• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk melaksanakan berbagai kegiatan sosial seperti pendidikan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk melaksanakan berbagai kegiatan sosial seperti pendidikan,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Yayasan atau stichting merupakan suatu badan usaha yang digunakan masyarakat untuk melaksanakan berbagai kegiatan sosial seperti pendidikan, keagamaan, rumah sakit, dan badan sosial lainnya. Masyarakat mempunyai persepsi bahwa yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, keagamaan, rumah sakit maupun kegiatan sosial lainnya mempunyai tujuan yang bersifat sosial untuk kepentingan masyarakat.1

Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Yayasan merupakan alat yang secara fungsional menjadi sarana untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan sosial, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.2

Dapat disimpulkan bahwa pendirian yayasan atau stichting pada awalnya sebagai wadah hukum untuk kegiatan yang sifatnya bukan untuk mencari keuntungan dari berbagai aktivitas yang diselenggarakannya, tetapi sarat dengan motif sosial dalam rangka membantu kegiatan sosial masyarakat.

1

N. Adnan Amal, Yayasan Sebagai Badan Hukum, Varia Peradilan (Tahun IV, 1989), hal. 20.

2

Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT. Abadi, 2003), hal. 1.

(2)

Di Indonesia kegiatan sosial yang dilakukan yayasan diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Dipilihnya yayasan sebagai wadah untuk beraktivitas sosial tentu bukan tanpa alasan. Dibanding dengan bentuk badan hukum lain yang hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memiliki ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan-badan hukum lain.3

Pendirian yayasan di Indonesia pada masa itu dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, doktrin dan yurisprudensi dengan tujuan untuk kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.4 Walaupun belum diatur dalam suatu Undang-Undang, tetapi dalam pergaulan hidup yayasan diakui keberadaannya sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat yang artinya dapat melakukan jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain. Sehingga status hukum yayasan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan diakui sebagai badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya sendiri yang dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subjek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum.5

3

Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Op.Cit, hal. 1. 4

Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai

Suatu Badan Hukum Sosial), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 104.

5

Yahya Zein, Status Hukum Yayasan, http://www.kompas.com/lompas-cetak/0811/12/humaniora/3105718.htm, diakses 6 April 2009.

(3)

Pengakuan terhadap kedudukan yayasan dalam suatu perundang-undangan baru ada pada tahun 2001, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 dan diberlakukan secara efektif 1 (satu) tahun kemudian, terhitung sejak tanggal diundangkannya pada tanggal 6 Agustus 2001. Azas dari undang-undang ini adalah transparansi dan akuntabilitas, di mana maksud dan tujuan yayasan adalah untuk kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.6

Dalam perkembangannya, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan ternyata belum dapat menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Masih terdapat berbagai penafsiran tentang yayasan, sehingga menimbulkan ketidak-pastian dan ketidak-tertiban hukum yang akhirnya memberi peluang bagi pendiri yayasan untuk tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam undang-undang tersebut.7

Dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 7 September 2004, telah disetujui dan disahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan. Dan berdasarkan persetujuan DPR tersebut dituangkan dalam bentuk perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 28

6

Yoseph Suardi Sabda, Yayasan dan Perbuatan Melanggar Hukum, makalah Direktur Perdata Kejaksaan Agung, (Jakarta: 2002).

7 Ibid.

(4)

Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.8

Pada dasarnya tujuan filosofis pendirian yayasan dipahami sebagai badan hukum yang tidak bersifat komersil atau tidak mencari keuntungan (nirlaba atau non-profit). Tetapi pada kenyataannya yayasan sering dipergunakan bukan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan, melainkan untuk memperkaya pribadi pendiri ataupun pengurus yayasan, menghindari pajak, menguasai suatu lembaga pendidikan terus-menerus, menembus birokrasi, memperoleh berbagai fasilitas dari negara atau penguasa dan berbagai tujuan lainnya.9

Banyak hal yang menyebabkan yayasan menyimpang dari tujuan filosofis pendiriannya, antara lain karena sulit untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kegiatan sosial. Yayasan pendidikan yang masuk kategori kegiatan sosial, pada kenyataannya sering dimanfaatkan untuk yang mengejar keuntungan, bahkan sering dikatakan untuk mendapatkan pendidikan yang baik seseorang harus membayarnya dengan mahal.10

Pada umumnya Yayasan sering menjalankan usaha-usaha bisnis dan komersial dengan segala aspek dan manifestasinya, di mana hal ini terjadi karena adanya perbedaan argumentasi antara pihak pertama yang mengemukakan bahwa tidak ada larangan bagi yayasan untuk melakukan kegiatan bisnis sehingga yayasan

8 Ibid. 9

Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hal. 104. 10

Hikmahanto Juwana, Pengelolaan Yayasan di Indonesia dan RUU Yayasan, http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=download&pathext=contentExpres /&view=401/hikmahanto%20Juwana.doc, diakses 6 April 2009.

