• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. A INDONESIA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. A INDONESIA TAHUN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2007 – 2012

Oleh: Chairina Utami

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Jl. MR. Haryono 165 Malang

utamichr@yahoo.com

Dosen Pembimbing: Dr. Djumahir, SE., MM.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

ABSTRACT

This study aims to identify and analyze financial performance of PT. “A” Indonesia in 2007 - 2012 assessed by the ratio of liquidity, solvency, profitability, and activity.

This study is a descriptive analysis research by using a quantitative approach. This study uses quantitative data as the only type of data. Based on the source, the data used in this study is primary data, the data obtained directly from the PT. "A" Indonesia.

The results of the company's financial performance in terms of liquidity (current ratio) shows there is a risk for the company in the ability to repay short-term liabilities. The financial performance of the company in terms of solvency (debt to equity ratio and debt to total assets ratio) shows that the company has continued to decline in the ability to pay off long-term liabilities from 2007 until 2010. The company's financial performance in term of profitability (return on equity and return on assets) shows that the company started to improve and increase in the rate of return on earnings through the use of capital and total assets after the acquisition. But on average, the ratio of profitability is not good. The financial performance of the company in terms of activity (fixed asset turnover, total asset turnover, and accounts receivable turnover) shows that the company is getting better at using its assets effectively to increase revenue. This is evidenced by the results of all calculations of the activity ratio that is increasing from year to year.

Keywords: Financial Performance, Financial Ratio Analysis, Liquidity Ratio, Solvency Ratio, Profitability Ratio, Activity Ratio.

PENDAHULUAN

Perkembangan posisi keuangan perusahaan mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan. Keadaan fisik seperti gedung, pembangunan atau ekspansi bukan satu-satunya faktor yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik. Faktor terpenting untuk dapat menilai kinerja

keuangan perusahaan terletak dalam unsur keuangannya, karena melalui unsur tersebut pengambil keputusan dapat mengevaluasi apakah keputusan yang telah dilakukan sebelumnya memberikan hasil yang positif bagi perusahaan (intern) maupun investor (ekstern). Menurut Fahmi (2013:228), untuk memutuskan suatu badan usaha atau perusahaan memiliki kualitas yang baik

(2)

maka ada dua penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan acuan untuk melihat badan usaha/perusahaan tersebut telah menjalankan suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian dapat dilakukan dengan melihat sisi kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja non-keuangan (non-financial

performance).

Perusahaan dapat menggunakan alat analisis yang disebut analisis rasio keuangan dalam mengukur kinerja keuangan. Untuk melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Analisis rasio berorientasi masa depan yang berarti bahwa analisis rasio dapat digunakan sebagai alat untuk meramalkan keadaan keuangan serta hasil usaha di masa yang akan datang. Oleh karena itu analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis dan pihak pengguna laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan perusahaan yang juga bermanfaat untuk memprediksi laba/rugi perusahaan di masa yang akan datang. Bagi para investor, rasio keuangan dapat digunakan untuk membuat keputusan apakah akan membeli kepemilikan suatu perusahaan serta menilai kondisi perusahaan saat ini dan untuk mengetahui prospeknya di masa yang akan datang.

Menurut Munawir (2007:64) analisis rasio adalah rasio yang menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan jumlah tertentu dengan jumlah lain dengan menggunakan alat analisis berupa rasio yang akan dapat menjelaskan kepada penganalisis tentang baik atau buruknya posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Ditambahkan oleh Fahmi (2013:121-138) rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pertumbuhan, dan rasio nilai pasar.

PT. “A” Indonesia adalah sebuah perusahaan manufaktur berbasis penelitian global dengan fokus utama pada obat-obatan. Perusahaan memfokuskan sumber dayanya pada bidang inti berikut: Kardiovaskular dan Metabolik, Onkologi,

Central Nervous System, Pernapasan dan

Imunologi, Kedokteran Umum dan, Vaksin. Perusahaan mempunyai tujuan untuk menyediakan obat-obatan berkualitas tinggi untuk pasien di seluruh dunia. Perusahaan berdedikasi untuk memberikan kualitas tinggi, produk-produk dan layanan inovatif, serta karyawan yang terlatih dan sangat terampil. PT. “A” Indonesia adalah perusahaan farmasi yang didirikan di Indonesia sejak tahun 2000. Dalam perjalanan bisnisnya selama 15 tahun, perusahaan mengalami beberapa kali perubahan kepemilikan. Perusahaan ini telah diakuisi oleh dua perusahaan dalam rentang waktu dua tahun yaitu pada tahun 2010 oleh perusahaan farmasi asal Jerman dan pada tahun 2011 oleh perusahaan farmasi asal Jepang. Seiring dengan perubahan kepemilikan perusahaan, struktur manajemen dan perkembangan posisi keuangan juga berubah. Hal ini berdampak pada perubahan kinerja keuangan PT. “A” Indonesia.

Penelitian ini menggunakan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan PT. “A” Indonesia. Alasan dipilihnya analisis rasio keuangan adalah belum adanya penelitian sebelumnya yang melakukan analisis kinerja keuangan PT. “A” Indonesia dengan menggunakan analisis rasio keuangan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diketahui permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah bagaimana kinerja keuangan PT. A Indonesia tahun 2007 – 2012 dinilai melalui analisis rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas?

(3)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan PT. A Indonesia tahun 2007 – 2012 dinilai melalui rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standar dan ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General

Accepted Accounting Principle), dan lainnya. (Fahmi, 2013:239)

Analisis Rasio Keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2013:297), rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Misalnya antara hutang dan modal, antara kas dan total aset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan, dan sebagainya.Teknok ini sangat lazim digunakan para analisis keuangan. Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Analisis rasio digunakan dengan cara membandingkan suatu angka tertentu pada suatu angka tertentu pada suatu akun terhadap angka dari akun lainnya. Analisis rasio sering digunakan oleh manajer, analis kredit, dan analis saham. Analisis rasio bermanfaat karena membandingkan suatu angka secara relatif, sehingga bisa menghindari kesalahan penafsiran pada angka mutlak yang ada di dalam laporan keuangan. (Murhadi, 2013:56)

Jenis Analisis Rasio Rasio Likuiditas

Menurut Werner R. Murhadi (2013:57), rasio likuiditas adalah rasio yang

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitas jangka pendeknya. Dalam kelompok ini terdapat 3 (tiga) rasio yang biasa digunakan yaitu: 1. Current ratio

Rasio lancar adalah rasio yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas jangka pendek (short run solvency) yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Biasanya rasio lancar yang direkomendasikan adalah sekitar 2. Rasio lancar yang terlalu tinggi, bermakna bahwa perusahaan terlalu banyak menyimpan asset lancar. Padahal perlu diingat bahwa asset lancar kurang menghasilkan return yang tinggi dibandingkan dengan asset tetap. Sebaliknya rasio lancar yang terlalu rendah atau bahkan kurang dari 1 mencerminkan adanya risiko perusahaan untuk tidak mampu memenuhi liabilitas jatuh tempo.

Rasio Solvabilitas

Harahap (2013:303) mengemukakan bahwa rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban – kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang. Rasio solvabilitas antara lain:

1. Rasio Utang atas Modal

Rasio-rasio ini menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga rasio leverage.

(4)

Untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Namun bagi pemegang saham atau manjemen rasio leverage ini sebaiknya besar. 2. Rasio Utang atas Aktiva

Rasio ini menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva lebih besar rasionya lebih aman (solvable). Bisa juga dibaca berapa porsi utang dibanding dengan aktiva. Supaya aman porsi utang terhadap aktiva harus lebih kecil.

Rasio Profitabilitas

Menurut Harahap (2013:304), rasio rentabilitas atau profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga

operating ratio.

