• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nurlaela p (Local Anaesthesia Adjuvant Drugs )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nurlaela p (Local Anaesthesia Adjuvant Drugs )"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

REFERAT

LOCAL ANAESTHESIA ADJUVANT DRUGS

Nurlaela Purnama Sari (H1A 008 027)

PEMBIMBING : Dr. SULASNO, Sp.An

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ANESTESI DAN REANIMASI

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDIKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

(2)

2

PENDAHULUAN

Penggunaan anastesi local pertama kali telah tercatat pada operasi tahun 1884, ketika koller menggunakan kokain sebagai anastesi konjungtiva. Ini menyebabkan penggunaan luas kokain, tapi kesemarakan dari kokain diredam oleh laporan efek toksik dan kematian yang ditimbulkannya. Dengan perkembangan prokain oleh Einhorn pada tahun 1904, terjadi peningkatan popularitas anastesi local, akan tetapi terjadi peningkatan insidensi anafilaksis yang terkait dengan anastetik local ester seperti prokain sehingga penggunaannya dibatasi.

Munculnya anastetik local pertama (lidokain) pada tahun 1943 kemudiaan buvikain pada tahun 1963, menandakan awal terkenalnya anastesi lokal dan regional. Obat anastesi local sekarang banyak digunkana dipraktek anastesi dan penggunaannya terus meningkat sebagai upaya untuk menyediakan operasi rawat jalan, menghindari efek samping analgesic sistemik, menghindari beberapa resiko terkait dengan anastesi umum serta mengingkatkan keselamatan dan kepuasan pasien.

Anastetik lokal cukup efektif dan aman untuk sebagian besar praktek klinis, tetapi pencarian agen dengan peggunaan jangka waktu yang lebih lama, serat saraf yang selektif, derajat blockade motorik lebih rendah, dan rendahnya insidensi kejadian toksisitas sistemik terus dilakukan. Beberapa penelitian dilakukan, salah satunya yaitu dengan penggunaan obat adjuvant pada anastesi, hal in didasarkan pada pemikiran untuK penggunaan dosis obat yang lebih rendah dari setiap agen dan untuk mempertahankan analgesic. Insiden dan keparahan efek samping dapat dikurangi dengan menggabungkan golongan obat yang berbeda sehingga mengurangi dosis dari setiap komponen.

(3)

3 Modulasi nosiseptif

Pengetahuan tentang nosiseptif di dorsal horn sumsum tulang belakang sangat penting untuk memahami mekanisme aksi dari obat ajuvan pada daerah anastesi. Banyak proses farmakologis yang mendasari transmisi nosiseptif pada sumsum tulang belakang. Dorsal horn merupakan tempat penghentian aferen primer sehingga terdapat interaksi yang kompleks antara serat aferen, neuron local intrinsic spinal dan ujung serat desenden otak. Sejumlah peptide, katekolamin dan indoleamines bertindak sebagai neurotransmitter di dorsal horn. Beberapa substansi seperti serotonin P, noradrenalin, asetilkolin, adenosine dan glutamate dihasilkan oleh serat aferen desenden ke tempat pemberhentian atau interneuron local di dorsal horn dan memodulasi input nosiseptif perifer.

Hasil modulasi sumsum tulang belakang dari aksi neurotransmitter di dorsal horn atau spinal reflex menyampaikan impuls eferen kembali kembali ke nosiseptif perifer.

Obat ajuvan yang digunakan bersama dengan anastesi lokal berinteraksi dengan yang lain sehingga menimbulkan efek nosiseptif, seperti alfa-2 adrenergik (klonidin) dan adrenalin, dalam penggunaan klinis agen antikolinergik (neostigmin), antagonis

(4)

4 reseptor NMDA (ketamin) dan N-spesifik blockade kanal kalsium (ziconotide). Semua obat ini akan menimbulkan efek samping selain efek nosiseptif dominan.

