• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELUHAN-KELUHAN LANJUT USIA YANG DATANG KE PENGOBATAN GRATIS DI SALAH SATU WILAYAH PEDESAAN DI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELUHAN-KELUHAN LANJUT USIA YANG DATANG KE PENGOBATAN GRATIS DI SALAH SATU WILAYAH PEDESAAN DI BALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

42

KELUHAN-KELUHAN LANJUT USIA YANG DATANG KE

PENGOBATAN GRATIS DI SALAH SATU WILAYAH

PEDESAAN DI BALI

I Gede Putu Darma Suyasa; Ns. AA Istri Wulan Krisnandari; Ni Wayan Umika Onajiati; Ns. Ida Ayu Ningrat Pangruating Diyu.

Institusi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali Email: putudarma.stikesbali@gmail.com

ABSTRACT

The number of older population in Indonesia is increasing. The proportions of older Indonesians who live in rural areas are slightly higher than those living in urban areas. The limited health care services for older people especially in rural areas results in a high utilisation of free medication program for health screening and basic medications. The purpose of this study was to identity health problems among older people visiting a free medication program in one rural area in Bali. This study was conducted by analysing medical records of older people (aged 60+) of those visiting a free medication program in one rural area in Bali. The data was analysed using SPSS 17. From the total of 200 visitors, 94 of them (47%) were older people. Their age ranged from 60-90 years with the highest proportion in range 60-69 years (47/94, 50%). Most of them (59/94, 63%) were female and never had any formal education (55/94, 59%). Interestingly, 42 older people (45%) were still active working outside the house. Main health problems of older people in this study were worsening eyesight (57/94, 61%), wet eye (26/94, 28%) and pain in their joints (25/94, 27%). For health seeking behaviour, 29 of them (31%) never seek any medical help; meanwhile the rest of older people visited General Practitioners, Public Health Centres, hospitals, independent midwifery practices and alternative therapies. Findings of this study are useful as a database of health status of older people in rural areas and beneficial for policy makers in planning health care system for older people.

Keywords:

Older people, pain, health care service, health seeking behaviour

1. PENDAHULUAN

Menurut sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk lanjut usia atau lansia (umur 60 tahun ke atas) di Indonesia adalah 18 juta jiwa atau sekitar 7.6% dari seluruh total populasi (Badan Pusat Statistik, 2011). Jumlah penduduk lansia di Indonsia diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan bahwa Indonesia bersama dengan Cina, Amerika Serikat dan India akan memiliki populasi lansia lebih dari 50 juta jiwa di tahun 2050. Peningkatan jumlah lansia ini dapat mengakibatkan peningkatan terhadap kebutuhan akan dukungan sosial dan jaminan kesehatan untuk para lansia (United Nations, 2009).

Semakin meningkatnya usia seorang individu, maka kecenderungan individu tersebut untuk mengalami penyakit kronis yang kompleks semakin tinggi. Hal ini karena menurunnya struktur anatomi dan fungsi tubuh manusia akibat proses penuaan (Farley, McLafferty, & Hendry, 2006). Menurut Badan Pusat Statistik (2013), penduduk lansia masih mengeluhkan batuk dan pilek sebagai keluhan utama kesehatan mereka di samping keluhan-keluhan lain seperti peningkatan suhu tubuh, asma, diare, sakit kepala berulang dan sakit gigi. Akan tetapi, dalam data nasional tersebut tidak terungkap keluhan-keluhan lansia yang mengarah kepada permasalahan penyakit kronik seperti hipertensi dan nyeri pada sendi. Diperlukan

(2)

43

upaya-upaya yang lebih komprehensif untuk mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan lansia yang dapat mencerminkan kondisi kesehatan lansia yang menyeluruh, baik dari sudut pandang penyakit akut maupun kronis.

Permasalahan kesehatan yang kompleks pada lansia menyebabkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat. Pada dasarnya, sistem kesehatan di Indonesia sudah cukup baik dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan lansia dengan adanya rumah sakit-rumah sakit yang tersebar setidaknya di setiap kabupaten/kota, Puskesmas di setiap kecamatan, Puskesmas pembantu di tingkat desa serta adanya Posyandu lansia di tingkat yang lebih kecil. Akan tetapi, karena beragamnya tingkat sosial ekonomi penduduk, kondisi geografis yang tersebar luas dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengakibatkan pelaksanaan sistem kesehatan tersebut belum berjalan dengan optimal (Kadar, Francis, & Sellick, 2012). Hal ini menuntut kerjasama yang lebih baik antara masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak swasta untuk meningkatkan peran serta dalam upaya meningkatkan status kesehatan lansia.

