• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bandrek: Minuman Khas Jawa Barat sebagai Obat Tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bandrek: Minuman Khas Jawa Barat sebagai Obat Tradisional"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Bandrek: Minuman Khas Jawa Barat sebagai Obat Tradisional

Rita Puspitasari

Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

ritapuspita35@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang memiliki tanah yang subur. Kekayaan alam di Indonesia tidak bisa dipungkiri lagi membentang dari Sabang hingga Merauke. Kekayaan alam ini bisa digunakan untuk bahan makanan, perindustrian, bahkan untuk dijadikan bahan obat-obatan tradisional. Berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, mendorong manusia untuk melakukan penelitian salah satunya pada bidang farmasi. Obat-obatan tradisional atau orang biasa menyebutnya jamu terus dikembangkan. Ilmuan dari dunia kesehatan khususnya bidang farmasi berlomba-lomba mengembangkan obat-obatan tradisional yang ada di Indonesia. Di Indonesia, minuman tradisional umumnya dibuat dari bahan dasar rempah-rempah, salah satu yang banyak digunakan adalah jahe. Minuman tradisional yang berbahan dasar rempah-rempah, selain memiliki citarasa yang khas, juga telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu minuman tradisional khas Jawa Barat yang memiliki manfaat bagi kesehatan adalah bandrek. Bandrek dapat dikategorikan ke dalam pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan yang positif terhadap sistem metabolisme manusia disamping fungsi gizi dasar. Beberapa khasiat dalam bandrek antara lain dapat menghangatkan tubuh, mencegah masuk angina, batuk, influenza, rematik, melancarkan pencernaan, dan menurunkan tekanan darah.

(2)

ABSTRACT

Indonesia is a country that has a fertileland.Indonesia’s natural resources is extraordinary, seen from Sabang to Merauke. Natural resources could becused for food, industry, even for traditional medicines. The development of technology and science, encourages people to do researche specially in pharmaceutical field. Traditional medicines, people called “Jamu” (herbal medicine) continues to be developed.Scient ist from medical especially pharmaceutical field continues to developing traditional medicine in Indonesia. In Indonesia, traditional drinks are generally made from basic ingridients of spices, the most widely used is ginger. Traditional drinks that made from spices have unique taste, and has proven beneficial for helath. One of the typical traditional drinks from Jawa Barat is bandrek. Bandrek can be categorized into functional food. Functional food is that can provide positive added benefits for human metabolic system in addition to basic nutritional functions. Some of benefits in bandrek are can warm the body, prevent colds, influenza, rheumatism, launch digestion and promote blood circulation.

Keyword: Bandrek, herbs and spices, traditional medicines.

PENDAHULUAN

Tanah yang subur dan berkah kekayaan alam dari yang maha kuasa, membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki banyak potensi. Beragam kesenian dan tradisi juga turut mewarnai disetiap penjuru negeri ini. Kekayaan alam negeri ini mampu mencukupi kebutuhan makanan, industri, bahkan untuk dunia kesehatan (farmasi).

(3)

Kebudayaan dan tradisi di Indonesia melahirkan beragam obat-obatan tradisional. Obat-obatan ini terbuat dari hasil kekayaan nabati yang ditanam di tanah ibu pertiwi ini. Beragam obat-obatan ini atau biasa dikenal dengan jamu, merupakan obat yang terbuat dari beragam tanaman. Jamu sendiri biasa mengunakan akar, batang, daun, bunga, buah, ataupun kulit dari tanaman. Berbagai ramuan obat-obat tradisional sudah ada sejak zaman dahulu dan turun temurun hingga sekarang. Bedanya dari segi teknologi pembuatan dan bahan campuran pada obat tersebut dimana sekarang tak jarang dicampur dengan zat kimia campuran obat.