(5)

boleh berbisnis agar dapat meningkatkan kegiatan perekonomian serta membuka kesempatan kerja. Pihak lain mengajukan argumentasi bahwa walaupun tidak ada aturan yang melarang yayasan melakukan kegiatan bisnis, akan tetapi pada hakekatnya tujuan yayasan bukanlah profit-oriented, melainkan social-oriented.11

Terlepas dari pro dan kontra tentang gerak yayasan dalam lapangan bisnis tersebut, pada kenyataannya dewasa ini banyak yayasan yang cenderung dan bahkan nyata-nyata menjalankan usaha-usaha bisnis dan komersial dengan segala aspek dan manifestasinya. Apabila ternyata bahwa yayasan sudah jelas-jelas mengalihkan atau mengubah kegiatannya di bidang usaha, dengan sendirinya bentuk yayasan yang ditetapkan semula juga harus diakhiri, di mana dengan masuknya yayasan ke bentuk usaha yang bersifat bisnis tentunya maksud dan tujuannya sudah untuk mencari laba atau keuntungan.12

Latar belakang keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dikemukakan dalam bagian awal Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang antara lain menyebutkan bahwa pendirian yayasan di Indonesia hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung karena belum ada undang-undang yang mengaturnya, dan fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk mendirikan yayasan dengan maksud berlindung di balik status badan hukum yayasan yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan

11

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hal. 6. 12

(6)

kemanusiaan; melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas.13

Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar, sengketa para pengurus dengan pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.14

Penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi di tubuh yayasan, secara terbuka dan nyata terbukti dengan meningkatnya pendirian yayasan yang melibatkan pendidikan. Hal ini karena banyaknya jumlah masyarakat yang membutuhkan pendidikan, sehingga kesempatan untuk mendirikan yayasan dengan tujuan mencari keuntungan dan bukan lagi mempunyai sifat dan tujuan sosial dalam rangka membantu masyarakat lemah terbuka lebar. Hal ini sangat bertentangan dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, yang menentukan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas

13

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.

14

(7)

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Reformasi hukum mengenai yayasan pada hakikatnya bersifat sangat mendasar, yaitu meliputi:

1. Aspek organ yayasan, yaitu pembina, pengurus dan pengawas serta wewenangnya masing-masing;

2. Pengelolaan harta kekayaan menjadi jelas, di mana harta menjadi terpisah tanpa mengenal pemiliknya;

3. Pengelolaan yayasan bersifat sukarela, yaitu berdasarkan kesanggupan seseorang untuk menjadi anggota yayasan dan profesional.15

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan maka untuk mencapai tujuan yayasan tidak hanya diperlukan sejumlah uang, akan tetapi juga dibutuhkan orang-orang yang sanggup dan rela menyumbangkan tenaganya untuk mengurus dan mengelola yayasan serta mewakili yayasan di dalam ataupun di luar pengadilan.16 Sebagai badan hukum yayasan juga memiliki organ perusahaan yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas. Pengurus dalam hal ini dipercaya sebagai pengelola yayasan, maka pengurus berkewajiban melaporkan setiap kegiatan yayasan pada pejabat yang berwenang.17

15

HP Panggabean, Kasus Aset Yayasan dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif

Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 24.

16

Ibid, hal. 121. 17

(8)

Apabila yayasan mendapat bantuan dari pemerintah, maka pengurus wajib melapor pada Instansi Pemerintah yang memberi bantuan. Jika yayasan mendapat bantuan dari masyarakat ataupun pengurus yayasan mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu, maka pengurus berkewajiban untuk mengumumkan ikhtisar laporan yayasan dalam surat kabar. Selain itu ada juga kemungkinan pemeriksaan terhadap yayasan melalui Badan Peradilan yang dapat dilakukan apabila pengurus dianggap lalai dalam tindakannya (mismanagement) atau dalam kebijaksanaan pengelolaannya, ataupun yayasan dianggap melakukan perbuatan melawan hukum atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan anggaran dasar, atau melakukan tindakan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga.18

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 disebutkan bahwa reformasi terhadap konsep yayasan dilakukan dengan latar belakang sebagai berikut:

1. Untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang yayasan.

2. Menjamin kepastian dan ketertiban hukum.

3. Mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.19

Selain itu sesuai dengan Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

18

HP. Panggabean, Op.Cit. hal. 121. 19

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.