Salah satu wujud kerjasama antara masyarakat dengan pihak swasta dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan lansia adalah pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. Melalui upaya ini, para lansia mendapatkan screening kesehatan untuk mengetahui secara dini penyakit-penyakit yang dihadapi.

Screening kesehatan untuk para lansia termasuk dalam upaya menjaga kesehatan lansia dan mengupayakan

lansia agar tetap aktif di masyarakat (Trihandini, 2007). Di samping itu, melalui kegiatan ini para lansia juga mendapatkan pengobatan gratis sesuai dengan penyakit yang diderita serta rujukan ke pelayanan-pelayanan kesehatan yang sesuai. Rujukan tersebut penting dilakukan agar para lansia yang mempunyai permasalahan kesehatan mendapatkan pelayanan yang berkelanjutan. Khususnya di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga lansia yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis termasuk mereka yang menggunakan Kartu Sehat, Kartu Miskin dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) masih tergolong tinggi mencapai angka 30,69% (Badan Pusat Statistik, 2013).

Proporsi lansia yang tinggal di daerah pedesaan lebih tinggi (57,4%) dibandingkan dengan proporsi lansia yang tinggal di daerah perkotaan. Sementara itu, sekitar setengah dari jumlah seluruh lansia tidak pernah menjalani pendidikan formal dengan tingkat buta huruf mencapai 32,6% (Badan Pusat Statistik, 2011). Pemahaman terhadap area tempat tinggal (desa-kota) dan tingkat pendidikan penting bagi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan intervensi kesehatan yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.

Perlu pembenahan sistem kesehatan yang berfokus pada para lansia khususnya di daerah pedesaan. Dalam rangka pembenahan tersebut, data-data penunjang yang terkait dengan karakteristik lansia serta keluhan-keluhan kesehatan lansia yang dialami sangatlah penting. Untuk itulah penelitian ini dilakukan, dengan tujuan menganalisa karakteristik dan keluhan-keluhan kesehatan yang dialami oleh lansia yang datang ke pengobatan gratis di salah satu wilayah pedesaan di Bali.

2. METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa catatan medis para pasien yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu Desa di Bali. Kegiatan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis tersebut dilaksanakan 1 hari dengan mengambil lokasi di salah satu

(3)

44

gedung yang berlokasi di tengah-tengah desa agar lebih mudah terjangkau oleh seluruh penduduk utamanya lansia.

Populasi penelitian ini adalah seluruh catatan medis lansia (penduduk umur 60 tahun ke atas) yang datang ke pengobatan gratis di salah satu desa di Bali. Catatan medis tersebut diisi oleh perawat dan dokter yang bertugas. Catatan mengenai umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, keluhan dan fasiltias kesehatan yang digunakan diisi oleh perawat, sedangkan dokter mengisi pada kolom pemeriksaan fisik, diagnose medis, terapi dan rujukan. Jumlah total catatan medis yang dianalisa adalah 94 berkas. Adapun variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, alasan berkunjung, diagnosa medis dan perilaku mencari pertolongan kesehatan. Data dianalisa berdasarkan analisa deskriptif dengan menggunakan SPSS 17 (SPSS Inc, 2008).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Karakteristik lansia

Dari total 200 jumlah kunjungan pasien ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, 94 orang di antaranya (47%) adalah lansia. Rentang umur lansia tersebut adalah 60-90 tahun dengan proporsi terbanyak (47/94, 50%) berada pada rentang umur 60-69 tahun. Sebagian besar dari mereka (59/94, 63%) adalah perempuan dan tidak pernah bersekolah (55/94, 59%). Menariknya, 42 orang lansia tersebut (45%) masih aktif bekerja (Tabel 1).

Besarnya proporsi lansia wanita dibandingkan dengan proporsi lansia laki-laki khususnya pada lansia pertengahan (75-90 tahun) dan lansia akhir (di atas 90 tahun) sudah menjadi perbincangan dunia semenjak 2 dekade lalu (Beard et al., 2011). Menurut Beard et al. (2011), tantangan terbesar yang dihadapi oleh wanita dalam usia tuanya adalah menurunnya tingkat kesehatan, tidak terjaminnya kondisi ekonomi dan beban merawat pasangan hidupnya. Mengingat tingginya beban wanita lansia dalam perawatan lansia itu sendiri, maka perhatian spesisik perlu diberikan terkait dengan derajat kesehatannya.