Obat adjuvant untuk anastesi local

Alpha-2 agonis adrenoreseptor

Clonidin merupakan alpha-2 agonis adrenoreseptor yang umum digunkaan untuk memperpanjang durasi aksi anastesi local. Obat tersebut menginduksi antinosiseptif dengan mengaktifkan system inhibitori noradrenergic desending dan menghambat transmisi sinaptik pada dorsal horn sumsum tulang belakang dengan mengaktivasi neuron kolinergik spinal. Aktivasi alfa-2 adrenoreseptor memicu konduktansi kalium pada neuron dorsal horn disebabkan hiperpolarisasi, penurunan rangsangan dan analgesic. Sebuah penelitian terhadap penggunaan intratekal dan klonidin sebagai tambahan anastesi local, terjadi perpanjangan durasi blokade sensorik sekitar 1 jam dan waktu terjadinya analgesik pertama sekitar 100 menit. Waktu terbentuknya blockade tidak diperhitungkan tetapi durasi blok motorik memanjang. Pemakaian klonidin meningkatkan insidensi hipotensi. Dosis optimal yang digunakan untuk intratekal tidak bisa ditetapkan tetapi ada hubungan linier anatara dosis klonidin 15-150 µg dan waktu untuk regresi dari blok sensorik. Perubahan klinis yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan, dan penelitian selanjutnya diperlukan untuk menentukan apakah klonidin intratekal memberikan keuntungan atas dosis yang meningkat. Manfaat klonidin tampak pada blok aksila peribulbar dan single shot atau ketika intermediate acting LA seperti mevicain dan lidokain. Penambahan klonidin untuk long-acting seperti bupivakain tidak meningkatkan durasi blok sensorik. Dengan dosis < 150 µg terdapat insidensi efek samping yang rendah terhadap hipotensi, bradikardia, mulut kering dan sedasi.

(5)

5 - Blockade syaraf pusat

Klonidin bertindak sinergis dengan anastesi local karena aksinya yang membuka kanal kalium. Penggunaan klonidin dan anastesi local intratekal memperpanjang efek nalgesik dan durasi blok motorik. Kualitasnya lebih tinggi daripada penggunaan anastesi local intratekal saja. Hal ini merupakan kejadian yang tergantung dari dosis, dimana efek maksimum didapatkan setelah pemberian 75-100 µg, tipe anastesi local tidak terlalu penting. Interaksi antinosiseptif pada klonidin intratekal dan lidokain diteliti dengan model tikus. Analisis isobologhrafik menunjukkan efek yang sinergis.

Hipotensi arteri adalah efek samping yang paling sering dilaporkan pada penggunaan klonidin neuroaxial disebabkan karena penghambatan langsung dari neuron preganglionik simpatik di sumsum tulang belakang. Efek lain adalah terjadinya pengurangan denyut jantung.

- Blockade perifer

Klonidin memperpanjang aksi lokal anastesi pada blok perifer sampai post-operasi. Efeknya berhubungan dengan dosis, dan dosis efektif minimum signifikan dalam memperpanjang analgesic dan anastesia masing-masing 0,1 dan 0, mcg/kg setelah dilakukan blok pleksus brakhialis menggunakan mepivacain. Klonidin membukan kanal potassium, menyebabkan hiperpolarisasi membrane, sehingga menyebabkan tidak responsive terhadap rangsangan.

Pada penelitian yang dilakukan pada 13 kelompok percobaan dalam menggunakan klonidin dengan rentang dosis 90-150 µg didapatkan durasi analgesik paska operasi dengan rentang antara 128-1,151 menit, secara signifikan klonidin meningkatkan durasi analgesic post-operasi. Onset blockade sensorik dilaporkan pada 8 kelompok percobaan dengan rentang dosis yang sama didapatkan minimal dalam waktu 15 menit (rentang 4-26) yang secara dignifikan klonidin menurunkan onset terjadinya blockade sensorik, sedangkan durasinya didaptkan minimal 269 menit (rentang 87-596) secara signifikan terjadi perpanhangan durasi kerja. Pada durasi blok motorik didaptkan perpanjangan waktu minimal 405 menit (rentang 122-728).

