• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassis alata L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassis alata L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO

Faisnur Iman17, Joko Waluyo18, Iis Nur Asyiah19

Abstract. Suffer from worms is a chronic and endemic disease caused by parasite worm in high prevalence, not deadly, but gnaw the health of the people therefore decrease the nutrient. Ketepeng cina leaf contains active substances such as saponin which is believed to have anthelmintic power. The objective of this research is to know the anthelmintic power of ketepeeng cina leaf extract (Cassia alata L.) on Ascaris suum by in vitro. This research is a laboratory experimental research with two-factor completely randomized design. The samples are divided into six experimental groups. These groups are negative control which is incubated in physiological salt solution, positive control with pyrantel pamoate solution 1%, and experimental groups in ketepeng cina extract solution with 20%, 40%, 60%, and 80% concentration. The mortalities of the worms are counted in each 3 hours of observation until the limit of observation time. Data analysis is done by using variant analysis (ANAVA) two ways. If there is any difference, it is continued by Duncan Test with confidence level 95% (p<0.05), shapiro-wilk normality test, and Probit analysis by using Minitab 14. According to the probit analysis, LC50 of ketepeng cina leaf extract is 39.98%. LT50 ketepeng cina leaf extract with 40% concentration is 11.33 hour, LT50 ketepeng cina leaf extract with 60% concentration is 8.71 hour, and LT50 ketepeng cina leaf extract with 80% concentration is 3.15 hour, while LT50 pyrantel pamoate 1% is 2.94 hour on Ascaris suum by in vitro. From the experiment, it can be concluded that ketepeng cina leaf extract (Cassia alata L.) has anthelmintic power on Ascaris suum by in vitro

Key Words: Ascaris suum, Cassia alata L., extract

PENDAHULUAN

Penyakit cacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Indonesia sebagai negara tropis merupakan daerah yang berpotensi tinggi untuk terjadinya penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthes = STH) salah satunya adalah askariasis yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides. Selain cacing Ascaris lumbricoides, cacing yang menyebabkan askariasis yang bersifat zoonosis seperti Ascaris suum. Penularan Ascaris suum ini dapat terjadi dari babi kepada manusia.

Pengobatan askariasis di Indonesia sendiri kebanyakan masih menggunakan obat-obatan sintetis produksi pabrik. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping

17 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

18 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember 19Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember

(2)

terhadap masing-masing individu penggunanya. Oleh karena itu pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan herbal yang minim efek samping terhadap tubuh manusia saat ini perlu diteliti lebih lanjut.

Salah satu tanaman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat pada penyakit cacingan adalah ketepeng cina. Selama ini ketepeng cina banyak dimanfaatkan secara tradisional, antara lain adalah sebagai antiparasit, laksan, kurap, kudis, panu, eksem, malaria, sembelit, radang kulit bertukak, sifilis, herpes, influenza, dan bronkitis. Daun Ketepeng Cina memiliki kandungan penting seperti alkaloid, saponin, tannin, steroid, antrakuinon, flavonoid, dan karbohidrat (Sule et al, 2010). Senyawa saponin mempunyai efek menghambat kerja enzim khemotripsin, asetilkolinesterase dan preoteinase. Senyawa aktif saponin yang menghambat kerja asetilkolinesterase akan menyebabkan paralisis spastik otot yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) terhadap Mortalitas Cacing Ascaris suum Dewasa Secara In Vitro”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris, dengan rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial kombinasi perlakuan yang terdiri atas 2 faktor yaitu konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina dan waktu perlakuan dengan 3 kali pengulangan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, blender kering, labu erlenmeyer, beaker glass 250 ml, gelas ukur, corong, timbangan digital, cawan petri, mikropipet, pipet volume, labu penguap, rotary evaporator, stopwatch, pipet, tabung reaksi, pengaduk/spatula, stoples, dan inkubator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ketepeng cina (Cassia alata L.) yang diperoleh dari Gunung Kumitir Kalibaru, cacing Ascaris suum betina dewasa yang didapat dari Balai Pemotongan Hewan di daerah Denpasar Bali, NaCl 0,9%, etanol 96%, alkohol 90%, tween 80%, pyrantel pamoat 125 mg, aquades, alumunim foil, dan kertas saring.

