• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA BISNIS INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR SKRIPSI DITTA NIRMALA F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA BISNIS INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR SKRIPSI DITTA NIRMALA F"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA BISNIS

INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR

SKRIPSI

DITTA NIRMALA

F34070046

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

Business Plan of Chocolate Bar Industry in Bogor

Aji Hermawan, Erliza Hambali, and Ditta Nirmala

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone: 08568321259, e-mail: dittanirmala@gmail.com

ABSTRACT

Cacao is an important agroindustrial product of Indonesia. Most of Indonesian cacao is exported in form of cacao beans. In contrast, the market of processed cacao such chocolate bars is filled by imported products. The purpose of this research is to make a business plan of chocolate bar company. The research scope includes studying market and marketing aspect, technological aspect, management and organizational aspect, and also financial aspect of a chocolate bar company in Bogor. The data collection methods used are interviews and documents and other secondary data collections. The data are mainly analized using investment analysis such as NPV, IRR, payback period, and risk analysis.

The chocolate bar company is located in Cijeruk, Bogor, considering the access to available milk supply as an important raw material, while the location also has satisfactory infrastructure, human resource, and access to markets. The factory capacity is 1000 kg per day. The main raw materials are cocoa liquor and cocoa butter, supplied from a company from Tangerang. The company needs 33 workers. In terms of environment concerns, the company will only produces very small number of solid and liquid waste, which are safe for environment. The total investment needed is Rp. 6.737.746.660,- consisting of fixed asset investment Rp. 5.825.673.700,- and working capital Rp. 912.072.960,-. The NPV value is positive Rp. 5.387.822.787,-. The IRR is 22 percent. The Net B / C value is 1,80. The Payback period is 5,66 years. The investment figures show that the company is feasible to set up.

(3)

DITTA NIRMALA. F34070046. Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor. Di bawah bimbingan Aji Hermawan dan Erliza Hambali. 2011.

RINGKASAN

Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut oleh industri nasional. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan sebagian besar cokelat batangan yang diproduksi di dalam negeri menggunakan bahan baku Cocoa Butter

Substitute (CBS). Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan kualitas

produk cokelat batangan yang beredar di pasar lokal dan yang akhirnya bermuara pada terjadinya peningkatan konsumsi cokelat batangan secara bertahap.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar). Ruang lingkup penelitian meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana produksi, rencana sumber daya manusia, rencana keuangan dan manajemen resiko.

Potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun. Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen kalangan menengah dan kalangan menengah atas khususnya masyarakat di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kemasan berbahan glossy yang menarik perhatian konsumen. Penyaluran produk cokelat batangan tersebut dengan membentuk suatu tim penjual produk cokelat batangan yang menawarkan secara langsung produk ini kepada konsumen dan perusahaan menggunakan counter khusus cokelat yang berdekatan dengan lokasi produksi cokelat batangan.

Kapasitas produksi industri cokelat batangan ini adalah 1.000 kg (8.334 kotak) per hari dengan bahan baku, antara lain lemak cokelat, pasta cokelat, susu sapi segar, dan gula pasir sebanyak 1.000 kg per hari. Penentuan kapasitas bahan baku yang dipakai berdasarkan pada ketersediaan bahan baku, kapasitas maksimal mesin yang digunakan dan pangsa pasar yang tersedia. Industri ini direncanakan didirikan di Cijeruk, Bogor berdasarkan faktor kedekatan dengan salah satu sumber bahan baku yaitu susu cair segar yang berasal dari peternak sapi. Industri ini dijalankan oleh 33 orang tenaga kerja dengan deskripsi kerja masing-masing dengan luas pabrik sekitar 2.000 m2. Industri ini menghasilkan limbah padat dan limbah cair yang relatif kecil bahkan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan adalah sisa adonan yang tercecer di lantai ketika akan memasukkan adonan cokelat ke dalam mesin pencampuran. Limbah padat ini akan terurai secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan karena adanya proses pencucian peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari kegiatan sanitasi (MCK) pabrik yang dapat ditangani dengan menggunakan septic tank.

Investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri cokelat batangan ini sebesar Rp. 6.737.746.660,- yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp. 5.825.673.700,- dan biaya modal kerja sebesar Rp. 912.072.960,- pada tahun pertama. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa industri cokelat batangan ini layak untuk didirikan. Berdasarkan penghitungan kriteria investasi, diperoleh nilai NPV industri ini sebesar Rp. 5.387.822.787,-, nilai IRR-nya sebesar 22%, nilai Net B/C-nya sebesar 1,80. Payback Period industri ini adalah selama 5 tahun 8 bulan. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak. Dari analisis sensitivitas, industri ini masih layak untuk dijalankan dengan maksimum kenaikan

(4)

harga bahan baku sebesar 14% dan penurunan harga jual cokelat batangan maksimum sebesar 8%. Dari analisis risiko nilai tukar, depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan laba bersih, sebaliknya apresiasi rupiah akan menyebabkan peningkatan laba bersih. Depresiasi rupiah lebih besar dari 18% akan menyebabkan industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan.

(5)

RENCANA BISNIS

INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

DITTA NIRMALA

F34070046

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)
(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,

Ditta Nirmala F34070046

(8)

© Hak cipta milik Ditta Nirmala, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 April 1989. Penulis merupakan anak ke dua, putri dari pasangan Bapak Edy Suwarno dan Ibu Sutiyah. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Jaka Setia IV. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTPN 7 Bekasi pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 71 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun 2010. Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, diantaranya anggota KEMSI (Kesatuan Mahasiswa Bekasi) IPB (2007-sekarang), anggota UKF (Unit Konsevasi Fauna) IPB (2007-2008), divisi humas seminar Bioenergy Agroindustry Days Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2008), sekretaris majalah “MIND” Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) tahun 2009, divisi humas seminar Atsiri Fair Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2009), dan divisi konsumsi Agroindustry Days Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2009).

Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 dengan judul “Pengembangan Sumber Daya Manusia di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. – Divisi Bogasari, Jakarta”. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor”.

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan dan membimbing dari awal hingga selesainya skripsi ini.

2. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan saran kepada penulis guna menyempurnakan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta, yaitu Ayah dan Ibu tersayang bapak Edy Suwarno dan ibu Sutiyah serta kakak Ditya Brata yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, motivasi, semangat, dan pengorbanannya kepada penulis.

4. Ambar Rian Susanto yang tiada henti memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis.

5. Sahabat-sahabatku tersayang, Tiara, Gigi, Icha, Anza, Eny, Tyas, dan Sabila yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis.

6. Amanda Caessara, Fata Qurrota Ayun, dan Kartika Sari, teman satu bimbingan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

7. Teman seperjuangan TIN 44 dan Wisma Puri Fikriyah yang telah memberi semangat kepada penulis.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri.

Bogor, Agustus 2011

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. LATAR BELAKANG ... 1 1.2. TUJUAN ... 2 1.3. RUANG LINGKUP ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. KAKAO ... 3

2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao... 3

2.1.2. Pengolahan Biji Kakao ... 5

2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao ... 8

2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia ... 9

2.2. COKELAT BATANGAN ... 14

2.2.1. Definisi Cokelat Batangan ... 14

2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan ... 15

2.2.3. Jenis Cokelat Batangan ... 15

2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan ... 16

2.3. RENCANA BISNIS ... 16

2.3.1. Definisi Rencana Bisnis ... 16

2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis ... 17

(12)

v

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL ... 20

3.2. TATA LAKSANA ... 22

IV. RENCANA PASAR DAN PEMASARAN ... 31

4.1. POTENSI PASAR... 31 4.2. ANALISIS PERSAINGAN ... 32 4.3. STRATEGI PEMASARAN ... 33 4.3.1. Segmentasi ... 33 4.3.2. Penetapan Target ... 37 4.3.3. Penetapan Posisi ... 37 4.3.4. Bauran Pemasaran ... 37

V. RENCANA TEKNIK DAN TEKNOLOGI ... 42

5.1. BAHAN BAKU ... 42

5.2. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI ... 44

5.3. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI ... 44

5.3.1. Proses Produksi ... 44

5.3.2. Mesin dan Peralatan... 47

5.3.3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan ... 51

5.3.4. Neraca Massa ... 53

5.4. PENENTUAN LOKASI PABRIK... 53

5.5. PERENCANAAN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK ... 54

5.6. ASPEK LINGKUNGAN ... 63

VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI ... 65

6.1. ASPEK LEGALITAS ... 65

6.1.1. Badan Usaha... 65

6.1.2. Perizinan ... 66

(13)

vi

6.2. KEBUTUHAN TENAGA KERJA ... 67

6.3. STRUKTUR ORGANISASI ... 70

6.4. DESKRIPSI PEKERJAAN ... 71

VII. RENCANA KEUANGAN ... 73

7.1. ASUMSI PERHITUNGAN KEUANGAN ... 73

7.2. BIAYA INVESTASI ... 74

7.3. PERHITUNGAN DEPRESIASI ... 75

7.4. PRAKIRAAN BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN... 75

7.5. PROYEKSI LABA RUGI ... 76

7.6. PROYEKSI ARUS KAS ... 77

7.7. KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI ... 78

7.7.1. Net Present Value (NPV) ... 78

7.7.2. Internal Rate of Return (IRR) ... 78

7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 79

7.7.4. Payback Period (PBP) ... 79

7.7.5. Break Even Point (BEP) ... 79

7.8. ANALISIS SENSITIVITAS ... 79

7.9. RISIKO NILAI TUKAR ... 80

IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 82

10.1. SIMPULAN ... 82

10.2. SARAN ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(14)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram ... 7

Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat ... 7

Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia ... 10

Tabel 2.4. Standar nasional Indonesia biji kakao ... 12

Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan ... 13

Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan... 14

Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan ... 23

Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010 ... 34

Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 ... 35

Tabel 4.3. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 ... 35

Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata buruh/karyawan/pegawai sebulan menurut provinsi tahun 2010 ... 36

Tabel 5.1. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan produksi cokelat batangan ... 52

Tabel 5.2. Lembar kerja untuk diagram keterkaitan antar aktivitas ... 57

Tabel 5.3. Hasil perhitungan total closeness rating (TCR) untuk menentukan pusat aktivitas ... 58

Tabel 5.4. Kebutuhan ruang produksi ... 60

Tabel 5.5. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan ... 61

Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan ... 68

Tabel 6.2. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri cokelat batangan ... 70

Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian industri cokelat batangan ... 74

Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan ... 76

Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi... 77

Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan ... 78

Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku ... 80

(15)

viii Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar ... 80

(16)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) ... 3

Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao ... 5

Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia ... 11

Gambar 2.4. Pohon industri kakao ... 12

Gambar 2.5. Cokelat batangan ... 15

Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian... 21

Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran ... 25

Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi ... 26

Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi ... 28

Gambar 5.1. Diagram alir proses produksi cokelat batangan ... 47

Gambar 5.2. Mesin pengolah cokelat ... 47

Gambar 5.3. Mesin tempering ... . 48

Gambar 5.4. Mesin pencetak cokelat semi otomatis ... 49

Gambar 5.5. Cetakan cokelat ... 50

Gambar 5.6. Mesin pengemas cokelat ... 50

Gambar 5.7. Timbangan digital... 51

Gambar 5.8. Neraca massa proses produksi cokelat batangan ... 53

Gambar 5.9. Pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan ... 55

Gambar 5.10. Bagan keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ... 56

Gambar 5.11. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ... 59

Gambar 5.12. Tata letak industri cokelat batangan ... 62

(17)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tampilan cokelat batangan dan desain kemasan cokelat batangan ... 86