Beberapa jenis rasio profitabilitas ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Return on Assets

Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.

2. Return on Equity

Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila

diukur dari modal pemilik. Semakin besar semakin bagus.

Rasio Aktivitas

Menurut Harahap (2013:308), rasio aktivitas menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. Rasio ini antara lain:

a. Fixed Assets Turnover

Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptaka penjualan tinggi.

b. Total Assets Turnover

Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik.

Werner R. Murhadi (2013:58) menambahkan penghitungan account receivable turnover sebagai salah satu rasio

yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dalam menggunakan dana-dananya secara efektif dan efisien.

1. Receivable Turnover Ratio (RTR) Rasio perputaran piutang menunjukkan perputaran piutang dalam satu periode. Rasio ini diperoleh dengan cara:

(5)

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Agung (2012:4) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel maupun lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variable yang lain. Sedangkan menurut Uma Sekaran (2009:158) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik variabel yang akan diteliti dalam suatu situasi.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor pusat PT. “A” Indonesia yang berlokasi di Gedung Office 8, SCBD Lot #28, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta Selatan, Indonesia.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sebagai satu-satunya jenis data. Data kuantitatif menurut Sugiyono (2012:23) adalah data penelitian yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (scoring).

Sumber data dalam penelitian kuantitatif terbagi menjadi dua jenis antara lain sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau dokumen. (Sugiyono, 2012:193). Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data diperoleh langsung dari PT. “A” Indonesia. Data primer ini terdiri atas: Financial

Statement (Audited) PT. “A” Indonesia

tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik pengumpulan data terbagi dalam tiga jenis, antara lain: interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan) dan gabungan ketiganya (Sugiyono 2012:193).

Peneliti melakukan proses logging data melalui kedua cara seperti yang dijelaskan oleh Abdul Wahab, antara lain:

a. Interview (wawancara)

Teknik dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka dan mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan tidak secara formal dan terstruktur guna menggali pandangan dan informasi dari obyek yang diteliri dari informan tersebut. Informan pada penelitian ini adalah Ibu Arianti sebagai Finance

Controller PT. A Indoneia.

b. Dokumentasi

Teknik dokumentasi ini dilakukan dengan cara mencatat atau mengcopy dokumen-dokumen, arsip-arsip maupun data lain yang terkait dengan masalah yang diteliti.

Dokumen yang diperlukan adalah

Financial Statement PT. “A” Indonesia

tahun 2007-2012. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan mencakup analisis deskriptif yang didasarkan pada penggambaran yang mendukung analisis tersebut Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan analisis rasio kinerja keuangan perusahaan yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Penyajian hasil dalam bentuk tabel dan grafik akan dianalisis kinerja keuangannya secara deskriptif. Indikator baik dan tidaknya analisis rasio keuangan didasari oleh analisis horizontal/trend analysis, yaitu membandingkan rasio-rasio keuangan perusahaan dari tahun-tahun yang lalu dengan tujuan agar dapat dilihat tren dari

(6)

rasio-rasio perusahaan selama kurun waktu tertentu.

PEMBAHASAN dan HASIL ANALISIS PT. “A” Indonesia

PT. A Indonesia adalah sebuah perusahaan farmasi yang didirikan pada 18 Juli 2000 di Indonesia. PT. A Indonesia terlibat dalam aktivitas produksi dan penjualan produk-produk farmasi. Pada pertengahan tahun 2010, PT. A Indonesia diakuisi oleh PT. N Internasional. PT. N Internasional adalah perusahaan farmasi global yang berbasis di Jerman. Proses akuisisi ini dilatarbelakangi oleh keinginan PT. N Internasional untuk melakukan ekspansi bisnis di Indonesia dan PT. A Indonesia yang membutuhkan modal demi kelangsungan bisnisnya. Keinginan PT. N Internasional ini terhambat seiring dengan proses regulasi atau izin dari pemerintah Indonesia untuk melakukan kegiatan bisnis di bidang farmasi yang tidak mudah. Langkah alternatif yang diambil PT. N

Internasional adalah mencari perusahaan farmasi lokal yang mau melakukan penggabungan usaha (acquisition). Sementara setelah beberapa tahun terus mengalami kerugian, PT. A Indonesia membutuhkan investor yang ingin menanamkan modalnya untuk perusahaan agar perusahaan dapat terus melakukan pengembangan aktivitas bisnisnya. Berdasar dari kedua hal tersebut tercapailah kesepakatan untuk melakukan penggabungan usaha di mana PT. N Internasional mengakuisisi PT. A Indonesia. Setelah satu tahun diakuisisi, PT. A Indonesia mendapat berita bahwa secara global PT. N Internasional telah diakuisisi oleh PT. T Internasional. PT. T Internasional adalah sebuah perusahaan farmasi global yang berbasis di Jepang dan memiliki anak perusahaan di berbagai negara, termasuk Indonesia. T Group merupakan nama untuk seluruh gabungan perusahaan PT. T Internasional.

Hasil dan Analisis Kinerja Keuangan PT. “A” Indonesia

Hasil Perhitungan Rasio Keuangan Tahun 2007 - 2012

Rasio Variabel Sebelum Diakuisisi Setelah Diakuisisi 2007 2008 2009 Average 2010 2011 2012 Average Likuiditas CR 0.27 0.14 0.12 0.17 1.15 1.68 1.40 1.41 Solvabilitas DER 0.15 0.21 2.34 0.90 77.83 24.37 11.72 37.98 DAR 0.15 0.18 0.70 0.56 0.99 0.96 0.92 0.96 Profitabilitas ROE -0.07 -0.05 -2.60 -0.91 -5.41 0.69 0.88 -1.28 ROA -0.06 -0.04 -0.78 -0.29 -0.07 0.03 0.07 0.01 Aktivitas FATO 0.19 0.19 0.49 0.29 5.18 6.42 5.27 5,62 TATO 0.10 0.10 0.30 0.16 0.86 1.88 1.73 1.49 ARTO 55.61 77.70 60.01 64,44 4.14 4.70 5.02 4.62 Data Diolah, 2014.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis rasio keuangan PT. “A” Indonesia selama enam tahun secara rata-rata sebelum dan setelah diakuisisi, kinerja keuangan PT. “A” Indonesia setelah diakuisisi lebih baik dibandingkan sebelum diakuisisi. Secara analisis rasio likuiditas, kinerja keuangan perusahaan menunjukkan hasil yang lebih baik setelah diakuisisi. Sebelum diakuisisi,

rata-rata rasio likuiditas perusahaan adalah 0,17 dan mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun. Hasil ini mengindikasikan risiko terjadinya financial distress yang dapat terjadi apabila perusahaan tetap tidak melakukan perbaikan terhadap posisi keuangan seperti ini. Akuisisi adalah keputusan yang diambil perusahaan untuk memperbaiki kondisi keuangan yang saat itu

(7)

terjadi. PT. “N” Internasional sepakat untuk mengakuisisi aset yang dimiliki PT. “A” Indonesia. Setelah terjadinya akuisisi, rata-rata rasio lancar PT. “A” Indonesia mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,41 dan mengalami kecenderungan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan aktiva lancar yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan hutang lancar.

Sedangkan dari sisi kinerja solvabilitas, secara parsial dapat diinterpretasikan bahwa kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka panjangnya lebih baik sebelum akuisisi dibandingkan dengan setelah akuisisi. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya total hutang dalam jumlah yang besar. Namun, keputusan hutang yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat sepenuhnya diartikan tidak baik karena penggunaan hutang dapat dimanfaatkan atau dioptimalkan perusahaan untuk meningkatkan penjualan dan meningkatkan laba bersih. Terlihat dalam hasil perhitungan rasio profitabilitas perusahaan bahwa di tahun 2010 di mana pada saat itu hutang perusahaan meningkat drastis, perusahaan mampu mengurangi kerugian yang dialami perusahaan. Berdasarkan data di laporan keuangan bertambahnya total hutang yang dimiliki perusahaan disebabkan oleh hutang yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.

