• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya

.

 Pokok Bahasan

Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Setiap manusia yang hidup dalam masyarakat pasti memiliki kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan sarana manusia dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Kebudayaan adalah cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya (Roucek dan Warren, 1984; dalam Awang, 2003).

Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah ‘society’, yang berasal dari kata ‘socius’, artinya kawan; sedangkan kata masyarakat berasal dari bahas Arab yaitu ‘Syirk’, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia seseorang, melainkan oleh unsurunsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Manusia mulai dari lahir sampai mati sebagai anggota masyarakat, mereka saling bergaul dan berinteraksi, karena mempunyai nilai-nilai, norma, cara-cara dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama.

Demikian bahwa hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang-orang lain. Interaksi sosial sangat utama dalam tiap masyarakat. Dengan demikian dapatlah dikemukaan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adatistiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Selanjutnya, dengan terciptanya sistem adat-istiadat atau sistem bergaul, kemudian diciptakan pula kaidah-kaidah atau norma-norma pergaulan yang akhirnya menciptakan suatu kebudayaan. Koentjaraningrat (1974) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat yang tertentu.

(2)

2 Masyarakat juga dapat diartikan sebagai orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 1992). Definisi kebudayaan menurut E.B. Taylor (1871) dalam Soekanto, (1992) dalam Hermawan (2011) adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat (2000) mengartikan kebudayaan sebagai seluruh gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar. Kebudayaan yang dimiliki manusia diturunkan melalui proses belajar dari tiap individu dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan di dalamnya berisi norma-norma sosial. Norma-norma tersebut mengandung kebiasaankebiasaan hidup, adat-istiadat, atau kebiasaan

(folkways). Kebudayaan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang

disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dari lingkungannya.

Suatu masyarakat memiliki karakteristik masing-masing yang sedikitnya bisa dilihat dari 3 unsur, yaitu:

 Tata nilai. Pola cara berpikir atau aturan-aturan yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan tingkah laku warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berfungsi menjadi pedoman hidup manusia dalam bermasyarakat.

 Norma. Alvin L. Bertrand dalam Hermawan, (2011) mendefinisikan norma sebagai suatu standar tingkah laku yang terdapat di dalam semua masyarakat. Norma-norma memberikan standar tingkah laku, apabila tingkah laku seseorang dipandang wajar dan sesuai dengan norma yang

 Berlaku dalam kelompoknya, maka interaksi dalam kelompok tersebut akan berlangsung dengan wajar sesuai dengan ketetapan-ketetapan bersama. Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lau dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995 dalam Suharto, 2011). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.

(3)

3 Ralph Linton (dalam Soerjono, 1977)menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedangkan Selo Sumardjan (dalam Soerjono, 1977) menyatakan bahwa masyarakat ialah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Usaha mengembangkan konsep masyarakat ternyata tidak menghasilkan suatu rumusan yang seragam. Satu aspek yang tampak disepakati bersama adalah masyarakat menyangkut setiap kelompok manusia yang hidup bersama. Maka dalam usaha menyamakan pandangan tentang masyarakat ini yang paling penting adalah membutiri unsur-unsur masyarakat sendiri. Hidup bersama dikatakan sebagai masyarakat apabila mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1 Manusia yang hidup bersama. Jumlah manusia yang harus ada dalam suatu masyarakat, tidak ada suatu angka yang pasti, namun secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

2 Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan manusia tidak seperti kumpulan benda-benda mati. Kumpulan manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru, yang dapat bercakap-cakap, memiliki keinginan, harapan, serta perasaan. Akibat dari kehidupan bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

3 Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan,

4 Mematuhi terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang menjadi kesepakatan bersama,

5 Menyadari bahwa mereka bersama-sama diikat oleh perasaan di antara para anggota yang satu dengan yang lainnya,

6 Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu.