Lampiran 2. Asumsi-asumsi untuk analisis keuangan industri cokelat batangan ... 87

Lampiran 3. Perincian kebutuhan investasi pendirian industri cokelat batangan ... 88

Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan ... 89

Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan ... 92

Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan ... 94

Lampiran 7. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan industri cokelat batangan ... 96

Lampiran 8. Proyeksi laba rugi industri cokelat batangan ... 97

Lampiran 9. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan ... 98

Lampiran 10. Kriteria kelayakan investasi ... 99

Lampiran 11. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar 13% ... 100

Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan sebesar 8% ... 101

Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah sebesar 18% ... 102

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum, saat ini bidang pertanian nasional sudah melangkah lebih maju apabila diukur dari produktivitas bahan mentah atau bahan baku, tetapi kemajuan tersebut belum diikuti secara seimbang oleh kemajuan dalam tahap selanjutnya, yaitu agroindustri, perdagangan, dan pembiayaan. Pertanian akan mampu menjadi penopang utama perekonomian nasional apabila dikembangkan sebagai sebuah sistem yang terkait dengan industri dan jasa. Apabila pertanian hanya berhenti sebagai aktivitas budidaya, maka nilai tambah yang diperoleh akan kecil. Seharusnya, nilai tambah pertanian dapat ditingkatkan melalui agroindustri dan jasa berbasis pertanian.

Pengembangan agroindustri nasional diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian. Selain itu, agroindustri memiliki peran strategis yang menghubungkan antara sektor pertanian pada kegiatan hulu dengan sektor industri pada sektor hilir. Dengan demikian, pengembangan agroindustri secara tepat dan baik diharapkan dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja, pendapatan petani, volume ekspor dan devisa yang diperoleh, pangsa pasar baik domestik maupun internasional, nilai tukar produk pertanian, dan penyediaan bahan baku industri.

Salah satu hasil pertanian yang dapat dikembangkan melalui kegiatan agroindustri adalah kakao. Berdasarkan analisa ekonomi sejauh ini kakao mampu menyumbang devisa bagi perekonomian nasional sebesar US$ 1.413,4 juta, sekitar 70% diekspor dalam bentuk biji (Ditjenbun, 2010). Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010 tetap menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan menguasai 6% pasar dunia dengan produksi biji kakao mencapai 535.000 ton per tahun (ICCO, 2010). Meskipun demikian, besarnya produksi bahan baku tersebut belum diikuti dengan perkembangan industri hilir pengolahan bahan baku menjadi produk, sehingga 70% nilai ekspor kakao Indonesia adalah biji kakao (Ditjenbun, 2010). Total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao nasional mencapai 260.000 ton/tahun, akan tetapi kapasitas produksi hanya 115.000 ton/tahun. Kondisi tersebut terkait erat dengan sulitnya mendapatkan biji kakao terfermentasi lokal, rendahnya efisiensi dan efektifitas rantai tata niaga kakao serta penerapan PPN 5% biji kakao untuk industri. Akibat lain dari kurang berkembangnya industri pengolahan kakao adalah meningkatnya nilai impor produk olahan kakao. Sebagai contoh, pada tahun 2007 impor pasta kakao hanya sekitar 529 ton, namun pada tahun 2010 telah mencapai sekitar 2.254 ton (Kemenperin, 2010).

Harus disadari bahwa baik pasar domestik dan global produk olahan kakao masih sangat terbuka luas.Selama ini tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia masih rendah, hanya berkisar 60 gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun). Untuk mendorong bergairahnya industri kakao nasional perlu peningkatan konsumsi domestik hingga mencapai 1 kg/kapita. Konsumsi tersebut tentunya sangat jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Selain itu, konsumsi cokelat global kini juga terus naik sebesar 2-4 % per tahun dan pertumbuhan permintaan biji kakao juga naik 2,6 % per tahun. Tetapi, pasokan biji kakao hanya tumbuh 2,3 % per tahun sehingga memicu kenaikan harga yang relatif cepat (Disbun Jawa Barat, 2010).

Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dari negara lainnya dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan

(19)

2

industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.

Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut oleh industri nasional. Selain itu, menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Tentunya, kondisi ini merupakan peluang positif bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut dan melakukan perencanaan bisnis untuk pendirian industri cokelat batangan, mengingat ketersediaan lahan masih cukup luas dan bahan baku yang belum diolah secara optimal. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan untuk produk cokelat batangan lokal menggunakan campuran lemak nabati bukan lemak cokelat. Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat nasional terutama cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku cokelat asli Indonesia tanpa tambahan lemak nabati.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar) yang meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi rencana-rencana yang mempengaruhi pendirian industri cokelat batangan di lokasi terpilih yakni sebagai berikut :

1. Rencana pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar dan strategi pemasaran.

2. Rencana teknik dan teknologi, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, perencanaan kaspasitas produksi, teknologi proses produksi dan neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, lokasi proyek dan tata letak pabrik, serta aspek lingkungan.

3. Rencana manajemen dan organisasi, meliputi aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan (job description).

4. Rencana keuangan, meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, prakiraan harga dan permintaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan risiko nilai tukar.

(20)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

KAKAO (Theobroma cacao L)

2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili Sterculiace. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dengan ordo Streculiaceae. Nama Theobroma yang berarti “Makanan Tuhan” diberikan oleh seorang botanist Swedia yang bernama Linnaeus (Knight, 1999).

Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L

Berikut ini contoh tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) (Fly, 2010)

Dalam perekembangannya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak dibudidayakan hanya 3 jenis, yaitu :

1. Criollo (fine cocoa atau kakao mulia)

Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi

(kakao mulia, chiced, edel cocoa). Ciri-ciri jenis Criollo mulia adalah buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit buah yang bertonjolan dan bertekuk-tekuk, biji tidak berwarna, kualitas tinggi dengan aroma dan rasa yang khas (Sunanto, 1999).

