• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penyembahan roh-roh, (3). Persawahan, aksara (system tulis menulis) dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penyembahan roh-roh, (3). Persawahan, aksara (system tulis menulis) dan"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Masyarakat Batak

Suku Batak memiliki tiga (3) ciri-ciri : (1). Susunan genealogisnya dengan pembagiannya atas marga, yang patrilineal dan exogam (kawin di luar marga sendiri), (2). Agama suku asalnya terdiri dari pemujaan nenek moyang dan penyembahan roh-roh, (3). Persawahan, aksara (system tulis – menulis) dan banyak sifat agamanya berasal dari perjumpaan dengan kebudayaan India, O.P. Simorangkir. Singkatnya masyarakat Batak merupakan kelompok masyarakat yang telah memiliki kebiasaan, kebudayaan sendiri baik seni, aksara dan tata kehidupan lainnya yang belum tentu semua kelompok masyarakat lainnya memilikinya.

Sebagaimana konsep umum yang menyatakan bahwa kelompok masyarakat merupakan kelompok kecil manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan persatuan yang sama meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil. Seperti halnya pengelompokan yang ada pada suku Batak yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, bahwa suku Batak terbagi dalam berbagai sub suku yang didasarkan atas pemakaian bahasa masing-masing, dan semua daerah asalnya adalah provinsi Sumatera Utara. Saat ini masyarakat Batak tersebar di berbagai kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota pada sebagian besar provinsi-provinsi di Nusantara bahkan di manca negara, yang dikenal dengan sebutan Batak rantau atau suku Batak perantau. Kegiatan merantau sudah

(2)

dilakukan oleh suku Batak secara turun temurun sehingga banyak diantara mereka yang sudah tinggal di daerah rantau, bahkan hasil dari lembaga survey menunjukkan bahwa lebih dari dua atau bahkan tiga generasi suku Batak telah ada di daerah perantauan.

4.1.1 Keragaman Budaya Indonesia

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, keanekaragaman budaya dimaknai sebagai proses, cara atau pembuatan menjadikan banyak macam ragamnya tentang kebudayaan yang sudah berkembang. Hal ini dimaksudkan bahwa kehidupan bermasyarakat memiliki corak kehidupan yang beragam dengan latar belakang kesukuan, agama, maupun ras yang berbeda-beda.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk karena masyarakatnya terdiri atas kumpulan orang-orang atau kelompok-kelompok dengan ciri khas kesukuan yang memiliki beragam budaya dengan latar belakang suku bangsa yang berbeda. Keragaman budaya Indonesia memiliki lebih dari 1.128 suku bangsa bermukim di wilayah yang tersebar di ribuan pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Adanya berbagai kelompok masyarakat yang beragam, sesungguhnya merupakan masyarakat yang mempunyai potensi konflik. Perbedaan yang terdapat dalam masyarakat karena nilai-nilai budaya yang dilatar belakangi sosio kultural, akan menjadi pendorong munculnya perasaan kesukuan yang berlebihan dapat memicu nilai negatif berupa etnocentrisme yang menganggap remeh suku dan kebudayaan lain. Hal ini akan berakibat timbul

(3)

perilaku ekslusif berupa kecenderungan memisahkan diri dari masyarakat bahkan mendominasi masyarakat lainnya. Nilai negatif lain yang harus dihindari adalah pandangan diskriminatif berupa sikap membeda-bedakan perlakuan sesama anggota masyarakat yang dapat menimbulkan prasangka yang bersifat subyektif serta muncul konsep sifat/watak dari suatu golongan (stereotip). Keanekaragaman yang khas dari satu suku dengan suku lainnya berdampak pada kesalahpahaman dan berujung pada konflik. Terkadang konflik sering didominasi oleh isu-isu yang lebih bersifat politik dan ekonomi, namun penolakan terhadap keragaman budaya tetap menjadi alasan yang utama.

Keragaman budaya di Indonesia merupakan sebuah potensi yang perlu dimanfaatkan agar dapat mewujudkan kekuatan yang mampu menjawab berbagai tantangan saat ini seperti melemahnya budaya lokal sebagai bagian dari masyarakat. Hal ini dikhawatirkan akan menurunnya kebanggaan nasional yang dapat menimbulkan disintegrasi sosial.

4.1.2 Adat Dan Budaya 4.1.2.1 Adat

Pengertian adat adalah suatu gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hokum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh seseorang maka akan terjadi kerancuan

(4)

yang menimbulkan sanksi tidak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang

Norma adat disebut juga sebagai hokum yang tidak tertulis, sehingga biasa dijadikan pelengkap suatu aturan hukum tertulis. Sumber norma adat ini adalah kepantasan, kepatutan, dan kebiasaan yang berlaku disuatu masyarakat. Norma adat tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat tersebut.

4.1.2.2 Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sitem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan termasuk juga karya seni.

Budaya merupakan suatu pola hidup masyarakat secara menyeluruh sehingga budaya lebih bersifat kompleks, abstrak, dan cakupannya luas. Banyak sekali aspek budaya yang turut menentukan perilaku komunikatif manusia. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar dan meliputi banyak hal kegiatan sosial masyarakat.

(5)

4.1.3 Suku Batak dan Sejarah Budaya Batak 4.1.3.1. Suku Batak

Suku adalah komunitas dari satu kumpulan manusia yang berada dalam satu lingkungan, tatanan yang dianggap dapat mengatur kehidupan sosial. Dalam suatu suku biasanya kita akan melihat adanya bahasa, pakaian, tarian, sifat dan ada peraturan-peraturan sosial adat yang dianggap menjadi peraturan tidak tertulis dalam kehidupan seharihari, adat perkawinan, mengangkat kerja, pesta panen, dan semua yang melekat dalam satu budaya yang terbaik pada masa itu dapat merupakan kesepakatan dari komunitas suku itu untuk mengatur kehidupan sosialnya. Batak adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia ini. Sebagai satu suku terdiri dari manusia.