Obat-obatan tradisional biasanya menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan atau rempah-rempah. Selain itu, yang menggunakan tumbuh-tumbuh-tumbuhan sebagai bahan utama bukan hanya obat tradisional, melainkan minuman tradisional pun menggunakan rempah-rempah seperti bandrek. Pada awalnya, bandrek dikonsumsi untuk menghangatkan badan, tetapi karena bandrek terbuat dari bahan alami, bisa dikategorikan sebagai pangan fungsional. Bandrek menggunakan jahe merah sebagai bahan baku untuk menimbulkan citarasa pedas. Senyawa nonvolatile seperti gingerol dan zingiberon menyebabkan rasa pedas pada jahe. Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi daripada jahe lainnya. Kayu manis dan cengkeh akan memberi aroma yang khas dan gula merah untul rasa manisnya. Gula merah yang biasa digunakan dalam pemuatan bandrek berasal dari aren. Gula aren ini mempunyai nilai yang sangat tinggi karena aromanya dinilai lebih baik daripada jenis gula lainnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan obat tradisional serta mendeskripsikan dan menjelaskan khasiat yang terkandung dalam bahan pembuat minuman khas Jawa Barat, bandrek. Sehingga dapat menambah wawasan mengenai obat-obatan tradisional, khususnya rempah-rempah yang digunakan dalam membuat bandrek.

(4)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah sebuah metode riset yang sifatnya deskriptif, menggunakan analisis, mengacu pada data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan pendukung.

TINJAUAN TEORITIS

Minuman Tradisional/Minuman Khas

Makanan atau minuman tradisional adalah makanan dan minuman yang termasuk jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat tertentu di Indonesia (Yusuf, 2002). Biasanya makanan atau minuman tradisional diolah dari resep yang telah lama dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang diperoleh melalui sumber lokal dan memiliki citarasa yang khas. Terdapat lima tahapan dalam melakukan penelitian ini, yaitu mengangkat permasalahan, memunculkan pertanyaan, mengumpulkan data yang relevan, melakukan analisis data dan menjawab pertanyaan.

Obat Tradisional

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat manusia juga berkembang untuk menciptakan obat untuk menyembuhkan penyakit. Baik obat tradisonal yang sudah ada sejak zaman dahulu warisan dari leluhur secara turun-temurun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia obat merupakan bahan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. Sedangkan definisi lain mengenai obat yaitu obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya. (Hoan dan Rahardja, 2007)

(5)

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (Hoan dan Rahardja, 2007)

Kebanyakan obat pada masa lalu berbahan dasar tanaman. Dengan mencoba-coba, secara empiris manusia purba mampu menciptakan obat-obatan yang mampu mengobati penyakit. Pengetahuan ini disimpan secara turun-menurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di Indonesia. Didalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) jamu merupakan obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dan sebagainya. Namun dalam perkembangannya tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai anti penyakit, ada pula yang pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika atau racun untuk membunuh musuh. Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan ekstrak dengan aktivitas dan efek sering kali berbeda-beda tergantung asal tanaman dan cara pembuatannya, sehingga lambat laun para ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya.

Hasil percobaan mereka adalah serangkaian zat kimia : yang terkenal diantaranya adalah efedrin dari tanaman Ma huang (Ephedra Vulgaris), kinin dari kulit pohon kina, atropin dari Atropa belladonna, morfin dari candu (Papaver somniferum) dan

digoksin dari Digitalis lanata. Dari hasil penelitian setelah tahun 1950 dapat

disebutkan reserpin dan resinamin dari pule pandak (Rauwolfa serpentina), sedangkan obat kanker vinblastin dan vinkristin berasal dari Vinca rosea, sejenis kembang serdadu. Penemuan tahun 1980 adalah obat malaria artemisinin yang berasal dari tanaman China, qinghaosu (Artenisia annua).

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan Instansi terkait mengupayakan pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan khususnya obat tradisional atau obat bahan alam Indonesia perlu dikembangkan secara tepat sasaran sehingga mampu dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dan benar. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan

(6)

Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka, UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan mengenai obat tradisional dimana penjabaran dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 tang-gal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia. Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok

yaitu : 1) Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang dibuat secara tradisional, misalnya dalam berupa bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bagian tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jamu dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.