2. Forestero

Varietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan ditanam di Indonesia.

Forastero (dalam bahasa Spanyol berarti pendatang) merupakan tipe yang bermutu rendah (kakao

lindak, bulk cocoa) yang tumbuh pada ketinggian di bawah 400 meter dari permukaan laut. Ciri-ciri kakao lindak adalah buahnya berwarna ungu kuning dengan kulit buah yang hampir rata dan licin, biji berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang kurang tajam dibandingkan

(21)

4

3. Trinitario atau hibrida

Varietas ini merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criollo. Bentuk buahnya ada yang agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah. Menurut Nasution et al., (1985), mutu biji kakao Trinitario sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Biji kakao

Trinitario mempunyai aroma yang segar dengan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna agak muda.

Menurut Sunanto (1999), secara umum tanaman kakao terdiri dari beberapa bagian, yaitu batang, daun, bunga, akar, buah, dan biji. Masing-masing bagian memiliki karakteristik (morfologi) dan fungsi (fisiologi) tertentu, yaitu :

1. Batang dan cabang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tanaman kakao memiliki sifat dimorfisme, yaitu memiliki dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop, sedangkan yang arah pertumbuhannya ke samping disebut plagiotrop, cabang kipas atau fan. Pada pertumbuhannya yang berasal dari biji, akan terbentuk perempatan (jorket) pada pertumbuhan vertikalnya. Jorket merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop.

2. Daun

Bentuk helai daun pohon kakao bulat memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun runcing. Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.

3. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar leteralnya mendatar berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman 0-30 cm. Pertumbuhan akar sangat peka pada hambatan baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan akar berbenturan dengan batu, akar akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang berbenturan terlalu besar, sebagian akar leteral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah.

4. Bunga

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya, bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga. Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor lingkungan (iklim). Pada lokasi tertentu, pembungaan sangat terhambat oleh musim kemarau atau musim dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata sepanjang tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun.

5. Buah dan biji

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih, apabila sudah masak berwarna kuning. Buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga. Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah (plasenta), dengan jumlah 20-50 biji. Jika dibelah melintang, biji terlihat tersusun dari dua kotiledon. Biji dibungkus oleh pulpa yang berwarna putih dan rasanya manis. Di

(22)

5

dalam pulpa mengandung zat penghambat perkecambahan. Namun terkadang biji berkecambah di dalam buah karena terlambat dipanen sehingga pulpanya menjadi terlalu kering.

2.1.2. Pengolahan Biji Kakao

Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis forastero, dalam dunia perdagangan kakao jenis ini sering disebut kakao lindak atau bulk cocoa. Buah kakao terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

Permukaan biji diselimuti oleh lapisan pulpa atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi. Proses pengolahan biji kakao sangat menentukan akhir dari biji kakao tersebut. Proses pengolahan biji kakao akan menentukan cita rasa yang khas dan mengurangi atau menghilangkan cita rasa yang tidak baik. Misalnya, rasa pahit dan sepat yang disebabkan oleh kandungan senyawa purin, yaitu theobromin dan kafein untuk rasa pahit. Sedangkan jumlah theobromin di dalam kotiledon sekitar 1,5% dan kafein sekitar 0,15% (Sunanto, 1999).

Tahap-tahap proses pengolahan biji kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao (Puslit Kopi dan Kakao, 2005) Panen buah masak

Sortasi buah Penyimpanan buah Pengupasan buah Fermentasi Penjemuran Pengeringan Sortasi biji Penggudangan

(23)

6

1. Sortasi buah

Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat.

2. Pengupasan buah

Pengupasan buah dilakukan dengan pemecahan buah dengan tujuan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati. Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual berkisar antara 3-6%. Selain meningkatkan jumlah biji yang cacat, biji yang terluka mudah terinfeksi oleh jamur (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

3. Fermentasi

Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun juga untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Nasution, 1976).

4. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50-55% menjadi 7% agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan ke konsumen. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi (Ong, 1997).

5. Sortasi berdasarkan standar mutu biji kakao

Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2002). Standar mutu tersebut diperlukan sebagai tolak ukur untuk pengawasan mutu. Standar ini memuat karakteristik fisik biji kakao dan tingkat kontaminasi (tingkat kebersihan). Standar ini juga mencakup definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), dan cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Berdasarkan SNI tersebut, biji kakao juga didasarkan pada tiga hal, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran biji/100 gram.

Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan pada jenis mulia (fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Sedangkan berdasarkan mutunya, biji kakao diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Sortasi berdasarkan ukuran biji ditujukan untuk mengelompokkan biji kakao sesuai ukuran dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya. Berikut ini merupakan standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 :

(24)

7

Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram

Jumlah Biji/100 gram Standar Mutu

86 AA 86-100 A 101-110 B 111-120 C >120 S Sumber : SNI 01-2323-2002

Puslitbang Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) merekomendasikan standar tambahan untuk biji kakao sebagai bahan baku cokelat untuk mendapatkan hasil pengolahan kakao yang optimal, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat

Kriteria Mutu Syarat

Tingkat fermentasi, hari 5

Kadar air, % (maks) 7

Kadar kulit, % 12-13

Kadar lemak, % 50-51

Ukuran biji Seragam

Jamur Nihil

Benda asing lunak Nihil

Benda asing keras Nihil

Sumber : Puslit Kopi dan Kakao (2005)

6. Penggudangan

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Serangan jamur dan hama pada biji kakao selama penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan. Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70% adalah 6-7% (Ritterbusch and Muehlbauser, 2000 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

(25)

8

2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao

Cokelat yang dihasilkan dari tanaman kakao merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%) dan karbohidrat (60%), protein, mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, dan fosfor, dan berbagai jenis flavonoid seperti epikatekin, epigalokatekin, prosianidin, dan komponen bioaktif lainnya. Meskipun memiliki kadar lemak dan kadar gula yang tinggi, konsumsi cokelat dalam jumlah yang wajar dinyatakan aman bagi kesehatan.