Dengan proporsi 45% lansia yang masih aktif bekerja sebagai petani, pedagang, wiraswasta dan pegawai swasta, memberikan arti bahwa asumsi lansia sebagai beban ekonomi masyarakat perlu dipertanyakan kembali. Hal ini didukung oleh hasil sebuah penelitian antropologi longitudinal dimana para lansia dalam penelitian tersebut sebisa mungkin menghindari ketergantungan kepada generasi di bawahnya, kecuali jika para lansia tersbut dalam keadaan sakit atau tidak mampu bekerja lagi (Kreager & Schroder-Butterfill, 2008).

(4)

45

Tabel 1. Karakteristik lansia yang berkunjung ke pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu desa di Bali (n = 94)

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan n (%)

Umur

n (%) n (%)

Lansia muda (60-74 tahun) 26 (27,7%) 46 (48,9%) 72 (76,6%)

Lansia pertengahan (75-90 tahun) 9 (9,6%) 13 (13,8%) 22 (23,4%)

Jenis pekerjaan Tidak Bekerja 21 (22,3%) 31 (33,0%) 52 (55,3%) Petani 5 (5,3%) 4 (4,3%) 9 (9,6%) Pedagang 0 (0,0%) 12 (12,8%) 12 (12,8%) Wiraswasta 5 (5,3%) 5 (5,3%) 10 (10,6%) Pegawai swasta 4 (4,3%) 7 (7,4%) 11 (11,7%) Tingkat pendidikan Tidak Sekolah 17 (18,1%) 38 (40,4%) 55 (58,5%) SD 16 (17,0%) 20 (21,3%) 36 (38,3%) SMP 0 (0,0%) 1 (1,1%) 1 (1,1%) Sarjana 2 (2,1%) 0 (0,0%) 2 (2,1%)

3.2 Keluhan-keluhan kesehatan lansia

Dilihat dari keluhan-keluhan kesehatan para lansia (Gambar 1), 57 dari mereka (61%) mengeluh penglihatan kabur, disusul dengan mata keluar air (26/94, 28%) dan nyeri di daerah persendian (25/94, 27%). Dengan meningkatnya usia maka struktur luar dan dalam dari mata mengalami perubahan. Lensa mata menjadi semakin kaku dan pandangan menjadi kabur (Meiner & Lueckenotte, 2006). Menurut Meiner dan Luecknotte (2006), meningkatnya usia pada lansia menyebabkan mata semakin kering. Akan tetapi pada penelitian ini, 28% lansia mengeluhkan mata keluar air. Mencari penyebab mata berair yang dikeluhkan oleh para lansia berada di luar lingkup penelitian ini, sehingga penelitian berikutnya disarankan untuk berfokus pada factor-faktor risiko dan penyebab mata berair pada lansia.

Nyeri di daerah persendian yang dialami oleh para lansia dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya. Sebuah penelitian cross-sectional melibatkan 225 lansia menemukan bahwa 41% lansia mengeluhkan nyeri di daerah lutut dan berkorelasi dengan kemampuan fungsional fisik seperti berpindah dari tempat tidur, kursi, kursi roda dan bergerak ke kamar mandi (Rachmawati, Samara, Tjhin, dan Wartono, 2006). Tingginya angka nyeri di daerah persendian terkait dengan diagnose medis rheumathoid arthritis dan osteoarthritis yang dipresentasikan di Tabel 2.

Data tentang keluhan-keluhan kesehatan para lansia dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan pelayanan kesehatan lansia dan penelitian selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan terkait dengan keluhan mata kabur, mata berair, nyeri sendi dan seterusnya sesuai dengan yang tercantum dalam Gambar 1, semestinya dimasukkan dalam screening kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan atau tercantum dalam kuesioner yang dipakai di dalam sebuah penelitian.

(5)

46 Jum la h 60 57 50 40 30 20 10 0 26 25 20 16 16 12 10 7 7 Penglihatan kabur

Mata berair Nyeri persendian

Nyeri tangan/kaki

Kesemutan Pusing Nyeri pinggang

Keluhan lansia

Gatal di kulit Mata keluar kotoran

Lelah/lemas

Gambar 1. Distribusi 10 keluhan utama lansia yang berkunjung ke pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu desa di Bali (n = 94)