(9)

Yayasan, dikatakan bahwa mengingat peranan yayasan dalam masyarakat dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat, maka penyempurnaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dimaksudkan pula agar yayasan tetap dapat berfungsi dalam usaha mencapai maksud dan tujuannya di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.20

Yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan komersial; di mana kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh yayasan dapat berbetuk:

1. Kesenian dan Budaya. 2. Olah Raga.

3. Perlindungan Konsumen. 4. Lingkungan Hidup. 5. Kesehatan.

6. Ilmu Pengetahuan.21

Dalam kegiatan usaha yang dilakukan yayasan, yayasan masih boleh mendapat keuntungan sejauh keuntungan yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan yang idealistis yakni yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh keuntungan ini bertujuan agar yayasan tidak bergantung pada bantuan dan sumbangan.22

20 Ibid. 21

HP Panggabean, Op.Cit. hal. 42. 22

(10)

Dalam menjalankan usahanya, yayasan dapat mendirikan badan usaha, yang kegiatannya tetap harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan; namun pembina, pengurus dan pengawas yayasan tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai direksi, pengurus, komisaris ataupun pengawas dari badan usaha tersebut. Pembagian organ dalam yayasan ini dimaksudkan untuk menghindari konflik intern yayasan yang tidak hanya merugikan kepentingan yayasan melainkan juga pihak lain.23

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yayasan pada hakikatnya merupakan organisasi hybrid di mana sebagian aktivitas yayasan berada dalam domain organisasi non profit, namun sebagian dapat melakukan kegiatan komersial yang bertujuan untuk mencari keuntungan semata. Dengan demikian pengelolaan terhadap harta yayasan juga dipandang perlu dilakukan penataan ulang dan pembenahan diri.

Pengelolaan yayasan secara profesional dan efisien dengan penerapan prinsip transparansi dalam setiap kegiatan operasionalnya sudah merupakan kebutuhan pokok pada masa sekarang ini. Yayasan pada hakekatnya merupakan suatu entitas hukum yang keberadaannya dalam lalu-lintas hukum di Indonesia sudah diakui oleh masyarakat luas berdasarkan realita hukum positif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia.

Kecenderungan masyarakat memilih bentuk yayasan antara lain karena alasan:

23

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 24.

(11)

a. Proses pendirian sederhana.

b. Tanpa memerlukan pengesahan dari pemerintah.

c. Adanya persepsi dari masyarakat bahwa yayasan bukan merupakan subjek pajak. 24

Pengakuan yayasan sebagai badan hukum yang berarti sebagai subjek hukum mandiri seperti halnya orang, secara teoritis dalam kenyataannya hanya didasarkan antara lain karena adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu dan didirikan dengan akta notaris. Ciri-ciri demikian memang cocok dengan ciri-ciri badan hukum pada umunya yaitu adanya kekayaan terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur.25 Sebagai suatu lembaga yang diakui secara resmi sebagai suatu badan hukum yang dapat menyelenggarakan sendiri kegiatannya, dengan harta kekayaan yang terpisah dan berdiri sendiri, Yayasan mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan sendiri dokumen-dokumen kegiatannya. Di mana penyelenggaraan dokumen-dokumen tersebut dilaksanakan oleh pengurus yayasan, sehingga pengurus yayasan adalah peran kunci bagi jalannya yayasan. Yayasan tidak mungkin dapat menjalankan kegiatannya tanpa adanya pengurus, demikian juga keberadaan pengurus bergantung sepenuhnya pada eksistensi yayasan. Ini berarti pengurus merupakan organ

24

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 201.

25

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

(12)

kepercayaan yayasan sebagai pengemban fiduciary duty bagi kepentingan yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.26

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 pada tanggal 6 Agustus 2001 yang diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya melalui prinsip transparansi atau keterbukaan dalam setiap kegiatan usahanya.

Prinsip transparansi secara umum merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang merupakan bentuk upaya motivasi pengurus untuk meningkatkan keberhasilan (effectiveness) dan sekaligus juga mengendalikan prilaku pengurus, yang dalam hal ini harus dapat menunjukkan keterbukaan informasi kepada publik mengenai berbagai kebijaksanaan, berikut kejelasan dalam pelaksanaan suatu kebijaksanaan serta tanggung jawab para pelaksana terhadap pelaksanaan amanat yang diembankan. Keterbukaan tentang segala informasi yang berkaitan dengan aktivitas yayasan adalah karakteristik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap yayasan.27

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 merupakan pencerminan prinsip transparansi dalam kegiatan usaha yayasan dari sudut manajemen, meliputi pendokumentasian kegiatan usaha serta data pendukung administrasi keuangan,

26

Yahya Zein, Op.Cit. 27

(13)

mekanisme penyusunan laporan tahunan dan pengumuman laporan tahunan di papan kantor dan surat kabar.28

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang penggunaan prinsip transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha yayasan?.