Menurut Mulato, et al. (2008) dalam Hamdani (2009), Produk olahan dari biji kakao, antara lain pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Produk-produk tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika. Pasta cokelat (cocoa paste) dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semi cair. Lemak kakao (cocoa fat atau cocoa butter) merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak kakao dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres dan mempunyai warna putih kekuningan serta berbau khas cokelat. Kekerasan lemak cokelat mempunyai tingkat yang berbeda pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Keunggulan lemak kakao Indonesia dibandingkan lemak kakao dari Afrika Barat adalah adanya karakteristik khusus “Light

Breaking Effect” dan “Hard Butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk blending.

Bubuk cokelat (cocoa powder) diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau tepung dari biji-bijian lainnya karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan, sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 340C, lemak menjadi tidak stabil yang menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

Eksplorasi potensi cokelat dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja otak. Selain mengandung komponen-komponen flavonoid yang tinggi, cokelat ternyata juga mengandung zat-zat farmakologis yang dapat memberikan sensasi fisiologis dan psikologis. Zat-zat tersebut diantaranya senyawa amin biogenik, metilxantin, dan asam-asam lemak yang menyerupai kanabinoid. Beberapa senyawa amin biogenik yang terdapat pada cokelat adalah tiramin dan feniletilamin (FEA). FEA merupakan neuromodulator yang secara struktural dan farmakologis sama dengan katekolamin dan amfetamin. Keduanya merupakan stimulan otak. Secara alami FEA terdapat di otak dan terdistribusi di dalam sistem syaraf pusat. Senyawa tersebut berfungsi untuk menguatkan neurotransmisi dopaminergis dan noradrenergis dan sebagai modulator mood yang penting. Senyawa alkaloid metilxantin yang terdapat pada cokelat diantaranya, kafein dan teobromin. Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat dan jantung. Jantung akan terstimulasi sehingga meningkatkan aliran darah dan pernafasan. Efek psikologis yang didapat biasanya meningkatkan aktivitas mental dan tetap terjaga. Sedangkan pengaruh teobromin memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein. Akan tetapi, karena penggunaan cokelat sebagai agen terapi juga dapat menimbulkan efek samping bahkan kontraindikasi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam memberikan rekombinasinya. Biasanya terapi tersebut tidak dianjurkan bagi penderita diabetes, kegemukan, hiperlipidemik, gangguan migrain dan sering gelisah (anxious) untuk mengkonsumsi cokelat (Departemen Kesehatan, 2008).

(26)

9

2.1.4.

Potensi Industri Kakao Indonesia

2.1.4.1. Industri Pengolahan Kakao

2.1.4.1.1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Kakao)

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton), Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha.Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %), Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %), Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi 561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4 %).Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %) dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010).

2.1.4.1.2. Pelaku Usaha

Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin (2010), total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 ton/tahun, sedangkan kapasitas terpakainya sebesar 244.000 ton/tahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya.

Industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia apabila dilihat dari kapasitasnya adalah PT. Bumitangerang Mesindotama yang berlokasi di Tangerang. Perusahaan ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 120.000 ton/tahun dan kapasitas terpakai sebesar 80.000 ton/tahun, sedangkan industri pengolahan kakao terkecil adalah PT. Poleko Cocoa Industry/Hope yang berlokasi di Makassar dengan kapasitas terpasang dan kapasitas terpakainya sebesar 4.000 ton/tahun. Adapun pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan kakao dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan penyebaran industri kakao dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(27)

10

Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia

Kapasitas Kapasitas

No. Perusahaan Lokasi Terpasang Terpakai

Ton % Ton %

1.

PT. Bumitangerang

Mesindotama*) Tangerang 120.000 28,77 80.000 32,78

2. PT. General Food Industry*) Bandung 80.000 19,18 45.000 18,44

3. PT. Davomas Abadi**) Tangerang 40.000 9,59 20.000 8,19

4.

PT. Industri Kakao

Utama**) Kendari 35.000 8,39 - 0,00

5.

PT. Maju Bersama Cocoa

Industry**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73

6. PT. Kopi Jaya Kakao**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73

7. PT. Effem Indonesia**) Makassar 17.000 4,07 17.000 6,96

8.

PT. Budidaya Kakao

Lestari**) Surabaya 15.000 3,59 5.000 2,04

9.

PT. Cacao Wangi Murni /

JMH**) Tangerang 15.000 3,59 8.000 3,27

10. PT. Teja Sekawan*) Surabaya 15.000 3,59 15.000 6,14

11. PT. Unicom Kakao Makmur**) Makassar 10.000 2,39 4.000 1,63 12. PT. Cocoa Ventures Indonesia*) Medan 7.000 1,67 7.000 2,86

13. PT. Kakao Mas Gemilang*) Tangerang 6.000 1,21 6.000 2,45

14. PT. Mas Ganda*) Tangerang 5.000 1,19 5.000 2,04

15.

PT. Poleko Cocoa Industry /

Hope**) Makassar 4.000 0,96 4.000 1,63

Total 417.000 100,00 244.000 100,00

Sumber : Kemenperin (2010) *) Normal

(28)

11

Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010)

2.1.4.2. Perkembangan Kakao Indonesia 2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao

Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :

Sumatera Utara PT. Cocoa Ventures Indonesia Sulawesi Tenggara PT. Industri Kakao Utama Sulawesi Selatan PT. Effem Indonesia PT. Maju Bersama Kakao PT. Kopi Jaya Kakao

Tangerang PT. Davomas Abadi PT. Cocoa Wangi Murni PT. Bumitangerang

PT. Budidaya Kakao Lestari PT. Kakao Mas Gemilang PT. Mas Ganda

Jawa Barat PT. General Food Industry PT. Trikeson Utama

Jawa Timur PT. Teja Sekawan Cocoa Industries

(29)

12

Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao

No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

1. Jumlah biji/100 gr * * *

2. Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5

3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4

4. Tak terfermentasi %(b/b) maks 3 8 > 8

5. Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks

3 6 > 6

6. Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3

7. Benda asing % (b/b) maks 0 0 0

8. Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5

Sumber : SNI 01-2323-2000 Keterangan:

* Revisi September 1992

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

• Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120

2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya

(sheel) yang diuraikan dalam suatu skema

.

Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang ditampilkan pada Gambar 2.4 :

(30)

13

2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia

Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar 250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri, maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar 433.791,304 ton dengan nilai US$. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :

Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$)

1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 400.626 1.104.963.203

2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 1.054 559.281

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 5.059 18.580.097

4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 12.695 39.653.325

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 100 219.619

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 7.802 24.664.014

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 3.919 9.082.352

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 179 231.660

9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 185 382.501

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 2 6.078

11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 3 7.634

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 22 14.748

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 12 44.704

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 2.140 6.111.697

Sumber : Kemenperin (2010)

Dari Tabel 2.5 terlihat bahwa jumlah ekspor produk olahan cokelat pada tahun 2010 menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap produk olahan cokelat saat ini. Kakao olahan yang memiliki volume ekspor tertinggi adalah olahan kakao menjadi kakao pasta yang dihilangkan seluruh lemaknya atau sebagian sebesar 12.695 ton. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan kakao pasta di luar negeri lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kakao pasta di dalam negeri. Sedangkan volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan adalah 33.111,596 ton dengan nilai US$. 115.030.180 dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 :

(31)

14

Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$)

1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 23.141 84.423.087

2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 2.095 258.266

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 157 646.348

4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 2.098 6.110.419

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 1.456 1.331.194

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 1.512 5.986.173

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 263 707.451

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 207 1.470.035

9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 759 7.187.621

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 317 1.605.725

11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 251 758.043

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 69 434.167

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 1 891

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 792 4.110.760

Sumber : Kemenperin (2010)

Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.

2.2. COKELAT BATANGAN (CHOCOLATE BAR)

2.2.1. Definisi Cokelat Batangan

Cokelat batangan ialah manisan berbentuk batangan yang tersusun atas beberapa atau seluruh komponen diantaranya kakao padat, gula, dan susu. Keberadaan atau ketiadaan relatif bahan tersebut membentuk subkelas cokelat hitam, cokelat susu, dan cokelat putih. Merk cokelat batangan tertentu dijual untuk tujuan suplemen gizi. Cokelat batangan berkembang sekitar tahun 1900-an. Cokelat telah menjadi populer bertahun-tahun sebelum pengenalan bar tetapi gagasan untuk menciptakan sebuah cokelat batangan adalah untuk menyediakan cara yang lebih nyaman ketika mengkonsumsi cokelat dan ketika berpergian (Michael, 2010). Berikut ini salah satu contoh cokelat batangan yang ditampilkan pada Gambar 2.5 :

(32)

15

Gambar 2.5. Cokelat batangan (Michael, 2010)

2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan

Banyak jenis cokelat batangan yang tersedia di pasaran. Ada yang harganya mahal, ada pula yang harganya murah. Berikut ini perbandingan jenis cokelat dan manfaat masing-masing, yaitu : 1. Dark Chocolate

Dark chocolate memiliki kandungan biji cokelat (kakao) yang paling tinggi yaitu paling

sedikit 70% mengandung kakao. Dark chocolate memiliki kandungan kakao atau biji cokelat terbanyak, tanpa banyak gula dan tanpa lemak jenuh atau minyak sayur terhidrogenasi (HVO). 2. White Chocolate

White chocolate hanya memiliki 33% kandungan cokelat atau kakao, sisanya adalah gula, susu

dan vanila. Kandungan gula inilah yang dapat memberikan efek negatif, seperti kerusakan gigi dan penyakit diabetes.

3. Milk Chocolate atau Cokelat Susu

Milk chocolate atau cokelat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula.

Cokelat jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat (Smanda, 2010).

2.2.3. Jenis Cokelat Batangan

Menurut Smanda (2010), ada beberapa jenis cokelat batangan berdasarkan kandungannya yang terdapat di pasaran, antara lain :

1. Cokelat Kualitas Premium

Cokelat kualitas premium mengandung lebih banyak cocoa liquor atau sari biji kakao yang berbentuk pasta (cairan berwarna cokelat pekat), cocoa butter dan cocoa solid. Semakin tinggi kandungan cocoa liquor, maka semakin terasa sensasi pahit dari cokelat tersebut. Cokelat dengan kualitas premium memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Cokelat cepat meleleh karena tingginya kandungan cocoa butter. - Dark chocolate berwarna cokelat gelap, bukan berwarna hitam. - Permukaan cokelat terlihat halus, mengkilap dan warnanya rata. - Saat cokelat dipatahkan, tekstur patahan seperti kulit pohon.

- Ketika dimakan, tidak terasa seperti berpasir atau seperti mengandung lapisan lilin. Namun terasa halus, creamy, dan tidak berminyak.

2. Cokelat Couverture

Cokelat Couverture mengandung cocoa butter sebesar 32%-39% yang membuat cokelat couverture lebih mengkilap dan rasanya lebih enak. Couverture biasanya dikembangkan dengan cita rasa bittersweet dan milk chocolate. Sebelum digunakan, cokelat couverture harus melewati proses

(33)

16

cocoa butter yang sudah meleleh. Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat

kusam dan sulit diaplikasikan. 3. Cokelat Compound

Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan pemanis. Harga cokelat compound lebih murah daripada cokelat couverture. Compound tidak perlu melalui proses

tempering, cukup dilelehkan dengan cara ditim sampai leleh dan siap untuk digunakan.

