• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENGELOLAAN KELAS DAN PENILAIAN. dalam penangani kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti koki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENGELOLAAN KELAS DAN PENILAIAN. dalam penangani kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti koki"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PENGELOLAAN KELAS DAN PENILAIAN A. Pengelolaan Kelas

Perlu disadari bahwa sebagaimana dijelaskan pada BAB II bahwa, guru dalam penangani kegiatan pengelolaan kelas, tidak bisa bertindak seperti koki (juru masak) yang cukup dengan buku resep masakannya. Masalah yang timbul mungkin dapat berhasil diatasi dengan cara tertentu, pada waktu tertentu, dan untuk seorang atau sekelompok peserta didik tertentu. Akan tetapi cara yang digunakan tersebut mungkin tidak dapat digunakan mengatasi masalah yang sama, pada waktu yang berbeda, terhadap seorang atau sekelompok peserta didik yang lain.

Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru PAI di SMP Negeri 2 semarang. peneliti pertama melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas oleh guru PAI. Ketika peneliti melakukan observasi melihat bahwa pengelolaan kelas yang berkaitan dengan tata ruang adalah :

1. Ruang kelas Di ruang kelas VII A – VII D yang berukuran 9 X 7 meter tinggi 5 meter berisi: 23 - 24 peserta didik, 23 - 24 kuri putar siswa, 23-24 meja siswa berukuran 58 X 51 cm tinggi 75 cm, 1 kursi putar guru, 1 meja guru berukuran 1 X 65 cm, 1 meja komputer, 1 komputer, 1 LCD, 2 AC, 1 witeboard, 1 papan bank data siswa, 1 papan absensi siswa,1 almari dan seprangkat alat kebersihan.

(2)

2. Ruang kelas VII E – VII G yang berukuran 9 X 7 meter tinggi 3 meter berisi: 23 - 24 peserta didik, 23 – 24 kuri putar siswa, 23-24 meja siswa berukuran 58 X 51 cm tinggi 75 cm, 1 kursi putar guru, 1 meja guru berukuran 1 X 65 cm, 1 meja komputer, 1 komputer, 1 LCD, 2 AC, 1 witeboard, 1 papan bank data siswa, 1 papan absensi siswa,1 almari dan seprangkat alat kebersihan.

3. Ruang kelas VIII A – VIII F yang berukuran 9 X 7 meter tinggi 5 meter berisi: 25 - 26 peserta didik, 25 - 26 kuri putar siswa, 25 - 26 meja siswa berukuran 58 X 51 cm tinggi 75 cm, 1 kursi putar guru, 1 meja guru berukuran 1 X 65 cm, 1 meja komputer, 1 komputer, 1 LCD, 2 AC, 1 witeboard, 1 papan bank data siswa, 1 papan absensi siswa,1 almari dan seprangkat alat kebersihan.

4. Ruang kelas IX A – IX G yang berukuran 9 X 7 meter tinggi 3 meter berisi: 22 - 24 peserta didik, 22 - 24 kuri putar siswa, 22 - 24 meja siswa berukuran 58 X 51 cm tinggi 75 cm, 1 kursi putar guru, 1 meja guru berukuran 1 X 65 cm, 1 meja komputer, 1 komputer, 1 LCD, 2 AC, 1 witeboard, 1 papan bank data siswa, 1 papan absensi siswa,1 almari dan seprangkat alat kebersihan (Observasi , 1, 6 dan 8 Agustus, dan 3 dan 10 Oktober 2009).

Peneliti pada waktu melakukan observasi proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas oleh guru PAI, melihat bahwa Bani Haris dan Muhtadin mampu mengondisikan peserta didik, mampu menguasai kelas, dan trampil menggunakan fasilitas pendidikan yang ada di dalam kelas seperti, menggunakan komputer, VCD, CD, laptop beserta LCD-nya, witeboard, dan lainnya. Di

(3)

samping itu iapun mampu membagi perhatian sehingga ia tahu kegiatan anak didik, tahu apa yang dikerjakannya walaupun sedang menulis membelakangi mereka, sehingga ia dapat menegur peserta didik yang tidak memperhatikannya dan melakukan bimbingan (Observasi, 3, 8, 13 Agustus dan 13 Oktober 2009).

Kemudian terkait dengan setting kelas, ketika peneliti melakukan observasi proses pembelajaran PAI di kelas beberapa kali dalam kelas yang berbeda dan materi yang berbeda pula, baik kelas yang diampu oleh Bani Haris maupun Muhtadin, peneliti tidak melihat adanya perubahan tempat duduk yang dilakukan oleh guru PAI pada saat itu. Bentuk tempat duduk berbentuk sederhana atau tradisional, yakni kursi berjajar lurus bersap semua menghadap kedepan dimana ada meja guru dan papan tulis (Observasi, 3, 8, 13 Agustus dan 13 Oktober 2009).

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan peserta didik kelas IX, dengan memberi pertanyaan, “Apakah guru yang mengajar agama kalian pada saat mengajar melakukan perubahan tempat duduk, seperti bentuk lingkaran, bentuk huruf “U” atau yang lainnya?, ia menjawab, “Tidak pernah, yang mengatur perubahan tempat duduk itu wali kelasnya” (Wawancara dengan Novi Arizka, dan Abda kelas IX G, 10 Otober 2009). Berikutnya peneliti bertanya, “ Apakah guru agama kalian sama sekali tidak mengubah tempat duduk sampai satu semester ?”, ia menjawab,

(4)

“Ya, tidak pernah, pokonya kalu guru agama mau mengajar ya.., masuk langsung salam dan pelajaran dimulai, tidak mengubah-ubah tempat duduk. (Wawancara dengan Alda Rizka, dan Abda kelas IX G, 10 Otober 2009)

Penelitipun melakukan wawancara dengan anak didik kelas VIII, dengan memberikan pertanyaan, “Apakah guru yang mengajar agama kalian pada saat mengajar melakukan perubahan tempat duduk, seperti bentuk lingkaran, bentuk huruf “U” atau yang lainnya?, ia menjawab, “Tidak pernah mengubah tempat duduk pada saat mengajar” (Wawancara dengan Sukma Dewi, dan Erlina Haryono kelas VIII A, 10 Oktober 2009).

Pengelolaan kelas di SBI tentang luasan pembakuan ruang kelas, Departemen Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa, luasan pembakuan ruang kelas di sekolah rintisan SMP-BI pada dasarnya berukuran sama dengan IKKM ruang kelas yaitu minimal (7 X 9) meter untuk kapasitas peserta didik antara 24 – 30 orang. IKKT yang diupayakan dapat dipenuhi di dalam ruang kelas antara lain: fasilitas tulis menulis guru (papan, whall chalt, papan magnet/electric, layar monitor dan lain-lain), komputer guru, komputer siswa, jaringan internet untuk komputer guru dan tiap siswa, AC, media pembelajaran, LCD, TV, VCD, tape recorder/radio, locker/almari guru dan siswa, dan kebutuhan lain sesuai dengan tuntutan kurikulum dan pembelajaran (Diknas, 2008: 130).

Berdasarkan hasil observasi dan uraian standar pengelolaan kelas rintisan SMP-BI tersebut tentang luasan pembakuan ruang kelas dan fasilitas

(5)

pelengkapnya, maka pengelolaan kelas tentang tata ruang di SMP Negeri 2 Semarang telah mendekati pemenuhan indicator kunci kinerja tambahan (IKKT).

Seperti dijelaskan pula pada sub bab tentang model pembelajaran, bahwa di sekolah bertaraf internasional (SBI) diterapkan model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, evektif, dan menyenangkan. Maka untuk mewujudkan hal itu, pengaturan ruang kelas dan siswa (setting kelas) merupakan tahap yang penting. Karena itu kursi meja dan ruang perlu ditata sedemikian rupa yang lebih variatif, sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang mampu membangkitkan peserta didik, dalam hal aksebilitas, mobilitas, interaksi, dan variasi kerja seperti yang diterapkan di SBI. Namun hal ini tidak dilakukan oleh guru PAI di SMP Negeri 2 Semarang.

B. Penilaian

Penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses pembelajaran. Penilaian di SBI seperti yang telah dijelaskan di BAB II bahwa, model penilaian di SBI merupakan pengembangan sistem penilaian yang bersifat memperkaya, memperluas dan bervariatif untuk mencapai standar indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) penilaian, yaitu yang berlaku di dunia pendidikan bertaraf internasional.

Output/outcomes SBI dikatakan memiliki daya saing internasional antara lain bercirikan : (a) lulusan SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam maupun di luar negeri, (b)

(6)

lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain (Diknas, 2008: 15).

Dari penjelasan tersebut menunjujukan bahwa model penilaian yang diterapkan di SBI adalah mengembangkan, memperluas dan memperkaya sistem penilaian yang berstandar nasional, mengikuti model penilaian yang berlaku pada sekolah yang sudah terjamin mutunya bertaraf internasional sehingga lulusan dari SBI yang berada di Indonesia dapat masuk di sekolah yang bertaraf internasional di luar negeri.

Untuk memperoleh data penilaian proses belajar PAI, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan guru PAI dan peserta didik. Dari hasil observasi diperoleh data, bahwa penilaian proses pembelajaran yang digunakan oleh guru PAI melalui: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester dan. ulangan kenaikan kelas.

a. Ulangan harian

Ulangan harian seperti pada umumnya dilakukan oleh guru PAI SMP Negeri 2 Semarang setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi tertentu atau setelah mencapai satu sampai dua KD. Ulangan harian teridiri dari seperangkat soal yang harus dijawab oleh anak didik dan tugas-tugas tersetruktur yang berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sedang diajarkan.

Jika nilai yang diperoleh dari ulangan harian tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu nilai 78 untuk kelas VII, kelas VIII, dan

(7)

kelas IX untuk beberapa anak didik, guru PAI melakukan remidi dengan cara memberikan soal baru yang dikerjakan setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) selesai (Observasi. 10 dan 12 September 2009).

Bentuk soal ulangan harian yang digunakan oleh guru PAI SMP Negeri 2 Semarang adalah fill in berjumlah 10 soal, kadang multiple choice yang jumlah soalnya mencapai 20-25 butir, kadang dengan cara memberikan tugas kepada peserta didik untuk membuat soal sendiri dan dijawab sendiri dengan kriteria yang dianggap sulit oleh peserta didik, dan kadang juga essay test yang jumlah soalnya 5 atau10 butir soal bergantung pada kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik.

Peneliti selanjutnya melakukan wawancara dengan peserta didik, dengan memyampaikan pertanyaan, “Berapa kali guru agama kalian melaku- kan ulangan harian selama satu semester?”, ia menjawab, “Untuk semester kemarin 3 – 4 kali, untuk semester sekarang di kelas saya sudah 3 kali”, selanjutnya peneliti memberikan pertanyaan, “Bagaimana bentuk soal ulangan harian dari guru agama kalian?”, ia menjawab, “Soalnya kadang tertulis sebanyak 5 soal kadang10 soal, kadang pilihan ganda, dan kadang pemberian tugas dikerjakan di rumah kemudian dikumpulkan” (Wawancara dengan Sukma Dewi, dan Erlina Haryono kelas VIII A, 10 Oktober 2009).

(8)

Ulangan tengah semester PAI di SMP Negeri 2 Semarang dilakukan setelah pembelajaran mencapai beberapa standar kompetensi tertentu (lebih kurang 50 % dari standar kompetensi pada aemester tersebut). Ulangan mid semester terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab oleh peserta didik mengenahi standar kompetensi/kompetensi dasar yang telah diajarkan pada setengah semester bagian awal dan dilakukan satu kali dalam satu semester.

Bentuk soal ulangan tengah semester adalah multiple choice yang berjumlah 45 butir soal dan essay berjumlah 5 butir soal. Pada ulangan tengah semester soal dibuat oleh rumpun guru mapel PAI di sekolah tersebut yang prosentasenya menyesuaikan standar kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik (Observasi. 10 Oktober 2009).

c. Ulangan umum semester

Ulangan akhir semester yang biasa disebut dengan ulangan umum semester, di SMP Negeri 2 Semarang yang di dalamnya mata pelajaran PAI dilaksanakan secara periodik setelah proses pembelajaran mencapai satu semester (mengikuti ketentuan kalender pendidikan), dengan materi yang diujikan sebagai berikut:

1) Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pembelajaran semester pertama. 2) Ulangan umum semester kedua soalnya diambil dari standar kompetensi,

(9)

Ulangan umum semester PAI dilaksanakan secara bersama-sama untuk kelas-kelas paralel, umumnya juga dilaksanakan bersama-sama di tingkat kota Semarang, soal yang diujikan semester dibuat oleh Dinas Pendidikan Nasional Kota Semarang.

Bentuk soal yang diujikan pada semester pertama adalah pilihan ganda 45 soal dan essay 5 soal, sedangkan bentuk soal semester kedua semuanya berbentuk pilihan ganda dengan jumlah soal 60 butir.

Pada kegiatan ulangan tengah semester dan ulangan semester peneliti tidak melihat adanya kegiatan remidial karaena nilainya telah mencapai KKM yang telah ditentukan oleh guru PAI (Observasi. 13 Juni dan 12 Desember 2009)

d. Ulangan kenaikan kelas.

Ulangan kenaikan kelas dilakukan pada ahir semester genap atau setelah proses pembelajaran mencapai satu tahun. Ulangan kenaikan kelas (sama dengan ulangan umum semester kedua), soalnya hanya diambil dari standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pembelajaran semester kedua (Observasi. 13 Juni 2009).