2. Bagaimana peran dan fungsi pengurus yayasan dalam penerapan prinsip transparansi pada pengelolaan kegiatan usaha yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004?.

3. Bagaimana penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha pada Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pengaturan penggunaan prinsip transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

28

Darwina Wijayanti, Akuntabilitas dan Transparansi LSM dan Upaya Tata Laksana

(14)

2. Untuk mengetahui peran dan fungsi pengurus yayasan dalam penerapan prinsip transparansi pada pengelolaan yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

3. Untuk mengetahui penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha pada Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu sumbangan pemikiran dalam pengkajian dan pengembangan khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya terkait dengan prinsip transparansi dalam kegiatan usaha yayasan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi informasi sekaligus sosialisasi terhadap masyarakat umumnya dan khususnya kalangan praktisi hukum tentang penerapan prinsip transparansi dalam kegiatan usaha yayasan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian tentang: “Analisa Hukum Prinsip Transparansi Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo

(15)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama.

Dengan demikian, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti dalam realitas. Kerangka teoritis lazimnya dipergunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dan juga dapat dipergunakan dalam penelitian hukum yaitu pada penelitian hukum sosiologis dan empiris.29

Roscoe Pound dalam teori Sociological Jurisprudence berpendapat bahwa didalam masyarakat terdapat kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum atau positivisme hukum dengan listing law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan dan orientasi hukum. Dalam hal ini ada 2

29

(16)

kepentingan yang harus dilindungi yaitu kepentingan publik (negara) dan kepentingan individu (personal).30

Dalam hal ini hukum yang baik dibentuk dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat, baik kepentingan umum (termasuk yang utama adalah kepentingan negara), kepentingan individu dan kepentingan kepribadian.31

Kepentingan umum, individu dan kepribadian membutuhkan kepastian hukum yang harus dapat menjamin hak dan kewajiban setiap manusia. Kepastian hukum tercermin dalam bentuk peraturan berupa perundang-undangan yang dapat menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam masyarakat.

Menurut hukum modern, setiap manusia merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam pergaulan hukum. Bertolak dari mekanisme pergaulan hukum dalam hidup manusia di masyarakat, maka subjek hukum merupakan salah satu yang menjadi faktor dari mekanisme hukum.32

Manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam pergaulan hukum dikenal dengan istilah subjek hukum (subjectum juris). Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum, ada subjek hukum lain yaitu segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban, dan dalam hal ini dinamakan dengan badan hukum (rechtspersoon).33

30

Bismar Nasution, Filsafat Hukum, (Medan: USU/Diktat Mata Kuliah Filsafat Hukum). 31

Ibid. 32

Sudarsono, Op.Cit. hal. 5. 33

(17)

Menurut sifatnya badan hukum ada 2 macam, dan salah satunya adalah yayasan. Utrech menjelaskan bahwa yayasan di sini merupakan tiap kekayaan (vermogen) yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan, dan yang diberi tujuan tertentu. Dalam pergaulan hukum, yayasan bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban tersendiri.34

Sebagai suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, maka untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan tersebut, sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dikatakan bahwa yayasan boleh melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan badan usaha ataupun ikut serta dalam suatu badan usaha.35

Untuk memudahkan masyarakat dalam mengetahui dan mengontrol setiap kegiatan usaha yayasan, maka dibutuhkan adanya prinsip transparansi dalam setiap pelaksanaan kegiatan usaha yayasan pelaksanaan.36

Prinsip transparansi merupakan salah satu dari 4 (empat) prinsip utama dalam Good Corporate Governance yang diartikan sebagai pengelolaan perusahaan yang baik. Good Corporate Governance disingkat dengan GCG merupakan konsep yang menyangkut struktur perusahaan, pembagian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari masing-masing unsur perusahaan.37

34

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 1. 35

Chatamarrasjid Ais, Op.Cit. hal. 6. 36

Ibid. hal. 95. 37

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Governance, (Jakarta: FH UI, 2006), hal. 24.