Jamu ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turunmenurun telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

Berbeda dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang diramu secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurun dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

(7)

2. Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman) 3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Sebuah ramuan disebut jamu apabila telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan melewati beberapa syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.

Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” kerap hadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Contohnya kita bisa melihat banyak masyarakat yang kembali menggunakan pengobatan herbal. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek samping.

2) Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan jenis fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan ataupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan-bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis sama hal nya seperti fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, Obat Herbal Terstandar memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama seprti fitofarmaka.

Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

(8)

1. Aman

2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik 3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

Indonesia telah memiliki atau memproduksi sendiri Obat Herbal Terstandar dan telah telah beredar di masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet®, lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

3) Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis.

Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ).

Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter.

Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Aman

2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik 3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

(9)

4. Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi Hal yang perlu diperhatikan adalah setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.

Indonesia pada saat ini telah memproduksi dan beredar di masyarakat sebanyak 5 buah fitofarmaka, seperti Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT28 Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).

Bandrek: Minuman Khas Jawa Barat

Indonesia yang kaya akan rempah-rempah dan masyarakatnya yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu dengan membuat sebuah minuman tradisonal yang berbahan dasar jahe merah, yakni bandrek. Bandrek terbuat dari jahe merah bakar yang direbus bersama dengan cengkeh, kayu manis dan gula merah. Setelah mendidih, airnya bisa dituangkan ke dalam gelas lalu diminum. Terkadang ada yang menambahkan pandan, ada pula yang menambahkan susu kental manis.

HASIL PENELITIAN 1. Jahe

Jahe merupakan tanaman obat berumpun dan berbatang semu. Tanaman yang berasal dari Asia Pasifik dan tersebar di India sampai Cina termasuk ke dalam suku temu-temuan (zingiberacae), seperti temu lawak, kencur, kunyit dan lengkuas. Berikut ini merupakan klasifikasi ilmiah tanaman jahe:

Kingdom : Plantae

(10)

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Rosc

Tanaman jahe memiliki ciri-ciri berbatang semu setinggi 30 cm sampai 1 m, daun sedikit berbulu, rimpang berwarna kuning atau jingga, dan rimpang berasa pedas. Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu, pemberi aroma dan rasa pedas pada makanan. Jahe tumbuh baik di daerah tropis dengan ketinggian 0-2000 mdpl. Tanaman ini tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, Australia, Sri Lanka, India, Cina, Mesir, Jepang, dan negara lainnya. Jahe dengan kualitas tertinggi berasal dari Jamaika.

2. Cengkeh

Cengkeh (Eugenia aromatic OK atau Syzigium aromaticum (L)) termasuk dalam family Myrtaceae. Tanaman ini berbentuk pohon, tingginya dapat mencapai 20-30 m, dan hidup tanaman cengkeh dapat berumur lebih dari 100 tahun. Tanaman cengkeh umumnya berbentuk kerucut, piramida, atau piramida ganda, dengan batang utama menjulang ke atas. Cabang-cabangnya amat banyak dan rapat, pertumbuhannya agak mendatar dengan ukuran yang relatif kecil jika dibandingkan batang utamanya. Daunnya kaku berwarna hijau atau hijau kemerahan, dan berbentuk elips dengan kedua ujing runcing (Jaelani,2009). Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dan tangkai pendek serta berdandan. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Bunga cengkeh kering akan

(11)

berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun.

Menurut Hapsoh dan Hasanah (2011) klasifikasi tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Keluarga : Myrtaceae Genus : Eugenia

Spesies : Eugenia aromatic ; Syzygium aromaticum L.

Iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun sangat baik untuk tanaman cengkeh karena tanaman ini tidak tahan terhadap musim kemarau yang terlalu berkepanjangan. Curah hujan yang dikehendaki pada bulan kering berkisar antara 60-80 mm per bulan atau menghendaki bulan-bulan basah selama sembilan bulan dan bulan-bulan kering selama tiga bulan dengan curah hujan berkisar antara 2.000-4.000 mm per tahun. Tanaman cengkeh tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah, sedangkan pada dataran tinggi tanaman cengkeh sangat lambat bahkan tidak akan berproduksi sama sekali (Lutony, 2002).

