• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Lahan Gambut

Tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih popular disebut tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Tanah gambut umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase. Beberapa ahli mendefinisikan tanah gambut dengan cara yang berbeda-beda.

Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari 65% (kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m. Menurut Soil Taxonomy, gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm atau 60 cm, tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organiknya.

Menurut Soil Survey Staff (1998), tanah disebut gambut apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Dalam kondisi jenuh air

Jika kandungan liatnya 60% atau lebih, harus mempunyai kandungan c-organik paling sedikit 18%, jika kandungan liat antara 0-60%, harus mempunyai c-organik lebih dari (12 + persen liat x 0,1) persen, jika tidak mempunyai liat, harus memiliki c-organik 12% atau lebih.

(2)

b. Apabila tidak jenuh air, kandungan C-organik minimal 20%

Tanah-tanah gambut ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA,

1998) digolongkan kedalam Typic, Sulfisaprist, Sulfihemists,

Haplosaprists/Haplohemists, Haplofibrists.

Berdasarkan ketebalan gambut, lahan gambut dibedakan atas empat kelas (Widjaja-Adhi, 1995), yaitu gambut dangkal (50 - 100 cm), gambut sedang (100 - 200 cm), gambut dalam (200 – 300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Pengelolaan yang sembarangan dan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah konservasi lahan akan menyebabkan biaya produksi yang mahal dan bila sudah terlanjur rusak, biaya pemulihannya akan sangat besar. (Najiyati, S, dkk, 2005). 1. Proses Terbentuknya Tanah Gambut

Berdasarkan proses pembentukannya, lahan gambut dibedakan menjadi 2 jenis, yakni gambut topogen dan omogen, gambut topogen terbentuk karena pengaruh topografi rawa, sedangkan gambut omogen terbentuk karena pengaruh air hujan yang tergenang, jenis gambut topogen memiliki lebih banyak unsur hara dibandingkan jenis gambut omogen.

Gambut merupakan timbunan-timbunan residu-residu tanaman atau bahan organik yang telah terdekompos (terlapukan) secara tidak sempurna. Gambut yang terjadi didaerah-daerah hutan rawa, kandungan haranya rendah, pH rendah sekali atau asam sekali (gambut oligotrop), sedang gambut yang terjadi di daerah hutan rumput rawa kandungan unsur haranya lebih tinggi.

Gambut akan mengerut apabila keadaannya menjadi kering,

(3)

terdiri dari berbagai bentukan organik, yang biasa disebut juga sebagai: Muck (Kotoran), Turf (Lempeng tanah berumput), Peat moss (Lumut gambut), Black

humus (Bunga tanah hitam).

Stokes memberikan gambaran penampang gambut dengan lapisan-lapisan yang berbeda. Gambut rendah (Lowmoor peat) yang sering dibicarakan sebagai

muck, prinsipnya dihasilkan dari reed dan sedge berkeasaman rendah dalam reaksi

(pH 5,0-6,0) berkandungan 5-10% bahan bahan mineral dan 2-4% nitrogen. Gambut tinggi (highmoor peat) yang sering dibicarakan sebagai peat

moss, yang dibentuk dari sphagnum dan tanaman-tanaman lumut lainnya adalah

lebih berserat keadaannya, sangat asam dalam reaksi (pH 3,5-4,5). Berkandungan abu dan nitrogen rendah (kurang dari satu persen).

Dengan demikian ditinjau dari keasamannya reaksinya maka dikenal:

lowmoor peat, atau gambut rendah, berkeasaman rendah dalam reaksi, highmoor peat atau gambut tinggi, berkeasaman tinggi dalam reaksi dan fenmoor peat atau

gambut fen, dengan sifat netral sampai basa.

Gambut lowmoor peat dan fenmoor peat setelah diberi drainase yang teratur dan baik akan membentuk tanah tanah perkebunan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Menurut Waksman (1961) yang mengemukakan tentang perkiraan

komposisi kimiawi dari segolongan gambut. Sebagai hasil penelitiannya di berbagai daerah di Amerika, yang mungkin dapat dijadikan bahan perbandingan untuk keperluan studi mengenai bidang ini di tanah air kita.

