• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab ini mendeskripsikan mengenai sejarah singkat, keadaan umum Kabupaten Bogor yang meliputi lokasi dan kondisi geografis, klasifikasi dan tataguna lahan, keadaan umum produksi pertanian, keadaan umum penduduk, serta karakteristik hasil pembangunan sumberdaya manusia (SDM), khususnya mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Kemiskinan Kabupaten Bogor.

4.1 Sejarah Bogor

Cikal bakal masyarakat Bogor bermula dari sembilan kelompok pemukiman yang digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof. Pada waktu itu Demang Wartawangsa berupaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraaan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya. Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahan yang terletak di Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukaati (sekarang Empang). Terdapat banyak pendapat mengenai lahirnya nama Bogor. Ada yang mengatakan bahwa Bogor berasal dari kata Bahai atau Baqar yang berarti sapi. Hal ini dibuktikan dengan adanya patung sapi di Kebun Raya Bogor. Namun demikian, berdasarkan catatan sejarah bahwa pada 7 April 1952 dalam dokumen tertulis berjudul Hoofd Van De Negoricj Bogor telah muncul Kota Bogor.

Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Empat abad sebelumnya Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali kerajaan Pajajaran. Raja tersebut terkenal dengan “ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Pelantikan Sri Baduga Maharaja dari Pajajaran menjadi salah satu perhatian khusus. Saat itu upacara Kuwedabhakti dilangsungkan pada tanggal 3 Juni 1482 yang kemudian tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui sidang pleno DPRD Kabupaten Bogor pada tanggal 26 Mei 1972.

(2)

Pada tahun 1975, pemerintah pusat menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki pusat pemerintahan di wilayah sendiri. Atas dasar tersebut pemerintah Daerah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian di beberapa wilayah untuk dijadikan calon ibukota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi, Leuwiliang, Parung dan Cibinong. Pada akhirnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982 ditetapkan bahwa ibukota Kabupaten Bogor berkedudukan di Cibinong.

4.2 Lokasi dan Kondisi Geografis

Kabupaten Bogor merupakan salah satu dari 17 kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 298.838,304 hektar yang terletak antara 6,19°-6,47° Lintang Selatan dan 106°1’-107°103’ Bujur Timur. Secara geografis, wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan sejumlah kabupaten dan dua kota di Provinsi Jawa Barat, yaitu dengan: (a) Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di sebelah Selatan, (b) Kabupaten Lebak di sebelah barat, (c) Kabupaten Tangerang di sebelah barat daya, (d) Kabupaten Purwakarta di sebelah timur, (e) Kabupaten Bekasi di sebelah timur laut, (f) Kabupaten Cianjur di sebelah tenggara, (g) Kota Depok di sebelah utara dan (h) Kota Bogor di tengah.

Kabupaten Bogor merupakan wilayah administratif terluas ke enam di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil PODES tahun 2008, Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 428 desa/kelurahan, 3658 Rukun Warga (RW) dan 14.400 Rukun Tangga (RT). Desa-desa di Kabupaten Bogor terdiri dari desa swakarya dan desa swasembada. Sebanyak 351 desa di Kabupaten Bogor terklasifikasi sebagai desa Swakarya dan sebanyak 77 desa sudah merupakan desa swasembada. Adapun berdasarkan klasifikasi daerah yang dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, aspek kepadatan penduduk dan aspek sosial, di Kabupaten Bogor terdapat 96 desa perkotaan dan 332 desa pedesaan. Pada Gambar 1 disajikan peta Kabupaten Bogor.

(3)

Gambar 1 Peta Kabupaten Bogor

Sumber: www.bogorkab.go.id

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, mulai dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan. Bagian utara Kabupaten Bogor merupakan dataran rendah (lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane), sedangkan bagian selatan berupa pegunungan yaitu: Gunung Halimun (1.764 m), Gunung Salak (2.211 m), dan Gunung Gede Pangrango (3.018 m). Gunung Gede Pangrango merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat.1 Luas lahan Kabupaten Bogor menurut ketinggian diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas Lahan Menurut Ketinggian di Kabupaten Bogor, Tahun 2009 (dalam persen dan absolut)