(18)

Prinsip transparansi adalah syarat untuk sempurnanya pertanggungjawaban, di mana dituntut adanya sikap transparansi agar pertanggungjawaban kerja lebih terjamin validitas dan akurasi pembuktiannya.38

Prinsip transparansi menyatakan bahwa kerangka pengelolaan perusahaan, dalam hal ini adalah yayasan harus dapat memastikan bahwa pengungkapan informasi yang akurat atau tepat berkaitan dengan materi yang menyangkut kegiatan usaha dari yayasan tersebut.39

2. Kerangka Konsepsi

Suatu kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan diteliti, sedangkan konsep atau variabel merupakan abstraksi dari gejala atau fenomena yang akan diteliti.

Kerangka konsepsional pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini.

Prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir ataupun bertindak dan sering diarikan sebagai dasar.40

38

M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal. 72. 39

Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: UI Press, 2001), hal. 21. 40

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 896.

(19)

Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai jasa, produk, dan kebijakan dari institusi atau perusahaan kepada stakeholder dan shareholder, baik yang berhubungan dengan internal maupun eksternal. Transparansi sering juga diidentikkan dengan kesempurnaan atau keutuhan informasi.41

Prinsip transparansi merupakan bentuk keterbukaan dalam setiap kegiatan terutama yang berkaitan dengan masalah keuangan, sehingga perlu adanya suatu laporan tahunan keuangan yang merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga dan jaminan untuk mencegah terjadinya manipulasi.42

Kegiatan adalah aktivitas usaha atau pekerjaan.43

Usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud.44

Yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 diartikan sebagai badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.45

41

Djokosantoso Moeljono, Good Corporate Culture Sebagai Inti dari Good Corporate

Governance, (Jakarta: Gramedia, 2006), hal. 19.

42

Chatamarrasjid Ais, Op.Cit. hal. 95. 43

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit. hal. 362. 44

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 532. 45

Sebagaimana diatur dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

(20)

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”method” yang berarti cara atau jalan. Dan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode adalah menyangkut masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.46

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya.47

Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat, penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yurisidis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.48

2. Metode Pendekatan

Penelitian hukum normatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang

46

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977), hal. 16.

47

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media Publishing, 2005), hal. 46.

48

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 116-117.

(21)

mengacu pada norma-norma atau kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku. Penelitian hukum pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 49

3. Alat Pengumpulan Data

Bahan atau materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam konteks ini, data sekunder mempunyai peranan, yakni melalui data sekunder tersebut akan tergambar penerapan peraturan perundang-undangan tentang yayasan.

Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan berupa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

b. Bahan hukum skunder berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hasil penelitian para ahli.

49

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis

(22)

c. Bahan hukum tertier berupa bahan yang dapat mendukung bahan hukum primer, terdiri dari kamus hukum, kamus Inggris-Indonesia dan kamus besar Bahasa Indonesia.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif yang memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data utama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Dan untuk melengkapi data yang berasal dari studi kepustakaan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan wawancara terhadap organ-organ yayasan yaitu yang mewakili pembina, pengurus dan pengawas Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan metode normatif kualitatif dengan logika induktif yaitu berfikir dengan hal-hal yang khusus menuju hal yang umum dengan menggunakan perangkat interpretasi dan kontruksi hukum yang bersifat komparatif, artinya penelitian ini digolongkan sebagai penelitian normatif yang dilengkapi dengan perbandingan penelitian data-data sekunder.

Referensi

Dokumen terkait

perbandingan bobot biji jagung (utuh dan pecah) yang keluar dari lubang pengeluaran utama terhadap total bobot hasil pemipilan yang keluar dari lubang pengeluaran yang

24 Penelitian yang dilakukan adalah penelitian terhadap putusan hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang

Oleh karen a itu ruang-ruang pelayanan rekreasi ini harus elitata sedemikian rupa pada titik-titik tertentu yang akan dilewati pengunjung, sehingga secara tidak

Pengaturan konfigurasi keypad matrik pada Program TopView Simulator dapat dipilih menu FileàExternal Modules SettingàKeyBoard, kemudian pilih frame ‘Matrik KeyPad’ dan pilih

Kekeluargaan yang terjalin di tengah- tengah pelaksanaan progam Majelis Mu’allimil Qur’an (MMQ) ditingkat kecamatan Batealit Jepara menjadikan para guru Qiraati

Seperti jumlah armada pengangkutan sampah yang masih kurang seimbang dengan volume sampah yang dihasilkan, cuaca yang seringkali tidak mendukung sehingga

Pada prinsipnya penelitian ini memberikan sharing pengetahuan dan pengalaman tentang pemanfaatan dan penerapan media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terutama dalam

Nilai indeks maturity domain PO9LA adalah 2.25 yang berarti repeatable / proses dapat diulang, mempunyai nilai yang ekivalen dengan risk-level matrix sebesar 22.5