(6)

6 Adrenalin

Adrenalin telah digunakan sebagai tambahan dalam anastesi local sejak satu abad yang lalu didasarkan adrenalin meningkatkan vasokonstriksi, menurunkan aliran darah jaringan dan menyebabkan melambatnya obat dari situs target. Secara teoritis adrenalin menghasilkan anastesi yang berkepanjangan dan absorpsi sistemik yang rendah jika diinjeksikan sebagai anastesi local. Selain itu adrenalin memiliki efek analgesic sendiri dengan cara langsung merangsang adrenoreseftor alfa-2 sehingga mengurangi pelepasan neurotransmitter presinaptik dari serat C dan A∂ pada substansia gelatinosa di dorsal horn. Adrenalin telah digunakan secara epidural dengan konsentrasi antara 1,66 dan 5 µg/ml. penambahan adrenalin dan fentanil untuk infuse anastesi local torakik efidural telah terbukti meningkatkan kualitas analgesia tanpa peningkatan efek samping. Dari beberapa penelitian terdapat perbedaan laporan pada penggunaan adrenalin pada lumbal epidural yaitu tidak adanya manfaat dari penambahan adrenalin dan sebagian lainnya memperlihatkan perbaikan dalam analgesia. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa penambahan adrenalin pada anastesi local memiliki manfaat analgesic dalam hal perpanjangan blockade sensorik. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena kateter lumbal epidural terletak jauh dari sel-sel dorsal horn sumsum tulang belakang, sehingga mengurangi efek stimulasi analgesic adrenoreseptor alfa-2.

Penggunaan adrenalin intratekal sebagai tambahan dalam anastesi subarachnoid atau gabungan spinal-epidural (rentang dosis 12,-120 µg) tetap menjadi controversi. Terdapat kehawatiran terhadap penggunaan adrenalin epidural dan intratekal terhadap terjadinya risiko iskemia sumsum tulang belakang, akan tetapi survey terakhir mengalami kegagalan dalam mengidentifikasi adrenalin sebagai factor risiko yang jelas terhadap terjadinya cedera neuraaxial.

Tramadol

Tramadol merupakan analog 4-fenil-piperidin sintetis kodein yang bertindak sebagai analgesic melalui afinitas reseptor opioid bersama adrenoreseptor alfa-2

(7)

7 agonis dan efek serotoninergik dengan menghambat pengambilan noradrenalin dan 5-hidroksitriptamin. Baru-baru ini studi menunjukkan bahwa tramadol anastesi local intradermal memiliki efek setara dengan prilocaine. Tramadol telah dipelajari sebagai obat tambahan dalam analgesik local dengan harapan memiliki efek yang mirip dengan adrenoreseptor alfa-2 agonis seperti klonidin. Hasilnya sangat bervariasi. Ketika digunakan sebagai tambahan untuk mepivacain pada blockade pleksus brakialis, tramadol menyebabkan terjadinya perpanjangan blokade motorik dan sensorik dan menurunkan kebutuhan analgesic pasca operasi. Sedangkan penambahan tramadol untuk bupivakain pada blockade kompartemen psoas tidak berpengaruh dengan perubahan dalam durasi anastesi atau penurunan kebutuhan opioid pasca operasi.

Sejumlah studi telah memeriksa efektivitas tramadol epidural dengan dosis berkisar antara 40-200 mg (1,-2,0 mg/kg). Pada anak-anak yang menjalani caudal epidural menunjukkan tidak adanya penurunan kebutuhan analgesia pasca operasi. Absorpsi sistemik tramadol pada pemberian caudal epidural sangat luas menghasilkan tingkatan yang sama dengan pemberian secara intravena. Kemungkinan tramadol epidural hanya bertindak sebagai depot pada penyerapan sistemik dan ini merupakan mekanisme kerja analgesic tunggal. Pemberian bolus epidural 100 mg tramadol telah terbukti memiliki efek analgesik yang lebih unggul dibandingkan dengan bolus bupivakain 2 mg. Studi yang melibatkan sejumlah pasien menunjukkan pemberian tramadol intratekal 25 mg tidak lebih baik dari placebo pada operasi urologis tapi sufentanil lebih unggul pada analgesia.