Sementara itu, rasio aktivitas menunjukkan kinerja yang semakin baik setelah diakuisisi. Sesuai dengan data yang ada di laporan keuangan, peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya aktiva tetap akibat dari aktiva tetap yang diambil alih oleh PT. “N” Internasional sebagai bentuk akuisisi aset, sementara penjualan yang dihasilkan perusahaan terus meningkat. Sehingga kedua faktor ini menghasilkan

kenaikan rasio perputaran penjualan setelah perusahaan diakuisisi.

Melalui hasil perhitungan dan analisis ini dapat dikatakan bahwa tujuan dari akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan tercapai.

Rasio Likuiditas Rasio Lancar

Berikut adalah hasil perhitungan rasio lancar PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Rasio Lancar PT. “A” Indonesia Tahun 2007 -2012

Berdasarkan perhitungan rasio lancar PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012, PT. “A” Indonesia dengan rasio lancar dalam enam tahun yaitu 2007 – 2012 yang mencapai 0,79 kali mengintrepretasikan adanya risiko bagi perusahaan dalam kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Rasio lancar perusahaan di tahun 2007 adalah sebesar 0,27 kali atau 27%. Jika dibandingkan dengan rata-rata selama enam tahun penelitian, maka hasil ini berada di bawah rata-rata rasio lancar yang dihasilkan perusahaan. Hasil ini menjelaskan bahwa setiap Rp 1,- hutang jangka pendek dijamin oleh Rp 0,27 aset lancar. Perusahaan memiliki total aset lancar sebesar Rp 1.776.096.951,- dan total hutang lancar sebesar Rp 6.474.810.881,-. Proporsi 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rasio Lancar (CR) Averag e

(8)

perbandingan hutang lancar yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva lancar memperbesar risiko perusahaan dalam memenuhi atau melunasi kewajiban jangka pendeknya.

Pada tahun 2008 perusahaan menghasilkan rasio lancar sebesar 0,14 kali atau 14%. Hasil ini berada di bawah rata-rata perusahaan selama enam tahun penelitian. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perusahaan mengalami penurunan rasio lancar. Hal ini didasari oleh penurunan total aset lancar dan meningkatnya total hutang lancar. Pada tahun sebelumnya perusahaan memiliki total aset lancar sebesar Rp Rp 1.776.096.951,- sedangkan di tahun 2008 menurun menjadi sebesar Rp 1.086.071.627,- yang berasal dari penurunan kas dan setara kas, pelunasan piutang perusahaan dan cabang, serta penurunan persediaan bahan baku (raw

material), bahan dalam proses (processing material), dan barang jadi (finish goods) di

tahun 2008. Sedangkan, total hutang lancar perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp 6.474.810.881,- menjadi sebesar Rp 7.644.569.518,- di tahun 2008. Meningkatnya total hutang lancar disebabkan oleh adanya hutang cabang perusahaan yang tidak ada di tahun sebelumnya dan meningkatnya hutang pajak.

Pada tahun 2009 perusahaan kembali mengalami penurunan rasio lancar menjadi sebesar 12% atau 0,12 kali dan tetap berada di bawah rata-rata rasio lancar selama enam tahun peneletian. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya total hutang lancar yang tidak diimbangi dengan peningkatan total aset lancar yang seimbang. Pada tahun 2009 total hutang lancar meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.644.569.518,- menjadi Rp 12.736.216.101,-. Meningkatnya total hutang lancar disebabkan oleh meningkatnya hutang pajak sebanyak 80%,

biaya yang masih harus dibayar sebanyak 40%, dan hutang lain-lain sebanyak 75%. Sedangkan aset lancar yang dimiliki perusahaan pada tahun 2009 adalah Rp 1.541.338.675,- atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.086.071.627,-. Terdapat beberapa komponen yang mempengaruhi kenaikan total aset lancar dari tahun sebelumnya, diantaranya adalah kas dan setara kas, piutang usaha, piutang cabang, piutang lainnya, dan uang muka.

Pada tahun 2010, PT. “A” Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan dilihat dari perhitungan rasio lancar. Rasio lancar perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 1,15 kali atau 115% dan berada di atas rata-rata rasio lancar selama enam tahun. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan signifikan ini adalah proses pengakuisisian PT. “A” Indonesia oleh PT. “N” Internasional yang berbasis di Jerman yang dilakukan pada bulan Juli 2010. Setelah diakuisisi, total aktiva lancar yang dimiliki perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.541.338.675,- menjadi sebesar Rp 75.337.566.909,- dan hutang lancar meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 12.736.216.101,- menjadi sebesar Rp 65.455.175.455,-. Meningkatnya rasio lancar yang signifikan ini menginterpretasikan bahwa kinerja keuangan PT. “A” Indonesia menjadi jauh lebih baik di tahun pertama pasca akuisisi.

Rasio lancar yang dihasilkan perusahaan di tahun 2011 adalah sebesar 1,68 kalo atau 168%. Hasil ini meningkat dari hasil rasio lancar tahun sebelumnya dan merupakan hasil rasio lancar tertinggi selama enam tahun penelitian. Di pertengahan tahun 2011, PT A. Indonesia kembali mengalami proses penggabungan usaha (acquisition). Induk perusahaan PT. “A” Indonesia yaitu PT. “N” Internasional secara global diakuisisi oleh perusahaan

(9)

farmasi global asal Jepang yaitu PT. “T” Internasional. Kenaikan rasio lancar ini disebabkan oleh menurunnya total hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan dan total aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Proporsi penurunan lebih besar terjadi pada komponen hutang lancar. Pada tahun sebelumnya perusahaan memiliki hutang lancar sebesar Rp 65.455.175.455,- dan di tahun 2011 menurun menjadi sebesar Rp 40.098.000.000,-. Perusahaan mampu melunasi hutang-hutang yang terjadi di tahun sebelumnya seperti hutang pada perusahaan lain, gaji karyawan dan kompensasi lainnya, serta professional fees. Sedangkan total aktiva lancar menurun dengan proporsi yang lebih kecil daripada hutang lancar. Pada tahun sebelumnya perusahaan memiliki total aktiva lancar sebesar Rp 75.337.566.909,- dan di tahun 2011 menurun menjadi sebesar Rp 67.255.000.000,- Hasil ini membuktikan bahwa kinerja likuiditas perusahaan semakin baik setelah akuisisi.

Pada tahun 2012, perusahaan kembali mengalami penurunan rasio lancar menjadi sebesar 140% atau 1,40 kali namun masih berada di atas rata-rata rasio lancar perusahaan selama enam tahun. Jika dianalisis dari masing-masing komponen rasio lancar, total aktiva lancar dan hutang lancar yang dimiliki perusahaan masing-masing meningkat namun terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan total aktiva lancar dan total hutang lancar. Dengan kata lain, proporsi kenaikan lebih besar terdapat dalam komponen hutang lancar. Di tahun 2012, komponen dalam hutang lancar seperti hutang usaha dan hutang pajak lainnya bertambah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sehingga menghasilkan total hutang lancar sebesar Rp 60.566.000.000,- atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp40.098.000.000,-. Sedangkan komponen yang ada pada aktiva lancar seperti kas,

piutang usaha, dan persediaan mengalami pertumbuhan namun tidak lebih besar dari kenaikan yang ada dalam komponen hutang lancar. Total aktiva lancar tahun sebelumnya adalah sebesar Rp 67.255.000.000,- sedangkan di tahun 2012 meningkat menjadi sebesar Rp 84.644.679.027,-.