(3)

Cacing Ascaris suum diidentifikasi berdasarkan pengamatan morfologi cacing. Pengamatan morfologi ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap jenis kelamin dengan melihat ujung posterior dimana cacing jantan mempunyai ujung posterior melengkung ke ventral sedangkan cacing betina tidak ada lengkungan, serta pengamatan terhadap panjang dan ukuran cacing,

2. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji

Pembuatan larutan untuk perlakuan dibuat dengan cara mengencerkan ekstrak daun ketepeng cina pada konsentrasi yang diinginkan dengan menggunakan rumus :

3. Uji Akhir Pengujian Ascaris suum secara In vitro.

Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan 6 buah cawan petri, masing-masing berisi larutan NaCl 0.9% sebanyak 20 ml sebagai kontrol negatif serta larutan pirantel pamoat 125 mg 1% sebanyak 20 ml sebagai kontrol positif dan ekstrak daun ketepeng cina sebanyak 20 ml dalam konsentrasi 20%; 40%; 60%; dan 80% yang terlebih dahulu dihangatkan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama kurang lebih 10 menit. Cacing Ascaris suum sebanyak 5 ekor diletakkan pada masing-masing cawan petri. Penelitian dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Diinkubasi pada suhu 37ºC. Untuk melihat apakah cacing telah mati setelah diinkubasi, cacing-cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk. Jika cacing diam, dipindahkan ke dalam air panas pada suhu 50°C. Apabila dengan diusik cacing tetap diam, berarti cacing tersebut telah mati dan jika masih bergerak berarti cacing hanya mengalami paralisis.

4. Pengamatan.

Pengamatan dilakukan setiap 3 jam selama 24 jam. Keadaan semua kelompok perlakuan diamati untuk mencari kematian jumlah cacing. Jumlah cacing yang mati dihitung dan dimasukkan dalam tabel.

5. Pengumpulan Data.

Hasil yang diperoleh dicatat. Data hasil yang telah diperoleh dari pengamatan dimasukkan dalam tabel dan diklasifikasikan menurut perlakuan, jumlah cacing yang mati dan waktu pengulangan. Dari tabel tersebut, hasilnya akan dianalisis dan dimasukkan dalam perhitungan statistik.

(4)

6. Analisis Data Penelitian.

Data jumlah kematian cacing setiap jamnya dianalisa menggunakan tabel dan grafik. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dewasa betina diuji dengan menggunakan ANAVA dua arah dengan taraf kepercayaan 95%. Jika terdapat siginifikansi, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Untuk mengetahui nilai Lethal Concentration50 (LC50) dan Lethal Time50 (LT50) dianalisis menggunakan

analisis probit dengan bantuan softwareMinitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) dua arah untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dewasa betina, dengan derajat kepercayaan 95% (p<0,05). Berdasarkan hasil Uji ANAVA menunjukkan bahwa F.hit konsentrasi * F.hit waktu mempunyai nilai sig. < 0,05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi berinteraksi positif dengan pengaruh waktu terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dengan nilai signifikansi kurang dari 1%, sehingga analisis dapat dilanjutkan dengan Uji Duncan (ukuran tiap sampel sama) dengan derajat kepercayaan 95% (p<0.05). Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda nyata baik waktu dan konsentrasi terhadap mortalitas cacing bila dibandingkan dengan kontrol negatif. Berdasarkan hasil Uji Duncan dapat diketahui bahwa masing-masing kombinasi perlakuan memiliki perbedaan yang nyata terhadap mortalitas cacing Ascaris suum betina dewasa dengan 40 parameter pengujian, kecuali pada perlakuan-perlakuan yang berada dalam 1 garis yang sama, berarti perlakuan-perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.