Ketinggian (mdpl) Luas (Ha) Persen

15-100 87559,6 29,3 >100-500 127305,1 42,6 >500-1.000 58273,5 19,5 >1.000-2.000 25102,4 8,4 >2.000-2.500 597,7 0,2 Jumlah 298.838,3 100,0 Sumber: www.bogorkab.go.id

Pada Tabel 1 diketahui bahwa Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 15 sampai 2500 meter di atas permukaaan laut. Sebanyak 42,6 persen wilayah di Kabupaten berada pada ketinggian antara 100-500 meter dpl, ini berarti mayoritas

       1

(4)

wilayah di Kabupaten Bogor berada pada ketinggian tersebut. Sedangkan persentase terkecil atau 0,2 meter dpl merupakan wilayah pada ketinggian di atas 2.000-2.300 meter dpl. Mayoritas desa di Kabupaten Bogor berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut dan 49 desa berada pada kisaran 500 meter dari permukaan laut. Kondisi udara di Bogor relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 persen. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang.

Kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air, dimana kemampuannya dalam meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Oleh karena itu beberapa wilayah di Kabupaten Bogor rawan terhadap tanah longsor. Adapun penggunaan lahan di Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah dan Persentase Luas Lahan Menurut Tipe Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor, Tahun 2009

Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persen

Lahan Pertanian

Lahan Sawah 48.849 16,3

Lahan Bukan Sawah 110.264,4 36,9

Sub Total 159.15,0 53,2

Lahan Non-Pertanian

Bangunan Rumah dan Halaman 43.186 14,5

Hutan Negara 79.436 26,6

Rawa-rawa 153 0,1

Lainnya 16.949,2 5,7

Sub-total 140.3 46,8

Total 298.838 100,0

(5)

Berdasarkan luasan masing-masing penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, diketahui bahwa sebagian besar lahan digunakan sebagai areal pertanian. Hal ini dimungkinkan karena Kabupaten Bogor memiliki curah hujan dan iklim yang cukup baik untuk mengembangkan sektor pertanian. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi dan Geofisika Dramaga, Kabupaten Bogor memiliki tiga iklim yaitu: iklim basah, kering dan sedang. Disamping itu, Kabupaten Bogor merupakan hulu dari enam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang meliputi DAS Cidurian, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum. Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut memiliki fungsi antara lain sebagai sumber air irigasi pertanian.

4.3 Keadaan Penduduk Kabupaten Bogor

Berdasarkan data Kabupaten Bogor dalam Angka (2009), tercatat bahwa total penduduk di Kabupaten Bogor sebanyak 3.975.035 jiwa atau sekitar sepuluh persen dari total penduduk di Jawa Barat, terdiri dari 51 persen penduduk laki-laki dan sisanya yakni 49 persen penduduk perempuan. Dengan merujuk pada total rumahtangga yang ada di desa ini, maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kabupaten Bogor sekitar empat orang. Diduga hal ini berhubungan dengan tingginya kesadaran warga Kabupaten Bogor untuk mengikuti program Keluarga Berencana. Adapun kepadatan penduduk Kabupaten Bogor 1.427 jiwa per km.

Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor merupakan yang tertinggi di Jawa Barat. Berdasarkan data dari BPS, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor lebih tinggi tiga persen atau sebanyak 1.285.970 jiwa jika dibandingkan dengan Kabupaten Bandung. Lebih lanjut, jika dibandingkan Kabupaten Purwakarta yang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terendah di Jawa Barat, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor lebih tinggi 81,6 persen atau sebanyak 3.592.064 jiwa.

Secara umum penduduk di Kabupaten Bogor tergolong mereka yang ada dalam kategori usia produktif, yaitu sebesar 91 persen. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda jika dilihat menurut jenis kelamin dimana persentase penduduk berjenis kelamin perempuan lebih tinggi sekitar satu persen. Di antara mereka yang tergolong usia produktif ini, ada yang masih menikmati pendidikan di tingkat

(6)

sekolah menengah (SMP dan SLTA). Adapun data penduduk Kabupaten Bogor selengkapnya menurut kelompok umur disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor, Tahun 2009

Kelompok Umur (tahun)