Sebagai ciptaan Tuhan dibarengi dengan kesukuannya adat dimana adat itu sebagai tatanan sosial bagi suku Batak itu sendiri yang terkumpul dalam adat Dalihan Na Tolu.1

4.1.3.2 Sejarah Budaya Batak

Sejarah kebudayaan suku bangsa Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah kebudayaan bangsa Indonesia, sama halnya seperti kebudayaan Melayu, Minangkabau, Sunda, Jawa, Toraja, Dayak, Madura dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Suku bangsa Batak sebagai salah satu

(6)

suku bangsa yang tertua khususnyadi Sumatera, karena sudah ada berabad-abad tahun silam.

Hal ini menyebabkan kebudayaan suku bangsa Batak mempunyai arti penting dalam sejarah kebudayaan asli bangsa Indonesia. Secara fisik orang Batak tidak berbeda dengan etnis lainnya di Indonesia. Orang Batak termasuk ras Mongoloid dan lebih dekat ke sub etnik melayu atau bangsa-bangsa yang menempati daerah di sekitar kepulauan Nusantara. Dimulai dari si Raja Batak nenek moyang orang Batak turun menurun dari generasi ke generasi hingga sekarang ini, suku bangsa Batak tetap eksis mempertahankan identitas budayanya dengan setia sebagai warisan nenek moyang dengan setia telah mengakar di setiap langkah hidup orang Batak.

Budaya Batak sudah menjadi falsafah hidup bagi warganya dari waktu ke waktu hingga di tengah era globalisasi dewasa ini, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan perkembangan teknologi dan informasi yang pesat membawa dampak bagi perjalanan bangsa ini dan membawa dampak bagi kebudayaan. Di sisi lain, era informasi dan globalisasi ternyata menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa, yaitu adanya kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya, dan berkurangnya keinginan untuk mengembangkan budaya dan berkurangnya keinginan untuk mengembangkan budaya negeri sendiri, walaupun demikian dasarnya arus globalisasi tidak membawa dampak yang signifikan dan perubahan budaya

(7)

Batak. Budaya Batak justru terus tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan identitas aslinya.

Budaya Batak sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia telah mengalami perubahan dan penyesuaian dari masa ke masa. Suku bangsa Batak yang semula terbelakang di bidang kemajuan modernisasi perlahan-lahan mulai terbuka dalam menyambut perubahan zaman. keterbelakangan budaya Batak pada awalnya disebabkan karena pengisolasian dari sendiri beberapa abad masa lampau, yakni sejak abad ke-16.

Pengisolasian ini bertujuan untuk memperhatikan kebudayaan/ kepribadiannya dari pengaruh-pengaruh kebudayaan dan peradaban yang dibawa penjajahan Belanda. Pengisolasian suku Batak ini mulai terbuka karena salah satu yang paling berpengaruh untuk merubah adat Batak adalah agama dan peran adalah NOMENSEN dengan membawa kabar suka cita keselamatan.

Kehidupan suku Batak pada masa itu hanya berada pada lingkungan sosial yang sama hanya komunitas Batak dan tidak mengikuti perkembangan diluar bonaposogit sendiri dan dengan adanya penginjilan yang turut serta memperbaiki struktur yang ada pada masa itu salah satunya adalah merubah paradigma lama dari orang Batak akan pentingnya keselamatan serta adanya pengajaran akan ilmu pengetahuan, pertanian dan kesehatan dan pola masyarakat mulai berkembang tapi tidak melupakan Dalihan Na Tolu, dan hasilnya dapat dilihat saat sekarang ini antara lain :

(8)

2. Perkembangan budaya dan pengaruh yang baik sesuai zaman yaitu : Anakkon Hi Do Hamoraon Diau (orangtua Batak berlomba untuk memajukan anaknya dengan harapan agar nanti kelak dapat yang terbaik).

3. Perkembangan budaya lainnya adalah tentang berpakaian dimana pada jaman dahulu orang Batak memakai ulos sebagai pakaian sehari-hari namun dengan perkembangan jaman pakaian ulos itu hanya dipakai dalam upacara adat saja dan bisa kita lihat sekarang orang kawinan sudah memakai jas dan memakai dasi tapi struktur adat yang paling penting Dalihan Na Tolu tidak pernah di tinggalkan.

Perkembangan-perkembangan positif ini adalah merupakan hasil dari pengalaman dan pengalaman yang kita dapat setelah kita merantau dan memperoleh pendidikan, yang pada akhirnya Budaya Batak terbuka dan mengalami penyesuaian akan kondisi masuknya kemajuan teknologi, informasi dan globalisasi. Identitas budaya Batak Asli warisan nenek mayong tersebut ada yang tetap dipertahankan sampai sekarang tetapi ada juga yang disesuaikan dengan kondisi zaman dan era emansipasi.2

4.1.4 Masyarakat Batak Toba

Penelitian ini merupakan suatu studi mengenai budaya masyarakat Batak Toba khususnya tentang Etnografi Komunikasi pernikahan Adat Batak

2

(9)

Toba di wilayah Jakarta timur yang dilakukan pada bulan april tahun 2016 dengan melakukan observasi, mengamati dan sekaligus mewawancarai para pelaku adat Batak Toba. Dari pelaku adat yang masih muda usia pernikahannya sampai pada pelaku adat yang telah puluhan tahun usia pernikahannya baik pengamatan secara langsung maupun tidak langsung. Disisi lain, sebagai bagian dari komunitas suku Batak Toba yang berdomisili di Jakarta peneliti juga sekaligus sebagai pelaku adat dan berperan sebagai partisipan observatif.

Hubungan sosial kemasyarakatan Batak Toba yang berjalan dengan marga dan tarombo bahwa, masyarakat Batak adalah masyarakat marga, alhasil dalam kegiatannya sebagai kelompok masyarakat, warga Batak tidak dapat meninggalkan keterlibatan marganya beserta pihak-pihak yang terkait didalamnya.3 Sedangkan penentuan system kemasyarakatan Batak Toba adalah patrilineal yaitu garis keturunan ditarik berdasarkan garis dari Ayah.