Midazolam

Konsentrasi tinggi dari jenis reseptor–II benzodiazepine ditemukan dalam substansia gelatinosa tulang belakang manusia yang mengarah pada hipotesis yaitu, memiliki peran dalam jalur sensoris. Midazolam bekerja dengan memfasilitasi tindakan dari inhibisi neurotransmitter c-aminobutyric acid (GABA). Hal ini mungkin memiliki efek pusat antinociceptive melalui aktivasi reseptor opioid tulang belakang. Dalam pemakaian intratekal, 1-2 mg midazolam telah terbukti mempotensialkan efek

(8)

8 analgesic bupivakain intratekal selama 2-6 jam dan fentanil intratekal sebesar 50 menit. Dalam penelitian meta analisis yang mencakup 672 pasien bahwa midazolam intratekal menunda waktu pemberian analgesik tanpa meningkatkan durasi blok motorik. Pada skor nyeri terlihat perkembangan serupa yaitu jika ditambahkan midazolam pada bupivakain pada epidural dewasa (0,83-1,66 mg/jam) dan caudal epidural pada anak (0,25-0, mk/kg), walaupun terdapat peningkatan insidensi sedasi. Jika digunakan midazolam 50 mg/kgBB bersama dengan bupivakain pada blok saraf supraklavikula, terjadi peningkatan skor nyeri pasca operasi dan penurunan kebutuhan analgesic samapi 24 jam.

Adenosin

Adenosine memberikan efek analgesic melalui reseptor adenosine A1 spinal yang banyak berada di substansia gelatinosa dorsal horn sumsum tulang belakang. Adenosine juga bertindak sebagai agen endogen antiimflamasi, Pada penelitian terhadap hewan tidak ada bukti terjadinya neurotoksisitas. Dalam studi klinis efek adenosine memiliki pengaruh yang kecil pada hemodinamik, meskipun memiliki sedikit efek samping seperti pingsan, jantung berdebar, sakit kepala, atriventrikular sementara dan bronkospasme berat. Pemberian adenosine (2 µg/kg/min) intravena memiliki efek yang sama dengan remifentanil yaitu untuk analgesik intraoperasi dan menurunkan kebutuhan opioid periode awal pasca operasi, sehingga dilakukan studi untuk meneliti adenosine sebagai tambahan pada anastesi local di kedua blok saraf perifer dalam anastesi spinal. Dilakukan dua studi pada pasien yang menjalani histerektomi dengan menggunakan adenosine intratekal 0,5-1,0 mg, didapatkan tidak terdapat perbedaan skor nyeri pasca operasi atau konsumsi analgesic. Pada pemberian 10 mg adenosine sebagai tambahan dalam blockade pleksus brakialis dalam campuran prilokain dan lidokain tidak memiliki perbedaan onset atau offset blockade sensorik dan tidak memperpanjang durasi analgesia.

(9)

9 Dextran

Dextran merupakan suatu agen yang kompleks, yaitu polisakarida bercabang yang terdiri dari rantai unit glukosa, dan disintesis dari sukrosa oleh aksi lactic acid bakteri tertentu. Penambahan dextran sebagai tambahan untuk anastesi local pertama kali dipelajari tahun 1960 dalam upaya untuk memperpanjang durasi aksi blockade sensorik. Sejak saat itu terjadi pertentangan hasil berbagai penelitian, beberapa menunjukkan perpanjangan durasi aksi blockade sensorik, sementara yang lain tidak mampu menunjukkan manfaat yang meyakinkan. Mekanismenya tidak jelas, tapi hipotesis menunjukkan bahwa dextran dapat membentuk kompleks yang larut dalam air dengan anastesi lokal dengan waktu yang lebih lama pada tempat suntikan daripada obat terikat karena terjadi peningkatan viskositas dibarengi dengan penurunan difusi kompleks. Penambahan dextran juga dapat mengubah pH larutan pada suntikan anastesi local, alkalinisasi berkontribusi pada perpanjangan tindakan. Dextran terbukti menurunkan penyerapan lidokain secara sistemik, menawarkan manfaat dalam penurunan kejadian toksisitas.