Selain dianalisis dengan menggunakan ANAVA, juga dilakukan analisis probit untuk mengetahui besarnya Lethal Concentration 50 (LC50) dan Lethal Time 50 (LT50)

konsentasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum betina dewasa dengan menggunakan program komputer Minitab 14. Normalitas data lebih dahulu diuji menggunakan uji shapiro-wilk, setelah itu

(5)

dilanjutkan dengan uji analisis probit. Hasil analisi probit LC50 dapat dilihat pada Tabel

1 sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Analisis Probit persentase mortalitas cacing dengan LC50

Mortalitas Cacing (%) Konsentrasi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (%) 1 13.03 2 15.67 3 17.47 4 18.88 5 20.06 6 21.08 7 21.99 8 22.82 9 23.57 10 24.27 20 29.61 30 33.53 40 36.88 50 39.98

Berdasarkan analisis probit didapatkan bahwa LC50 mortalitas kematian cacing

adalah 39.98% konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina.

Pada penelitian ini efektivitas konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina dibandingkan dengan pyrantel pamoate 1%, dengan cara mencari waktu kematian konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina 20%, 40%, 60% dan 80% dengan pyrantel pamoate %. Didapatkan bahwa konsentrasi 20% bukan merupakan konsentrasi minimum dari ekstrak ketepeng cina yang mampu membunuh cacing Ascaris suum sebanyak 50% dalam waktu pengamatan 12 jam. Perbandingan efektivitas konentrasi ekstrak daun ketepeng cina 40%, 60, dan 80% dengan pyrantel pamoate 1% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Probit perbandingan hasil LT50 kontrol (+) 1% dengan LT50 konsentrasi

40%, 60%, dan 80% ekstrak dalam waktu pengamatan 12 jam Mortalitas

Cacing (%) Kontrol Positif

Konsentrasi Ekstrak 40% Konsentrasi Ekstrak 60% Konsentrasi Ekstrak 80% 1 1.27 5.51 3.85 0.44 2 1.45 6.21 4.41 0.61 3 1.59 6.66 4.77 0.74 4 1.67 7.00 5.05 0.85 5 1.75 7.28 5.27 0.94

(6)

6 1.82 7.52 5.47 1.03 7 1.88 7.73 5.64 1.11 8 1.93 7.91 5.79 1.18 9 1.98 8.08 5.93 1.25 10 2.02 8.24 6.06 1.32 20 2.35 9.36 7.00 1.87 30 2.58 10.14 7.66 2.32 40 2.77 10.78 8.21 2.74 50 2.94 11.36 8.71 3.15

Berdasarkan analisis probit didapatkan bahwa LT50 ekstrak daun ketepeng cina

konsentrasi 40% adalah 11.36 jam, LT50 ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 60%

adalah 8.71 jam, dan LT50 ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 80% adalah 3.15 jam

sedangkan LT50pyrantelpamoate 1% adalah 2.94 jam.

Grafik 1. LT50 mortalitas cacing uji Ascaris suum hingga 50%

Pada penelitian ini, untuk menghindari dan meminimalkan adanya pengaruh lingkungan terhadap mortalitas Ascaris suum, lingkungan atau medium tempat percobaan dikondisikan sehomogen mungkin berdasarkan lingkungan atau habitat asli tempat cacing hidup. Pengkondisian tersebut dibuat dengan cara pemakaian larutan NaCl 0,9% sebagai medium cacing dan suhu 37oC pada inkubator, sehingga kematian Ascaris suum pada pengamatan 3 jam pertama sampai 24 jam bukan merupakan akibat dari faktor lingkungan, melainkan akibat dari perlakuan dalam perendaman ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.).

Berdasarkan pengamatan, cacing yang mati memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tubuh cacing lunak atau lembek saat disentuh, warna tubuh putih pucat dan lebih transparan dari pada cacing Ascaris suum perlakuan kontrol, sehingga organ dalam

0 2 4 6 8 10 12 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%20%30%40%50% Waktu ( jam )

Grafik Lethal Time

50

kontrol positif ekstrak 40% ekstrak 60% ekstrak 80%

(7)

cacing terlihat lebih jelas. Berubahnya kutikula ini dimungkinkan akibat terdegradasinya protein sehingga pada kutikula hanya tertinggal serabut kolagen dan lapisan keratin.