(4)

Mengenai susunan kimia air gambut yang dikemukakan oleh Lowton (1955) dapat dilihat seperti tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Susunan Kimia Gambut Senyawa Penyusun Gambut Tinggi (rata-rata) Gambut Peralihan (rata-rata) Gambut Rendah (rata-rata) Bahan Organik 149,2 73,7 170,5 Sisa Pembakaran 23,8 73,7 141,9 Nitrogen 3,6 2,5 2,7 CaO 1,6 22,7 58,7 MgO 0,6 3,9 9,2 K2O 4,4 2,7 3,9 Na2O 4,5 6,2 8,0 P2O5 0,6 1,0 1,3 SO3 0,9 15,9 3,0 Fe2O3+AL303 0,5 5,2 6,0 SiO2 9,1 13,2 4,4 CL 12,3 6,6 11,3

Penelitian dalam hal ini, vereasi dalam reaksi kandungan bahan organik keseluruhannya, dan sifat sifat kimiawi dari bahan-bahan organik adalah agak berbeda didalam vegetasi dari mana telah dibentuknya gambut itu. Sebagai tambahan dapat dikemukakan bahwa apabila didaerah tanah gambut sistem drainase tidak diperhatikan, maka dalam keadaan demikian daerah tersebut dapat menjadi ber-rawa seperti halnya di daratan.

Sehubungan dengan curah hujan yang biasanya sangat tinggi, sedangkan daya menahan air dari tanah gambut sangat besar, umumnya 2-4 kali lebih besar dari bobot keringmya. Tanah gambut telah banyak digunakan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit. Sampai saat ini tidak kurang dari 13% areal perkebunan kelapa sawit ditanam pada lahan gambut.

Tidak seluruh tanah gambut dapat memberikan produksi tandan buah segar (TBS) yang tinggi, disebabkan oleh tingginya keragaman tanah gambut. Tanah

(5)

gambut yang terbaik adalah yang diklasifikasikan ke dalam subgroup

Fluvaquemic Troposaprist telah terbukti memberikan hasil tandan buah segar

yang tinggi bila dibandingkan dengan gambut lainnya.

Gambut yang belum melapuk tidak direkomendasikan untuk digunakan, sedangkan gambut dengan tingkat pelapukan yang sedang sampai matang direkomendasikan untuk perkebunan kelapa sawit. Perkebunan yang berhasil di tanah gambut adalah jika menerapkan pengelolaan yang spesifik pada tanah gambut. Seperti pengelolaan drainase yang baik, akan membuat kesuburan tanah tersebut terjaga dan tidak menyebabkan genangan air.

2. Klasifikasi Gambut

Dengan tidak memandang tingkat dekomposisinya, gambut dapat diklasifikasikan sesuai dengan bahan induknya dan secara garis besar menjadi tiga bagian berikut:

a. Gambut Endapan

Gambut endapan biasanya tertimbun didalam air yang relatif dalam, karena itu umumnya terdapat jelas di profil bagian bawah. Meskipun demikian, kadang-kadang bercampur dengan lain-lain tipe gambut jika lebih dekat dengan permukaan.

Gambut endapan berasal dari bahan tumbuhan yang agak mudah seluruhnya mengalami humifikasi disebabkan oleh sifat jaringan asal dan barangkali juga tipe lapukan akan terbentuk bahan yang sangat koloidal dan berciri kompak dan kenyal. Bahkan ini khas dan begitu berbeda dengan tipe gambut lain yang umumnya terdapat dalam profil yang sangat menarik perhatian

(6)

jika dijumpai. Endapan gambut itu tidak hanya berciri kenyal, tetapi biasanya berwarna hijau tua jika masih dalam keadaan aslinya.

