• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker

2.1.1 Definisi

Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain.

Menurut National Cancer Institute(2009), kanker adalah suatu istilah untuk penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya.

Proses ini disebut metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).

Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker (Price et al., 2006).

Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai definisi Wills, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti” (Kumar et al., 2007).

Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua istilah tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau

(2)

gumpalan, dan kadang-kadang istilah “ tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula yang ganas (Price et al., 2006).

2.1.2 Sifat-sifat Neoplasma

Table 2.1 Menunjukkan Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas. Karakteristik Tumor Jinak Tumor Ganas Diferensiasi / anaplasia Berdiferensiasi baik;

struktur mungkin khas jaringan asal

Sebagian tidak memperlihatkan

diferensiasi disertai anaplasia; struktur sering tidak khas

Laju pertumbuhan Biasanya progresif dan lambat; mungkin berhenti tumbuh atau menciut; gambaran mitotik jarang dan normal

Tidak terduga dan mungkin cepat atau lambat; gambaran mitotik mungkin banyak dan abnormal

Invasi lokal Biasanya kohesif dan ekspansil, massa berbatas tegas yang tidak menginvasi atau menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya Invasif lokal, menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya; kadang-kadang mungkin tampak kohesif dan ekspansil tetapi dengan invasi mikroskopik

Metastasis Tidak ada Sering ditemukan;

semakin besar dan semakin kurang berdiferensiasi tumor primer, semakin besar

(3)

kemungkinan metastasis (Kumar et al., 2007)

2.1.3 Faktor Risiko dan Predisposisi Terjadinya Karsinoma Faktor predisposisi terjadinya carcinoma:

a. Faktor geografik dan lingkungan

Karsinogen lingkungan banyak ditemukan di lingkungan sekitar. Contohnya seperti sinar matahari, dapat ditemukan terutama di perkotaan, atau terbatas pada pekerjaan tertentu. Hal tertentu dalam makanan dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi. Termasuk diantaranya merokok dan konsumsi alkohol kronik.

b. Usia

Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini terjadi akibat akumulasi mutasi somatik yang disebabkan oleh berkembangnya neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi imunitas yang menyertai penuaan juga mungkin berperan.

c. Hereditas

Saat ini terbukti bahwa pada banyak jenis kanker, terdapat tidak saja pengaruh lingkungan, tetapi juga predisposisi herediter. Bentuk herediter kanker dapat dibagi menjadi tiga kategori.

Sindrom kanker herediter, pewarisan satu gen mutannya akan sangat meningkatkan risiko terjangkitnya kanker yang bersangkutan. Predisposisinya memperlihatkan pola pewarisan dominan autosomal.

(4)

Kanker familial, kanker ini tidak disertai fenotipe penanda tertentu. Contohnya mencakup karsinoma kolon, payudara, ovarium, dan otak. Kanker familial tertentu dapat dikaitkan dengan pewarisan gen mutan. Contohnya keterkaitan gen BRCA1 dan BRCA2 dengan kanker payudara dan ovarium familial.

Sindrom resesif autosomal gangguan perbaikan DNA. Selain kelainan prakanker yang diwariskan secara dominan, sekelompok kecil gangguan resesif autosomal secara kolektif memperlihatkan ciri instabilitas kromosom atau DNA (Kumar et al., 2007).

2.1.4 Karsinogenesis

Dalam kondisi normal, pembelahan, poliferasi, dan diferensiasi sel dikontrol secara ketat (Price et al., 2006). Kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan atau mutasi genetik semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum (Kumar et al., 2007; Price et al., 2006).

Telah diidentifikasi empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel itu sendiri, termasuk protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker ( tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan ( antionkogen), gen yang mengatur kematian sel terencana ( programmed cell death), atau apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak (Kumar et al., 2007; Price et

al., 2006).

Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasi lokal, dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu fenomena yang disebut

tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi

(5)

pada perbaikan DNA. Perubahan genetik yang mempermudah tumor progression melibatkan tidak saja gen yang mengendalikan angiogenesis, invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel (Kumar et al., 2007).

Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah- langkah sebagai berikut: (1) faktor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel; (2) reseptor faktor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein transduser; (3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messenger menuju inti sel; (4) faktor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi asam deoksiribonukleat (DNA).

Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui fase replikasi sel, Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase: G1 (gap 1), S (sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang terdapat dalam keadaan tidak membelah disebut G0 (Price et al., 2006).

Banyak yang telah diketahui tentang gen RB karena merupakan gen penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB adalah suatu protein pengikat-DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhiperfosforilasi tidak aktif. Pada keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G1 ke S pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap G1 ke S. saat masuk fase S, sel bertekad (committed) untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan. Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat selular sehingga kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.