Kontrol negatif dalam penelitian ini digunakan larutan NaCl 0,9% karena bersifat isotonis (mempunyai sifat sama dengan cairan tubuh inang) sehingga tidak merusak membran sel tubuh cacing. Media berisi cacing dimasukkan dalam inkubator dengan suhu berkisar antara 37-38°C. Berdasarkan hasil uji pendahuluan serta penelitian diketahui bahwa cacing Ascaris suum mampu bertahan hidup selama kurang lebih 120 jam atau 5 hari dalam larutan NaCl 0,9% dan suhu 37oC. Penelitian Fabrianta menyebutkan bahwa cacing Ascaris suum dapat hidup dalam larutan NaCl 0,9% dan suhu 37oC hingga 3 hari.

Setiap cacing Ascaris suum memiliki perebedaan daya adaptasi terhadap zat toksik di lingkungannya. Menurut Connel dan Miller, setiap individu memiliki daya adaptasi yang berbeda-beda terhadap lingkungan, sehingga waktu yang dibutuhkan zat aktif dalam ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) untuk mematikan cacing berbeda-beda pada tiap individu.

Kemampuan ekstrak daun ketepeng cina untuk membunuh cacing Ascaris suum mungkin disebabkan karena adanya senyawa aktif tertentu yang terkandung di dalamnya. Daun ketepeng cina diketahui memiliki senyawa aktif berupa alkaloid, saponin, tannin, steroid, antrakuinon, dan flavonoid[11]. Saponin merupakan suatu jenis glikosida yang mempunyai rasa pahit. Cara kerjanya adalah dengan menurunkan tegangan permukaan (surface tension) pada dinding membran[12]. Senyawa saponin mempunyai efek menghambat kerja enzim khemotripsin, asetilkolinesterase dan preoteinase. Senyawa aktif saponin yang menghambat kerja asetilkolinesterase akan menyebabkan paralisis spastik otot yang akhirnya dapat menimbulkan kematian pada cacing Ascaris suum. Enzim asetilkolinesterase merupakan enzim yang paling penting di dalam transmisi impuls saraf.

Asetilkolinesterase mengkatalisis hidrolisis asetilkolin (suatu senyawa neurotransmitter) yang berfungsi di dalam bagian sinaps yang dihasilkan oleh ujung saraf yang telah menerima impuls. Terhambatnya enzim asetilkolinesterase maka akan berpengaruh juga terhadap aktifitas otot-otot pada cacing Ascarissuum. Karena apabila asetilkolinesterase terhambat maka asetilkolin tidak dapat berdifusi ke membran

(8)

pascasinaps untuk bergabung dengan suatu reseptor. Apabila asetilkolin tidak dapat bergabung dengan reseptor, depolarisasi untuk permulaan kontraksi otot pun tidak akan dapat terjadi. Otot dan saraf merupakan organ kedua yang terlebih dahulu mengalami kerusakan, mengingat letaknya yang berada langsung dibawah kutikula.

Paralisis otot oleh zat antihelmitik dapat ditunjukkan dari penurunan tingkat pergerakan cacing. Kelumpuhan otot tidak hanya berpengaruh terhadap pergerakan cacing saja, akan tetapi dalam waktu yang lama kelumpuhan otot juga akan berpengaruh terhadap pencernaan cacing. Otot-otot pada sistem pencernaan cacing akan tidak berfungsi. Akibatnya, cacing tidak lagi dapat melakukan aktifitasnya dalam mencerna makanan, karena cacing Ascaris suum membutuhkan otot untuk menelan makanan inang.

Pyrantel pamoate digunakan sebagi kontrol positif pada penelitian ini karena pyrantel pamoate dapat membunuh cacing dengan cara merusak struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Selain itu, obat ini juga menghambat penyerapan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi deplesi glikogen pada cacing. Pemilihan pyrantel pamoate ini dikarenakan pyrantel pamoate merupakan terapi lini pertama dari askariasis.