Kalau tidak terlindung, langsung dipengaruhi oleh udara atmosfer, cepat menjadi kelam, kadang-kadang menjadi hampir hitam. Karena sifat kolodalnya yang tinggi, kemampuan kelembabannya tinggi, mungkin empat atau lima kali berat kering. Air imbibisi diikat erat dan karena itu gambut ini mengering sangat lambat. Bahkan koloidal endapan gambut sebagian besar tidak reversible, yaitu kalau kering gambut tidak menyerap air sangat lambat dan bertahan tetap dalam keadaan keras dan bergumpal.

Jadi, gambut endapan sebagai tanah sangat tidak dikehendaki karena sifat fisik nya yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman. Bahkan sejumlah kecil saja terdapat dalam tanah olah sudah mengurangi kegunaan untuk usaha perkebunan. Kebetulan kerap kali endapan gambut ini terdapat dalam profil bagian bawah dan umumnya tidak tampak diatas dasar tanah olah. Karena itu endapan ini tidak diperhatikan atau diabaikan, kecuali ia mengganggu penggunaan tanah usaha perkebunan.

b. Gambut Berserat

Klasifikasi yang baru saja disajikan menunjukkan bahwa sejumlah gambut berserat sering terdapat dalam endapan rawa yang sama. Semuanya mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukkan berbagai derajat dekomposisi.

Mereka berbeda satu sama lain terutama dalam sifat fisik serabut atau seratnya umut dan rumput yang belum terdekomposisi sudah cukup halus untuk

(7)

digunakan dalam rumah kaca dan persemaian, sebagai sumber bahan organik untuk kebun dan taman bunga. Buluh dan cattail sangat lebih kasar, terutama cattail.

Semua bahan berserat, bahan pelapuk dapat memperbaiki tanah dilapangan walaupun produktivitas nya akan bervariasi. Gambut lumut semuanya sangat asam hampir tidak dengan variasi kadar abu dan mengandung nitrogen relatif rendah. Dalam hal ini rumput termasuk sedang, gambut cattail tidaklah begitu asam dan mempunyai keseimbangan unsur hara yang baik. Gambut berserat mungkin terdapat dipermukaan timbunan organik.

c. Gambut Kayuan

Karena pohon merupakan vegetasi dalam banyak endapan rawa, gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan air naik mungkin mematikan pohon dan menguntungkan buluh rumput atau cattail, untuk membentuk lapisan berserat di atas timbunan kayuan. Hal ini sangat mengherankan, jika ditemukan lapisan sub horizon gambut kayuan.

Gambut kayuan berwarna coklat atau hitam jika basah, sesuai dengan tingkat humifikasi nya. Ia lepas lepas dan terbuka kalau kering atau hanya sedikit lembab dan berciri jelas tidak berserat. Endapan asli nyata, jadi mudahlah untuk membedakan tipe gambut yang lain, jika contohnya tidak mengalami perubahan dan dekomposisi.

Kemampuan mengikat air, gambut kayuan sedikit lebih rendah daripada kemampuan gambut rumput-rumputan, yang seterusnya jauh lebih kurang daripada kemampuan gambut lumut. Oleh sebab itu gambut kayuan kurang sesuai

(8)

untuk digunakan dalam rumah kaca dan persemaian, dimana bahan tersebut digunakan untuk usaha pengendalian kelembaban dan sebagai bahan pengatur kompos.

3. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut a. Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik tanah gambut sangat erat kaitannya dengan pengolahan air gambut. Bahan penyusun gambut terdiri dari empat komponen yaitu bahan organik, mineral, air, dan udara. Perubahan kandungan air karena reklamasi gambut akan ikut merubah sifat sifat fisik lainnya.

Mengingat sifat-sifat fisik tanah gambut saling berhubungan maka pembahasan fisik dari tanah gambut tidak dapat dilakukan terpisah. Uraian tentang sifat-sifat fisik gambut ini akan dihubungkan dengan sifat-sifat kimia tanah gambut. Pemahaman sifat-sifat fisik gambut akan sangat bermanfaat dalam menentukan strategi pemanfaatan lahan gambut.

Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting adalah: Tingkat dekomposisi tanah gambut, kerapatan lindak, irreversible dan subsidense. Ketebalan lapisan gambut, lapisan bawah, kadar lengas gambut merupakan sifat-sifat fisik yang perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan lahan gambut.

Tanah gambut mempunyai kerapatan lindak (bulk density) yang sangat rendah yaitu kurang dari 0,1 gr/cc untuk gambut kasar dan sekitar 0,2 gr/cc untuk gambut halus. Dibanding dengan tanah mineral yang memiliki kerapatan lindak 1,2 gr/cc maka kerapatan lindak menyebabkan daya dukung gambut (bearing

(9)

capacity) menjadi sangat rendah, keadaan ini menyebabkan kemiringan atau

rebahnya tanaman tahunan seperti kelapa sawit pada lahan gambut.

Lahan gambut jika didrainase secara berlebih akan menjadi kering dan kekeringan gambut ini sering disebut sebagai irreversible artinya gambut yang telah mengering tidak akan dapat menyerap air kembali. Perubahan menjadi kering tidak balik ini disebabkan gambut yang suka air (hidrofilik) berubah menjadi tidak suka air (hidrofobik) karena kekeringan, akibatnya kemampuan menyerap air gambut menurun sehingga gambut sulit untuk diusahakan bagi tanaman perkebunan.

Berkurangnya kemampuan menyerap air menyebabkan volume gambut menjadi menyusut dan permukaan gambut menurun (kempes). Perbaikan drainase akan menyebabkan air keluar dari gambut kemudian oksigen masuk kedalam bahan organik dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme, akibatnya terjadi dekomposisi bahan organik gambut akan mengalami penyusutan (subsidense) sehingga permukaan gambut mengalami penurunan.

Kadar lengas gambut (peat moisture) ditentukan oleh kematangan gambut. Pada gambut alami kadar lengas gambut sangat tinggi mencapai 500-1000% bobot, sedangkan yang telah mengalami dekomposisi berkisar antara 200-600% bobot. Kadar lengas gambut fibrik lebih besar dari gambut hemik dan saprik.

Kemampuan menyerap air gambut fibrik lebih besar dibandingkan gambut saprik dan hemik, namun kemampuan fibrik memegang air lebih lemah dari gambut hemik dan saprik. Tingginya kemampuan gambut menyerap air menyebabkan tingginya volume pori-pori gambut, mengakibatkan rendahnya

(10)

kerapatan lindak dan daya dukung gambut, hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi miring karena daya mengikat akar tidak kuat.

b. Sifat Kimia

Sifat kimia tanah gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi tanah gambut. Kandungan gambut di Indonesia pada umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut.

Ketebalan horizone organik, sifat subsoil dan frekuensi luapan air sungai mempengaruhi komposisi kimia gambut. Pada tanah gambut yang sering mendapat luapan, semakin banyak kandungan mineral tanah sehingga relatif lebih subur.

Kesuburan gambut sangat bervariasi dari sangat subur sampai sangat miskin. Gambut tipis yang berbentuk diatas endapan liat atau lempung marin umumnya lebih subur dari gambut dalam.

Atas dasar kesuburan gambut dibedakan atas gambut subur (eutropik), gambut sedang (mesotropik) dan gambut miskin (oligotropik). Secara umum kemasaman tanah gambut berkisaran antar 3-5 dan semakin tebal bahan organik maka kemasaman gambut meningkat.