Demikianlah akhirnya bahwa masyarakat mengandung pengertian yang sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok besar maupun kecil tergantung pada jumlah anggotanya. Dua orang atau lebih dapat

(4)

4 merupakan kelompok. Dalam pengelompokan sering dibedakan kelompok primer dan kelompok sekunder. Dilihat dari fungsinya ada kelompok orang dalam’ (in-group) dan ‘orang luar’ (out-group). Semua jenis kelompok di atas hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

a. Aspek Struktur Masyarakat Desa

Struktur sosial ialah konsep perumusan asas-asas hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu.pengertian ini tidak jauh berbeda dengan dalam sosiologi dalam dictionary of sociologi an related sciences (h.p, 1975), stuktur sosial diartikan sebagai pala yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial. Dalam rumusan ini telah mencakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara nanggota dalam suatu kelompok maupun antara kelompok.

Stuktur sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. J. B. A. F. Mayor polak lewat pendapat bahwa antara kebudayaan dan struktur terdapat kolerasi fungsional. Artinya, antara kebudaan dan struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung dan membenarkan. Stuktur sosial di bagi menjadi dua yakni stuktur sosial vertikal dan horisontal. Struktur sosial vertikal atau stratifikasi sosial, atau pelapisan sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam dalam susunan yang bersifat hirarkis, berjenjang. Sehingga dalam dimensi struktur terdapat kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan ata), sedang (lapisan menengah), dan rendah(lapisan bawah). Struktur sosial horisontal atau diferensiasi sosial, menggambarkan kelompok – kelompok sosial tidak di lihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengolompokan yang ada dalam suatu masyarakat. Semakin maju atau berkembangnta masyarakat semakin bervariasi dan komples pengelompokannya, bukan saja secara kuantitatif tetapi juga kualitatif.

Struktur phisik suatu desa berkaitan erat dengan lingkungan phisik desa itu dalam pelbagai aspeknya. Secara agak lebih khusus ia berkaitan dengan lingkungan geografisdengan segala ciri-cirnya seperti : iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah,

(5)

5 ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Variasi dalam perbedaan ciri-ciri fisik akan menciptakan pula perbedaan dalam jenis tanaman yang di tanam, sistem pertanian yang di terapkan, dan lebih lanjut pola kehidupan dari masing-masing kelompok masyarakatnya. Lingkungan geografis yang memberi kemungkinan untuk budi daya tanaman padi akan menciptakan masyarakat petani sawah yang berbeda dengan lingkungan geografis yang cocok untuk budi daya tanaman gandum dengan petani gandungmnya. Tanah-tanah yang kurang subur akan cenderung menciptakan desa-desa kecil yang terpencar, berjauhan satu sama lain, dengan penduduk yang jarang titik. Sebaliknya, tanah-tanah yang subur akan cenderung menciptakan desa-desa yang besar, berdekatan satu sama lain, dan berpenduduk padat.

Pola pemukiman tersebut merupakan salah satu aspek yang dapat mengambarkan dengan jelas keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Pola pemukiman menurut smith dan zopf adalah berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan antara pemukiman yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Dalam bentuknya terdapat 2 pola pemukiman yakni :

1. Yang pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman.

2. Yang pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain, dan masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pemukiman mereka.

Pola pemukiman menurut paul H. Landis iya memperkirakan empat pola pemukiman yang terdapat di dunia, yakni :

1. The farm village type atau yang menurut smith dan Zopf (FVT) ialah pola pemukiman dalam mana penduduk (petani) tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan pertanian berada di luar lokasi pemukiman.

2. The nebulous farm type (NFT) hampir sama dengan pola FVT DI atas. Bedanya, di samping yang tinggal bersama-sama di suatu tempat , terdapat penduduk yang tinggal tersebar di luar pemukiman, kecuali bagi penduduk yang tinggal di luar pemukiman itu.

(6)

6 3. The arranged isolated farm type (AIFT) adalah pola pemukiman dalam mana penduduk tinggal di sekitar jalan dan masing-masing berada di lahan pertanian mereka, dengan suatu trde center di antara mereka.