Neostigmin

Cholinesterase inhibitor menggunakan efek antinociceptive dose-dependent oleh aktivasi intrinsic asending dan descending jalur kolinergik serebral melalui muskarinik tetapi bukan reseptor nikotinik. Neostigmin intratekal menyediakan nosiseptif karena kerusakan dalam menghambat asetilkolin yang berpartisipasi dalam memodulasi nyeri.peningkatan asetilkolin dalam cairan tulang belakang, merangsang reseptor muskarinik dan nikotinik dalam memproduksi analgesic.

Neostigmin intratekal (50-200 µg) telah terbukti efektif seperti morfin intratekal untuk analgesic paska operasi ginekologi dan memperpanjang analgesic paska operasi ortopedi ekstremitas bawah. Kegunaanya dibatasi oleh berbagai hal yaitu: berkeringat, evakuasi usus dan mual muntah yang parah yang telah terbukti resisten terhadap pengobatan farmakologis. Sebuah meta analisis menyimpulkan bahwa tingginya insidensi efek samping jauh lebih tinggi dari perbaikan yang di berikan sehingga tidak

(10)

10 dapat direkomendasikan. Neostigmin (60-500 µg) telah digunakan sebagai tambahan pada epidural dan terjadi perbaikan analgesia post operasi dengan insidensi mual muntah yang rendah akan tetapi terjadi peningkatan sedasi. Neostigmin (2-4 µg/kg) juga dapat memperpanjang efek analgesic jika digunakan pada caudal epidural anastesi pada anak-anak. Tiga penelitian meneliti penambahan neostigmin 500µg pada mepivacain atau lidocain untuk blok pleksus brakialis aksila, akan tetapi anya satu yang menunjukkan perbaikan analgesia pasca operasi, sedangkan yang lain tidak mengalami perpanjangan blockade sensorik.

Neuromuscular blocking drugs

Obat yang memblokir neoromuskular telah digunakan sebagai tambahan pada anastesi local di blok peribulbar dan didaerah anastesi regional intravena. Vecuronium 0,5 mg telah terbukti menyebabkan akinesia kelopak mata dibandingkan dengan placebo ketika ditambahkan ke campuran lidokain dan adrenalin, bupivakain dan hyaluronidase. Penambahan atracurium 5 mg dalam lidocain dan bupivakain mengakibatkan akinesia komplit. Penambahan atracurium 2 mg dan cisatracurium 0,001 mk/kg dalam lidokain dan prilokain untuk anastesi regional intravena berhubungan dengan analgesia superior intra-operatif dan penurunan fraktur lengan bawah lebih mudah tanpa pengurangan efek samping. Namun penambahan 0,6 mg mivacurium dengan prilokain menyebabkan semua pasien mengeluh terjadi gejala toksisitas anastesi local dan pemanjangan blockade motorik.

N-methyl D-asparate (NMDA) receptor antagonists

Receptor N-methyl D-asparate (NMDA) semakin terlibat dalam induksi dan pemeliharaan pusat sensitisasi selama kesakitan. Mungkin juga terlibat dalam sensitisasi nyeri perifer dan nyeri visceral, sehingga antagonis reseptor NMDA diteliti sebagai analgesic dan sebagai tambahan untuk anastesi local.