Kondisi tanah gambut yang masam akan menyebabkan kekurangan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur hara

(11)

mikro yang seringkali sangat kurang, apabila lahan gambut akan dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit harus menambahkan unsur hara mikro tersebut. 4. Kematangan Tanah Gambut

Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: gambut saprik (matang) yaitu adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bila diremas kandungan seratnya <15%, gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bias dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas bahan seratnya 15-75% dan gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bias dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas >75% aeratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi; Gambut eutrofik adalah gambut yang subur, yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. Gambut oligotropik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotropik.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas: gambut omogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan, gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk oleh pengayaan air pasang. Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotropik dan

(12)

oligotropik. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. 5. Subsidense Lahan Gambut

Subsidense adalah salah satu masalah yang ditemui jika kita melakukan pembukaan dan mengelola lahan gambut untuk usaha budidaya perkebunan. Subsidense merupakan penurunan permukaan lahan gambut sebagai akibat daya dukung air yang hilang akibat drainase. Rata-rata kecepatan penurunan tanah adalah 0,3 – 0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3 – 7 tahun setelah drainase dan pengolahan tanah. Pemampatan massa dari bagian atas yang hanya ditopang oleh kekuatan fraksi udara merupakan konsolidasi lanjutan. (Anonim 2007)

Drainase merupakan masalah awal dari pengelolaan gambut. Sistem drainase ditujukan untuk membuang air permukaan yang lebih secara cepat, mengendalikan kedalaman permukaan air tanah untuk produksi tanaman dan memperpanjang usia pemanfaatan gambut. Yang paling banyak berperan secara umum adalah dalam proses pembentukan humus. Bahan organik merupakan substrat alami untuk organisme saprofitik dan secara tidak langsung memberi nutrisi bagi tanaman. Bahan organik membantu konservasi nutrisi tanaman dan mencegah erosi dan peluruhan hara dari permukaan tanah. Tingkat perombakan bahan organik akan mempengaruhi sifat mengerut tanah gambut disamping kadar lengas dan kandungan liat.

Pada pengeringan tanah gambut tak terganggu (undisturb) selama sepuluh hari dalam suhu 60oC terbukti bahwa tanah gambut yang tingkat perombakan

(13)

lebih jauh akan mengerut lebih besar dan gambut yang tercampur mineral liat mempunyai kemampuan mengerut lebih kecil.

Ada empat faktor yang mempengaruhi subsidense: vertical “shrinkage” pada lapisan atas akibat pengeringan, perpaduan (konsolidasi) pada lapisan bawah, Oksidasi bahan organik oleh perbaikan lapisan aerase pada gambut, pemampatan (kompaksi) akibat pengolahan yang intensif.

Pembukaan lahan gambut akan mengubah ekosistemnya, misalnya posisi rantai makanan dan vegetasi akibat berubahnya status hidrologi dan ekosistem awal. Pembukaan kanal juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah. Penurunan ini disebabkan karena lapisan gambut yang mentah dipermukaan tanah mengalami pelapukan. Ini terjadi karena ada penambahan jenis dan populasi mikro organisme tanah sebagai konsekuensi perubahan suhu dan kelembaban yang terjadi saat dilakukan pembukaan hutan rawa gambut untuk usaha perkebunan, adalah menurunnya ketahanan dari bahan organik dalam gambut terhadap proses dekomposisi.

Perubahan kondisi dari anaerob menjadi aerob akibat pembuatan saluran drainase mendorong proses perombakan bahan organik berlangsung dengan sangat cepat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan permukaan lahan gambut.

Indonesia mempunyai lahan gambut dengan luas lebih dari 17 juta Ha, merupakan sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan menjadi lahan budidaya perkebunan.

(14)

B. Pembuatan Pasar Pikul

Pasar pikul adalah jalan yang berada ditengah gawangan. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan diareal serta prasarananya. Pembangunan pasar pikul ini dilakukan secara bertahap menurut umur masa TBM. (Anonim, 2007).

Pasar pikul berfungsi untuk pemanen, dibuat menurut arah barisan tanaman dengan interval 1 gawangan lebarnya sekitar 80 – 100 cm. Panjang pasar pikul ini adalah 640 m per hektar.

Pembuatan pasar pikul pada TBM dengan interval 2 baris tanaman dan lebar 1 m. Pada umumnya pasar pikul dibuat secara bertahap, pada saat TBM 1 dibuat pasar pikul pada setiap 8 baris tanaman, kemudian pada saat TBM 2 dibuat lagi pasaar pikul pada setiap 4 baris tanaman.