3.3 Perilaku mencari pertolongan kesehatan

Hipertensi, rheumatoid arthritis dan katarak adalah 3 dari 10 diagnose medis utama para lansia yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis (Tabel 2). Dengan pengecualian pada lansia yang menderita katarak dan osteoarthritis dimana sebagian besar dari mereka berobat ke Puskesmas, lansia dengan penyakit lainnya sebagian besar berkunjung ke dokter praktek swasta untuk mendapatkan pertolongan kesehatan. Hal ini mungkin terjadi karena jam berkunjung Puskesmas khususnya di daerah pedesaan terbatas pada hari dan jam kerja, sementara jam berkunjung dokter praktek swasta biasanya sore hari di luar jam kerja. Hal tersebut membuat keluarga yang merawat lansia dapat lebih meluangkan waktu mengantar para lansia untuk berobat ke dokter praktek swasta.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebelas di antara para lansia yang menderita hipertensi memeriksakan kesehatan secara rutin ke dokter praktek swasta (11,7%), sementara 8 orang dari mereka (8,5%) tidak berobat sama sekali. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang sering dialami oleh para lansia dengan angka prevalensi berkisar antara 46,4-52% (Baliga, Praveen S. Gopakumaran, Katti, & Mallapur, 2013; Ejim et al., 2011) dan berkontribusi terhadap 80% dari kematian akibat penyakit kardiovaskular (Deaton et al., 2011). Sebuah penelitian cross-sectional yang dilakukan di India menemukan bahwa 72% dari penderita hipertensi tidak mencari pertolongan kesehatan (Baliga, et al., 2013). Beberapa alasan terkait dengan tidak berobatnya penderita hipertensi yang ditemukan oleh Baliga et al. (2013) antara lain karena keterbatasan ekonomi, kurangnya fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang fasiltias pelayanan kesehatan. Hal tersebut mungkin merupakan cerminan dari apa yang terjadi di Indonesia, namun tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini karena terbatasnya data terkait.

(6)

47 Diagnose medis* Puskes- mas Rumah Sakit Dokter Praktek Bidan Pengobatan

Praktek Alternatif Tidak Berobat Total n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) Hipertensi 4 (4,3%)

4 (4,3%)

11 (11,7%)

2 (2,1%)

1 (1,1%)

8 (8,5%)

30 (31,9%) RA 3 (3,2%)

2 (2,1%)

9 (9,6%)

3 (3,2%)

0 (0,0%)

8 (8,5%)

25 (26,6%) Katarak 5 (5,3%)

3 (3,2%)

2 (2,1%)

2 (2,1%)

0 (0,0%)

5 (5,3%)

17 (18,1%) Ggn. refraksi** 0 (0,0%)

0 (0,0%)

3 (3,2%)

0 (0,0%)

1 (1,1%)

5 (5.3%)

9 (9,6%) Osteoarthritis 2 (2,1%)

2 (2,1%)

1 (1,1%)

1 (1,1%)

0 (0,0%)

3 (3,2%)

9 (9,6%) Kencing manis 3 (3,2%)

1 (1,1%)

3 (3,2%)

0 (0,0%)

0 (0,0%)

0 (0,0%)

7 (7,4%) Pteregium 1 (1,1%)

0 (0,0%)

2 (2,1%)

2 (2,1%)

0 (0,0%)

1 (1,1%)

6 (6,4%) Gastritis 0 (0,0%)

0 (0,0%)

1 (1,1%)

0 (0,0%)

0 (0,0%)

5 (5,3%)

6 (6,4%) Hiperkolesterol 3 (3,2%)

0 (0,0%)

3 (3,2%)

0 (0,0%)

0 (0,0%)

0 (0,0%)

6 (6,4%) Dislipidemia 1 (1,1%)

2 (2,1%)

2 (2,1%)

1 (1,1%)

0 (0,0%)

1 (1,1%)

6 (6,4%)

Sementara itu, semua lansia yang menderita kencing manis sudah rutin kontrol dan berobat ke Puskesmas, rumah sakit atau dokter praktek swasta. Perilaku ini dipandang sudah cukup baik karena salah satu perawatan penting dari kencing manis adalah kontrol rutin ke fasiltias pelayanan kesehatan untuk pemantauan gula darah dan komplikasi, penyesuaian dosis obat (bagi yang memerlukan) dan penatalaksanaan diet yang optimal (Kurniawan, 2010).

Tabel 2. Perilaku lansia dalam mencari pertolongan kesehatan berdasarkan 10 diagnose medis terbanyak (n = 94)

Perilaku Mencari Pertolongan Kesehatan

Swasta Mandiri

*Pada variable diagnose medis terdapat kemungkinan 1 responden memiliki lebih dari 1 diagnose medis; **Gangguan refraksi; RA, Rheumatoid arthritis

3.4 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini terbatas pada analisa catatan medis para lansia yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. Hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi ke populasi lansia yang lebih luas. Akan tetapi, penelitian ini memberikan informasi tambahan tentang karakteristik 94 lansia terkait dengan sosio-demografi, keluhan-keluhan kesehatan, diagnose medis dan perilaku mencari pertolongan kesehatan. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah tidak diidentifiaksinya penyebab atau faktor-faktor risiko terjadinya masalah-masalah kesehatan pada para lansia tetapi hanya berfokus mendeskripsikan karakteristik dan keluhan-keluhan kesehatan para lansia.

