16 PENDAHULUAN
A. Latar BeLakang
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 3, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014,
ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu: menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24/1000 kelahiran hidup, menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118/100.000 kelahiran hidup, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 18,4 % menjadi kurang dari 15,0 % dan meningkatnya umur harapan hidup (UHH)
HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA
PENYAKIT HIPERTENSI PADA PASIEN DIRAWAT
DIPUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR
Suprapto
Email;atoenurse@gmail.com
Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makassar
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia (Hardinsyah, 2010). Hipertensi adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya maupun miskin (Indrayani, 2009).
Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan antara gaya hidup dan keabiasan merokok dengan kejadian Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional study yang bertujuan untuk mencari hubungan variabel dependen dan variabel independen yang diamati pada periode waktu yang sama dengan sampel sebanyak 50 orang.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square adalah p = 0,02. Tingkat kemaknaan dari uji Chi Square adalah α ≤ 0,05. Dari hasil analisa data terlihat bahwa ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square adalah p = 0,004. Tingkat kemaknaan dari uji Chi Square adalah α ≤ 0,05. Dari hasil analisa data terlihat bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar.
Saran diharapakan agar sebagai sumber informasi sehingga dapat sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang ilmu kesehatan, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan refensi dalam program penanggulangan penyakit hipertensi dan memberikan informasi kepada masyarakat yang berhubungan gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga masyarakat dapat mengetahui cara atau upaya pencegahan
Kata Kunci : Gaya Hidup, Kebiasaan Merokok dan hipertensi Kepustakaan : 15 (1995-2016)
17
dari 70,6 tahun menjadi 72,0 tahun (Sarjuni,2009).
Pergeseran seperti Gaya hidup, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah enyumbang munculnya berbagai penyakit tidak menular diantaranya hipertensi.
Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 terdapat penderita hipertensi sebanyak 5.902 kasus, pada tahun 2014 terdapat Penderita Hipertensi sebanyak 6.602 kasus, pada tahun 2015 terdapat Penderita Hipertensi sebanyak 7.202 kasus. (Profil Dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan 2013-2016).
Sedangkan berdasarkan laporan Penyakit tidak menular di Puskesmas Batua tahun 2014 terdapat penderita hipertensi sebanyak 1586 kasus, pada tahun 2015 terdapat Penderita Hipertensi sebanyak 2299 kasus, pada bulan Januari – Juli tahun 2016 terdapat Penderita Hipertensi sebanyak 1271 kasus. (Laporan kasus Penyakit tidak Menular Puskesmas Batua 2014-2016).
Dari hasil penelitian Hardinsyah, faktor resiko terjadinya hipertensi di kota metropolitan yang memiliki masalah kompleks adalah gaya hidup masyarakat itu sendiri, seperti minimnya konsumsi buah dan sayur, kebiasaan konsumsi jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan yang diawetkan, minum kopi, kurang olahraga, stres, kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol. Hardinsyah menjabarkan, hasil penelitian yang dilakukannya, menunjukkan sebanyak 58,3% sampel menderita prehipertensi. Hipertensi derajat satu diderita oleh 19,8% sampel, sementara hipertensi derajat dua diderita oleh 14,3% sampel (Hardinsyah, 2010).
Hasil penelitian lain mengenai hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka menunjukkan bahwa penduduk yang berobat ke Puskesmas Majalengka yang mengalami hipertensi sebesar 50,0%, selain itu, kurang dari setengah penduduk Puskesmas Majalengka memiliki gaya hidup yang berisiko yaitu sebesar 44,0%. Penelitian tersebut juga
meneliti tentang kepribadian penduduk Puskesmas Majalengka dimana lebih dari setengah penduduk Puskesmas Majalengka memiliki kepribadian introvert yaitu sebesar 58,0% (Nuraisa, 2012).
Sebaiknya menjalankan aktivitas fisik sedikitnya 30 menit per hari. Hal ini berlaku untuk siapa saja tanpa pandang usia. Pengaturan stres dengan baik 4 juga dapat mencegah hipertensi, misalnya dengan meditasi, yoga, atau melakukan kontak positif (Widiyani, 2013).
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu, Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan. Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit.
Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung (Adhitama, 2010).