4. The pure isolated farm type (PIFT) adalah pola pemkiman yang penduduknya tinggal dalam lahan pertanian mereka masing-masing, terpisah dan berjahuan satu sama lain dengan suatu trade center.

b. Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial, pelapisan sosial, atau struktur sosial vertikal adalah penggambaran kelompok-kolompok sosial dalam susunan yang hirarkis, berjenjang. Dalam masyarakat terjadi pelapisan-pelapisan karna kehidupan manusia di dekati oleh nilai. Keberadaan nilai selalu mengandung kelangkaan, tidak mudah di dapat, dan oleh karnanya memberi harga pada penyandangnya. Secara umum hal-hal yang mengandung nilai berkaitan dengan harta/kekayaan, jenis mata pencaharian, pengetahuan atau pendidikan, keturunan, keagamaan, dan dalam masyarakat yang masih bersahaja juga unsur-unsur biologis (usia, jenis kelamin). Bagi masyarakat desa yang di pandang bernilai adalah lahan pertanian. Maka seberapa besar pemilikan atau penguasaan seseorang terhadap lahan pertanian akan menentukan seberapa tinggi kedudukannya di tengah masyarakat mereka keberadaan pelapisan sosial ini juga tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Apabila tingkat diferensiasinya rendah maka pelapisan sosialnya juga kurang terlihat. Kalau adapun jarak sosialnya tidak terlalu tajam.

Di antara sejumlah faktor yang menciptakan stratifikasi sosial (struktur sosial vertikal) adalah faktor biologis. Faktor biologis tidak hanya berkaitan dengan struktur vertikal melainkan juga dengan struktur sosial horisontal. Yang berkaitan dengan faktor-faktor biologisseperti jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya. Keterkaitan antara faktor biologis dan struktur sosial vertikal (stratifikasi sosial) dapat di tunjukan lewat sifat mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih bersahaja yakni dari ketika masyarkat masih dalam tingkat food gathering economics (hunting, fishing, meramu ) sampai pada ketika mereka telah mengalami era pertanian (tradisional), masyarakat manusia masih mengandal kepada kekuatan fisik dan pengalaman.

(7)

7 Dalam hal kekuatan fisik kaum laki-laki tergolong lebih kuat di banding dengan wanita. Keterampilan dan kekuatan fisik yang di butuhkan untuk perburuan secara dominan di miliki kaum laki-laki. Kaum wanita yang memiliki kemampuan tersebut merupakan perkecualian seklipun juga ada yang berpendapat bahwa kelemahan kaum wanita di sebabkan oleh kebudayaan yang menciptakan kaum wanita sebagai kaum lemah (peminim). Maka menurut pendapat ini kaum wanita menjadi lemah krena penyesuaian dengan tuntutan budaya. Akibatnya, kaum laki-laki lebih banyak berperang dan dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eknologi terdapat konsep potlach, yakni semacam prinsip bahwa siapa yang berada di pihak memberi akan berkedudukan lebih tinggi di banding dengan pihak yang menerima pemberian itu.dengan demikian di sebabkan oleh peranannya yang besar dan berada dalam kedudukan memberi, maka kaum laki-laki memiliki ke dudukan yang lebih tinggi dari pada kaum wanita.

Stratifikasi sosal merupakan bagian dari proses perubahan dan perkembangan sosial. Namun terdapat perbedaan mendasar antara stratifikasi yang terdapat dalam desa tipe satu-kelas dan desa tipedua kelas. Apabila di lihat dari kesenjangan yang ada serta kecenderungan yang antagonostik antara dua kelompok ini, maka plorisasi sosial lebih mengena untuk menandai situasi yang demikian itu. Smith dan Zopfdalam kaitan ini mengunakan istilah kasta (caste) untuk mengambarkan kekakuan hubungan antara dua kelompok tersebut. Di sebut kasta karena antara kedua kelas itu, di samping jarak sosialnya tajam dan jauh juga tidak terjdi mobilita sosial vertikal. Sedangkan konsep stratifikasi yang dilihat sebagai suatu piramida sosial lebih memperlihatkan perbedaan gradual, tidak hanya terpilah dalam dua lapisan sosial, ada interseksi antara lapisan yang satu dengan yang lain, dan ada kemungkinan terjadinya mobilita sosial vertikal dalam strata itu.