Marga dalam system kekerabatan suku Batak Toba memudahkan hubungan penemu petunjuk posisi social dan pranata antar orang Batak dalam hubungan kekerabatan dan penentuan posisi dalam kegiatan adat. Setiap individu “diberi” kebebasan untuk menentukan posisi kedudukannya “parhundulan” terhadap orang lain pada suatu kegiatan adat sesuai dengan identitas marga yang melekat padanya.

3 Sianipar (1991 : 12)

(10)

Berdasarkan hal itu sangat dimungkinkan untuk mengetahui keberadaan masyarakat yang berasal dari suku Batak secara umum pada suatu wilayah tertentu dengan melihat kekhususan marga diakhir pencantuman nama pada suatu identitas, walau masih tetap dimungkinkan tidak dicantumkannya marga dibelakang nama seorang anak yang orangtuanya bersuku Batak, hal itu merupakan suatu kenisbian.

4.1.5 Masyarakat Batak Toba Diperantauan

Masyarakat Batak Toba memiliki kebiasaan untuk merantau (meninggalkan tanah asal). Ini bisa terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya faktor ekonomi yaitu untuk mencari kehidupan yang lebih layak, meningkatkan taraf hidup keluarga, atau untuk meningkatkan taraf pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kegiatan merantau yang telah berlangsung secara turun-temurun itu masih tetap berlangsung sampai sekarang dan bahkan boleh dikatakan mengalami peningkatan, namun secara umum domisili yang jauh dari tanah leluhur tidak mengurangi kecintaan masyarakat Batak Toba terhadap adat istiadat dan budaya leluhur, untuk pelestarian budaya yang sudah dilaksanakan secara turun temurun itu maka diperantauan mereka membentuk komunitas.

(11)

Komunitas suku Batak secara umum yang telah ditemukan di wilayah perantauan, termasuk di wilayah Jakarta dan sekitarnya dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian:

(1). Persekutuan karena ikatan pertalian darah (marga)

(2). Karena ikatan kedaerahan (parsahutaon)

(3). Karena ikatan kepentingan yang sama (parhundulan). Misalnya: pekerjaan yang sama, arisan, kelompok olah raga, pendidikan, koperasi dll,4 dari semuanya itu yang paling umum dan mutlak diikuti adalah persekutuan karena ikatan pertalian darah (marga). Adapun tujuan dari perhimpunan marga umumnya adalah untuk memelihara nilai-nilai silaturahmi yang sangat berperan dalam pelaksanaan adat Habatahon.

4.2 Hasil Penelitian

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian di lapangan kemudian dianalisis serta dibahas sesuai dengan tradisi etnografi komunikasi yang nantinya akan muncul data yang peneliti dapatkan selama proses penelitian. Data-data yang diperoleh disesuaikan berdasarkan tema yang diangkat tercantum dalam rumusan makro tentang, Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba di Jakarta Timur. Agar dapat dipahami secara komprehensif maka disini peneliti

4 Panggabean (2007 : 8)

(12)

menguraikan dalam rumusan mikro yaitu, situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.

Hasil penelitian ini diperoleh melalui teknik pengumpulan data sesuai dengan tradisi etnografi komunikasi yaitu dengan cara wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi. Teknik tersebut dilakukan untuk perolehan data yang apa adanya dan alamiah. Data-data yang diperoleh tersebut kemudian dipilih sesuai dengan kategorinya dan kemudian dianalisis sehingga mencapai kesimpulan.

Dalam proses perolehan data lapangan penelitian ini tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, untuk memperoleh data penelitian, peneliti harus menempuhnya dengan beberapa tahap :

1. Pencarian Informan

Pada tahap ini peneliti mencari informan yang benar-benar memahami dan terlibat langsung dalam upacara Pernikahan Adat Batak Toba. Setelah mendapat informan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Seiring berjalannya waktu, informan peneliti memutuskan komunikasi secara sepihak dengan alasan yang jelas.

Kejadian ini membuat peneliti harus mencari lagi informan dalam waktu yang singkat karena waktu yang tersisa untuk peneliti sudah sangat sempit. Akhirnya dengan kesabaran dan semangat peneliti menemukan informan yang diharapkan. Peneliti memiliki saudara yang baru saja menikah di tahun 2016, dan informan dapat membantu peneliti untuk menyusun penelitian ini.

(13)

2. Tahap pendekatan Informan

Dalam pendekatan informan, peneliti mendatangi informan di ruman informan dan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti datang kerumah nya, dari proses tersebut peneliti menjelaskan uraian-uraian hasil penelitian yang telah dilakukan, agar uraian hasil penelitian ini lebih sistematis dan terarah, maka peneliti membagi sub bagian sebagai berikut :

1. Identitas Informan 2. Hasil Penelitian

3. Pembahasan Hasil Penelitian

Uraian pada bab IV ini, peneliti akan mendeskripsikan identitas-identitas informan kunci dan informan pendukung.

4.2.1 Identitas Informan Peneliti

Informan pada penelitian ini ada 3 (tiga) orang yaitu dimana 3 (tiga) orang tersebut terdiri dari paman mempelai, tamu undangan dan ayah mempelai wanita. Orang-orang tersebut terlibat langsung dalam upacara pernikahan adat Batak Toba di Jakarta. Keseluruhan pemilihan informan tersebut dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Adapun profil dari informan penelitian akan di uraikan di bawah ini :

(14)

4.2.1.1 Profil Informan Penelitian

1. M. Simanjorang

Gambar 4.1 (Ayah mempelai wanita)

M. Simanjorang adalah sebagai ayah mempelai wanita. Ia merupakan ayah dari seorang istri bermarga / boru Nainggolan, yang dikaruniai 4 orang anak. M. Simanjorang adalah lulusan Tekhnik Informatika yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta sebagai IT di perusahaan tersebut. Pada saat penelitian ini akan di laksanakan, Bapak M. Simanjorang juga akan melangsungkan pernikahan puteri nya yang ke pertama jadi secara tidak langsung Bapak M. Simanjorang pasti terlibat dalam keseluruhan acara upacara pernikahan adat Batak puterinya bersama pasangannya.