4. KESIMPULAN

Peningkatan jumlah lansia di Indonesia harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya-upaya yang sistematis, komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan tersebut. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk dijadikan acuan perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan para lansia khususnya di daerah pedesaan.

(7)

48

5. Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali atas dana hibah internal penelitian yang diberikan untuk studi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2011). Statistik penduduk lanjut usia 2010: hasil sensus penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik penduduk lanjut usia 2012: hasil survey sosial ekonomi nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Baliga, S. S., Praveen S. Gopakumaran, P. S., Katti, S. M., & Mallapur, M. D. (2013). Treatment seeking behaviour and health care expenditure incurred for hypertension among elderly in urban slums of Belgaum City. Community Medecine, 4(2), 227-230.

Beard, J. R., Biggs, S., Bloom, D. E., Fried, L. P., Hogan, P., Kalache, A., & Olshansky, S. A. (2011).

Global Population Ageing: Peril or Promise. Geneva: World Economic Forum.

Deaton, C., Froelicher, E. S., Wu, L. H., Ho, C., Shishani, K., & Jaarsma, T. (2011). The global burden of cardiovascular disease. European Journal of Cardiovascular Nursing, 10(2 suppl), S5-S13.

Ejim, E. C., Okafor, C. I., Emehel, A., Mbah, A. U., Onyia, U., Egwuonwu, T., . . . Onwubere, B. J. (2011). Prevalence of cardiovascular risk factors in the middle-aged and elderly population of a Nigerian rural community. Journal of Tropical Medicine, 2011.

Farley, A., McLafferty, E., & Hendry, C. (2006). The physiological effects of ageing on the activities of living. Nursing Standard, 20(45), 46-48.

Kadar, K. S., Francis, K., & Sellick, K. (2012). Ageing in Indonesia – health status and challenges for the future. Ageing International, 1-10. doi: 10.1007/s12126-012-9159-y

Kreager, P., & Schroder-Butterfill, E. (2008). Indonesia against the trend? Ageing and inter-generational wealth flows in two Indonesian communities. Demographic Research, 19(52), 1781.

Kurniawan, I. (2010). Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, 60(12), 576-584.

Meiner, S. E., & Lueckenotte, A. G. (2006). Gerontologic Nursing (3rd ed.). St. Louis: Mosby Elsevier. Rachmawati, M. R., Samara, D., Tjhin, P., & Wartono, N. (2006). Nyeri musculoskeletal dan hubungannya dengan kammapuan fungsional fisik pada lanjut usia. Universa Medicina, 25(4), 179-186.

SPSS Inc. (2008). Rel. 17.0. Chicago: SPSS Inc.

Trihandini, I. (2007). Peran medical check-up terhadap aktifitas fisik dasar lansia: studi panel kelompok lanjut usia 1993-2000. Makara Kesehatan, 11(2), 90.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat satu pun pergerakan Islam di negara Arab di zaman moden ini yang dapat menghasilkan minat orang yang begitu kuat terhadap perjuangan Islam serta mendidik mereka

Agar pertumbuhan ikan butini sebagai plasma nutfah dapat berkelanjutan di Danau Towuti, maka perlu ditetapkan suatu kebijakan dalam hal penurunan jumlah

Hal itu berarti bahwa nilai tidak diketahui atau dipikirkan, melainkan “dirasakan” (Suseno, 2006: 36). Scheler tidak hanya membahas mengenai fakta fenomenologi ataupun

Usaha berkelanjutan didefinisikan sebagai bisnis yang memiliki kemampuan untuk mencapai suatu tujuan bisnis dan meningkatkan nilai dalam jangka waktu yang panjang

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dirumuskan masalah umum penelitian sebagai berikut : “Bagaimanakah program bimbingan kelompok tentang

Prinsip yang terkandung dalam artikel ini adalah : The Law of Connection, koneksi yang kuat antar gerai Indomaret dan alfamart tidak dipungkiri lagi benar-benar

benda wakaf adalah harta benda tidak bergerak yang tidak dapat dikelola dan tidak mempunyai nilai ekonomi tanpa menyadari bahwa pemahaman seperti itu merupakan pemahaman

Untuk kompor tekan dengan bahan bakar minyak jarak mentah, waktu yang dibutuhkan untuk penyalaan sangat lama (>20 menit) dan hanya menyala selama 2 menit kemudian nosel akan