LC50 dan LT50 digunakan sebagai standar untuk penelitian ini. Hal ini

disebabkan dalam penelitian ini, dihitung konsentrasi kelompok perlakuan yang mengakibatkan kematian cacing Ascaris suum sebanyak 50% dan waktu kematian cacing hingga mencapai jumlah kematian 50%. Berdasarkan uji analisis probit terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa LC50 ekstrak daun ketepeng

cina adalah 39.98%sedangkan LT50ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 40% adalah

11.36 jam, LT50 ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 60% adalah 8.71 jam, dan LT50

ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 80% adalah 3.15 jam. Pada penelitian ini efek antihelmintik ekstrak daun ketepeng cina dibandingkan dengan pyrantel pamoate 1% yang memiliki LT50 sebesar 2.94 jam. Meskipun begitu, konsentrasi ekstrak daun

ketepeng cina 80% yang memiliki nilai LT50 sebesar 3.15 jam hampir setara dengan

keefektifan pyrantel pamoate 1% yang memiliki nilai LT50 sebesar 2,94 jam.

Data hasil analisi probit perbandingan LT50 variasi konsentrasi ekstrak daun

ketepeng cina dengan LT50 pyrantel pamoate 1% (Tabel 2), menunjukkan bahwa daya

(9)

pyrantel pamoate. Hal itu merupakan hal yang wajar mengingat pyrantel pamoate merupakan terapi lini pertama terhadap penyakit askariasis. Akan tetapi pyrantel pamoate memiliki beberapa efek samping seperti sakit perut, anoreksia, sakit kepala, dan pusing yang dapat timbul segera setelah pemberian obat. SSedangkan daun ketepeng cina sendiri hingga saat ini belum dilaporkan adanya keluhan efek samping penggunaanya.

Menurut Shargel dan Yu, pengaruh suatu obat atau zat aktif tergantung dari jumlah partikel dan lamanya waktu pemaparan. Reaksi zat aktif pada ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap Ascaris suum dewasa betina memerlukan waktu yang relatif lama untuk sampai pada organ sasaran. Selain karena kelarutannya dalam air, zat aktif pada ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.), salah satunya yaitu saponin, juga harus melewati beberapa lapisan dinding Ascaris suum untuk dapat masuk ke dalam tubuh cacing Ascaris suum.

Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang dapat larut dalam air maupun etanol[17], sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat melewati

membran sel dan berpengaruh terhadap sel dan organ sasaran. Menurut Shargel & Yu[16], obat memerlukan waktu untuk mencapai sasaran organ yang dituju dan melewati membran sel. Selain itu faktor yang mempengaruhi lama reaksi obat atau zat aktif adalah kemampuannya dalam melewati membran sel. Obat atau zat kimia yang larut dalam lemak lebih mudah melewati membran sel dari pada obat atau zat kimia kurang larut dalam lemak (larut dalam air).

Penelitian yang telah dilakukan ini membuktikan bahwa beberapa konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) memberikan pengaruh signifikan terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dewasa betina secara in vitro.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) berpengaruh signifikan terhadap mortalitas Ascaris suum betina dewasa.memiliki Lethal Concentration 50 (LC50) sebanyak 39.98%

dan Lethal Time 50 (LT50) ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 40% adalah 11.36

(10)

ekstrak daun ketepeng cina konsentrasi 80% adalah 3.15 jam sedangkan LT50 pyrantel

pamoat 1% adalah 2.94 jam terhadap Ascaris suum secara in vitro.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum secara in vivo, zat aktif yang memiliki daya antihelmintik lebih dominan pada daun ketepeng cina (Cassia alata L.), dan penelitian lanjutan mengenai manfaatdaun ketepeng cina (Cassia alata L.) selain sebagai antihelmintik.

DAFTAR PUSTAKA

Connel DW dan Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UniversitasIndonesia Press.