(15)

2. J. Limbong

Gambar 4.2 (Tamu Undangan)

J. Limbong adalah anak pertama dari tiga (3) bersaudara. Ia menikah dengan Marga / boru Sianturi, dan memiliki 2 orang anak. Saat ini ia bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) di salah satu Departement Pemerintah di Jakarta. Bapak J. Limbong merupakan salah satu tamu undangan yang aktif dan rajin datang ke setiap pernikahan adat Batak. Sehingga sedikit banyak ia paham tentang Upacara Pernikahan Adat Batak.

(16)

3. A. Simarmata

Gambar 4.3 (Paman mempelai wanita)

A. Simarmata adalah Paman dari Puteri Bapak M. Simanjorang, dalam adat Batak di sebut dengan hula-hula. Bapak A. Simarmata pemilik Perusahaan Kontraktor di Jakarta, A. Simarmata adalah paman bungsu dari keluarga Istri M. Simanjorang. Beliau juga aktif dalam setiap undangan acara pernikahan adat Batak Toba.

(17)

4.2.1.2 Informan Kunci 1. A. Sinaga

Gambar 4.4 (Raja Parhata 1)

A. Sinaga adalah seorang Raja Parhata dalam Bahasa Indonesia adalah Juru bicara adat Upacara Pernikahan Adat Batak, salah satu nya adalah Acara Pernikahan Adat Batak Toba pada Puteri M. Simanjorang, A. Sinaga berumur 58 Tahun dan telah sering di minta sebagai Raja Parhata dalam setiap acara pernikahan Adat Batak tidak hanya dari daerah Jakarta tapi juga dari berbagai Luar Daerah. Beliau adalah pensiunan Tentara yang telah memiliki 6 orang cucu dan saat ini

(18)

tinggal di daerah Jakarta Selatan dan saat ini beliau sudah berstatus duda. 2. R. Simanjuntak Gambar 4.5 (Raja Parhata 2)

R. Simanjuntak adalah seorang Raja Parhata dalam Bahasa Indonesia adalah Juru bicara adat Upacara Pernikahan Adat Batak, salah satu nya adalah Acara Pernikahan Adat Batak Toba pada Puteri M. Simanjorang, R. Simanjuntak berumur 50 Tahun dan telah sering di minta sebagai Raja Parhata dalam setiap acara pernikahan Adat Batak di berbagai kota di Jakarta. Beliau adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan asuransi di Jakarta, saat ini beliau sudah berstatus duda dengan memiliki 4 orang anak 3 orang cucu.

(19)

3. S. Nainggolan

Gambar 4.6 (Raja Parhata 3)

S. Nainggolan adalah seorang Raja Parhata dalam Bahasa Indonesia adalah Juru bicara adat Upacara Pernikahan Adat Batak, salah satu nya adalah Acara Pernikahan Adat Batak Toba pada Puteri M. Simanjorang, S. Nainggolan berumur 60 Tahun dan telah sering di minta sebagai Raja Parhata dalam setiap acara pernikahan Adat Batak di berbagai kota di Jakarta maupun di Luar Jakarta. Beliau memiliki Usaha Tambal Ban di depan rumah nya, Beliau memiliki 3 Orang Anak dengan 8 orang cucu. Beliau memiliki seorang istri dengan marga / boru Purba yang saat ini masih bekerja di Salah satu perusahaan Bank Swasta di Jakarta.

(20)

4.2.2 Hasil Analisi Data

Dari hasil Pengamatan di lapangan dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti sebanyak empat (4) kali pertemuan di Kota Jakarta ini tentang Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Keluarga M. Simanjorang, diperoleh hasil sebagai berikut :

4.2.2.1 Situasi Komunikatif Aktifitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba di Jakarta

Untuk mendapatkan pengamatan tentang situasi komunikatif aktifitas komunikasi pernikahan adat batak, peneliti harus berada di acara pernikahan Adat Batak di Keluarga M. Simanjorang yaitu di Gedung Pertemuan Sejahtera, baik dari awal acara hingga selesai yakni dari pukul 11.00 hingga pukul 19.00 WIB. Pada Upacara Pernikahan Adat Batak Toba keluarga M. Simanjorangdi laksanakan di Gedung Pernikahan Adat Batak di Gedung Pertemuan Sejahtera Jakarta Timur.

Dari yang peneliti amati, pada pernikahan ini undangan di bagi menjadi dua, ada undangan untuk acara adat dan ada undangan untuk resepsi, namun pelaksanaannya di lakukan pada waktu yang bersamaan. Hanya di bedakan ruangannya saja begitu juga dengan pembagian makanannya di bedakan.

Peneliti melihat sebelum pengantin datang, telah ada beberapa orang dari keluarga yang memeriksa dan memastikan seluruh kelengkapan acara yang akan berlangsung.