Rasio Solvabilitas

Debt to Equity Ratio (DER)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio utang atas modal (debt to equity ratio) PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Debt to Equity Ratio PT. “A” Indonesia

Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014

Berdasarkan perhitungan rata-rata rasio debt to equity (DER), PT. “A” Indonesia dengan rasio debt to equity (DER) dalam enam tahun yaitu 2007 – 2012 yang mencapai 19,44 kali mengintrepretasikan bahwa perusahaan masih kurang baik dalam mengelola modal untuk kewajiban jangka pendek dan jangka panjangnya.

Pada tahun 2007 perusahaan menghasilkan rasio hutang atas modal sebesar 17% atau 0,17 kali. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan rata-rata rasio hutang atas modal selama enam tahun penelitian, hasil di tahun 2007 berada di bawah rata-rata. Perusahaan memiliki total hutang sebesar Rp 10.220.333.968,- dan total modal sebesar Rp 58.563.712.070,-. Hasil tersebut menjelaskan bahwa setiap Rp 0,17 hutang dijamin oleh Rp 1,- modal. Hal ini mengintrepretasikan kinerja

20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Debt to Equity Ratio Average

(10)

perusahaan dari aspek pengelolaan modal untuk kewajiban-kewajiban jangka panjangnya baik.

Di tahun 2008 hasil perhitungan rasio lancar berada di bawah rata-rata perhitungan rasio debt to total equity dan mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Rasio hutang atas modal yang dihasilkan adalah 21% atau 0,21 kali. Hasil ini menginterpretasikan adanya penurunan terhadap rasio hutang atas modal perusahaan. Jika dianalisis, hal ini didasari oleh penurunan total modal dan kenaikan total hutang dibandingkan tahun sebelumnya. Di tahun sebelumnya perusahaaan memiliki total modal sebesar Rp 58.563.712.070,- dan berkurang menjadi Rp 55.824.002.310,- di tahun 2008. Penurunan ini berasal dari meningkatnya saldo kerugian yang terjadi di tahun 2008. Saldo kerugian perusahaan di tahun 2008 meningkat dari tahun sebelumnya atau mencapai Rp 37.336.345.440,-. Sedangkan, total hutang perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10.220.333.968,- menjadi sebesar Rp 11.850.787.720,- di tahun 2008. Meningkatnya total hutang disebabkan oleh adanya hutang cabang perusahaan yang tidak ada di tahun sebelumnya, meningkatnya hutang pajak, hutang beban gaji, hutang jamsostek, hutang bonus, dan hutang perjalanan.

Pada tahun 2009 perusahaan kembali mengalami kenaikan rasio total hutang atas modal menjadi 234% atau 2,34 kali namun masih berada di bawah rata-rata hasil rasio hutang atas modal selama enam tahun penelitian. Hal ini menginterpretasikan perusahaan mengalami penurunan terhadap rasio hutang atas modal. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan total hutang yang tidak diimbangi dengan kenaikan total modal atau dengan kata lain total modal perusahaan berkurang drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 total hutang

meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11.850.787.720,- menjadi sebesar Rp 17.192.763.407,-. Meningkatnya total hutang lancar disebabkan oleh meningkatnya hutang pajak sebanyak 80%, biaya yang masih harus dibayar sebanyak 40%, dan hutang lain-lain sebanyak 75%. Sedangkan total modal menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 55.824.002.310,- menjadi sebesar Rp 7.346.583,-. Menurunnya total modal secara drastis ini disebabkan oleh meningkatnya saldo kerugian perusahaan dan tidak adanya

additional equity for assets revaluation.

Tidak adanya additional equity for assets

revaluation dikarenakan tanah yang ditarik

dari PT A Indonesia untuk PT. X Group. Sedangkan saldo akumulasi kerugian yang dialami perusahaan bertambah dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp 68.317.580.309,-.

Pada tahun 2010 PT. “A” Indonesia kembali mengalami kenaikan rasio hutang atas modal dari tahun lalu menjadi sebesar 77,83 kali dan merupakan hasil rasio hutang atas modal tertinggi jika dibandingkan dengan rata-rata rasio hutang atas modal selama enam tahun penelitian. Hal ini menginterpretasikan bahwa terjadi penurunan rasio hutang atas modal perusahaan. Penurunan drastis ini disebabkan oleh bertambahnya hutang secara drastis dan total modal yang berkurang. Di tahun 2010 total hutang yang dimiliki sebesar Rp 89.226.842.290, atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 17.192.763.407,- dan total modal menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.346.583.441,- menjadi sebesar Rp 1.146.426.128,- di tahun 2010.

Pada tahun 2011 rasio hutang atas modal perusahaan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 24,37 kali dan berada di atas rata-rata. Hasil ini menginterpretasikan bahwa kinerja perusahaan lebih baik dibandingkan tahun

(11)

sebelumnya. Peningkatan ini terjadi karena total modal meningkat dan total dibanding dengan tahun sebelumnya. Salah satu faktor yang melatarbelakangi peningkatan ini adalah PT A. Indonesia kembali mengalami proses penggabungan usaha (acquisition) di pertengahan tahun 2011. Induk perusahaan PT. “A” Indonesia yaitu PT. “N” Internasional secara global diakuisisi oleh perusahaan farmasi global asal Jepang yaitu PT. “T” Internasional. Setelah empat tahun berturut-turut mengalami kerugian, pada tahun 2011 perusahaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 2.603.000.000,- sehingga akumulasi kerugian menurun menjadi sebesar Rp 71.915.000.000,-. Perolehan laba bersih ini mengakibatkan total modal perusahaan bertambah dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.146.426.128,- menjadi sebesar Rp 3.749.000.000,-. Sedangkan Hasil ini menginterpretasikan bahwa kinerja solvabilitas perusahaan menjadi lebih baik setelah diakuisisi.

Pada tahun 2012, perusahaan kembali mengalami peningkatan rasio hutang atas modal menjadi sebesar 11,72 kali dan jika dibandingkan dengan rata-rata selama enam tahun perusahaan berada di bawah rata-rata. Hasil ini lebih baik dari tahun sebelumnya dan berada di bawah rata-rata rasio hutang atas modal selama enam tahun penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan total modal yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan total hutang. PT. “A” Indonesia mengalami pertumbuhan profit dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.603.000.000,- menjadi sebesar Rp 8.729.000.000,- sehingga akumulasi saldo defisit berkurang menjadi sebesar Rp 65.722.000.000,-. Pertumbuhan

profit ini mengakibatkan total modal yang

dimiliki perusahaan bertambah dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3.749.000.000,- menjadi sebesar Rp 9.942.000.000,-. Sedangkan total hutang

meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 91.377.000.000,- menjadi sebesar Rp 116.558.000.000,-. Hasil perhitungan rasio hutang atas modal di tahun 2012 menginterpretasikan kinerja keuangan perusahaan ditinjau dari aspek solvabilitas menjadi lebih baik setelah diakuisisi, baik di tahun pertama maupun tahun kedua.

Debt to Assets Ratio (DAR)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio hutang atas total aset (debt to total

assets) PT. “A” Indonesia tahun 2007 –

2012:

Debt to Total Assets Ratio PT. “A”

Indonesia Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rata-rata rasio, PT. “A” Indonesia dengan rasio debt

to equity (DER) dalam enam tahun yaitu

2007 – 2012 yang mencapai 0,65 kali mengintrepretasikan bahwa perusahaan baik dalam mengelola aktivanya untuk kewajiban jangka panjangnya namun jika dianalisis secara time series sesuai dengan grafik, perusahan terus-menerus mengalami kenaikan rasio hutang atas modal selama masa sebelum diakuisisi, sedangkan penurunan terjadi terus menerus setelah diakuisisi.