Luas sempitnya pemilikan tanah pertanian memang merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sistem pelapisan sosial masyarakat desa pertanian. Dalam kaitan ini, Smith dan Zopf mengetengahkan adanya lima faktor yang determinan terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa.

a) Luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa.

(8)

8 b) Pertautan antara sektor pertanian dan industri.

c) Bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah.

d) Frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya. e) Komposisi rasial penduduk.

Faktor pemilikan tanah merupakan faktor yang sangat determinan terhadap sistem

pelapisan masyarakat desa pertanian. Menegaskan apa yang telah di jelaskan di atas, faktor pemilikan tanah ini mengandung dua kemungkinan yang berbeda pengaruhnya terhadap sistem stratifikasi sosial masyarakatnya.

 Apabila pemilikan tanah ( sangat luas ) berada di satu atau sejumlah kecil orang ( tuang tanah ), sedangkan lainnya berada dalam kedudukan sebagai petani penggarap ( buruh ) yang tidak memiliki tanah (desa tipe dua-kelas). Muncul fenomena kekastaan. Struktur sosial vertikal tertutup pintunya untuk proses mobilita vertikal. Sekali menjadi petani penggarap, tidak ada harapan baginya untuk menjadi tuan tanah. Antara kelompok tuan tanah dan petani penggarap hakekatnya merupakan dua kelompok masyarakat yang berbeda secara kategoris.  Apabila pemilik tanah secara umum rata-rata sama ( desa tipe satu-kelas ).

Perbedaan dalam pemilikan, kalaupun ada hanya bersifat gradual, tidak kontras seperti di atas. Perbedaan yang ada di sini justru menciptakan lapisan-lapisan sosial yang mengindikasikan dinamika masyarakat karena di dalamnya terjadi proses mobilita vertikal.

Bagaimana pertautan antara sektor pertanian dan industri dapat berpengaruh sekali terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa ? apabila suatu desa tergantung sepenehunya terhadap sektor pertanian, maka faktor tanah memang sangat menentukan sistem stratifikasi sosial masyarakatnya. Terlebih apabila situasi ini terdapat dalam tipe desa dua-kelas. Namun apabila di desa itu (atau di tempat lain dalam mana desa itu memiliki akses terhadapnya) terdapat industri atau lapangan kerj lain yang memberikan alternatif bagi mereka, maka keadaan ini akan berpengaruh terhadap pola stratifikasi sosial masyarakatnya. Stratifikasi sosialnya tidak lagi didasarkan atas luas-sempitnya pemilikan tanah, melaingkan juga oleh kedudukan sosial-ekonomis mereka selalu pekerja industri atau jenis pekerja lainnya. Dengan demikian garis-garis batas demarkasi

(9)

9 antara lapisan-lapisan sosial yang semula kaku dan eksklusif menjadi semakin tidak jelas dan transparan.

Bagaimana bentuk-bentuk hak milik atas tanah (land tenure) berpengaruh terhadap stratifikasi sosial masyarakatnya? Hak milik atas tanah (land tenure) yang dimaksud di sini adalab berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah, yakni hak yang sah untuk mengunakannya, mengolahnya, menjualnya, dan memanfatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan tanah itu (smith dan Zopf). Dengan batasan pengertian semacam ini maka land tenure tidak hanya mengenai hak-milik (eigendom) melaingkan juga termasuk hak-guna atas tanah. Hak –guna atas tanah adalah hak untuk memperoleh hasil dari tanah bukan miliknya dengan cara menyewa, menyakap, dan lainnya. Aturan atau pengaturan mengenai bentuk-bentuk pemilikan serta penguasaan tanah inilah status-status sosial petani dapat dinilai tinggi-rendahnya dalam sistem pelapisan sosial yang ada.