(21)

Sebelum masuk ke acara Adat di gedung pernikahan, pasangan mempelai harus mengikuti acara pemberkatan nikah di Gereja lalu setelah selesai acara pemberkatan pengantin di bawa oleh mobil pengantin langsung ke Gedung pernikahan beserta seluruh keluarga pengantin yang lainnya. Pengantin tiba di Gedung pernikahan pada pukul 11.30 lalu pengantin di dandani dan memakai perlengkapan pakaian pernikahan adat batak di ruang rias pengantin sampai waktu nya pengantin masuk ke dalam Gedung. Setelah Pengantin selesai di dandani, lalu pengantin mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam Gedung Pertemuan Sejahtera dengan berdiri di pintu masuk Gedung, jam 12.00 WIB, pengantin memasuki Gedung dengan di iringi musik Batak, penari yang ada di hadapan pengantin, orang tua dari pihak laki serta keluarga pihak laki-laki lainnya yang berada di belakang pengantin dan anak-anak kecil yang berdiri di depan pengantin membawa bunga untuk di tabur sampai pengantin tiba di kursi pelaminan. Setelah pengantin tiba di kursi pelaminan, saya melihat orang tua dan keluarga lainnya dari pihak laki-laki berdiri di tengah untuk menyambut hula-hula yaitu orangtua atau keluarga dari pihak perempuan, di iringi dengan musik dan penari dan saya pun melihat dari pihak keluarga laki-laki menari tarian Batak untuk menyambut hula-hula nya yaitu pihak keluarga dari perempuan, dan saya pun melihat pihak dari keluarga perempuan membawa ikan mas serta tandok yang berisikan beras dan mereka pun menari dengan sukacita.

(22)

4.2.2.2 Peristiwa Komunikatif Aktifitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba.

Untuk mendapatkan pengamatan tentang situasi komunikatif aktifitas komunikasi pernikahan adat batak, peneliti harus berada di acara pernikahan Adat Batak di rumah Keluarga M. Simanjorang dari awal acara hingga selesai yakni pada pukul 07.00WIB hingga pukul 08.30 WIB di rumah keluarga M. Simanjorang di daerah Pulomas Jakarta Timur. Dari pengamatan peneliti, sekitar pukul 07.00 WIB pihak pengantin pria tiba dirumah orangtua pengantin perempuan. Tepat di pintu masuk pengantin pria memberikan bunga tangan dan sebaliknya pengantin perempuan menyematkan korsase di jas pria. Untuk acara ini pihak keluarga pengantin pria menyiapkan seekor sapi atau martudu-tundu sedangkan pihak pengantin wanita menyiapkan dengke atau ikan mas. Jumlah banyaknya makanan adat ini tergantung kondisi dan kesepakatan antar kedua pihak, kami juga berdoa bersama untuk menyerahkan diri supaya acara hari itu dapat berjalan sesuai kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Sambil saudara-saudara yang lainnya sarapan pagi bersama, ibu dari pengantin pria dan pengantin wanita memberi suapan kepada pengantin wanita dan pengantin pria, suapan ini diartikan sebagai doa dan restu dari ibu orangtua perempuan. Biasanya juga pengantin batak saling memberi suapan kepada pasangannya.

(23)

4.2.2.3 Tindakan Komunikatif Aktifitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba.

Untuk mendapatkan pengamatan tentang Tindakan komunikatif aktifitas komunikasi pernikahan adat batak, peneliti harus berada di Gedung Adat Batak Gedung Pertemuan Sejahtera yakni dari pada pukul 12.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Peneliti mengamati bahwa acara demi acara adat mulai di lakukan setelah makan siang bersama, setelah selesai makan siang, pemimpin acara Adat mulai membuka sesi adat satu per satu. Peneliti melihat ada Kepala dan bagian tubuh hewan babi yang di letakkan di atas nampan besar, di atas meja tepatnya di depan pelaminan. Pada saat acara adat akan di mulai telah di letakkan sebuah bakul besar di depan mempelai yang menurut sumber yang dapat di percaya, guna bakul besar itu adalah untuk meletakkan amplop-amplop berisi uang pemberian dari kerabat, teman atau saudara yang datang ke atas pelaminan untuk menyalami pengantin.

Peneliti juga melihat bahwa keluarga telah mempersiapkan beberapa lembar daun sirih, beberapa butir beras dan uang di dalam sebuah piring, menurut sumber yang di wawancarai oleh peneliti, uang, sirih dan beras tersebut akan di berikan dari pihak pengantin laki-laki kepada pihak orang tua pengantin wanita. Lalu, setelah pemberian uang, beras dan sirih, peneliti melihat ada acara pemberian ulos secara bergantian dari pihak orangtua wanita kepada pengantin, Setelah orang tua mempelai wanita selesai memberikan ulos kini saatnya kesempatan bagi seluruh keluarga

(24)

yang hadir di acara memberikan ulos kepada pasangan pengantin. Dengan urutan yang telah di sepakati, mulai dari hula-hula,dongan tubu,dongan sahuta,paranak dan parboru. Setelah acara mangolusi selesai di penghujung acara peneliti menyaksikan kedua belah pihak orangtua dari pihak laki-laki dan perempuan secara bergantian mengucapkan terimakasih untuk semua keluarga yang sudah hadir, lalu di tutup dengan ucapan terimakasih oleh pengantin pria dan wanita.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Situasi Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba

Prosesi yang dilakukan ketika upacara pernikahan adat batak toba berlangsung merupakan suatu warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Pernikahan adat batak ini sejak dulu hingga sekarang masih terus digunakan bahkan masih dipatuhi, seperti mulai tahapan-tahapan yang harus dilakukan, dan suatu simbol yang mempunyai arti tersendiri bagi mereka sampai sekarang tetap mereka pegang teguh.

Ketika manusia berkomunikasi tekadang mereka hanya mengetahui bahwa komunikasi hanya mengobrol dengan lawan bicaranya. Dan kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa komunikasi hanya dilakukan dengan teman sekeliling, disini peneliti akan memaparkan hasil dari penelitian tentang aktivitas komunikasi dalam upacara pernikahan adat batak toba.