Pada tahun 2007 perusahaan menghasilkan rasio hutang atas aset sebesar 0,15 kali. Hasil tersebut menjelaskan bahwa setiap Rp 0,15 hutang dijamin oleh Rp 1,- aset. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan rata-rata rasio hutang atas aset

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 2007 2008 2009 2010 2011 2012 DAR Average

(12)

selama enam tahun penelitian, hasil di tahun 2007 berada di bawah rata-rata. Hal ini mengintrepretasikan kinerja perusahaan dari aspek pengelolaan modal untuk kewajiban-kewajiban jangka panjangnya baik. Perusahaan memiliki total hutang sebesar Rp 10.220.333.968,- dan total aset sebesar Rp 68.784.046.038,-.

Pada tahun 2008 rasio hutang atas modal yang dihasilkan perusahaan adalah 0,18. Jika dibandingkan dengan tahun lalu dan rata-rata selama enam tahun, perusahaan mengalami penurunan rasio hutang atas total aset dan berada di bawah rata-rata. Hal ini didasari oleh penurunan total aset dan kenaikan total hutang. Total aset yang dimiliki perusahaan berkurang dari total aset tahun sebelumnya yang sebesar Rp 68.784.046.038,- menjadi sebesar Rp 67.674.790.030,-. Penurunan total aset berasal dari berkurangnya kas dan setara kas, persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi, pelunasan piutang, dan aktiva lainnya. Sedangkan total hutang yang dimiliki perusahaan bertambah dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10.220.333.968,- menjadi sebesar Rp 11.850.787.720,-. Meningkatnya total hutang disebabkan oleh adanya hutang cabang perusahaan yang tidak ada di tahun sebelumnya, meningkatnya hutang pajak, hutang beban gaji, hutang jamsostek, hutang bonus, dan hutang perjalanan.

Pada tahun 2009 perusahaan kembali mengalami kenaikan rasio total hutang atas modal menjadi 70% atau 0,7 kali. Hasil ini menginterpretasikan bahwa kinerja perusahaan dari aspek solvabilitas menurun dibanding dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya total hutang dan menurunnya total aset yang dimiliki perusahaan. Pada tahun 2010 total hutang meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11.850.787.720,- yaitu menjadi Rp 17.192.763.407,.- Meningkatnya total

hutang disebabkan oleh meningkatnya hutang pajak sebanyak 80%, biaya yang masih harus dibayar sebanyak 40%, dan hutang lain-lain sebanyak 75%. Sedangkan total aset menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 67.674.790.030,- menjadi sebesar Rp 24.539.346.848,-. Menurunnya total aset berasal dari pengurangan aktiva tetap tanah dan berkurangnya cash advance. Pada tahun 2010 PT. “A” Indonesia kembali mengalami penurunan kinerja solvabilitas dari tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 99% atau 0,99 kali. Jika dibandingkan dengan rata-rata selama enam tahun, tahun 2010 merupakan tahun dimana perusahaan memperoleh rasio hutang atas modal tertinggi. Menurunnya rasio hutang atas aset yang signifikan ini menginterpretasikan bahwa kinerja keuangan ditinjau dari aspek solvabilitas menjadi semakin menurun di tahun pertama pasca akuisisi. Penurunan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan total hutang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kenaikan total aset. Setelah diakuisisi, PT A Indonesia memiliki total hutang sebesar Rp 89.226.842.290,- atau meningkat drastis dari total hutang tahun sebelumnya yang sebesar Rp 17.192.763.407,-. Sedangkan total aset menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 24.539.346.848,- menjadi sebesar Rp 90.373.268.418,-.

Di tahun 2011, perusahaan mengalami peningkatan rasio hutang atas total aset menjadi sebesar 0,96 kali namun hasil ini masih berada di atas rata-rata selama enam tahun penelitian. Di pertengahan tahun 2011, PT A. Indonesia kembali mengalami proses penggabungan usaha (acquisition). Induk perusahaan PT. “A” Indonesia yaitu PT. “N” Internasional secara global diakuisisi oleh perusahaan farmasi global asal Jepang yaitu PT. “T” Internasional. Salah satu dampak positif pasca akuisisi adalah kinerja solvabilitas perusahaan yang lebih baik dibandingkan

(13)

dengan tahun sebelumnya. Kenaikan rasio hutang atas total aset ini disebabkan oleh proporsi kenaikan total aset yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan total hutang. Total aset perusahan bertambah dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 90.373.268.418,- menjadi sebesar Rp 95.126.000.000,- yang berasal dari bertambahnya fixed assets.Sedangkan total hutang perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 89.226.842.290,- menjadi sebesar Rp 91.377.000.000,-.

Pada tahun 2012, perusahaan kembali mengalami peningkatan rasio hutang atas total aset menjadi sebesar 92% atau 0,92 kali. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan rata-rata rasio debt to

total assets selama enam tahun penelitian,

hasil di tahun 2012 mengalami kondisi lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya namun masih berada di atas rata-rata rasio hutang atas modal. Peningkatan ini berasal dari proporsi kenaikan total aset yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan total hutang. PT. “A” Indonesia mengalami pertumbuhan total aset dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 95.126.000.000,-menjadi sebesar Rp 126.500.000.000,- di tahun 2012. Sedangkan total hutang mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 91.377.000.000,- menjadi sebesar Rp 116.558.000.000,- di tahun 2012. Hasil perhitungan rasio hutang atas total aset di tahun 2012 menginterpretasikan kinerja keuangan perusahaan ditinjau dari aspek solvabilitas menjadi lebih baik setelah diakuisisi PT. “T” Internasional.

Rasio Profitabilitas

Return on Equity Ratio (ROE)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio return on equity PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Return on Equity Ratio PT. “A” Indonesia

Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rata-rata rasio, PT. “A” Indonesia dengan rasio

Return on Equity (ROE) dalam enam tahun

yaitu 2007 – 2012 yang sebesar -109% mengintrepretasikan bahwa tingkat pengembalian modal perusahaan tidak baik. Hasil rata-rata dibawah 0% ini berasal dari sebagian besar kerugian yang dialami perusahaan selama tahun penelitian. Di tahun 2007 – 2010 perusahaan secara terus menerus mengalami kerugian dan total modal yang berkurang. Hasil perhitungan rasio return on equity terendah adalah pada tahun 2010 yaitu sebesar -541%. Sedangkan hasil perhitungan rasio ROE tertinggi terjadi di tahun 2012 yaitu sebesar 88%.

Pada tahun 2007 rasio return on

equity (ROE) yang dihasilkan adalah -7%.

Hasil ini berada di atas rata-rata rasio ROE yang dihasilkan perusahaan selama enam tahun. Hasil ini menginterpretasikan bahwa perusahaan tidak baik dalam mengelola modal untuk menghasilkan laba bersih.Total modal yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 58.563.712.070,- sedangkan total kerugian yang dialami perusahaan adalah Rp 4.075.519.401,-.

Hasil perhitungan rasio return on

equity (ROE) di tahun 2008 adalah -5%. Jika

dibandingkan dengan tahun lalu, rasio ROE yang dihasilkan meningkat atau lebih baik. Peningkatan ini disebabkan oleh berkurangnya kerugian bersih yang dialami

-6.00 -5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 ROE Average

(14)

perusahaan dan menurunnya total modal. Total modal yang dimiliki perusahaan menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 58.563.712.070,- menjadi sebesar Rp 55.824.002.310,-. Berkurangnya total modal disebabkan oleh penambahan akumulasi saldo kerugian yang dialami perusahaan. Sedangkan kerugian yang dialami perusahaan menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4.075.519.401,- menjadi sebesar Rp 2.739.709.759,- di tahun 2010. Jika dianalisis, dengan total modal yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya yaitu Rp55.824.002.310,- perusahaan mampu menurunkan kerugian sebesar 33% atau menjadi Rp 2.739.709.759,-. Hasil ini menginterpretasikan bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja profitabilitasnya dibandingkan dengan tahun lalu.

Di tahun 2009 perusahaan mengalami penurunan rasio ROE menjadi sebesar -260%. Kondisi ini tidak lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan semakin jauh berada di bawah rata-rata rasio ROE selama enam tahun. Menurunnya kinerja profitabilitas perusahaan disebabkan oleh total kerugian yang meningkat secara drastis dan total modal yang menurun drastis dari tahun sebelumnya. Total kerugian yang dialami perusahaan di tahun 2009 adalah sebesar Rp 19.134.156.969,- atau meningkat drastis dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 19.134.156.969,-. Sedangkan total modal yang dimiliki perusahaan adalah Rp 7.346.583.441,- atau menurun drastis dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 55.824.002.310,-. Jika dilihat dan dibandingkan income statement perusahaan di tahun 2008 dan 2009, komponen yang memberikan pengaruh pertambahan kerugian secara signifikan adalah meningkatnya beban operasional menjadi sebesar Rp 10.624.362.770,-.

Rasio ROE di tahun 2010 semakin menurun dibandingkan tahun sebelumnya dan semakin berada jauh di bawah rata-rata perhitungan rasio ROE selama enam tahun penelitian. Rasio return on equity yang dihasilkan perusahaan adalah -541%. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan total modal dan kerugian bersig yang berkurang. Total modal yang dimiliki perusahaan menurun dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.346.583.441,- menjadi Rp 1.146.426.128,- di tahun 2010. Sedangkan total kerugian yang dialami perusahaan berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 19.134.156.969,- menjadi sebesar Rp 6.200.157.313,-. Meskipun perusahaan mampu mengurangi total kerugian, namun hasil ini tetap tidak memperbaiki rasio ROE karena total modal yang dimiliki berkurang dalam jumlah yang banyak.

PT. “A” Indonesia mulai mengalami tingkat pengembalian modal dengan hasil di atas 0% dan berada di atas rata-rata adalah setelah perusahaan diakuisisi oleh PT. “T” Internasional. Pada tahun 2011 perhitungan rasio return on equity yang dihasilkan perusahaan adalah 69%. Interpretasi dari hasil perhitungan ini adalah setiap Rp 1,- total modal mampu menghasilkan Rp 0,69 laba bersih. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada di atas rata-rata perhitungan rasio ROE selama enam tahun penelitian. Kenaikan rasio return on equity disebabkan oleh proporsi kenaikan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan total modal. Perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 2.603.000.000,- di mana di tahun sebelumnya perusahaan mengalami kerugian bersih sebesar Rp 6.200.157.313,-. Sedangkan total modal yang dimiliki pasca akuisisi juga meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.146.426.128,- menjadi sebesar Rp 3.749.000.000,-.

(15)

Rasio ROE perusahaan di tahun 2012 adalah 88%. Interpretasi dari hasil ini adalah setiap Rp 1,- total modal mampu menghasilkan Rp 0,88 laba bersih. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan merupakan hasil rasio ROE tertinggi selama enam tahun penelitian. Kenaikan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan total modal. Total laba bersih yang mampu dihasilkan perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.603.000.000,- menjadi sebesar Rp 8.729.000.000,-. Sedangkan, total modal juga bertambah dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3.749.000.000,- menjadi sebesar Rp 9.942.000.000,-. Hasil ini semakin memperkuat bahwa kinerja perusahaan dilihat dari aspek profitabilitas semakin baik pasca akuisisi.

Return on Assets Ratio (ROA)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio return on assets PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Return on Assets Ratio PT. “A” Indonesia

Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rata-rata rasio, PT. “A” Indonesia dengan rasio

Return on Assets (ROA) dalam enam tahun

yaitu 2007 – 2012 yang sebesar -14% mengintrepretasikan bahwa tingkat pengembalian modal perusahaan tidak baik.

Hasil rata-rata dibawah 0% ini berasal dari sebagian besar kerugian yang dialami perusahaan selama tahun penelitian. Di tahun 2007 – 2010 perusahaan secara terus menerus mengalami kerugian dan total aset yang berkurang.

Pada tahun 2007 rasio return on

assets (ROA) yang dihasilkan adalah -6%.

Hasil ini berada di atas rata-rata rasio ROA yang dihasilkan perusahaan selama enam tahun. Meskipun berada di atas rata-rata, hasil ini tetap menginterpretasikan bahwa perusahaan tidak baik dalam mengelola aset untuk menghasilkan laba bersih. Total aset yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 68.784.046.038,- sedangkan total kerugian yang dialami perusahaan adalah Rp 4.075.519.401,-.

Hasil perhitungan rasio return on

assets (ROA) di tahun 2008 adalah -4%.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rasio ROA yang dihasilkan meningkat atau lebih baik. Peningkatan ini disebabkan oleh proporsi berkurangnya kerugian bersih yang lebih besar dibandingkan penurunan total aset. Jika dianalisis melalui komponen ROA, dengan total aset yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya perusahaan mampu menurunkan kerugian. Total aset berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 68.784.046.038,- menjadi sebesar Rp 67.674.790.030,-. Sedangkan kerugian bersih berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4.075.519.401,- menjadi sebesarRp 2.739.709.759,-. Berkurangnya kerugian bersih perusahaan disebabkan oleh keberhasilan perusahaan dalam menekan beban penjualan dan beban operasional selama tahun 2008.

Di tahun 2009 perusahaan mengalami penurunan rasio ROA menjadi sebesar -78%. Kondisi ini tidak lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan semakin jauh berada di bawah rata-rata rasio ROA selama enam tahun. Menurunnya -1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 2007 2008 2009 2010 2011 2012 ROA Average

(16)

kinerja profitabilitas perusahaan disebabkan oleh total kerugian yang meningkat secara drastis dan total aset yang menurun dari tahun sebelumnya. Total kerugian yang dialami perusahaan di tahun 2009 meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.739.709.759,- menjadi sebesar Rp 19.134.156.969,-. Meningkatnya kerugian disebabkan oleh berkurangnya pernjualan dan meningkatnya beban operasional dan beban lain-lain. Sedangkan total aset yang dimiliki perusahaan menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 67.674.790.030,- menjadi Rp 24.539.346.848,-. Sedangkan berkurangnya total aset disebabkan oleh berkurangnya biaya akuisisi tanah dan aset trademark.

Rasio ROA di tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dan berada di atas rata-rata perhitungan rasio ROA selama enam tahun penelitian. Namun, peningkatan ini belum dapat diinterpretasikan bahwa kinerja profitabilitas perusahaan baik karena perusahaan belum mampu menghasilkan rasio ROA di atas 0%. Meningkatnya rasio ROA ini disebabkan oleh total aset yang bertambah secara signifikan dan berkurangnya kerugian bersih. Total aset yang dimiliki perusahaan meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 24.539.346.848,- menjadi sebesar Rp 90.373.268.418,-. Sedangkan total kerugian yang dialami perusahaan berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 19.134.156.969,- menjadi sebesar Rp 6.200.157.313,-. Hal ini didasari oleh proses akuisisi PT. “A” Indonesia oleh PT. “N” Internasional. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, komponen aktiva lancar seperti kas, piutang usaha, persediaan, uang muka bertambah dalam jumlah yang banyak. PT. “A” Indonesia mulai mengalami tingkat pengembalian aset dengan hasil di atas 0% dan di atas rata-rata adalah setelah perusahaan diakuisisi oleh PT. “T”

Internasional. Rasio return on assets yang dihasilkan perusahaan adalah sebesar 3%. Interpretasi dari hasil perhitungan ini adalah setiap Rp 1,- total aset mampu menghasilkan Rp 0,3 laba bersih. Peningkatan ini disebabkan oleh laba bersih yang dicapai dan meningkatnya total aset. Tahun 2011, perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 2.603.000.000,- dimana di tahun sebelumnya perusahaan mengalami kerugian bersih sebesar Rp 6.200.157.313,-. Sedangkan total aset yang dimiliki pasca akuisisi adalah Rp 95.373.268.418,- atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 90.373.268.418,-. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada di atas rata-rata perhitungan rasio ROA selama enam tahun penelitian.

Rasio ROA perusahaan di tahun 2012 adalah 7%. Interpretasi dari hasil ini adalah setiap Rp 1,- total modal mampu menghasilkan Rp 0,7 laba bersih. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dan merupakan hasil rasio ROA tertinggi selama enam tahun penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh proporsi kenaikan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan total aset. Total laba bersih yang mampu dihasilkan perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.603.000.000,- menjadi sebesar Rp 8.729.000.000,- dan total modal juga bertambah dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 95.126.000.000,- menjadi sebesar Rp 126.500.000.000,-. Meningkatnya total aset disebabkan oleh bertambahnya komponen pada aktiva lancar dan tetap seperti kas, piutang usaha, persediaan, dan uang muka untuk pembelian aktiva tetap. Hasil ini semakin memperkuat bahwa kinerja perusahaan dilihat dari aspek profitabilitas semakin baik pasca akuisisi. Rasio Aktivitas

(17)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio fixed assets turnover (FATO) PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Fixed Assets Turnover Ratio PT. “A”

Indonesia Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rasio fixed

assets turnover, PT. “A” Indonesia dalam

enam tahun yaitu 2007 – 2012 hampir selalu mengalami peningkatan produktivitas setiap tahun kecuali di tahun 2008 dan 2012 yang mengalami penurunan produktivitas perusahaan dalam mengelola aktiva tetap untuk menghasilkan pendapatan yang berasal dari penjualan. Hasil rata-rata perhitungan rasio fixed assets turnover selama enam tahun adalah 2,96 kali yang berarti setiap Rp 1,- aktiva tetap mampu memutar 2,96 kali penjualan.

Pada tahun 2007 rasio fixed assets

turnover yang dihasilkan adalah 0,194 kali.

Interpretasi dari hasil ini adalah setiap setiap Rp 1,- aktiva tetap hanya mampu memutar 0,194 kali penjualan. Hasil ini berada di bawah rata-rata perusahaan selama enam tahun penelitian. Hal ini mengintrepretasikan kemungkinan terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak aktiva tetap namun kurang bermanfaat, atau mungkin disebabkan oleh hal-hal lain seperti investasi pada aktiva tetap yang berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang diperoleh. Perusahaan memiliki total penjualan sebesar Rp 7.085.797.419,- dan total aktiva tetap sebesar Rp 36.436.838.778,-.

Perusahaan mengalami penurunan di tahun 2008 dan merupakan perolehan rasio

fixed assets turnover terendah selama enam

tahun penelitian. Hal ini didasari oleh penurunan dari total penjualan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.085.797.419,- perusahaan menjadi sebesar Rp 6.896.633.973,- dan total aktiva tetap yang dimiliki perusahaan menurun dari total aktiva tetap tahun sebelumnya yang sebesar Rp 36.436.838.778,- menjadi sebesar Rp 36.148.008.173,-. Berkurangnya aktiva tetap berasal dari bertambahnya akumulasi penyusutan dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2009 perusahaan berada di atas rata-rata perhitungan rasio fixed

assets turnover selama enam tahun dan

mengalami peningkatan rasio perputaran total aset tetap dibanding tahun sebelumnya yaitu menjadi 0,49 kali. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya total penjualan perusahaan dan menurunnya total aset tetap yang dimiliki. Total penjualan perusahaan meningkat dari tahun sebelumnnya yang sebesar Rp 6.896.633.973,- menjadi sebesar Rp 7.345.276.235,-. Sedangkan total aset tetap berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 36.148.620.921,- menjadi sebesar Rp 14.998.008.173,-. Terdapat pengurangan dalam komponen aktiva tetap. Komponen dalam aktiva tetap yang berkurang adalah tanah. Berdasarkan catatan yang tertulis di laporan keuangan, total aset tanah berkurang sebesar Rp 20.885.214.655,-.

Pada tahun 2010 PT. “A” Indonesia kembali mengalami peningkatan produktivitas aktiva tetap terhadap penjualan dari tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 5,18 kali. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya total penjualan dan total aktiva tetap. Setelah diakuisisi, PT A Indonesia menghasilkan total penjualan sebesar Rp 77.846.774.845,- atau meningkat secara signifikan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.345.276.235,-. 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 FATO Average

(18)

Sedangkan total aset tetap meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 14.998.008.173,- menjadi sebesar Rp 15.035.701.509,-. Meningkatnya perputaran aset tetap ini mengintrepetasikan bahwa kinerja perusahaan dalam menghasilkan pendapatan yang berasal dari penggunaan total aset tetap menjadi semakin baik di tahun pertama pasca akuisisi.

Di pertengahan tahun 2011, PT A. Indonesia kembali mengalami proses penggabungan usaha (acquisition). Induk perusahaan PT. “A” Indonesia yaitu PT. “N” Internasional secara global diakuisisi oleh perusahaan farmasi global asal Jepang yaitu PT. “T” Internasional. Salah satu dampak positif pasca akuisisi adalah kinerja perputaran total aset tetap perusahaan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya dan merupakan rasio fixed assets turnover tertinggi selama enam tahun penelitian. Rasio fixed assets turnover yang dihasilkan perusahaan adalah 6,42 kali. Kenaikan rasio perputaran total aset tetap ini disebabkan oleh meningkatnya total aset tetap dan total penjualan yang dimiliki oleh perusahaan. Total penjualan perusahan pasca akuisisi meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 77.846.774.845,- menjadi sebesar Rp 178.917.000.000,-. Total penjualan terbagi menjadi dua yaitu penjualan dari pihak ketiga dan pihak yang berhubungan langsung seperti penjualan barang jadi (finished goods). Sedangkan total aset tetap meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 15.035.701.509,- menjadi sebesar Rp 27.871.000.000,-.

Pada tahun 2012, rasio fixed assets

turnover yang dihasilkan perusahaan adalah

sebesar 5,27 kali. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, rasio FATO yang dihasilkan perusahaan menurun namun tetap berada di atas rata-rata selama enam tahun penelitian. Proporsi peningkatan aktiva tetap yang lebih besar dibandingkan dengan total penjualan

menjadi faktor menurunnya rasio perputaran total aset terhadap penjualan. PT. “A” Indonesia mengalami pertumbuhan total penjualan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 178.917.000.000,- menjadi sebesar Rp 219.444.000.000,-. Sedangkan total aktiva tetap meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 27.871.000.000,- menjadi sebesar Rp 41.628.000.000,-. Hasil ini menginterpretasikan bahwa perusahaan mengalami penurunan perputaran aset tetap untuk menghasilkan penjualan tahun kedua pasca diakuisisi oleh PT. T Indonesia.

Total Assets Turnover (TATO)

Berikut adalah hasil perhitungan rasio perputaran total aset PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Total Assets Turnover Ratio PT.

“A” Indonesia Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rasio, PT. “A” Indonesia dengan rasio total assets

turnover (TATO) dalam enam tahun yaitu

2007 – 2012 hampir selalu mengalami peningkatan produktivitas setiap tahun kecuali di tahun 2008 dan 2012 yang mengalami penurunan produktivitas perusahaan dalam mengelola total aktiva untuk menghasilkan pendapatan yang berasal dari penjualan. Produktivitas tertinggi atau perputaran total aktiva tertinggi dihasilkan pada tahun 2011 sedangkan produktivitas terendah atau perputaran total aktiva terendah dihasilkan

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 TATO Average

(19)

di tahun 2008. Rata-rata rasio total assets

turnover yang dihasilkan perusahaan selama

enam tahun adalah 0,83 kali. Interpretasi dari hasil ini adalah setiap Rp 1,- total aset mampu memutar 0,83 kali penjualan.