Laki-laki Perempuan Total Jumlah (jiwa) Persen Jumlah (jiwa) Persen Jumlah (jiwa) Persen 0-4 195.879 9,6 203.399 10,5 399.278 10 5-9 214.636 10,6 199.247 10,2 413.883 10,4 10-14 234.120 11,5 235.485 12,1 469.605 11,8 15-19 225.641 11,1 188.997 9,7 414.638 10,4 20-24 168.933 8,3 156.244 8 325.177 8,2 25-29 157.318 7,7 168.526 8,7 325.844 8,2 30-34 164.635 8,1 170.181 8,8 334.816 8,4 35-39 155.402 7,7 155.547 8 310.949 7,8 40-44 122.620 6 120.239 6,2 242.859 6,1 45-49 109.612 5,4 107.928 5,6 217.540 5,5 50-54 93.845 4,6 73.926 3,8 167.771 4,2 55-59 64.054 3,2 46.516 2,4 110.570 2,8 60-64 41.435 2 37.544 1,9 78.979 2 65-69 32.085 1,6 27.149 1,4 59.234 1,5 70-74 27.962 1,4 27.004 1,4 54.966 1,4 75+ 22.474 1,1 26.452 1,4 48.926 1,2 Jumlah 2.030.651 100 1.944.384 100 3.975.035 100

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2009

Sedikit berbeda dengan jumlah penduduk Kabupaten Bogor secara umum dimana persentase penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan, pada usia balita persentase penduduk perempuan lebih tinggi sekitar satu persen. Jumlah penduduk usia sekolah di Kabupaten Bogor sebanyak 32,6 persen dari total seluruh penduduk, dimana persentase penduduk laki-laki dan perempuan berturut-turut sebanyak 33,2 persen dan 32 persen.

Pada Tabel 4 disajikan data rumahtangga di Kabupaten Bogor menurut tingkat kesejahteraan keluarga/rumahtangga menggunakan kriteria Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana (BKKBN). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa umumnya masyarakat Kabupaten Bogor tergolong sebagai Keluarga Sejahtera II. Persentase keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kabupaten Bogor adalah 48,8 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa

(7)

masyarakat di Kabupaten Bogor tergolong keluarga miskin sebesar 48,8 persen. Hal ini berarti hampir separuh masyarakat Kabupaten Bogor merupakan keluarga miskin.

Tabel 4 Jumlah dan Persentase Rumahtangga Menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarganya di Kabupaten Bogor, Tahun 2009

Tingkat Kesejahteraan Jumlah (RT) Persen

Keluarga Pra-sejahtera 235.810 23,2

Keluarga Sejahtera I 260.587 25,6

Keluarga Sejahtera II 344.950 33,9

Keluarga Sejahtera III 146.858 14,4

Keluarga Sejahtera III Plus 30.188 3,0

Total 1.018.120 100,0

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2009

Tabel 5 menyajikan jumlah dan persentase penduduk Kabupaten Bogor menurut tingkat pendidikannya.

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Bogor, Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Laki-laki Perempuan Total Jumlah (orang) Persen Jumlah (orang) Persen Jumlah (orang) Persen Tidak Berijazah 396.464 24,5 540.688 35,1 937.152 29,6 SD/Sederajat 561.563 34,7 522.682 33,9 1.084.245 34,3 SMP/Sederajat 315.913 19,5 242.480 15,7 558.393 17,7 SMA/ Sederajat 200.203 12,4 141.318 9,2 341.521 10,8 SM Kejuruan 98.548 6,1 60.627 3,9 159.175 5,0 Diploma I/II 8.769 0,5 9.727 0,6 18.496 0,6 Diploma III 8.914 0,6 10.511 0,7 19.425 0,6 Diploma/S1 27.381 1,7 10.453 0,7 37.834 1,2 S2/S3 2.381 0,1 3.252 0,2 5.633 0,2 Total 1.620.136 100,0 1.541.738 100,0 3.161.874 100,0

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2009

Secara umum dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk di Kabupaten Bogor tamat Sekolah Dasar. Selain itu, Tabel 5 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin menurun persentase penduduk yang dapat mengakses jenjang pendidikan tersebut. Persentase yang cukup tinggi (29,6 persen) juga ditunjukkan pada golongan penduduk tidak berijazah. Hal ini juga

(8)

menunjukkan bahwa masih banyak penduduk di Kabupaten Bogor yang sama sekali tidak pernah mengenyam bangku pendidikan formal.