(11)

11 - Ketamin

Ketamin bertindak sebagai antagonis non-kompetitif pada reseptor NMDA melalui interaksi dengan reseptor phencyclidine, serta memiliki efek pada saluran sodium dan kalsium, dan reseptor nikotinik, muskarinik dan opioid. Pada penelitian meta analisis menggunakan ketamin epidural pada orang dewasa dengan memeriksa 585 pasien dengan 12 studi. 7 studi menyimpulkan bahwa ketamin epidural menurunkan nyeri pasca operasi, sementara lima tidak menemukan bukti yang menguntungkan. Ketika digunakan pada caudal epidural pada anak banyak penelitian yang menunjukkan pemanjangan analgesic paska operasi dengan ketamin 0,5 mk/kg. penambahan pada anastesi local (termasuk bipivacain, ropivacain dan lidicain) menunjukkan tidak ada peningkatan efek samping. Sebuah penelitian menyelidiki ketamin intratekal sebagai anastesi tunggal untuk bedah urologi telah dihentikan karena tingginya insidensi severe psychomimetic dan tidak memadainya analgesic intraoperatif. Ketika di gunakan sebagai ajuvan untuk ropivacain pada blok pleksus brakialis ketamin tidak memberikan manfaat analgesic dan tingginya efek samping yang ditimbulkan. Tidak ada manfaat yang signifikan yang ditunjukkan pada penambahan ketamin pada bupivacain pada pemblokiran inguinalis.

- Magnesium

Pada potensial membrane istirahat, saluran reseptor NMDA diblokir oleh ion magnesium ekstraseluler dengan cara nonkompetitif. Magnesium intratekal 50 mg telah terbukti memperpanjang efek analgesic fentanil intratekal pada analgesic labour dan operasi ekstremitas bawah, meskipun studi akhir menunjukkan onset yang lebih lambat dalam memblokade motor dan sensorik. Ketika digunakan sebagai tambahan dengan bupivacain dan sufentanil pada pasien yang menjalani atroplasty anggota badan, magnesium intratekal (94,5 mg) terjadi penurunan analgesic paska operasi sebesar 50%. Penggunaan magnesium intratekal belum dihubungkan dengan peningkatan efek samping atau efek merugikan ketika diberikan sebagai tambahan dalam bupivakain dan fentanil oleh. rute epidural telah terbukti menurunkan skor nyeri dan kebutuhan analgesik hingga 72 jam setelah operasi tanpa menimbulkan efek

(12)

12 samping. Pada hewan percobaan menunjukkan tidak ada peran magnesium sebagai ajuvan ddalam blokade saraf perifer.

- Opioid

Opioid intratekal dan epidural diberikan pertama kali kepada manusia pada tahun 1979 dan sejak saat itu terbukti efektif dalam memberikan analgesia berkepanjangan. Peneletian sistematis telah menunjukkan perpanjangan efek analgesik morfin intratekal pada artroplasti ekstremitas bawah dan Caesar. Sebuah bolus opioid intratekal tunggal juga mengurangi rasa sakit setelah torakotomi sampai 24 jam. Manfaat yang sama telah ditunjukkan dalam penggunaan opioid epidural, meskipun setelah artroplasti sendi efek analgesik terbatas sampai 6 jam. Sebuah penelitian sistematis analgesik pasca torakotomi menyimpulkan bahwa anastesi local infus toraks epidural dengan pemberian opioid memberikan efek analgesik paling konsisten dan efektif. peningkatan analgesik harus seimbang dalam menentang kejadian efek samping yang tidak diinginkan, yang meliputi depresi pernafasan (yang mungkin terjadi beberapa jam setelah pemberian awal), mual, muntah, gatal-gatal dan retensi urin.

- Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)

Non-steroid anti-inflamasi telah digunakan sebagai tambahan berarti dalam anestesi regional intravena. Ketika lornoxicam 8 mg digunakan bersama dengan lidokain, waktu onset blok motorik dan blok sensorik menurun dan terjadi peningkatan analgesik pasca operasi. Yang memiliki manfaat yang sama dalam analgesia pasca operasi yaitu ketorolak (20-60 mg), tenoxicam (20 mg), acetylsalicylate dan lisin (90 mg).