2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan

Cokelat dengan kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk kesehatan karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid. Dengan adanya antioksidan, tubuh akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan antioksidan ini bahkan tiga kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini sering dianggap sebagai sumber antioksidan. Dengan adanya antioksidan, membuat cokelat menjadi salah satu makanan ataupun minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung juga berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan lemak pada cokelat kualitas tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah.

Cokelat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, cokelat juga mengandung zat maupun nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium. Kakao sendiri merupakan sumber magnesium alami tertinggi. Jika seseorang kekurangan magnesium, dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes, sakit persendian dan masalah bulanan wanita yaitu pra menstruasi (PMS). Dengan mengkonsumsi cokelat akan menambah magnesium dalam asupan gizi harian yang menyebabkan meningkatnya kadar progesteron pada wanita. Hal ini mengurangi efek negatif dari PMS. Manfaat lain dari cokelat adalah untuk kecantikan, karena antioksidan dan katekin yang ada di dalamnya dapat mencegah penuaan dini, sampai saat ini berkembang lulur cokelat yang sangat baik untuk kecantikan kulit.

Kesalahan yang sering dilakukan pada saat memilih coklat adalah memilih coklat "bermerek" yang murah atau sangat murah. Cokelat demikian memiliki kandungan kakao (biji coklat) sedikit yaitu rata-rata kurang dari 20%, bahkan ada yang kurang dari 7%. Cokelat jenis ini juga memiliki kandungan gula yang tinggi yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi dan kandungan lemak jenuh tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit jantung (Smanda, 2010).

2.3. RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)

2.3.1. Definisi Rencana Bisnis

Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana perusahaan atau pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal perusahaan (Robbins and Coulter, 2003 dalam Solihin, 2007), menjelaskan keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi suatu bentuk usaha yang nyata (Wheelen and Hunger, 2004 dalam Solihin, 2007).

(34)

17

2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis

Menurut Pinson (2003), ada tiga tujuan utama menulis rencana bisnis, antara lain : 1. Sebagai panduan

Alasan utama menulis rencana bisnis yaitu mengembangkan suatu panduan yang dapat diikuti sepanjang usia bisnis. Rencana bisnis adalah cetak biru bisnis dan akan dilengkapi dengan alat untuk menganalisa dan menerapkan perubahan-perubahan agar usaha lebih menguntungkan. Rencana bisnis akan memberi informasi yang lebih rinci atas seluruh aspek operasi perusahaan di masa lalu dan masa sekarang, maupun proyeksi beberapa tahun ke depan. Bisnis baru belum memiliki sejarah, informasi yang ada dalam rencana hanya berdasarkan proyeksi. Rencana yang diberikan ke pemberi pinjaman harus dijilid, sedangkan untuk arsip sebaiknya menggunakan loose-leaf binder. Ini akan mempermudah bila perlu menambah data terbaru, seperti daftar harga, laporan keuangan, informasi pemasaran, dan lainnya.

2. Sebagai dokumentasi pendanaan

Apabila mencari dana, rencana bisnis akan merinci bagaimana dana tersebut dapat memajukan tujuan perusahaan dan meningkatkan laba. Pemberi pinjaman ingin mengetahui cara pengusaha mengatur arus kas (cash flow) dan membayar pinjaman dan bunganya tepat waktu. Sedangkan investor ingin mengetahui apakah investasinya dapat meningkatkan kekayaan bersih (net worth) serta memperoleh laba atas investasi (return on invesetment, ROI) yang diharapkan. Pengusaha harus merinci bagaimana uang tersebut akan digunakan dan menggunakan angka-angka tersebut dengan informasi yang solid, seperti estimasi, norma industri, daftar harga, dan lainnya. Proyeksi tersebut harus beralasan, karena pemberi pinjaman dan investor sangat mungkin memiliki akses atas angka-angka statistik industri.

3. Bekerja di pasar luar negeri

Apabila berbisnis secara internasional, rencana bisnis menjadi alat standar untuk mengevaluasi potensi bisnis di pasar luar negeri. Saat ini, tidak ada bisnis yang boleh mengabaikan potensi perdagangan internasional, karena pesatnya perubahan teknologi, komunikasi, dan transportasi. Rencana bisnis dapat menunjukkan cara agar bisnis dapat bersaing di era ekonomi global saat ini.

2.3.3. Isi Rencana Bisnis

2.3.3.1.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan Rencana Bisnis

Selain digunakan untuk keperluan internal perusahaan, rencana bisnis juga berguna untuk meyakinkan para investor maupun kreditor terhadap prospek usaha yang akan dijalankan. Sebagai sebuah dokumen yang akan menjadi peta panduan jalan (road map) bagi seluruh manajemen perusahaan yang berasal dari berbagai bidang fungsional atau pemasaran (marketing), sumber daya manusia (human resources), produksi (production), dan keuangan (finance), rencana bisnis yang dibuat perusahaan harus terhindar dari pandangan sempit masing-masing departemen perusahaan di dalam melihat arah pengusahaan perusahaan dalam jangka panjang. Rencana bisnis yang dibuat harus dapat dijadikan acuan yang handal dalam melihat letak usaha yang akan dijalankan perusahaan di tengah persaingan usaha saat ini dan lima tahun ke depan.

Menurut Solihin (2007), pada saat menyajikan rencana bisnis kepada para investor ataupun kreditor, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan atau pengusaha adalah sebagai berikut :

(35)

18

1. Usahakan agar rencana bisnis yang disusun tidak terlalu tebal tetapi lengkap, artinya mencakup berbagai informasi yang dibutuhkan oleh evaluator baik dari pihak investor maupun kreditor untuk melakukan pengambilan keputusan.