Dasar molekul efek perngereman ini telah diungkapkan secara rinci dan elegan. Sel tenang (quiescent, pada G0 atau G1) mengandung RB bentuk terhipofosforilasi yang inaktif. Pada status ini, RB mencegah replikasi sel dengan

(6)

mengikat, dan mungkin menyebabkan sekuestrasi, family E2F dari faktor transkripsi. Apabila sel yang tenang ini dirangsang oleh faktor pertumbuhan, konsentrasi siklin D dan E meningkat, dan aktivasi siklin D/CDK4, siklin D/CDK6, dan siklin E/CDK2 yang terjadi menyebabkan fosforilasi RB. RB bentuk terhiperfosforilasi membebaskan faktor transkripsi E2F dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen sasaran. Apabila tidak terdapat protein RB, atau apabila kemampuannya untuk menyingkirkan faktor transkripsi terganggu akibat mutasi, rem molecular terhadap siklus sel akan lepas, dan sel berpindah secara bersemangat ke dalam fase S.

Gambar 2.1 Skema Sederhana Dasar Molekular Kanker. (Kumar et al., 2007).

Gen penekan tumor TP53 (dulu P53) adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi dan tidak dapat di klasifikasikan dengan mudah ke dalam kelompok fungsional

(7)

tertentu yang serupa dengan gen lain. TP53 dapat menimbulkan efek anti proliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stress dapat memicu jalur respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai, dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.

TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu faktor transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis.

Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53 CDKN1A(p21). Gen CDKN1A, seperti telah dijelaskan, menghambat kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “member napas” bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses dengan menginduksi protein tertentu, seperti GADD45( penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan ( upregulate ) transkripsi MDM2, yang kemudian menkan (down regulate) TP53, sehingga hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki,

(8)

TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu gen pencetus seperti BAX.

Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan (Kumar et al., 2007).

(9)

Gambar 2.2 Peran TP53 dalam Mempertahankan Integritas Genom. (Kumar et al., 2007).

2.2 Kanker pada Anak 2.2.1 Definisi Anak

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

(10)

seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2.2.2 Kanker yang tersering

Table 2.2 Neoplasma Ganas yang Sering Ditemukan pada Masa Bayi dan Anak

0 – 4 tahun 5 – 9 tahun 10 – 15 tahun

Leukemia Retinoblastoma Neuroblastoma Tumor Wilms Hepatoblastoma

Sarkoma jaringan lunak (terutma rabdomiosarkoma) Teratoma

Tumor sistem saraf pusat

Leukemia Retinoblastoma Neuroblastoma

Hepatokarsinoma

Sarkoma jaringan lunak

Tumor sistem saraf pusat

Tumor Ewing Limfoma

Hepatokarsinoma

Sarkoma jaringan lunak

Sarkoma osteogenik Karsinoma tiroid Penyakit Hodgkin (Maitra et al., 2007)

2.2.3 Leukemia

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus. Leukemia mieloid akut (LMA) berjumlah kira-kira 20%

(11)

dari leukemia. Leukemia sisanya adalah berbentuk kronis (LLK) (William et al., 2000; Smith et al., 1999 ).

2.2.3.1 Klasifikasi

Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal.

Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi dari FAB ( French-American-British). Klasifikasi ini klasifikasi morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta pada penelitian sitokimia (Baldy, 2006).

Tabel 2.3 Klasifikasi Kelompok Kooperatif FAB mengenai Leukemia Akut Leukemia Limfoblastik Akut

L- 1

L- 2

L- 3

Leukemia limfositik akut anak-anak; Populasi sel homogen

Leukemia limfositik akut pada dewasa; Populasi sel heterogen

Leukemia jenis limfoma Burkitt: sel besar, Populasi sel homogen

Leukemia Mieloblastik Akut M- 0 M- 1 M- 2 M- 3 M- 4 Berdiferensiasi minimal

Diferensiasi granulositik tanpa maturasi

Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium promielositik

Diferensiasi granulositik dengan promielosit hipergranular, dihubungkan dengan koagulasi intravascular diseminata

(12)

M- 5a M- 5b M- 6 M- 7

Leukemia monosit akut; berdiferensiasi buruk Leukemia monosit akut; berdiferensiasi baik

Eritroblastosis yang menonjol dengan diseritropoiesis berat Leukemia megakariosit

(Baldy, 2006).

2.2.3.2 Leukemia Limfoblastik Akut(LLA)

LLA anak adalah kanker tersebar yang pertama terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi.

Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan(trombositopenia), dan deman (neutropenia, keganasan). Pada pemeriksaan inisial, lebih kurang 50% menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Limfoadenopati biasanya nyata dan spenomegali dijumpai.

Diagnosis leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya sama sekali oleh limfoblas leukemia. Terapi LLA diringkas pada Table 2.4 (William et al., 2000).

Table 2.4 Regimen Terapi yang Efektif bagi Leukemia Limfoblastik Akut Risiko- Rendah

Induksi Remisi ( 4-6 minggu)

Vinkristin 1,5 mg/m³ (maks. 2mg) IV/ minggu Prednison 40 mg/m² (maks. 60mg) PO/ hari

Asparaginase (E.coli) 10,000 U/m²/hari 2 mingguan IM. Terapi Intratekal

Terapi tripel: MTX* HC* Ara- C*

(13)

Terapi Lanjutan Sistemik 6- MP 50 mg/ m²/ hari PO

MTX 20 mg/ m²/ minggu PO, IV, IM

Atur MTX ± 6- MP diberikan dengan dosis tinggi Penambahan ( Reinforcement)

Vinkristin 1,5 mg/m² (maks. 2mg) IV tiap 4 minggu Prednison 40mg/ m²/ hari PO x 7 hari tiap 4 minggu

MTX = metotreksat; HC = hidrokortison; Ara-C = sitarabin; IV = intravena; PO = oral; IM = intramuscular; 6- MP = 6- merkaptopurin

*Dosis pengobatan intratekal disesuaikan dengan umur

Umur MTX HC Ara- C ≤ 1 thn 10 mg 10 mg 20 mg 2 – 8 thn 12,5 mg 12,5 mg 25 mg ≥ 9 thn 15 mg 16 mg 30 mg (William et al., 2000) 2.2.4 Limfoma

Limfoma merupakan keganasan sistem limfatik.(Price et al., 2006). Dua kategori besar limfoma, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non- Hodgkin (LNH), mempunyai manifestasi klinis, terapi dan prognosis yang berbeda.

2.2.4.1 Penyakit Hodgkin

Sel Reed- Sternberg adalah sel yang besar (berdiameter 15- 45 μm) dengan multipel atau multilobulated nuclei. Sel ini merupukan hallmark penyakit Hodgkin.

Gambaran yang tampak paling umum adalah pembesaran kelenjar limfe tanpa nyeri di leher, supraklavikula, atau kadang- kadang daerah aksila atau inguinal. Gejala seperti batuk, sesak nafas, hipoksia, efusi pleural, disfungsi hepatosellular, anemia, neutropenia, dan trombositopenia akan terjadi tergantung kepada lokasi kelenjar limfe yang terkena (Cairo et al., 2007).

(14)

2.2.4.2 Limfoma Non- Hodgkin (LNH)

LNH merupakan proliferasi klonal yang ganas limfosit T dan B yang terdapat bersama berbagai tingkat beban tumor. LNH masa kanak-kanak, berbeda dengan pada orang dewasa, biasanya difus, ekstranodal, tumor stadium tinggi (Sandlund, 2000) .

2.3 Prevalensi

Menurut Notoatmodjo (2003), prevalensi adalah jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada satu titik waktu tertentu.

Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam suatu populasi pada waktu yang ditetapkan. (Kupfer, 2009)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

Gambar

Table 2.1 Menunjukkan Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas.
Gambar 2.1 Skema Sederhana Dasar Molekular Kanker.
Gambar 2.2 Peran TP53 dalam Mempertahankan Integritas Genom.
Table 2.2 Neoplasma Ganas yang Sering Ditemukan pada Masa Bayi dan  Anak
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dampak positif yang diberikan untuk Pondok adalah sumber daya manusia dapat menjalankan tugas atau tanggung jawabnya dengan tepat waktu, Pondok semakin disiplin

(2) Bakal pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diteliti jumlah dukungannya oleh PPS, PPK, dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan telah memenuhi

… .disatu sisi ada sebagian orang yang beranggapan bahwa antara .disatu sisi ada sebagian orang yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan sumberdaya alam

Pengaruh Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan Pajak, Ketepatan Pengalokasian Pajak, dan Teknologi Sistem Perpajakan Terhadap Tax Evasion Oleh Wajib

rata-rata hasil belajar siswa pada uji coba lapangan terbatas dan lapangan luas kedua media permainan tersebut dapat meningkat berturut-turut sebesar 12,77 dengan gain

Pengujian di Riamkanan (Kalimantan Selatan), Bandung (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur), dan Soroako (Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa pada hari-hari dengan rata-rata curah

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar timbal dalam darah dan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama