• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puisi-Puisi LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS) FESTIVAL SABANG FAIR 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Puisi-Puisi LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS) FESTIVAL SABANG FAIR 2015"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

D. Kemalawati

SAJAK UNTUK PELUKIS OMBAKKU (Untuk : Virse Venni)

apakah artinya sajakku ini

ketika ombak yang kau lukiskan di kanvas biru tak lagi mendamaikan hatiku

buihnya tak putih lagi membelai tepian ia telah murka

tubuhnya yang jenjang menyentuh langit menerkam apa saja

apakah pagi itu engkau masih membedaki punggung suamimu

yang lelah berbaring seharian memandikan sikecilmu

sambil mencandai keningnya yang lucu

atau sedang menyisir rambut keriting gadismu yang ayu apakah arti sajakku ini

ketika aku tak bisa menerka di belantara mana jasadmu kini engkaukah yang masih terbaring

di antara tubuh legam, kaku dan kesepian terjepit di antara puing-puing reruntuhan

engkaukah itu yang dibalut kantong-kantong hitam ditumpuki di pinggir-pinggir jalan

tanpa air terakhir dan kain kafan

engkaukah itu yang hanya diantar relawan ke liang-liang panjang pekuburan

tanpa kutemukan batu nisan

kepada siapa lagi kutawarkan sajakku agar menjadi talenta dalam geliat warna memaknai langkah kaki telanjang ini aku lelah menyusuri lorong-lorong hampa mencari jejak rumahmu

menemukan lukisan-lukisan di dindingnya atau memungut kuas kecil

saat kau lukiskan ombak itu

aku kini hanya bisa memandang ombakku dalam lukisanmu

dalam ikhlas zikirku, tahlilku, tahmidku kumohonkan pada-Mu ya Allah

sucikan jasad saudara-saudaraku

yang pulang dalam gemuruh ombak-Mu Banda Aceh, 9-10 Januari 2005

Poem for the Painter of My Wave (for Virse Venni)

▸ Baca selengkapnya: mengapa penting untuk mempersiapkan kostum dan efek suara sebelum pementasan musikalisasi puisi

(2)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

Rahmad Sanjaya

BAYANGKAN KITA JADI TUA

Bayangkan kita jadi tua

Seluruh kulit kita keriput dan pucat Mata rabun tak berbinar

Rambut beruban, rontok helai demi helai Gigi tanggal satu persatu

Di meja, makanan yang tersaji bukan lagi milik kita Bayangkan kita jadi tua

Kita mulai sendiri dalam rumah yang sepi Di tv sinetron remaja menjejali otak tua kita

Kisah cinta dan kasmaran yang tak sempat kita pikirkan semasa muda Menabjubkan atau mungkin saja kita akan muntah

Menyaksikan adegan-demi adegan yang di suguhkan sutradara Bayangkan kita jadi tua

Orang-orang tak lagi berkunjung ke rumah Orang-orang tak lagi punya kepentingan Jabatan dan kuasa yang kita pegang dulu Tenggelam bersama waktu

seiring keriput yang mulai menebal di kulit kita Bayangkan kita jadi tua

Ketuaan yang mengelisahkan keluarga Kata-kata yang manis tak lagi ada terdengar Anak-anak kita tak lagi menjadi kebanggaan Sahutan mereka kadang seperti sembilu Yang berpendar menuai kepedihan hati Namun kita cuma mengelus dada Wahai, Bayangkan kita jadi tua

Diantara tubuh yang renta tak berguna Penyakit yang akut

Dan seonggok penantian datangnya mati Bayangkan kita jadi tua

Disaat masih menggenggam dunia. Banda Aceh November 2007

(3)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

Fikar W Eda

INI ZAMAN (Aceh)

masa beredar zaman berganti

aku terpaku di balik cermin sunyi di luar angin gemetar

ini zaman katanya kemajuan mode pakaian warna warni ada komprang, beggy you can see di depan mertua pakai rok mini mengunyah kacang sambil nonton tv ini zaman katanya kemajuan

rambut perempuan dipangkas poni persis ekor bebek memercik di kali akan halnya rambut lelaki

menggerai panjang sekali jalin menjalin pengganti tali ini zaman katanya kemajuan di Baiturrahman azan menyuara tapi kita asyik menghitung laba

sambil membolak balik barang buatan Amerika di toko Cina tingkat tiga

lain lagi selepas Isya kota Banda berbinar nyala lampu jalan aneka warna

di bawahnya waria menawarkan cinta masa beredar zaman berganti

aku terpaku di balik cermin sunyi di luar angin gemetar

ini zaman katanya kemajuan pangkat dan jabatan di puja-puja korupsi manipulasi meraja lela

