktekkan pengikisan oleh air hujan

3. Siswa dapat menyimpilkan hasil diskusinya di depan kelas.

1. Minat dan motivasi siswa muncul 6. Kritis

2. Berani berbicara 7. Mandiri

3. Kerja sama 8. Disiplin

4. Tanggung jawab 9. Komunikatif

5. Rasa ingin tahu

Dampak Pengiring

Sistem Pendukung 1. Fasilitas kelas tatap muka 2. Media pembelajaran Prinsip Sosial 1. Teacher center 2. Kerja kelompok 3. Diskusi kelompok 4. Student center 5. Penugasan individu

Prinsip Reaksi

Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan

Model Pembelajaran

(13)

2.1.9 Media Pembelajaran

Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau pengantar. Media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Pengertian media pembelajaran secara luas adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi amtara pengajar dan pembelajaran dalam proses pembelajaran di kelas.

Arsyad (2011: 10) menyatakan bahwa:

Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengelaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai pada lambing verbal (abstrak). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena itu ia melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba.

Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran sangatlah penting sebagai alat menyalurkan materi pembelajaran, menginfirmasikan materi pembelajaran agar siswa terfokus dalam pendengaran, penglihatan, dan tertarik pada alat tersebut.

2.1.10 Manfaat Media Pembelajaran

Sudjana dan Revai (2005: 2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar peserta didik, yaitu:

1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh peserta didik dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

(14)

3. Metode atau model mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap mata pelajaran.

4. Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, demonstrasi dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar akan membuat pengajar atau guru lebih menarik dan bervariasi, pengajaran akan lebih bermakna bagi siswa, dan siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran, siswa tertarik, serta membuat siswa aktif untuk mengikuti pembelajaran.

2.1.11 Media Slide Powerpoint

Selain model pembelajaran, peneliti juga menggunakan media pembelajaran. Media pengajaran merupakan salah satu alat komunikasi dalam proses pembelajaran. Dalam media pembelajaran terdapat penyampaian pesan yang disiapkan guru untuk peserta didik. Pesan yang disampaikan berupa materi yang terkaiat dalam pembelajaran. Media pembelajaran mencakup bahan-bahan seperti papan tulis, buku pegangan, bagan, slide, OHP/OHT, objek-objek nyata, dan rekaman video atau film. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997: 2), media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi. National Education Associaton dalam Susilana dan Riyani (2009: 6) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Jadi media pembelajaran adalah alat atau bahan yang digunakan untuk suatu tindakan pembelajaran yang memfasilitasi siswa dalam menyampaikan pesan yang terkait dalam materi pembelajaran untuk tujuan pembelajaran.

(15)

Media Slide atau film bingkai adalah media visual yang memproyeksikan melalui alat yang disebut proyektor slide, Susilana dan Riyani (2009: 18). Jika melihat karakteristik siswa kelas IV Sekolah Dasar, siswa mampu berpikir secara abstrak dengan materi yang ditayangkan, mampu meningkatkan minat dan perhatian siswa dengan gambar atau warna yang menarik. Dengan penerapan model Discovery dan penggunaan media slide powerpoint maka siswa akan mendapatkan pengalaman dalam proses pembelajaran serta membantu memahami materi yang disampaikan.

Mustafa (Susilana dan Riyana, 2008:102) mengemukakan ada tiga tipe penggunaan Powerpoint, yaitu sebagai berikut:

1. Personal Presentation: digunakan dalam presentasi pembelajaran klasikal seperti kuliah, training, seminar, dan workshop. Powerpoint sebagai alat bantu intruktur/guru untuk presentasi menyampaikan materi dengan bantuan media powerpoint. Dalam hal ini control terletak pada intruktur/guru.

2. Stand Alone: dirancang khusus untuk pembelajaran individual yang bersifat interaktif, meskipun kadar interaktifnya tidak terlalu tinggi namun mampu menampilkan feedback yang sudah deprogram.

3. Web Based: diformat menjadi file web (html) sehingga program muncul sebagai browser yang dapat menampilkan internet.

Microsofl Powerpoint adalah suatu software yang akan membantu dalam menyususun sebuah presentasi yang efektif, professional, dan juga murah. Merupakan salah satu program yang dikembangkan sebagai program yang berbasis multimedia, Yahya Jaka Supriyatno (Jurnal).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Microsoft Powerpoint merupakan salah satu software yang akan membantu dalam menyususn atau mempersiapkan sebuah bahan yang akan di presentasikan yang efektif dan juga mudah. Media powerpoint dapat membantu guru untuk meringkas materi, dapat dikembangkan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa dan mampu menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar.