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan guru PAI, dengan menyampaikan pertanyaan, “Bagaimana cara bapak melakukan penilaian untuk kenaikan kelas?”, ia menjawab,

“Penilaian hasil belajar yang untuk kenaikan kelas dari ranah pengetahuan (kognitif) dengan cara mengambil nilai yang mencakup nilai ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan semester baik semester satu maupun

(10)

semester dua, dan pada ulangan kenaikan kelas pula saya nilai dari ranah sikap (afektif), dan ranah ketrampilan (psoko-motorik) yaitu dari nilai praktik” (Wawancara dengan guru PAI, 3 Oktober 2009).

Peneliti berikutnya bertanya, “Untuk apa ulangan kenaikan kelas ini bapak lakukan ?”, ia menjawab,

“Untuk menentukan peserta didik yang naik kelas yang berada ditingkat yang lebih tinggi, misal dari kelas VII naik ke kelas VIII, dari kelas VIII naik ke kelas IX. Sedangkan ulangan umum semester genap bagi kelas IX kemudian dilanjutkan Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk menentukan kelulusan”, (Wawancara dengan Guru PAI, 3 Oktober 2009).

Kemudian peneliti bertanya, “Soal PAI akhir semester yang digunakan untuk kenaikan kelas siapa yang menyusun pak?, ia menjawab, “Materi soalnya dibuat oleh Dinas Pendidikan Nasional Kota Semarang”. (Wawancara dengan wakasek akademis, 3 Oktober 2009).

Dalam upaya mendapatkan data tentang pengembangan penilaian yang dilakukan oleh guru PAI, peneliti melakukan wawancara dengan wakasek Akademis dan ia sekaligus sebagai guru PAI dengan menyampaiakan pertanyaan, “Lembaga apa saja yang telah melakukan penilaian proses belajar di SMP ini?, ia menjawab,

“Lembaga yang melakukan penilaian terhadap proses belajar mengajar di sekolah ini adalah Direktorat Jendral Pendidikan Nasional yang dilakukan untuk kelas 7 dan 8 setiap semester (untuk kelas IX belum dilakukan karena belum ada), dan Internatonal Competition Assessment for Shools (ICAS) yang dilakukan setahun sekali”, (Wawancara dengan wakasek Akademis, 12 Desember 2009).

Berikutnya peneliti menyampaiakan pertanyaan, “Mapel apa saja yang dievaluasi langsung oleh Dirjend Diknas dan ICAS”, ia menjawab,”Mapel

(11)

matematika, sains (IPA), dan bahasa Inggris. Kemarin dari Dirjend ada tambahan IPS”, (Wawancara dengan wakasek Akademis, 12 Desember 2009). Di atas telah disinggung tentang model penerapan penilaian SBI. Pada dasarnya sistem penilaian yang dilakukan oleh sekolah ayang ditetapkan sebagai rintisan SMP-BI adalah sama dengan yang dilakukan oleh sekolah sebagai SSN atau bukan SSN, yaitu mengacu pada rambu-rambu yang dikeluarkan oleh BSNP atau Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. Namun demikian, sebagai rintisan SMP-BI, sekolah harus melakukan pengembangan sistem penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum berstandar internasional.

Beberapa hal pokok penilaian yang perlu dikembangkan sebagai SBI antara lain adalah: (1) standar nilai yang dipakai adalah standar internasional (dalam hal ini untuk sementara pusat belum menentukan kriterianya), (2) bentuk perangkat penilaian dikembangkan dalam standar bahasa Inggris, (3) pada masa mendatang standar kelulusan diharapkan lebih mengutamakan kepada model penilaian atau acuan kriteria (lulus dan tidak lulus), dan penggunaan penilaian dengan acuan norma yang digunakan sekarang hanya untuk sementara waktu.

Sedangkan bentuk ujian akhir bagi peserta didik sekolah rintisan SMP-BI kelas IX, direncanakan menggunakan pola penyelenggaraan bertaraf internasional. Dengan demikian, bagi lulusan SMP yang bertaraf internasional akan mendapatkan sertifikasi kelulusan internasional (Diknas, 2008: 77-78).

(12)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian proses pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di SMP negeri 2 Semarang, belum mengikuti model penilaian yang diterapkan oleh sekolah yang bertaraf internasional.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Swasthisiddhi Amagra masih tergolong minim dan jenis biaya lingkungan yang ditanggung PT.Swastisiddhi Amagra meliputi biaya pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan

Swasthisiddhi Amagra masih tergolong minim dan jenis biaya lingkungan yang ditanggung PT.Swastisiddhi Amagra meliputi biaya pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan

[r]

[r]

Untuk melihat perbandingan laporan keuangan antara anggaran yang telah dibuat dengan realisasinya secara detail maka user jemaat dapat memilih tombol PDF yang tersedia

Namun kebanyakan penelitian tersebut kelihatannya sangat bervariasi dan tidak dihubungkan dengan isu kemiskinan warga kota yang umumnya adalah kaum tani yang berpindah dari

[r]