pegawai golongan dua A mobilnya lima simpanan istri muda di luar kota

ini zaman katanya kemajuan edan dan sangat kelewatan anak perawan lari ketakutan

dibetot bapak sendiri bernafsu setan demikian berita koran

dari Lhokseumawe Raya yang tak kalah gawat

anak gugat bapak di pengadilan

tentang warisan yang belum terbagi juga ini zaman katanya kemajuan

hutan dibabat jadi rumah manusia harimau gajah bermukim satu lurah kemudian saling memangsa ya Allah

dimanakah kami kini

zaman memang telah berganti pada MU kuserahkan diri ya Allah

peliharalah cerminku dari kabut dan debu

agar aku dapat berkaca selalu Banda Aceh 1994

(4)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

LK Ara

ANGIN HUTAN CEMARA

angin hutan cemara ditegur fajar

buru-buru bangkit menyongsong petani yang bergegas naik ke lamping gunung ke ladang luas

di mana harapan berkecambah hijau semakin hijau

angin hutan cemara siang-siang

mengantar harum bunga ke tiap tangga

dengan kipasnya riuh mengibas panah surya

yang terpacak di punggung pekerja melegakan dada

untuk nyanyi-nyanyi kecil diselang-seling ayunan cangkul

angin hutan cemara sore hari

habis perjalanan jauh walau lelah

masih sempat

melipur pengambil kayu atau nelayan di sungai

dan pengembala di padang-padang hijau meringankan langkah mereka

menuju rumah dan rumah tangga

angin hutan cemara biasanya gemerisik hanya sesekali menderu

tapi kian kalinya mengingatkan enam puluh ribu hektar

cemara menderai

tak jemu-jemu menderai minta diolah

namun tak pernah diacuhkan walau dua puluh tahun lebih kita merdeka

angin hutan cemara ceramah namun ramah menawarkan bagia bagi tiap orang

(5)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

Sutardji Calzoum Bachri

LA NOCHE DE LAS PALABRAS (EL DIARIO DE MEDELLIN)

Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia kami mengepung bulan

dan mereka yang mendengarkan puisi kami mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka berkomplot dengan anggur daun cerbeza

bersekongkol dengan gadisgadis

memancing bulan dengan keluasan dada Musim panas

Menjulang di Medelin menampilkan sutera

di keharibaan malam cuaca ratusan para lilin

menyandar di pundak malam mengucap

menyebutnyebut cahaya sambil mencoba

memahami takdir di wajah-wajah usia kami para penyair

meneruskan zikir kami

-palabras palabras palabras palabras -

--kata kata kata kata -- semakin kental mengucap cahaya pun memadat sampai kami bisa buat

sesuka kami atas padat cahaya lantas bulan kesurupan

kesadaran kami meninggi bulan turun pada kami dan kami mengatasi bulan

sampailah kami pada kerajaan kata-kata jika kami membilang ayah

ia juga ayah kata-kata jika kami menyebut hari juga harinya kata-kata jika kami mengucap diri pastilah juga diri kata kata Di cafe jalanan Medellin purnama jatuh

kata-kata menjadi kami kami menjadi kata kata Medellin, Colombia 1997

(6)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

Taufik Ismail

PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam itulah tahunnya Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia

Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya, Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia

Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak, Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu, Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi

berterang-terang curang susah dicari tandingan,

Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek

secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,

Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan, senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasi

lebih separuh masuk kantung jas safari,

Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,

menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati, agar orangtua mereka bersenang hati,

Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas

penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan, Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan

sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak utus dilarang-larang,

Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,

Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah, ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,

(7)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

sekarang saja sementara mereka kalah,

kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka

oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat, Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, kabarnya dengan sepotong SK

suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi, Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,

Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat

jadi pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor pertandingan

yang disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,

sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,

Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,

Nipah, Santa Cruz dan Irian,

ada pula pembantahan terang-terangan yang merupakan dusta terang-terangan di bawah cahaya surya terang-terangan,

dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai saksi terang-terangan,

Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi. Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak, Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata Dan kubenamkan topi baret di kepala

(8)

Puisi-Puisi

LOMBA MUSIKALISASI PUISI (MUSPUS)

FESTIVAL SABANG FAIR 2015

1998

W.S. Rendra

DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku menusukkan sangkurku Malam dan wajahku

adalah satu warna Dosa dan nafasku adalah satu udara. Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan- Apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah ?

Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu Tuhanku

Erat-erat kugenggam senapanku Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Mimbar Indonesia Th. XIV, No. 25 18 Juni 1960

Referensi

Dokumen terkait