Pasar pikul harus tetap dalam keadaan bersih sehingga proses pengangkutan TBS dari piringan pohon ke TPH dapat berjalan dengan baik. Pembersihan pasar pikul tersebut dapat dilakukan secara manual yaitu dengan babat layang maupun secara kimia. (Darmosarkoro,Dkk. 2006)

Guna menjamin kelancaran transportasi dan kondisi jalan pemanen, maka pemeliharaan pasar pikul perlu dilakukan, biasa nya digabung dengan pekerjaan lainnya.

(15)

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 x x x x x x x x x x x x x x x x X x x x x x x x x x x x x x x x x x X x x x x x x x x x x x x x x x x x X x x x x x x x x x x x x x x x x x X x x x x x x x x x x x x x x x x x X x Keterangan : = Pasar pikul

x = Tanaman kelapa sawit

Gambar 1. Sketsa Pembuatan Pasar Pikul 1. Pasar Pikul Biasa

Pembuatan pasar pikul sebagai jalan pemeliharaan ataupun jalan kontrol dengan lebar 80 – 100 cm dengan panjang 40 m dengan alat cangkul, caranya dengan membuka tanaman penutup tanah ditengah gawangan dan dibersihkan menjadi pasar pikul atau jalan kontrol. Pemeliharaan pasar pikul dapat dilakukan dengan cara manual (garuk), khemis disemprot dengan herbisida ataupun mekanis dengan rotasi 2 bulan sekali.

(16)

2. Bumbun Pasar Pikul

Pada lahan gambut dengan kondisi adanya ketidakstabilan lahan akibat adanya proses subsidense. Subsidense adalah salah satu masalah yang ditemui jika kita melakukan pembukaan dan mengelola lahan gambut untuk usaha budidaya perkebunan. Subsidense merupakan proses penurunan permukaan tanah gambut sebagai akibat daya dukung air yang hilang akibat drainase, maka dari itu diperlukan teknis khusus dengan melakukan pembumbunan pada pasar pikul.

Tujuan utama dari pembumbunan ini adalah untuk mencegah menurunnya tanah akibat prose subsidense tersebut, serta tujuan lainnya apabila melakukan pembumbunan untuk tanaman yaitu menumbuhkan akar pada batang kelapa sawit untuk memperkuat pokok tanaman dan mengoptimalkan penyerapan hara pada tanaman sehingga berpengaruh pada produksi buah TBS. Kegiatan pembumbunan pasar pikul dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

(17)

C. Sistem Perawatan Pasar Pikul

1. Perawatan Dengan Metode Manual

Pasar pikul mulai di buat pada fase TBM, pada fase TBM pasar pikul di fungsikan sebagai jalan untuk pemeliharaan tanaman maupun jalan kontrol, dan pada saat memasuki fase TM pasar pikul berfungsi sebagai jalan untuk pemanen. Pasar pikul merupakan jalan tanah, pemeliharaan nya tergantung pada kondisi keadaan areal.

Pemeliharaan pasar pikul secara manual dilakukan dengan cara menggaruk atau membabat dengan menggunakan cangkul atau parang babat, dilakukan dengan cara membuka atau membersihkan tanaman penutup tanah atau pun gulma lain yang berada di tengah gawangan untuk dijadikan pasar kontrol atau pasar pikul.

2. Perawatan Dengan Metode Kimia

Perawatan pasar pikul yang dilakukan dengan metode kimia yaitu dilakukan dengan penggunaan bahan kimia herbisida. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan knapsack sprayer.