- Steroid

Durasi analgesia yang dihasilkan pada blok aksila dan blok saraf supraklavikula dari pleksus brakialis dapat diperpanjang dengan penambahan deksametason 8 mg. Manfaat yang sama dapat dilihat dengan penambahan metilprednisolon, tetapi ada kekhawatiran bahwa analgesia berkepanjangan mungkin sebagian disebabkan oleh pengawet benzil alkohol yang memiliki sifat neurotoksik. Analgesia intraoperatif dan

(13)

13 post operatif dengan anastesia intravena regional menggunakan lidokain juga ditingkatkan dengan penambahan deksametason 8 mg.

KESIMPULAN

Obat Antinociceptive telah digabungkan dengan anestesi lokal dalam upaya untuk mengurangi efek samping yang , atau untuk meningkatkan atau memperpanjang efek mereka. Berbagai kelompok obat, memiliki mekanisme masing-masing yang unik, yaitu memblokir transmisi aferen nosiseptif di sumsum tulang belakang. senyawa Ini mengganggu sistem reseptor yang tidak terbatas pada transmisi rasa sakit saja. Lokal anestesi bertindak dengan cara menghambat penyebaran potensial aksi pada jaringan saraf terutama dengan melemahkan fungsi saluran natrium voltaged (Na +) dalam membran aksonal. Tak satu pun dari anestesi lokal neuraxial dan obat antinociceptive yang diberikan tanpa menghasilkan analgesia efek samping.

(14)

14

REFERENSI:

1. Veering, B. 2003. Adjuvant drugs in regional anaesthesia. Leiden, Netherlands. Department of Anaesthesiology, Leiden University Medical Center. Available from:URL:http//www. euroanesthesia.org/.../~/.../8rc3.ashx

2. Veering, B. 2005. Focus on Adjuvants in Regional Anaesthesia. Department of Anaesthesiology, Leiden University Medical Center. Available from:URL:http//

www.euroanesthesia.org/.../~/.../8rc4.ashx

3. Wiles,M.D & Nathanson, M.H. 2010. Local Anaesthetics and Adjuvants- Future DevelopmentAnaesthesia. Journal of the association of anaesthetists of great Britain and Ireland. Available from:URL:http//www.anest.med.br/.../...

4. Dopping, D.M. 2009. Review article. Clonidine as an Adjuvant to Local Anesthetics for Peripheral Nerve and Plexus Blocks: A Meta-analysis of RandomizedTrials.

Referensi

Dokumen terkait

Populasi lalat buah (Fam. Tephritidae) dengan penggunaan kompos gulma siam pada tanaman cabai menunjukkan nilai terendah yaitu 9.50 individu, walaupun pada

Täytyy kuitenkin muistaa, että metallimusiikki on ollut suosittua nuorison keskuudessa 2000-luvulla ja se on näkynyt katukuvassa muun muassa heavy metal- yhtyeiden bändipaitoina

Dengan proses yang begitu lama KUA Blimbing akhirnya memproses pernikahan dua mempelai warga negara asing tersebut dengan dasar sudah mendapatkan izin wali hakim dari kedutaan

MA) berbasis online 5 Akhmad Faisal Husni, 2016 Analisis dan pengembangan sistem informasi akademik pada politeknik Jambi Pemodelan enterprise architecture dengan

a. Pengajuan proposal dari nasabah kepada Marketing Sales atau MS, dan tugas MS yaitu melanjutkan atau memfollow up sekaligus membantu melengkapi data

Perbaikan : Adalah tahap dimana kita mengumpulkan semua solusi dan memilah mana yang mungkin dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan berdasarkan

Visual (logo) yang disebut brandmarks berupa inisial singkatan KIK dari kepanjangan Ketanen Industri Kreatif dengan bentuk kupu-kupu dengan makna hasil dari sebuah proses

Informasi tentang Rumah Tahfidz tersebut dimasukkan ke dalam sistem oleh administrator melalui CMS yang meliputi nama rumah tahfidz, nama pimpinan, alamat, kontak, program