(16)

2.1.12 Kelebihan dan Kelemahan Microsoft Powerpoint

Sunaky (2009: 135-136) mengemukakan mengenai kelebihan dan kelemahan Microsoft Powerpoint berikut:

1. Kelebihan Microsoft Powerpoint

a. Praktis dapat dipergunakan untuk semua ukuran kelas.

b. Memberikan kemungkinan tatap muka dan mengamati respons dari penerima pesan

c. Memberikan kemungkinan pada penerima pesan untuk mencatat

d. Memiliki variasi teknik penyajian yang menarik dan atau tidak membosankan

e. Memungkinkan penyajian dengan berbagai kombinasi warna, animasi, dan bersuara

f. Dapat dipergunakan berulang-ulang

g. Dapat dihentikan pada setiap sekuens belajar, karena control sepenuhnya pada komunikator

h. Lebih sehat dibandingkan dengan papan tulis dan OHP 2. Kelemahan Microsoft Powerpoint

a. Pengadaannya mahal dan tidak semua sekolah dapat memiliki

b. Memerlukan perangkat keras (hardware) yaitu computer dan LCD untuk memproyeksikan pesan

c. Memerlukan persiapan yang matang, bila menggunakan teknik-teknik penyajian (animasi) yang kompleks

d. Diperlukan keterampilan khusus dan kerja yang sistematis untuk menggunakanya

e. Menuntut keterampilan khusus untuk menuangkan pesan atau ide-ide yang baik pada desain program komputer Microsoft Powerpoint sehingga mudah dicerna oleh penerima pesan.

(17)

f. Bagi pemberi pesan yang tidak memiliki keterampilan menggunakan, dapat memerlukan operator atau pembantu khusus.

2.2Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar siswa kelas V pada Mata Pelajaran IPA dengan metode Discovery di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 oleh Yohanes Andri Kristiawan. Peneliti menjelaskan bahwa penggunaan metode Discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V di SDN Tingkir 02 Salatiga dari kondisi awal siswa tuntas 23, siklus I 30 siswa tuntas, dan di siklus II 27 siswa yang tuntas dengan jumlah siswa 39.

Peneliti lain dengan judul “Peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan motode Discovery pada siswa kelas VI SD Negeri I Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Pembelajaran 2011/2012 oleh Pratiknjo. Peneliti penjelaskan bahwa dengan model Discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI dari prasiklus yang tuntas 15 siswa dari 37 jumlah siswa, peneliti melakukan siklus I dengan kenaikan siswa tuntas sebanyak 26 anak, dan di siklus II 30 siswa tuntas. Berdasarkan data diatas bahwa hasil belajar IPA dengan menggunakan metode Discovery mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Peneliti lain oleh Aris Kkukuh Prasetyo dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Metode Discovery di SDN Sidorejo Lor 05 Kecamatan Sidorejo Salatiga Semester I Tahun 2009/2010. Peneliti menjelaskan bahwa seorang guru untuk meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran IPA khususnya kelas V, perlu penggunaan metode Discovery, guru kiranya selalu mengadakan perbaikan pembelajaran pada siswa yang belum mencapai nilai yang diharapkan dengan menggunakan metode yang sesuai karakteristik anak.

(18)

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tentang pemanfaatan model Discovery dalam pembelajaran, dapat ditarik kesimpulan bahwa model Discovery menjadi salah satu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar, minat belajar, dan prestasi belajar. Model pembelajaran yang mengajak siswa untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang diberikan.

2.3Kerangka Pikir

Model Discovery dapat digunakan dalam pembelajaran IPA, yang meurut pola pembelajaran aktif, kreatif, dan inovatif. Melaui pembelajaran penggunaan model Discovery akan menambah pengetahuan siswa melalui lingkungan sekitar. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Model discovery merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dan mengajak siswa untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Model yang dapat dipilih dalam pengajaran IPA di SD meningkat diperlukan suatu bentuk kegiatan yang dapat mengarahkan siswa untuk menemukan suatu konsep melalui pengujian atau penemuan secara langsung

(19)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran dengan model Discovery Learning berbantuan media slide powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Kopeng 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015-2016.

2. Penerapan pembelajaran dengan model Discovery Learning berbantuan media slide powerpoint melalui langkah-langkah yaitu stimulation (pemberian

Model Discovery Stimulation (Stimulasi/pemberian rangsang) Problem Statement (Pernyataan/identifikasi masalah) Data Collection (Pengumpulan Data) Data Processing (Pengolahan Data) Verification (Pembuktian) Generalitation (Menarik kesimpulan/generalisasi) Hasil Belajar Siswa Meningkat

(20)

rangsang), problem statement (identifikasi masalah), data collection (pengumpulan data), data processing (pengolahan data), verification (pembuktian), dan generalitation (menarik kesimpulan), dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Kopeng 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015-2016.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

pengetahuan orang tua, personal hygiene , sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kejadian penyakit skabies pada wilayah kerja puskesmas.

Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data yang dapat dijadikan. sebagai sumber website

Hubungan FDR dengan CAR dalam jangka pendek yaitu hubungan yang signifikan negatif, sedangkan dalam jangka panjang terdapat hubungan (pengaruh) signifikan positif antara FDR

Nilai-nilai tersebut telah diolah berdasarkan jawaban dari responden dari pertanyaan mengenai literasi keuangan yang ditunjukkan melalui lima indikator pengukur yakni

Dari hasil penelitia lanjut usia yang memiliki pasangan hidup mengalami sebagian besar tingkat kesepiannya adalah tingkat kesepian rendah 24 orang (60%) dan pada lanjut

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak pra sekolah di TK Al-Marni desa Ellak Laok Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, dengan jumlah

Tampilan menu info nilai kriteria untuk menampilkan data kriteria dari siswa untuk melakukam perhitungan penentuan beasiswa, adapun tampilan menu info nilai kriteria