3. Kayu manis

Dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau, daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu; dijual dalam bentuk

(12)

kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar, dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari dahan atau ranting)(Haris, 1990).

Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Gymnospermae Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Dialypetalae Ordo : Policarpicae Keluarga : Lauraceae Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanni

Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar 3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Rismunandar dan Paimin, 2001).

4. Gula merah

Gula merah atau sering dikenal dengan istilah gula jawa adalah gula yang memiliki bentuk padat dengan warna yang coklat kemerahan hingga coklat tua. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995) gula merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr), nipah (Nypafruticans), siwalan (Borassus flabellifera

(13)

Linn), dan kelapa (Cocos nucifera Linn). Gula merah biasanya dijual dalam

bentuk setengah elips yang dicetak menggunakan tempurung kelapa, ataupun berbentuk silindris yang dicetak menggunakan bambu ( Kristianingrum, 2009). Secara kimiawi gula sama dengan karbohidrat, tetapi umumnya pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut (Aurand et al., 1987).

PEMBAHASAN

Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Senyawa kimia rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe. Menurut Rismunandar, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang jahe (Putri, 2014). Komponen yang terkandung dalam jahe antara lain adalah air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008). Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif shogaol dan gingerol yang berfungsi untuk membangkitkan energi. Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai jenis tanaman antioksidan terkuat sedunia.

Berdasarkan sejumlah penelitian, jahe memiliki manfaat antara lain untuk merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Gingerol diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol. Jahe dapat menghambat serotonin sebagai senyawa kimia pembawa pesan yang menyebabkan perut berkontraksi dan menimbulkan rasa mual (Sahelian 2007 dalam Amalia 2004).

(14)

Mengonsumsi jahe dapat merangsang pengeluaran air liur dan memperlancar cairan pencernaan. Ekstrak Jahe merah mengandung 3 - 7 % golongan senyawa fenol seperti flovanoid dan alkaloid. Flovanoid bekerja sama seperti alopurinol sebagai penghambat enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat akan terhambat (Hayati, 2004 dalam Hernani dan Winarti, 2013). Alkaloid dalam ekstrak jahe merah mampu menghambat sintesis dan pelepasan leukotrin sehingga mengurangi rasa nyeri. Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein. Jahe juga sekurangnya mengandung 19 komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe di antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa : seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger on, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organic seperti asam malat dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol (Setiawan, 2015: 26). Senyawa zingerone, yang memberikan karakter sangat tajam dari rimpang jahe, sangat efektif terhadap Escheria coli penyebab diare, terutama pada anak-anak karena jahe merah memiliki kandungan gingerone dan gingerol yang tinggi yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan

Bacillus Subtilis.

Cengkeh sudah sejak lama digunakan dalam pengobatan sehari – hari karena minyak cengkeh mempunyai efek farmakologi sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik (Perry dan Metzger, 1990). Sejak zaman Dinasti Han 220 – 206 SM cengkeh di samping sebagai rempah juga digunakan sebagai pewangi mulut (Crofton, 1936). Rosengarten (1969) melaporkan bahwa sudah sejak lama pengobatan ayurvedic di India menggunakan cengkeh dan kapolaga yang dikunyah dengan dibungkus daun sirih untuk memperbaiki pencernaan. Selain itu dilaporkan pula bahwa di Eropa sejak abad 14 campuran ekstrak cengkeh dan kapolaga telah digunakan sebagai obat anti plaque (karang gigi). Di Portugal bunga cengkeh yang masih hijau diambil cairannya dan dipakai