Herbisida sendiri dibedakan menjadi herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak yang mempunyai daya mematikan setiap bagian tumbuhan yang terkena langsung (kontak). Bahan ini langsung merusak sel/jaringan tumbuhan yang masih hidup dan hampir tidak dialirkan (ditransformasikan) ke seluruh jaringan tanaman. Herbisida ini ampuh merusak bagian tumbuhan terutama yang mempunyai butir hijau daun. Setelah bagian tumbuhan di pasar pikul

(18)

disemprotkan akan terlihat kerusakan jaringan (necrosis). Herbisida ini akan efektif jika digunakan terhadap tumbuhan semusim. Contoh : Paracol, Gramoxon. Herbisida sistemik yaitu herbisida yang mempunyai sifat peracunan secara sistemik atau herbisida ini mempunyai daya rusak setelah diserap dan diedarkan ke seluruh bagian jaringan tumbuhan. Bahan aktif yang disemprotkan melalui daun akan masuk ke dalam jaringan tumbuhan melalui mulut daun dan ditranslokasikan ke seluruh jaringan tumbuhan. Contoh : Round up, Biosat.

(http://gtuneland.com/2011/03/14/perawatan-tanaman-sawit/)

3. Perawatan Dengan Metode Mekanis

Perawatan pasar pikul dengan mekanisasi menggunakan Tractor dan Rotary Slasher. Adapun spesifikasi nya sebagai berikut:

a. Alat yang digunakan: 1. Tractor

 Model : Massey Fergusson

 Type : MF-240 4WD

 Daya : ± 45 Horse Power

 Buatan : England

2. Rotary Slasher

 Model : Howard Rotary Slasher

 Type : HS – 24

 Komponen :

 Shaft PTO  Gear Box

(19)

 Chasis  Baling-baling

b. Pelaksanaan/Cara Kerja

 Rotary slasher digerakkan oleh PTO yang dihubungkan dengan shaft PTO  Tractor harus dioperasikan menggunakan Gear H1 dan PTO

dioperasikan dengan putaran mesin 1500 RPM.

 Jika terdapat gundukan, operator harus menaikkan “Draft Control”.  Lebar pasar pikul yang dikerjakan oleh rotary slasher adalah ± 1,5

meter dan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan 1 pasar pikul (300 Meter) adalah 5 – 10 Menit

 Tinggi Permukaan pemotongan dapat diatur sesuai keinginan (5

cm). c. Persiapan Areal

 Sisa-sisa tunggul dan kayu yang tidak bersih pasa saat perataan dengan

Gambar

Tabel 1. Susunan Kimia Gambut  Senyawa  Penyusun  Gambut Tinggi (rata-rata)  Gambut Peralihan (rata-rata)  Gambut Rendah (rata-rata)  Bahan Organik  149,2  73,7  170,5  Sisa Pembakaran  23,8  73,7  141,9  Nitrogen  3,6  2,5  2,7  CaO  1,6  22,7  58,7  MgO
Gambar 1. Sketsa Pembuatan Pasar Pikul   1.  Pasar Pikul Biasa
Gambar 2. Proses Kegiatan Pembumbunan

Referensi

Dokumen terkait

10 Konsep diri juga berperan dalam menciptakan strategi coping apa yang akan digunakannya dalam mengatasi stres yang sedang dihadapinya, dimana individu yang memiliki

Bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk Allâh Azza wa Jalla, mereka akan mendapatkan ketenangan. Sebaliknya, siapa saja—baik dari kalangan manusia maupun jin—yang ingkar dan

Pernyataan di atas beririsan dengan hal berikut: (1) beras menjadi bahan pokok utama lebih dari 95% penduduk Indonesia (Sudaryanto 2013); (2) tingkat konsumsi per kapita per

Dalam workshop ini, kami fokuskan untuk mengoptimalkan kemampuan Excel anda untuk menangani pekerjaan – pekerjaan yang terkait dengan akuntansi keuangan dan

coli, ekstrak jamur S2-2 fraksi heksan memiliki diameter zona hambat yang jauh lebih besar dibanding fraksi etil asetat.. Hal ini berarti aktivitas antibakteri dari ekstrak jamur

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa S1. Tujuan utama dari kegiatan PPL ini adalah untuk