Fabrianta, D. M. 2013. Uji Daya Antelmintik ekstrak Ethanol Rimpang (Zingiber purpureum Roxb.) terhadap Ascaris Suum secara In Vitro. http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/MAJALAH0910710058.pdf Diakses tanggal 15 Juni 2013.

Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke VI. Jakarta: Salemba Medika.

Kastawi Y, Indriwati SE, Ibrohim, Masjhudi, dan Rahayu SE. 2001. Common Textbook: ZoologiAvertebrata. Malang: JICA Universitas Negeri Malang.

Kuntari, T. 2008. Daya Antelmintik Air rebusan Daun Ketepeng (Cassia allata L.) terhadap Cacing Tambang Anjing in vitro. Jurnal Logika, (5)1: 19-22.

Liener, I.E., 1969. Toxic Constituens of Plant Foodstuffs. New York: Academic Press.

Nejsum, P., Paker, D.E., Frydenberg, Roepstorff, J., Boes, A., Haque, J., Astrup, R., Prag, I., dan Skov, S. 2005. Ascariasis Is a Zoonosis in Denmark. Journal of Clinical Microb, 43(3): 1142 – 1148.

Nio K., Ocy. 1989. Zat-zat Toksik yang secara Alamiah Ada pada Tumbuhan Nabati. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.

Rahayu, S. D. dan Sundari, S. 2007. Efek Antelmintik Perasan Wortel (Daucus carota) terhadap Ascaridia galli. Yogyakarta: Mutiara Medika.

Rashmaliah. 2001. Ascariasis Dan Upaya Penanggulangannya. http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Download&file=index &req=getit&lid=229:1. Diakses tanggal 13 Juni 2013.

(11)

Shargel L, and Yu ABC. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Fasich dan Siti Sjamsiah. Surabaya: Airlangga University Press.

Sherman IG, and Sherman VG. 1988. The Invertebrates Function and Form. New York;MacMillan Publishing Co. Inc.

Suhara. 2010. Pengantar Tentang Enzim. http://upi.ac.id. Diakses tanggal 15 September 2013.

Sule WF, Okonko O, Joseph TA, et al. 2010. In Vitro Antifungal Activity of Senna alata Linn. Crude Leaf Extract. http://www.medwelljournals.com/. Diakses tanggal 13 Juni 2013.

Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Zain, A. I. 2012. Ekstraksi Pelarut. http://tugasfarmasiqu.blogspot.com /2012/05/ ekstraksi- pelarut.html#!/2012/05/ekstraksi-pelarut.html. Diakses tanggal 13 Juni 2013.

(12)

Gambar

Tabel 2. Hasil Analisis Probit perbandingan hasil LT 50  kontrol (+) 1% dengan LT 50   konsentrasi  40%, 60%, dan 80% ekstrak dalam waktu pengamatan 12 jam
Grafik Lethal Time 50

Referensi

Dokumen terkait

percakapan yang disadari atau yang signifikan adalah mekanisme yang jauh lebih memadai dan efektif untuk saling menyesuaikan diri dalam tindakan sosial ketimbang isyarat

Menggambarkan bagaimana organisasi bergerak, mengkompensasi, dan memberi penghargaan terhadap staff untuk mencapai kinerja tinggi. Selain itu juga menggambarkan penilaian

Stasiun penerimaan, stasiun pemurnian dan stasiun puteran termasuk komponen agak kritis (ECR3) yang berarti seluruh komponen pendukung atau fasilitas lain yang

Dari uraian seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran team quiz dengan

Selain itu juga dilakukan perbandingan kualitas dan kuantitas isolat DNA padi varietas lokal Sumatera Selatan dengan menggunakan aksesi yang sama untuk meneliti

dibangun berdasarkan gejala humor dan amanatnya sebagai satu kesatuan pemaknaan. Gejala humor dalam kumpulan cerita Abu Nawas didominasi pada pengembangan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/IX/1990 maka parameter kimia yang diperiksa untuk sampel air limbah adalah pH, DO, BOD, COD, nitrat,

Dalam penetapan target pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Way Kanan agar berpedoman kepada