(15)

untuk obat jantung di samping sebagai pewangi. Bahkan beberapa dokter menyarankan penggunaan cengkeh untuk meningkatkan pencernaan karena percaya bahwa cengkeh dapat memperkuat kerja perut, hati dan jantung. Rumphius (1941) menyatakan bahwa pada abad ke 18 di Maluku cengkeh digunakan untuk menyembuhkan luka. Pengobatan tradisional di Indonesia menggunakan cengkeh untuk sakit perut dengan cara mengunyah bunga cengkeh tersebut dan untuk sakit mata dengan meneteskan air perendaman bunga cengkeh. Di samping itu cengkeh digunakan sebagai pembangkit nafsu makan, menyembuhkan kolik atau diberikan pada wanita yang baru melahirkan dalam bentuk ramuan dengan bahan bahan obat lainnya. Penggunaan minyak cengkeh dalam bentuk balsam sudah banyak digunakan di Indonesia dan karena sifatnya sebagai analgesik, balsam yang dihasilkan dapat dipakai untuk mengurangi rasa sakit karena reumatik. Di samping itu minyak cengkeh dapat dipakai sebagai bahan aktif atau pembuatan obat kumur karena sifatnya sebagai antibakteri. Hasil penelitian menunjukan bahwa formula obat kumur yang dihasilkan dapat menghambat tumbuhnya bakteri Streptococcucs

mutans dan Streptococcus viridans yang dapat menyebabkan terjadinya plaque

gigi. Senyawa eugenol sebagai hasil isolasi dari minyak cengkeh sudah biasa digunakan untuk obat sakit gigi dan bahan campuran untuk menambal gigi (Nurdjannah et al., 1997; Nurdjannah et al., 2001).

Minyak atsiri dari kayu manis mempunyai daya bunuh terhadap mikroorganisme (antiseptis), membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik) juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin (karminatif). Selain itu minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion parfum dan cream. Dalam pengolahan bahan makanan dan minuman minyak kayu manis di gunakan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan (softdrink), agar–agar, kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar dan Paimin, 2001).

Pada Kulit Batang kayu manis digunakan sebagai obat antidiare, kejang perut, dan untuk mengurangi sekresi pada usus (Syukur dan Hernani, 2001).

(16)

Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantara sebagai peluruh kentut (carminative), peluruh keringat (diaphoretic), antirematik, penambah nafsu makan (stomachica) dan penghilang rasa sakit (analgesic) (Hariana, 2007). Menurut Paudi (2012) khusus untuk gula merah, The Philippine Food and

Nutrition Research Institute yang melakukan penelitian mengenai indeks glikemik

pada gula merah, menemukan bahwa gula merah memiliki indeks glikemik sebesar 35. Nilai indeks glikemik ini termasuk dalam kategori rendah (< 55). Selain nilai indeks glikemik yang rendah, gula merah juga mengandung sejumlah zat gizi yang tidak terdapat atau sangat sedikit terdapat dalam gula pasir. Gula merah juga mengandung sejumlah asam amino dan vitamin.

Gula merah memiliki banyak kegunaan selain sebagai pemanis makanan juga digunakan sebagai penyedap masakan. Gula merah memiliki sifat sensori yang berbeda tergantung pada bahan baku pembuatannya. Untuk gula merah cetak dari nira aren memiliki aroma khas aren, warna coklat muda, rasa lebih manis dan bersih. Gula merah cetak dari nira kelapa memiliki warna coklat yang lebih gelap, aroma khas kelapa, manis dan sedikit kotor sehingga perlu disaring bila akan digunakan dalam bentuk cair (Kristianingrum, 2009).

Dengan komposisi yang masing-masing mengandung khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan, jika diminum secara berkala, bandrek dapat menyembuhkan beberapa penyakit, tentunya dibarengi dengan pengolahan yang benar. Dapat diambil simpulan bahwa ke empat bahan di atas memiliki persamaan manfaat yakni menurunkan atau memperlancar tekanan darah, melancarkan pencernaan, mengurangi rasa nyeri, menghambat pertumbuhan penyakit, sebagai antibakteri, menambah nafsu makan, dan tentunya sebagai penghangat tubuh. Semua manfaat tersebut bisa didapatkan dalam segelas bandrek hangat.