(25)

Dalam keilmuan komunikasi yang semakin hari semakin kaya dengan kajian komunikasinya. Dalam ranah keilmuan, ilmu komunikasi tidak hanya mempelajari suatu interaksi dengan sesamanya, komunikasi juga mempelajari interaksi dengan Tuhan atau leluhurnya yang ditransferkan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti khusus tersendiri bagi mereka atau budayanya tersebut. Situasi yang terjadi ketika peneliti melakukan penelitian pada pernikahan adat batak toba yaitu Situasi Komunikatif dalam Upacara Pernikahan adat batak Toba Setelah melakukan wawancara dengan para informan serta hasil observasi langsung ke lapangan, dapat peneliti analisis bahwa situasi komunikatif dalam upacara Pernikahan adat Batak terdapat situasi yang terjadi ketika upacara perikahan adat berjalan, situasi yang sakral dimana pernikahan adat Batak toba dalam pelaksanaannya harus dihadiri oleh tulang atau paman dari sang mempelai dan juga paman dari kedua orang tua mempelai, karena peran tulang atau hula-hula begitu penting bagi masyarakat Batak Toba, maka ketika menyambut kedatangan hula-hula orang tua mempelai menyambut hula-hula dengan penuh rasa hormat dan sakral.

(26)

4.3.1.1 Menyambut Kedatangan Hula – Hula

Gambar 4.7

(Menyambut kedatangan Hula-hula)

ACARA ADAT NA GOK (ULAON SADARI) Prosesi Memasuki Tempat Acara Adat

 Raja Parhata Pihak Laki-Laki meminta semua dongan tubu/semarganya bersiap-siap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.

 Raja Parhata Pihak Perempuan memberitahukan kepada hula-hula, bahwa Suhut Pihak Laki-Laki sudah siap menyambut dan menerima kedatangan hula-hula.

(27)

 Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, Raja Parhata Pihak Perempuan mempersilahkan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan.

Urutan uduran (rombongan) : 1. Hula-Hula 2. Tulang 3. Bona Tulang 4. Tulang Rorobot 5. Bona Ni Ari 6. Hula-Hula Na Marhaha-Anggi 7. Hula-Hula Naposo / Parsiat.

 Protokol hula-hula menyampaikan kepada rombongan hula-hula agar mereka bersama-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula.

 Protokol hula-hula menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan Raja Parhata Pihak Perempuan pada point 3 bahwa sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran hula-hula dan tulang memasuki tempat acara secara bersama-sama. Untuk itu diatur urutan-urutan uduran (rombogan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan.

(28)

Uduran yang pertama adalah Hula-hula diikuti Tulang sesuai urutan yang disebutkan Raja Parhata Pihak Perempuan.

 Menerima kedatangan Suhut Paranak. Setelah seluruh rombongan hulahula dan tulang dari Suhut Parboru duduk, rombongan Raja Parhata Pihak Perempuan memberitahu bahwa tempat untuk Suhut Paranak dan uduruan sudah disediakan dan Suhut Parboru sudah siap menerima kedatangan mereka. beserta Hula-hula, tulang Suhut Paranak dan udurannya.

 Raja Parhata Pihak Laki-Laki menyampaikan kepada dongan tubu bahwa sudah ada permintaan dari pihak perempuan agar mereka memasuki ruangan.

 Raja Parhata Pihak Laki-Laki memohon sesuai permintaan hula-hula

Suhut Parboru agar mereka masuk bersama-sama dengan Suhut Paranak. Untuk itu tata cara dan urutan memasuki ruangan di atur yaitu pertama adalah rombongan Suhut Paranak dan borunya di susul Hula-hula kemudian Tulang dan seterusnya.

4.3.2 Peristiwa Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba

Dalam pernikahan Adat Batak Toba terjadi Peristiwa Komunikatif dalam Upacara Pernikahan adat batak toba, Untuk menganalisis peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan adat Batak Toba terdapat beberapa

(29)

komponen yang perlu diuraikan, yaitu: tipe peristiwa, topik peristiwa komunikatif, tujuan dan fungsi, setting, partisipan, bentuk pesan seperti bahasa yang digunakan, isi pesan dan urutan tindakan, serta kaidah interaksi dan norma-norma interpretasi. Analisis komponen-komponen tersebut dapat menelaah dalam upacara pernikahan adat Batak Toba sebagai peristiwa komunikatif. Peristiwa yang terjadi dalam pernikahan adat batak Toba mempunyai makna dan arti tersendiri dalam masyarakat Batak Toba, seperti yang dikatakan Blummer dalam buku Kuswarno terdapat premis utama dalam interaksi Simbolik yaitu : “Makna itu di peroleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain.” Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba mempunyai simbol-simbol yang sudah diartikan dan mempunyai makna tertentu bagi masyarakat Batak Toba.

4.3.2.1 Marsibua – Buhai Gambar 4.8

Gambar 4.8

(30)

Pernikahan Adat Batak Toba dimulai dari Marsibuha-buhai, Pihak keluarga lakilaki mendatangi rumah pihak perempuan untuk menjemput pengantin dengan membawa "Tudu-tudu Sipanganon". Setibanya pihak laki-laki di rumah pihak perempuan, Raja Parhata pihak perempuan mengabarkan kepada dongan tubunya dan keluarga lainnya bahwa pihak laki-laki telah tiba dan akan memasuki rumah (maksudnya untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan pihak lakilaki).

Kemudian Raja Parhata pihak perempuan mempersilahkan masuk kerumah dan di sini pengantin perempuan menyematkan bunga kepada pengantin lakilaki. Selanjutnya pihak laki-laki memberikan "Tudu-tudu Sipanganon" kepada pihak perempuan setelah selesai maka pihak perempuan memberikan "Dengke" kepada pihak laki-laki. Kemudian makan bersama dan berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberkati rencana Pesta Pernikahan tersebut. Setelah selesai acara makan, maka kedua pihak keluarga berangkat sama ke Gereja untuk melaksanakan "Pamasu-masuon Parbagason" putra-putri mereka.

(31)

Gambar 4.9

(Menyerahkan Tudu Sipanganon)

Setelah pada tahap diatas maka dilanjutkan acara penyerahan "Tudu-tudu Ni Sipanganon" dan disini Raja Parhata pihak laki-laki memberitahukan kepada pihak perempuan bahwa mereka akan menyerahkan "Tudu-tudu Ni Sapanganon" dan disambut oleh Raja Parhata pihak perempuan untuk memberitahukan kepada pihak perempuan untuk mempersiapkan diri menerima "Tudu-tudu Ni Sipanganon" dari pihak laki-laki.