Mengenai pengaruh pertautan antara sektor pertanian dan industri terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa dapat di simpulkan memiliki relevansi yang cukup tinggi di indonesia, terutama untuk daerah-daerah yang telah memiliki akses bagi bagi mobilita penduduknya, melainkan juga di tunjang oleh tekanan penduduk dan semakin sempitnya lahan pertanian. Semakin banyaknya jumlah buruh tani dari tahun ke tahun merupakan salah satu indikasi tentang bertambah beratnya tekanan penduduk di pedesaan jawa. Ikatan daerah yang kuat di satu pihak, dan kekurang pastian kelestarian kerja di sektor industri di lain pihak, menyebabkan banyak dari mereka yang melakukan migrasi musiman.

a. Aspek Kultur Masyarakat Desa Hutan

Sistem adat istiadat meliputi sistem nilai budaya, norma-norma, dan aturan hidup yang dijadikan oleh warga masyarakat sebagai pedoman bertingkah laku. Di dalam kebudayaan tersebut terkandung segenap norma-norma sosial, yaitu ketentuan-ketentuan masyarakat yang mengandung sanksi atau hukumanhukuman yang dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran. Norma-norma itu mengandung kebiasaaan hidup, adat istiadat atau kebiasaan. Adat kebiasaaan mengandung tradisi hidup bersama yang

(10)

10 biasanya dipakai secara turun temurun (contoh nilai hutan bagi rakyat desa hutan). Adat istiadat merupakan pola yang sudah mantap dan telah hidup dalam waktu yang lama secara berkesinambungan, sehingga adat istiadat menjadi sesuatu yang dianggap khas dan dikomunikasikan kepada generasi penerus melalui proses belajar. Realitas ini menyebabkan di kalangan warga masyarakat tumbuh rasa identitas bersama yang berbeda di tiap masyarakat (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Kelembagaan dalam masyarakat merupakan sebuah keharusan yang berfungsi sebagai media pengatur, pengawas, dan pemberi sanksi hukuman kepada para warga yang melanggar aturan. Aturan bersumber pada sistem tata nilai budaya masyarakat yang kemudian ditegaskan dalam sebuah tata aturan yang lebih tinggi tingkatannya, seperti norma, adat istiadat, dan hokum adat. Tujuan utama dibentuknya sistem aturan dalam masyarakat adalah untuk menciptakan suatu kondisi teratur, aman, dan harmonis. Kelembagaan dalam masyarakat dipegang oleh tokoh masyarakat yang mempunyai wewenang penuh untuk mengatur jalannya sistem kelembagaan sesuai aturan yang telah disepakati bersama. Jadi, upaya revitalisasi kelembagaan lokal semacam ini perlu direalisasikan sebagai benteng tangguh terhadap dampak negatif modernisasi dan arus globalisasi, khususnya terkait pengelolaan SDH berbasis masyarakat (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Koentjaraningrat (1990) mengemukakan bahwa dalam setiap kelompok masyarakat terdapat sejumlah nilai budaya tertentu, dimana antara nilai budaya satu dengan lainnya berkaitan membentuk suatu sistem yang dapat digunakan dalam usaha pelestarian hutan. Kumpulan berbagai nilai budaya yang hidup dalam masyarakat merupakan pedoman dari konsep ideal dalam kebudayaan sebagai pendorong terhadap arah kehidupan warga masyarakat terhadap obyek tertentu, dalam hal ini lingkungan hidup. Dengan demikian nilai budaya menentukan sikap seseorang terhadap obyek seperti manusia, hewan atau benda yang dihadapinya. Setiap bangsa di dunia baik yang hidup di negara maju, dengan kebudayaannya yang kompleks, maupun bangsa atau suku bangsa yang masih hidup dengan budaya sederhana, semuanya itu mempunyai sistem pengetahuan.