Budaya konsumsi jamu di era milenial

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah modern,membuat orang-orang juga menjadi berfikir maju. Keadaan ini membuat masyarakat lebih

(17)

percaya dan sering menggunakan pengobatan modern dibandingkan dengan pengobatan. Pengobatan modern dianggap lebih efektif dan praktis dibandingkan dengan pengobatan tradisional yang perlu pengolahan dahulu dengan jangka waktu yang lama.

Pengobatan tradisional tidak harus semata-mata ditinggalkan dan diluppakan karena berpindah menggunakan obat-obat yang sudah modern. Akan tetapi, obat tradisional yang sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan warisan dari leluhur kita seharusnya dijadikan patokan yang bertujuan untuk membuat inovasi ataupun pengembangan dari obat tradisional.

Penggunaan obat tradisional agar tidak punah dapat dilakukan dengan beberapa langkah, diantaranya :

1. Pengenalan Jenis Tanaman Obat

Kayanya alam Indonesia merupakan potensi bagi kita untuk membudidayakan beragam tanaman di tanah yang subur ini. Salah satu tanaman yang sebaiknya ditanam di Indonesia adalah tanaman obat. Tetapi sebelum menanam tanaman obat, sebaiknya pihak pemerintah bekerja sama dengan ahli tanaman dan kesehatan untuk meneliti tanaman yang mampu mengobati penyakit dan mudah dibudidayakan. Sudah saatnya masyarakat luas mengenal tanaman-tanaman yang bisa digunakan untuk mengobati beragam penyakit. Pengenalan tanaman-tanaman obat kepada masyarakat luas perlu dilakukan agar masyarakat luas mempunyai kebun obat sendiri atau apotek rumahan. Karena tak jarang obat kimia tidak efektif mengobati suatu penyakit.

2. Edukasi Pembudidayaan Tanaman Obat

Setelah diberikan pengenalan jenis-jenis tanaman obat, sebaiknya masyarakat juga diberikan edukasi mengenai cara menanam tanaman tersebut. Tujuan edukasi ini adalah untuk meminimalisir kegagalan penanaman yang mengakibatkan mayarakat

(18)

enggan menanam kembali. Selain itu edukasi cara menanam yang baik juga bagus dilakukan agar masyarakat bisa membangun apotek rumahan.

Untuk bandrek sendiri, tidak perlu repot-repot membuat bandrek secara manual. Sekarang, sudah banyak bandrek instan yang dipasarkan dengan berbagai merk. Namun, bandrek instan mungkin hanya bisa dinikmati sebagai minuman penghangat tubuh. Khasiat repah-rempah dalam bandrek instan sudah tergeser karena mengalami beberapa proses pengolahan. Untuk mendapatkan hasil maksimal sebagai obat tradisional, bandrek harus dibuat secara manual. Dengan bahan alami yang masih segar.

SIMPULAN DAN SARAN

Masing-masing komposisi untuk pembuatan bandrek memiliki manfaatnya sendiri karena mengandung zat-zat yang menyusun unsur tanaman trempah tersebut. Namun, dapat disimpulkan bahwa bandrek sebagai minuman khas Jawa Barat termasuk ke dalam obat tradisional karena terbuat dari rempah-rempah yang memiliki manfaat untuk menurunkan atau memperlancar tekanan darah, melancarkan pencernaan, mengurangi rasa nyeri, menghambat pertumbuhan penyakit, sebagai antibakteri, menambah nafsu makan, dan tentunya sebagai penghangat tubuh. Meskipun sudah tersedia bandrek instan, agar khasiatnya lebih terasa, dianjurkan untuk meminum bandrek manual saja.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi,UF. 2012. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Agoes, A. 2012. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Salemba Medika

Katzung, Susan, dkk. 2014. Vol.1 Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 12. Jakarta : Buku Kefokteran EGC

(19)

Tjay, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Nurdjannah, Nannan. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian.

repository.usu.ac.id (diakses tanggal 15 April 2019, 22:46 WIB).

2019. Metode Penelitian Kualitatif. www.maxmonroe.com (diakses tanggal 15 April 2019, 20:17 WIB).

Referensi

Dokumen terkait