Tanda makanan adat yang pokok adalah : kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba), pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar dan disampaikan dengan bahasa adat (umpasa) yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun

(32)

makanan yang dibawa itu sedikit semoga makanan tersebut membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula Suhut Parboru dan semua yang memakannya . Dan penyerahan tersebut dipakai umpasa yaitu : “Sititikma si gompa, golang-golang pangarahutna. Tung songoni na hupatupa hami, sai godang ma pinasuna”. Kemudian disambut dengan bersama-sama mengatakan : “Hematutu”. C. Menyerahkan Dengke (Ikan Mas) Oleh Suhut Pihak Perempuan Setelah selesai pihak laki-laki menyerahkan "Tudu-tudu Ni Sipanganon", maka pihak perempuan membalas dengan memberikan "Dengke" kepada pihak lakilaki. Tata cara penyerahannya sama dengan penyerahan diatas. (Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis "Ihan" atau "Ikan Batak". Sejenis ikan yang hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di ari yang jernih (tio) dan kalua berenang / berjalan selalu beriringan (mudur-mudur), karena itu disebut : dengke sitio-tio, dengke simudur-mudur. Simbol inilah yang menjadi harapan kepada pengantin dan keluarganya yaitu seia sekata, beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan). Tetapi sekarang ihan sudah sulit didapat dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan sebagai penggantinya. Ikan mas ini dimasak khas Batak yang disebut "Naniarsik" yaitu ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam tubuh ikan tersebut.

(33)

4.3.3 Tindakan Komunikatif Aktivitas Komunikasi Pernikahan Adat Batak Toba

Begitu juga dalam Aktivitas Komunikasi pernikahan adat Batak Toba terjadi Tindakan Komunikatif Tindakan komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, dalam hal ini peneliti akan membahas serta manganalisis tindakan komunikatif dalam upacara pernikahan adat batak toba, berdasarkan hasil dari komponen-komponen yang terdapat dalam peristiwa komunikatif, dikarenakan tindakan komunikatif erat kaitannya dengan komponen-komponen yang terdapat dalam peristiwa komunikatif.

Dalam Teori Interaksi Simbolik yang diungkapkan oleh Blummer dalam buku Kuswarno yaitu “Makna-Makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial sedang berlangsung”. Begitu juga dengan Tindakan Komunikatif yang terjadi pada saat pernikahan Adat Batak Toba, Dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam Upacara Pernikahan Adata Batak Toba, masyarakat tersebut melakukan tindakan seperti mangulosi atau memberikan ulos sejenis kain bata kepada pengantin, dalam tindakan tersebut, simbol dan tindakan yang dilakukan sebagai makna bahwa kedua mempelai yang sudah mempunyai keluarga baru menjadi keluarga yang selalu ingat dan berpegang teguh akan adat Batak Toba.

(34)

4.3.3.1 Pembagian Jambar

Gambar 4.10 (Pembagian Jambar)

Kata "Jambar" dapat diartikan pembagian dari tingkatan masing-masing dari adat batak. Biasanya pembagian "Jambar" sudah diberitahukan pada saat acara "Marpudun Saut atau Martumpol" pada bagian-bagian mana yang akan diberikan kepada masing-masing pihak keluarga. Disini pihak perempuan memberikan bagian jambar untuk pihak paranak sebagai ulu ni dengke mulak.

Selanjutnya masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihak keluarganya.

Bagian-bagian yang perlu diberikan adalah : 1. Jambar hula-hula : Osang ma jambarmu Rajanami

(35)

3. Jambar Bona Tulang, Bona ni Ari, Tulang rorobot, Hulahula namarhaha maranggi sahat tu hulahula ni anak manjae : sude ma somba-somba napinonggolan.

4. Jambar hahadoli & anggidoli : Soit na bolon

5. Jambar ni Boru dohot Bere : Parsanggulan Parsiamun 6. Jambar di Punguan : Soit

7. Jambar ni pariban Dongan Sahuta Ale-ale : Soit 8. Jambar Pangula ni Huria

4.3.3.2 Proses Pengambilan Amplop

Gambar 4.11

(Pengambilan amplop oleh mempelai wanita)

Pengantin perempuan mengambil uang / amplop ala kadar nya dari appang (wadah bantuan para hadirin yang datang ke pesta adat

(36)

pernikahan). Hal ini mengisyaratkan bahwa keluarga yang baru terbentuk akan mandiri, dan wanita yang mengambil adalah mengisyaratkan bahwa keluarga yang baru terbentuk ini sudah memiliki system yang jelas dan si mempelai wanitalah yang akan memanagement keuangan mereka. Dengan harapan mempelai wanita mampu mendukung suami dalam mencari penghasilan / kebutuhan rumah tangga nya nanti.

4.3.3.3 Sinamot

Gambar 4.12 (Penyerahan Sinamot)

Umumnya sinamot sebagian besar sudah disampaikan ketika marhusip, yang tujuannya agar bisa membantu segala rangkaian acara yang akan dilaksanakan. Pembicaraan tentang berapa besarnya sinamot

(37)

umumnya untuk saat ini dilakukan ketika marhori-hori ding-ding yang dikukuhkan secara adat di depan hadirin pada saat marhusip. Seperti yang termaksud pada hasil wawancara berikut :

Saat pelaksanaan pesta pernikahan, tuhor dibagi-bagi kepada Dalihan na Tolu dan kerabat yang berhak yaitu : Suhut atau orang tua dari mempelai perempuan, Si Jalo Bara atau saudara laki-laki ayah dari mempelai perempuan, Si Jalo Todoan atau saudara laki-laki mempelai perempuan, Tit-tin marakkup atau Upa Tulang kepada saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan, Upa Pariban atau saudara perempuan dari ibu mertua mempelai perempuan dan semua undangan pihak mempelai perempuan yang hadir sebagai bukti atau tuhor ni boru.5

Menurut aturan adat Batak Toba sesungguhnya memang menyampaikan sinamot adalah pada saat pesta unjuk, karena adat Batak Toba itu memang flexible dan ada unsur si dapot soluk do naro “musyawarah untuk mufakat”. Maka dalam hal ini yang dilakukan adalah manggohi, tetapi dalam hitungan tetap dihitung secara utuh sesuai kesepakatan waktu marhusip (walau sifatnya hanya simbolis). Hal ini mengisyaratkan kalua pihak pengantin laki-laki telah membayarnya secara lunas dan tuntas.