(11)

11 Budaya atau kebudayaan adalah pengalaman hidup yang diperoleh dari proses dan hasil pencapaian pemikiran, perilaku serta tindakan yang makin bertambah bagi generasi selanjutnya sebagai warisan bersama. Budaya mengandung hakekat akan keperluan dalam memenuhi kehendak mendasar, yaitu agar manusia dapat dan mampu terus hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungan, atau menata serta memanfaatkannya dalam melanjutkan generasinya. Manusia dengan memenuhi segala keperluan organik secara tidak langsung, seperti menggunakan teknologi, kemudian telah mengubah pembawaan anatomi dalam kaitan dengan lingkungan mereka.

Masyarakat desa hutan memiliki sistem budaya sebagai identitas bersama yang melekat dalam sanubari dan menjadi jati diri anggota masyarakat. Budaya masyarakat desa hutan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu lingkungan, sejarah, dan pengalaman. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat desa hutan terbentuk dari interaksi antara sesama anggota masyarakat dengan lingkungannya yang terjadi secara berulang-ulang. Kebudayaan masyarakat desa hutan didasarkan pada sistem pengetahuan yang dimiliki manusia untuk melakukan pemahaman, interpretasi atau adaptasi terhadap lingkungan hutan. Akibatnya, terbangunlah suatu sistem sosial budaya masyarakat desa hutan yang menyatu dengan ekosistem lingkungannya.

Budaya masyarakat desa hutan terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumber daya hutan (Agung dan Murtijo, 2005). Hutan sebagai suatu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan hidup (staff of life) masyarakat desa hutan untuk menopang sistem kehidupannya. Secara umum, Awang (2003) menegaskan kedekatan masyarakat desa hutan dengan lingkungannya dengan indikator-indikator sebagai berikut :

- hutan tempat mereka mencari sumber kehidupan, berburu, mengumpulkan bahan makanan, dan untuk sumber bahan pengobatan, dan sebagai simbol-simbol adat istiadat, kepercayaan, dan inspirasi;

- hutan sebagai sumber pelestari air, penyumbang kayu dan bahan bangunan untuk kepentingan keluarga;

- hutan sebagai faktor produksi bagi pengembangan ekonomi kerakyatan, baik skala kecil, menengah, dan skala besar;

(12)

12 - hutan dipandang sebagai cadangan lahan untuk keturunan dan masa depan

keluarga, serta masyarakat.

 Hasil Pembelajaran

(1)Mampu memahami dan menjelaskan definisi dan karakteristik masyarakat desa baik dari aspek kultur maupun struktur

(2)Mampu menberikan contoh nyata mengenai gambaran masyarakat desa di sekitar hutan dan interaksinya dengan sumberdaya hutan

 Aktifitas

(1) Membaca bahan ajar sebelum kuliah,

(2) Membaca bahan bacaan/pustaka yang relevan

(3) Mencari kasus di kehutanan dalam deskripsi mengenai interaksi masyarakat desa dengan sumberdaya hutan

(4) Diskusi dan menjawab kuis

 Kuis dan latihan

- Jelaskan karakteristik masyarakat desa dari aspek struktur dan kultur dan berikan contohnya !

- Mengapa diperlukan adanya stratifikasi sosial dalam sebuah masyarakat maupun lembaga? Apa kelebihan dan kekurangannya ? Serta berikan contohnya dalam kasus masyarakat desa hutan yang berinteraksi langsung dengan sumberdaya hutan!