2. Penampilan rencana bisnis harus dibuat menarik karena investor dan kreditor akan memperoleh kesan pertama terhadap perusahaan yang sedang mencari pendanaan dari penampilan rencana bisnis yang diajukan kepada mereka.

3. Sampul depan (front cover) rencana bisnis harus memuat nama perusahaan, alamat, nomor telepon perusahaan, dan bulan serta tahun rencana bisnis dikeluarkan. Hal tersebut untuk memudahkan calon investor atau kreditor melakukan komunikasi dengan perusahaan atau pada saat mereka memberikan jawaban balasan terhadap rencana bisnis yang disampaikan perusahaan.

4. Rencana bisnis yang baik harus mencantumkan ringkasan eksekutif (executive summary) yang dapat disampaikan dalam 2-3 halaman penjelasan mengenai keadaan usaha saat ini.

5. Penyusunan rencana bisnis harus diorganisasikan dengan baik agar pihak-pihak yang memperoleh penawaran rencana bisnis perusahaan dapat mengikuti alur penyajian rencana bisnis tersebut secara urut, sehingga penyajian rencana bisnis menjadi jelas.

6. Rencana bisnis yang baik akan mencantumkan risiko utama (critical risks) dari suatu bisnis yang akan dijalankan. Pencantuman risiko bisnis akan meningkatkan kewaspadaan dari pengusaha dan investor untuk menyiasati cara meminimalisir risiko bisnis tersebut.

2.3.3.2. Elemen-Elemen Rencana Bisnis

Menurut Solihin (2007), meskipun terdapat variasi dalam penyusunan rencana bisnis, tetapi sebuah rencana bisnis yang baik sekurang-kurangnya akan mencantumkan tujuh elemen pokok, yaitu : 1. Ringkasan eksekutif yang merangkum secara singkat seluruh isi rencana bisnis baik yang menyangkut tujuan usaha, strategi usaha, tujuan penyusunan rencana bisnis, uraian umum usaha, rencana pemasaran, rencana produksi, rencana keuangan, dan risiko-risiko usaha di masa depan. 2. Uraian umum usaha (general business description) yang akan dijalankan. Uraian umum usaha akan

menguraikan :

a. Usaha apa yang akan dijalankan di mana hal ini sekaligus menjelaskan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

b. Tujuan apa yang ingin dicapai perusahaan berikut strategi untuk mencapai tujuan tersebut. c. Bagaimana perkembangan usaha perusahaan sampai pada saat rencana bisnis disusun serta

proyeksi usaha perusahaan di masa mendatang yang dikaitkan dengan tujuan dan strategi perusahaan.

d. Siapa yang menjadi target pasar perusahaan

e. Nilai apa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran untuk dapat meraih keunggulan bersaing (competitive advantage).

f. Dimana usaha tersebut akan dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pemilihan lokasi tempat usaha serta berbagai penjelasan yang logis mengapa usaha dijalankan di lokasi yang dipilih.

g. Siapa yang akan menjalankan kegiatan usaha. Dalam bagian ini, uraian umum usaha akan menjelaskan manajemen inti dan tokoh kunci (key person) di dalam perusahaan yang akan terlibat dalam pengurusan perusahaan.

(36)

19

h. Bentuk badan usaha atau badan hukum apa yang dipilih oleh perusahaan untuk menjalankan

usahanya.

i. Bagaimana bidang fungsional manajemen akan dijalankan.

3. Rencana pasar dan pemasaran akan menjelaskan pasar sasaran yang dipilih serta bauran pemasaran yang dibuat perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, anggaran penjualan, dan sebagainya.

4. Rencana teknik dan teknologi menjelaskan antara lain proses produksi, bagaimana perusahaan menjaga kualitas produk, memperoleh pasokan bahan baku, pertimbangan pemilihan lokasi pabrik, anggaran produksi, dan sebagainya.

5. Rencana keuangan antara lain berisi proyeksi keuangan yang menunjukkan ekspektasi laba dari usaha yang akan dijalankan dalam beberapa tahun awal operasionalnya, proyeksi arus kas (cash

flow), dan sebagainya.

6. Rencana manajemen dan organisasi antara lain berisi uraian mengenai jumlah personil yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha, spesifikasi apa yang dibutuhkan oleh masing-masing personil tersebut dilihat dari pengetahuan, keahlian, dan kemampuan (Knowledge, Skill, and Ability) yang dibutuhkan, anggaran tenaga kerja yang juga berisi proyeksi kebutuhan tenaga kerja dalam lima tahun ke depan, dan sebagainya.

7. Risiko-risiko utama yang dihadapi perusahaan di masa depan dan bagaimana antisipasinya untuk menghadapi risiko tersebut di masa yang akan datang.

Gambar

Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia
Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010)  2.1.4.2.  Perkembangan Kakao Indonesia
Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao
Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pengetahuan seseorang meningkat karena adanya informasi yang didapat, dibuktikan dengan hasil pengumpulan data yang menunjukan bahwa sebelum diberikan pendidikan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada 43 ayat (7) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

Lebih jauh dari ihtiyâth dilakukan untuk kehati-hatian dalam beribadah agar waktu Salat benar-benar tepat pada waktunya, sehingga terhindar dari waktu-waktu yang di

Pada paparan hasil penelitian di atas terlihat bahwa pembelajaran menulis teks narasi berdasarkan teks wawancara melalui pendekatan PAIKEM ini menunjukkan hasil yang

kesulitan dalam bentuk penguasaan Keigo secara teoritis baik secara tata bahasa mau- pun situasi dan kondisi penggunaannya; 2) hampir setengah mahasiswa mengalami

Untuk melindungi kepentingan umum/konsumen perlu adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar

Hal ini disebabkan karena unsur N yang terkandung dalam pupuk bokashi kotoran sapi yang mengandung hara makro maupun mikro berguna dalam pembelahan dan pembesaran