Umumnya sinamot sebagian besar sudah disampaikan ketika marhusip, yang tujuannya agar bisa membantu segala rangkaian acara yang akan dilaksanakan. Walau menurut aturan adat Batak Toba sesuangguhnya memang menyampaikan sinamot adalah pada saat pesta unjuk, karena adat Batak Toba itu memang flexible dan ada unsur si dapot soluk do naro “musyawarah untuk mufakat”. Maka dalam hal ini yang

(38)

dilakukan adalah manggohi, tetapi dalam hitungan tetap dihitung secara utuh sesuai kesepakatan waktu marhusip (walau sifatnya hanya simbolis). Hal ini mengisyaratkan kalua pihak pengantin laki-laki telah membayarnya secara lunas dan tuntas.

Makna yang tersirat pada prosesi ini adalah, ucapan terima kasih dari keluarga pihak laki-laki kepada keluarga pihak wanita, karena setelah saai itu cepat atau lambat si wanita yang di nikahkan tersebut akan melahirkan generasi baru yang nantinya akan membawa marga ayahna (pihak laki-laki), dikarenakan system kekerabatan yang bersifat patrilineal pada adat Batak Toba

4.3.3.4 Mangulosi

Gambar 4.13 (Mangulosi)

(39)

Makna mangulosi hela adalah bahwa orang tua pengantin wanita menerima dengan tangan pasangan pengantin, dan merelakan borunya untuk hidup bersama helanya dengan memberi mereka restu dan akan menempatkan mereka seperti layaknya orang yang sudah tua dan memperoleh haknya sebagai bagian dari tatanan Dalihan Na Tolu.

Adat Batak Toba di masa sekarang mengganggap bahwa ulos hanya sebagai sarana / alat untuk mendoakan dan tidak disakralkan, tetapi hanya sebagai symbol atau perantara untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa akan berkat “hagabeon dan hamoraon”. Ulos juga berhubungan dengan kehidupan orang Batak Toba, mulai dari lahir, menikah, saur matua dan meninggal. Sedangkan bagi pasangan pengantin uloas memiliki makna seperti yang di ungkapkan oleh Bapak R. Sinaga :

Simbol ulos maksudnya bila kedinginan ada ulos sebagai penghangat badan, bersama-sama bagi pasangan pengantin. 6

Sebelum muncul dan berkembangnya agama di wilayah tanah Adat Batak Toba, bagi masyarakat Batak Toba secara keseluruhan ulos merupakan sesuatu yang sakral yang berhubungan dengan Pencipta. Namun untuk saat ini lebih kepada tradisi dan symbol. Yang juga di pertegas oleh Keluarga Bapak S. Siagian :

Ulos Hela yang dipakai pengantin, sebagai pengharapan agar membawa rejeki dalam keluarga yang baru terbentuk. 7 Juga di tambahkan oleh ibu S.Siburian yaitu :

6 R. Sinaga, wawancara 20 September 2017 7 A. Siagian, wawancara 20 september 2017

(40)

Supaya mengingat untuk beradat dan mengikuti adat Batak toba. 8

Juga menyimbolkan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa pasangan yang telah melaksanakan pernikahan telah diberi materai secara adat agar pengantin selalu beroleh kehangatan kasih saying dari Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka diberi keturunan yang laki-laki dan perempuan yang banyak seperti banyaknya rambu ulos yang diberi serta usia pernikahan dan usia masing-masing pasangan panjang atau mereka berumur panjang, yang disimbolkan dengan panjangnya rambu ulos yang mereka peroleh dari orang tua pengantin wanita atau yang kelak menjadi hula-hula mereka.

4.3.3.5 Menjalankan Olop – Olop

Gambar 4.14 (Menjalankan Olop – Olop)

Acara Olop-olop memiliki makna kalua acara pesta ini pelaksanaan pernikahan secara Adat Batak Toba telah selesai dan kedua belah pihak bersuka cita karena pesta telah usai dan mengucapkan terimakasih kepada semua hadirin. Dalam

(41)

praktik pelaksanaannya sama dengan uang ingot-ingot yang diberikan waktu marhusip dan diberikan kepada kedua belah pihak (paranak dan parboru) kemudian saling bertukar kedua belah pihak untuk kemudian dibagi bagi pada hadirin yang masih ada di tempat pelaksanaan pesta pernikahan yang oleh

sebagian orang disebut sebagai uang untuk menyenangkan hati hadirin yang telah setia mengikuti acara pesta yang berlangsung seharian.

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan rata-rata responden dari hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden yang diambil dari TNLL pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada

SOP (standar operasional perusahaan) yang diterapkan oleh perusahaan adalah, mencari karyawan yang memahami sayuran, tidak dipatok tingkat pendidikan, telaten, pandai menyortir

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Komunikasi interpersonal antara pembina dan warga binaan anak sudah berjalan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi S1

Istilah kualitas daya listrik merupakan suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis gangguan yang

The mechanism of protein re-methylation inhibition is supported by results of studies that have indicated that successful treatment regimen could lower its concentration

pembelajaran masih bersifat satu arah; 2) kurangnya interaksi antara guru dengan siswa sehingga siswa cendurung pasif ketika pembelajaran berlangsung; 3) kurangnya

Menurut Simatupang (2007), kerangka pikir pemerintah dalam merancang kebijakan ketahanan pangan ialah (1) harga yang "terjangkau" dan stabil cukup