(13)

13 DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa Putra H.S. 1994. Antropologi Ekologi; Beberapa Teori dan Perkembangannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Awang S.A. 2002. Etnoekologi ; Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta Djuwadi. 1976. Beberapa Aspek Produksi Gula Kelapa, FKT UGM, Yogyakarta

Djuwadi & Fanani. 1985. Produksi Tanaman Perladangan sebagai Upaya Peningkatan

Pendapatan Petani Peladang di Propinsi Jambi. FKT UGM. Yogyakarta

Djuwadi. 2004. Hutan Kemasyarakatan. FKT UGM. Yogyakarta

Dove. M.R. 1985. Sistem perladangan di Indonesia; Studi Kasus di Kalimantan Barat. Penerbitan FKT UGM. Yogyakarta

Field, John. 2010. Modal Sosial. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Hasbullah, J., 2006. Sosial Kapital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. MR-United Press. Jakarta.

Leibo J., 2003. Kearifan Lokal Yang Terabaikan Sebuah Perspektif Sosiologi Pedesaan. Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta

Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Hutan Rakyat, Cides. Jakarta. Keraf S. 2002. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta

Lobja E. 2003. Menyelamatkan Hutan dan Hak Adat Masyarakat Kei. Debut Press. Yogyakarta

Mubyarto. 1998. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat; Laporan Kaji Tindak Program IDT. Aditya Media. Yogyakarta

Nugraha A. & Murtijo. 2005. Antropologi Ekologi. Wana Aksara. Banten

Nur A. 2010. Peranan Kearifan Lokal dalam Mendukung Kelestarian Hutan Rakyat. FKT UGM. Yogyakarta

Pretty J. & Ward H., 2001, Social Capital and The Environment, World Development, Volume 29, No. 2, UK

Qowi M.R. 2009. Tata Kelola Hutan Lestari Masyarakat Adat Baduy. FKT UGM Yogyakarta

(14)

14 Raharjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

Ritzer G., dan Goodman D.J., 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta. Salim P., 2001. Teori dan Paradigma: Penelitian Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta Soekanto S. 2010. Sosiologi ; Suatu Pengantar. Rajawali Pers. 2010. Jakarta

Soemarwoto O., 2007, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Supriono, Agus., Flassy, Dance J., Rais, Slasi. 2011. Modal Sosial : Definisi, Dimensi, dan Tipologi. Artikel

Wibisono H. 2013. Etnobotani Tanaman Herbal pada Areal Hutan Rakyat oleh

Masyarakat Dusun Gedong. Girimulyo. Kulon Progo. FKT UGM Yogyakarta

Widiyanto E. 2012. Relasi antara Modal Sosial dengan Implementasi PHBM di Desa

Jono. Kab. Bojonegoro. FKT UGM. Yogyakarta

Yuntari D. 2012. Relasi antara Tata Nilai dan Modal Sosial dengan Interaksi

Referensi

Dokumen terkait

Mereka memiliki kemampuan menerima informasi kebersihan gigi dan mulut yang sama dengan anak normal namun terhambat dalam pemahaman dan pengembangan konsep karena mereka tidak

Kita sebagai pengguna dari kayu yang setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, perlu mengenal sifat-sifat kayu setiap tersebut sehingga dalam pemilihan atau

Tujuan dari penyimpanan dan fungsi gudang yaitu untuk memaksimalkan utilitas sumber-sumber yang ada ketika memenuhi keinginan konsumen. Juga untuk memaksimalkan pelayanan

Setelah dilakukan perbaikan tata letak dengan menggunakan metode Systematic Layout Planning dapat dilihat pada alternatif layout usulan 1, mesin unwinder slitter letaknya

Setelah material ditumpahkan dari dump truck kemudian dihampar dengan motor grader agar merata dan kemiringan jalan sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan bahwa tebal gembur

3. Arsip dinamis inakatif, adalah arsip yang jarang sekali dipergunakan dalam proses pekerjaan sehari-hari. Berdasarkan penjelasan dia atas, maka pembagian arsip

Setiap orang, secara substansial, memiliki tali (agama) yang berbeda, bergantung pada tingkat kesadaran sebab derajat kesadaran setiap orang tidak bisa disamakan. Tali

Bagaimanakan pengaruh bahan pencemaran limbah-limbah terhadap air tanah, dan bagaimana kualitas airtanah yang berada di lokasi ini dan bagaimana arah aliran