Pada tahun 2007 rasio total assets

turnover yang dihasilkan perusahaan adalah

0,103 kali. Hasil tersebut menjelaskan bahwa setiap Rp 1,- total aktiva dapat memutar 0,103 kali penjualan. Jika dibandingkan dengan rata-rata rasio total

assets turnover, hasil ini berada di bawah

rata-rata. Hal ini mengintrepretasikan kemungkinan terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak total aktiva namun kurang bermanfaat, atau mungkin disebabkan oleh hal-hal lain seperti investasi pada total aktiva yang berlebihan dibandingkan kemampuan untuk menjual. Perusahaan memiliki total penjualan sebesar Rp 7.085.797.419,- dan total total aktiva sebesar Rp 68.784.046.038,-

Hasil rasio total assets turnover pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan berada di bawah rata-rata. Rasio total assets

turnover yang dihasilkan adalah 0,102 kali.

Hal ini didasari oleh proporsi menurunnya total penjualan yang lebih besar dibandingkan dengan total aktiva. Perusahaan memiliki total penjualan yang menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.085.797.419,- menjadi sebesar Rp 6.896.633.973,-. Sedangkan total total aktiva yang dimiliki perusahaan menurun dari total total aktiva tahun sebelumnya yang sebesar Rp 68.784.046.038,- menjadi sebesar Rp 67.784.046.038,-. Penurunan total aktiva berasal dari bertambahnya akumulasi penyusutan aktiva tetap dan amortisasi biaya pra operasi pada komponen aktiva lain.

Pada tahun 2009 perusahaan mengalami peningkatan rasio perputaran total aset menjadi 0,30 kali dari tahun sebelumnya namun tetap berada di bawah

rata-rata rasio total assets turnover selama enam tahun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya total aktiva yang dimiliki perusahaan dan meningkatnya total penjualan perusahaan. Total penjualan perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 6.896.633.973,- menjadi sebesar Rp 7.345.276.235,-. Sedangkan total aktiva berkurang dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 67.674.790.030,- menjadi sebesar Rp 24.539.346.848,-. Terdapat pengurangan dalam komponen total aktiva. Komponen dalam total aktiva yang berkurang adalah tanah. Berdasarkan catatan yang tertulis di laporan keuangan, total aset tanah berkurang sebesar Rp 20.885.214.655,-.

Pada tahun 2010, PT. “A” Indonesia kembali mengalami peningkatan produktivitas total aktiva terhadap penjualan dari tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 0,86 kali dan hasil rasio ini berada di atas rata-rata rasio total assets turnover selama enam tahun penelitian. Kenaikan ini disebabkan oleh proporsi total penjualan yang lebih besar dibandingkan dengan total aktiva. PT A Indonesia menghasilkan total penjualan sebesar Rp 77.846.774.845,- atau meningkat sebanyak dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7.345.276.235,-. Sedangkan total aset meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 24.539.346.848,- menjadi sebesar Rp 90.373.268.418,-. Meningkatnya perputaran total aset ini mengintrepetasikan bahwa kinerja perusahaan dalam menghasilkan pendapatan yang berasal dari penggunaan total aset menjadi semakin baik di tahun pertama pasca akuisisi.

Di pertengahan tahun 2011, PT A. Indonesia kembali mengalami proses penggabungan usaha (acquisition). Induk perusahaan PT. “A” Indonesia yaitu PT. “N” Internasional secara global diakuisisi oleh perusahaan farmasi global asal Jepang yaitu

(20)

PT. “T” Internasional. Salah satu dampak positif pasca akuisisi adalah kinerja perputaran total aset perusahaan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya dan bahkan menghasilkan rasio perputaran total aset atau produktivitas tertinggi selama tahun penelitian yaitu 2007 – 2012. Hasil ini diperkuat oleh proporsi peningkatan total penjualan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan total aktiva. Total penjualan terbagi menjadi dua yaitu penjualan dari pihak ketiga dan pihak yang berhubungan langsung seperti penjualan barang jadi (finished goods). Total penjualan yang berhasil diperoleh perusahaan meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 77.846.774.845,- menjadi sebesar Rp 178.917.000.000,-. Sedangkan total aktiva yang dimiliki meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 90.373.268.418,- menjadi sebesar Rp 95.126.000.000,-.

Pada tahun 2012, perusahaan mengalami kondisi rasio perputaran total aset menurun menjadi sebesar 1,73 kali. Proporsi peningkatan total aktiva yang lebih besar dibandingkan dengan total penjualan menjadi faktor menurunnya rasio perputaran total aset terhadap penjualan. PT. “A” Indonesia mengalami pertumbuhan total penjualan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 178.917.000.000,- menjadi sebesar Rp 219.444.000.000,-. Sedangkan total aktiva meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 95.126.000.000,- menjadi sebesar Rp 126.500.000.000,-. Hasil ini menginterpretasikan bahwa perusahaan mengalami penurunan perputaran total aset untuk menghasilkan penjualan tahun kedua pasca diakuisisi oleh PT. T Indonesia.

Account Receivable Turnover

Berikut adalah hasil perhitungan rasio account receivable turnover (ARTO) PT. “A” Indonesia tahun 2007 – 2012:

Account Receivable Turnover Ratio

PT. “A” Indonesia Tahun 2007 – 2012

Data Diolah, 2014.

Berdasarkan perhitungan rasio, PT. “A” Indonesia dengan rasio account

receivable turnover (ARTO) dalam enam

tahun yaitu 2007 – 2012 hampir selalu mengalami peningkatan produktivitas setiap tahun kecuali di tahun 2009 dan 2010 yang mengalami penurunan produktivitas. Produktivitas tertinggi atau perputaran piutang tertinggi dihasilkan pada tahun 2008 sedangkan produktivitas terendah atau perputaran piutang terendah dihasilkan di tahun 2010. Hasil perhitungan rata-rata

account receiable turnover selama enam

tahun penelitian adalah 34,53 kali.

Pada tahun 2007 perusahaan menghasilkan rasio perputaran piutang sebesar 55,61 dan hasil ini berada di atas rata-rata rasio ARTO selama enam tahun penelitian. Di tahun 2007, perusahaan memiliki total penjualan sebesar Rp 7.085.797.419,- dan total piutang sebesar Rp 143.807.870,-. Hasil ini menjelaskan bahwa investasi yang ditanamkan perusahaan dalam bentuk piutang adalah rendah. Pada tahun 2007 tercatat piutang usaha yang diberikan perusahaan hanya kepada dua debitur. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 ARTO Average

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan air harus diturunkan sampai sekitar 85% setelah dilakukan pencucian. Penghilangan air dapat dilakukan dengan kain saring dan alat pengepres untuk menghasilkan

Jika hasil pengolahan data di atas dikonfirmasikan dengan indikator berpikir asosiatif, yaitu (a) Menghubungkan pengetahuan dengan situasi; (b) Menghubungkan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Patianrowo, maka dapat disimpulkan untuk status gizi yang dilakukan melalui cara

kompetensi dikutip dari silabus, keseluruhan tujuan memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata keja yang digunakan dalam kompetensi dasar, tujuan memenuhi

Uji-t pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran online berbantuan media virtual lab

Program yang dirancang oleh manjemen perusahaan dari departemen human capital, departemen Produksi, dan juga departemen SHE yang mempunyai tujuan untuk

Dari 4 faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani padi semi organik pada Tabel 4, hanya terdapat satu variabel yang signifikan

Kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan manusia dari lingkungan aslinya sehingga mempengaruhi pula pola-pola