Berdasarkan jenis kelamin, secara umum penduduk laki-laki lebih akses terhadap pendidikan dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hal ini ditunjukkan Tabel 5 dimana sebesar 75,6 persen penduduk laki-laki dan 64,9 persen penduduk perempuan akses terhadap pendidikan formal dari jenjang Sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi. Lebih lanjut, penduduk perempuan yang tidak memiliki ijazah lebih tinggi 10,6 persen dibandingkan penyuluh laki-laki. Pada jenjang SD hingga SMA/sederajat. Pada jejang perguruan tinggi Diploma hingga S3, penduduk yang akses sebanyak tiga persen dan dua persen masing-masing penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Fakta-fakta tersebut semakin menunjukkan bahwa penduduk perempuan di Kabupaten Bogor kurang akses terhadap pendidikan formal.

Data penduduk Kabupaten Bogor menurut jenis mata pencaharian mereka disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor, Tahun 2009

Lapangan Usaha

Laki-laki Perempuan Total Jumlah (jiwa) Persen Jumlah (jiwa) Persen Jumlah (jiwa) Persen Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 194.528 16,7 73.534 15,9 268.062 17,3 Industri Pengolahan 210.635 18,1 81.624 17,7 292.259 18,9 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 237.836 20,4 130.096 28,2 367.932 23,8 Jasa Kemasyarakatan 122.148 10,5 70.977 15,4 193.125 12,5 Lainnya 259.164 22,3 12.368 2,7 193.125 12,5 Pengangguran 138.753 11,9 92.943 20,1 231.696 15,0 Total 1.163.064 100,0 461.542 100,0 1.546.199 100,0

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2009

Seperti terlihat pada Tabel 6, secara umum mayoritas penduduk Kabupaten Bogor bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel,

(9)

diikuti oleh sektor industri pengolahan serta sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hal ini cukup menarik sebab sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2, bahwa mayoritas atau lebih dari separuh lahan di Kabupaten Bogor digunakan sebagai lahan pertanian. Seharusnya tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian lebih besar. Diduga hal tersebut disebabkan oleh banyaknya penduduk pendatang yang kemudian berwirausaha.

Sebagaimana dengan lapangan kerja penduduk Kabupaten Bogor pada umumnya, sebanyak 28,2 persen penduduk perempuan di Kabupaten Bogor juga bekerja pada perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel. Angka pengangguran di Kabupaten Bogor menurut data di atas adalah sebesar 15 persen. Berdasarkan jenis kelamin, persentase pengangguran penduduk perempuan lebih tinggi 8,2 persen dibandingkan penduduk laki-laki. Jika dideskripsikan dengan jumlah, angka pengangguran penduduk perempuan lebih tinggi sebanyak 2.170 jiwa dibandingkan penduduk laki-laki. Hal ini diduga berhubungan dengan rendahnya akses pendidikan mayoritas penduduk perempuan di Kabupaten Bogor. Pada Tabel 5 terlihat persentase penduduk perempuan yang tidak memiliki ijazah sebanyak 35,1 persen.

4.4 Hasil Pembangunan Sumberdaya Manusia Kabupaten Bogor

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di Kabupaten Bogor. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Indeks Pembangunan Manusia digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.2 Adapun IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek yang memadai,serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi. Selanjutnya, IPM sangat perlu dievaluasi dalam rangka pembangunan suatu daerah, karena IPM dapat

       2

(10)

memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya. peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan.3

Adapun Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM sama dengan IPG. Selanjutnya, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi.4

Pada Tabel 7 berikut ini akan disajikan gambaran IPM, IPG dan IPM Kabupaten dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.

Tabel 7 Perbandingan IPM, IPG dan IDG Jawa Barat dan Kabupaten Bogor, Tahun 2004-2007

Provinsi/Kabupaten 2004 2005 2006 2007

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Jawa Barat 69,1 69,9 70,3 70,71

Bogor 68,3 69,2 69,7 70,08

Indeks Pembangunan Gender (IPG)

Jawa Barat 58,2 59,8 60,8 61,4

Bogor 52,9 54 58,6 60,7

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)

Jawa Barat 49,2 53 54,4 55,3

Bogor 37,7 41,7 47,3 49,3

Sumber: www.mennegpp.go.id

Berdasarkan data pada Tabel 7, terlihat IPM, IPG dan IDG baik di Jawa Barat maupun Kabupaten Bogor mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sedangkan kenaikan IPG dan IDG menunjukkan bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan semakin menurun serta partisipasi perempuan dalam pembangunan semakin meningkat. Jika diamati, nilai indeks tertinggi berada

       3http://www.bandungkab.bps.go.id 

4 http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com_docman&task=doc_details&gid

=280&Itemid=109  

(11)

pada tahun 2007 dimana IPM dan IPG Jawa Barat dan Kabupaten Bogor hanya berbeda kurang dari satu persen. Ini artinya, IPM dan IPG Kabupaten Bogor sudah mendekati Jawa Barat. Namun demikian, masih terdapat perbedaan pada nilai IPM dan IPG di Jawa Barat maupun Kabupaten Bogor. Merujuk pada definisi dari Menneg PP mengenai kesetaraaan gender, hal ini menunjukkan belum adanya kesetaraan gender baik di Jawa Barat maupun di Kabupaten Bogor. Sedangkan IDG Kabupaten Bogor, masih tertinggal sekitar enam poin dari IDG Jawa Barat. Hal ini berarti partisipasi perempuan dalam politik, ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi di Bogor belum baik.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor mengalami kenaikan yang cukup signifikan tahun 2009 lalu.5 Indikator kenaikan IPM ini menunjukan Pemerintah Kabupaten Bogor telah berhasil meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakatnya sejak setahun lalu. Keberhasilan tersebut ditunjukan dengan peningkatan dari Indek Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor yaitu dari 70,76 poin pada tahun 2008 menjadi 71,63 poin pada akhir tahun 2009, yang berarti ada kenaikan sebesar 0,87 poin dibandingan tahun lalu. Kenaikan IPM pada tahun pertama dari target RPJMD itu telah melampui rata-rata IPM selama periode lima tahun lalu, yaitu rata-rata 0,44 poin.

Namun demikian nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor angka IPM sebesar 71,63 poin itu menunjukan bahwa penduduk Kabupaten Bogor masih termasuk dalam klasifikasi masyarakat dengan taraf kesejahteraan menengah atas, tetapi belum termasuk dalam taraf masyarakat maju, sebab standar yang ditetapkan pemerintah pusat, provinsi dan dunia adalah 80 poin. Salah cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan IPM adalah dengan menggunakan dana PNPM untuk kegiatan kesehatan, dalam rangka menekan angka kematian bayi yang mencapai 307 per 100 ribu kelahiran.6

       5 http://bataviase.co.id/node/160931 

6 http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=57823

Gambar

Gambar 1 Peta Kabupaten Bogor
Tabel 3  Jumlah dan Persentase Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok   Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor, Tahun 2009
Tabel 5 menyajikan jumlah dan persentase penduduk Kabupaten Bogor  menurut tingkat pendidikannya

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana dalam Alkitab yang dipedomani oleh jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di desa Banjar Agung, mengenai halal dan haram dalam doktrin makanan dan

Jadi dalam penjabaran diatas adalah bagaimana tentang shalat tahajud dengan cara yang baik dan benar serta khusyuk dapat mengakibatkan akal dan fikiran manusia

Hasil penelitian diperoleh data bahwa sampel sayuran tomat terdapat residu pestisida dengan bahan aktif profenofos sebesar 0,0188 mg/kg, dan pada sampel sayuran

Kadar lemak nugget keong sawah dengan perbedaan level penambahan bahan pengisi pati temu ireng dengan menggunakan α 0,05 pada taraf signifikan diperoleh p-value

Object tracking biasanya digunakan untuk mengamati suatu fenomena jarak jauh, namun demikian kepresisiannya juga dapat digunakan untuk mengamati fenomena dekat yang

Gedung Arthaloka Lt. Jenderal Sudirman Kav. Konsultan sistem pengamanan Gedung Arthaloka Lt. Jenderal Sudirman Kav.. 596 PT Tridaya Patra Marine p. Penyedia transportasi laut

Tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat pada sapi perah di Indonesia juga dapat terjadi resistensi cacing terhadap antelmintik yang diberikan, mengingat pola pemberian obat

Badan Nasional penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 104 1 kejadian bencana alam di bulan April dan banjir menjadi bencana yang paling umum terjadi, diikuti dengan angin