Berdasarkan dari data diatas bahwa Gaya hidup dan merokok berpengaruh terhadap hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Batua, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan antara Gaya hidup dan merokok dengan kejadian Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Batua Kota Makassar”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
a. Diketahui hubungan antara gaya hidup dan keabiasan merokok dengan kejadian Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar.
18
hidup dengan kejadianHipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar.
c. Diketahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi pada pasien yang dirawat di Puskesmas Batua Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah
Sebagai sumber informasi berkaitan dengan hubungan Gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang ilmu kesehatan
2. Manfaat Institusi
Sebagai informasi berkaitan dengan hubungan Gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan refensi dalam program penanggulangan penyakit hipertensi. 3. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada masyarakat yang berhubungan Gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga masyarakat dapat mengetahui cara atau upaya pencegahan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi
Menurut Reeves (2008) Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus hingga melebihi batas normal, tekanan normal adalah 140/ 90 mHg. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di alam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan antung dan kerusakan ginjal (Muhammadun, 2010).
2. Etiologi Hipertensi
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Oleh sebab itu, perhatian dan penelitian lebih banyak ditujukan kepada hipertensi primer (Gunawan, 2005).
Yogiantoro (2006)
mengklasifikasikan hipertensi berdasarkan penyebab dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Hipertensi Primer Hipertensi Primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. b. Hipertensi Sekunder Hipertensi
Sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang
mengalami/menderita penyakit lainya seperti gagal ginjal, gagal jantung, atau kerusakan sistem hormon tubuh.
3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Gunawan (2005), tekanan
darah manusia dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:
a. Tekanan darah rendah (hipotensi)
b. Tekanan darah normal (normotesi)
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Menurut Muhammadun (2010), banyak ahli kedokteran membuat klasifikasi hipertensi dengan alasan masing-masing. Klasifikasi tekanan darah manusia agar memudahkan diagnosis dan terapi atau penatalaksanaan hipertensi.
Klasifikasi hipertensi menurut WHO berrdasarkan diastolik, yaitu:
a. Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
b. Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
c. Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.
19
Menurut Gunawan (2005)hipertensi berdasarkan bentuk antara lain hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Muhammadun (2010)
mengemukakan tentang
pencegahan hipertensi dengan mengatur gaya hidup, yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kurangi minum minuman yang mengandung soda, minuman kaleng dan botol. Minuman bersoda dan mengandung bahan pengawet banyak mengandung sodium (natrium). b. Kurangi makan dating, ikan,
kerang, kepiting, dan susu, camilan atau snack yang asin dan gurih.
c. Hindari makan makanan ikan asin, telur asin, otak, vitsin (monosodium glutamate MSG), soda kue, jeroan, sarden, udang, dan cumi-cumi. d. Konsumsi makanan yang dianjurkan seperti sayuran segar, buah segar, tempe, tahu, kacang-kacangan, ayam dan telur.
e. Diet rendah kolesterol. f. Makanan yang dikonsumsi
sebaiknya mengandung lemak baik dan sedikit mengandung lemak jahat seperti kolesterol, seperti makanan mengandung gula murni, daging, ayam, kuning telur, dan sarden. 4. Faktor-faktor yang
menyebabkan kekambuhan pada penderita Hipertensi
a. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi di duga melalui saraf simpatis yang dapat eningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Suyono, 2004).
b. Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh, seperti tar, nikotin dan gas karbon monoksida. Selain orang merokok (perokok aktif), orang yang tidak merokok tetapi menghisap asap rokok juga memiliki resiko hipertensi. Orang ini disebut perokok pasif, resiko perokok pasif 2X dari perokok aktif (Muhammadun, 2010). Kerja jantung berat tentu dapat peningkatan tekanan darah, berbagai penelitian membuktikan rokok berisiko terhadap jantung dan pembuluh darah (Marliani, 2007). c. Pola Makan
Syarat-syarat pengaturan makan untuk penderita hipertensi adalah membatasi asupan natrium, baik yang berasal dari garam dapur maupun dari bahan makanan yang mengandung kolesterol, memperbanyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung serta makanan, pengaturan makanan ini secara popular disebut diet rendah garam, rendah kolesterol, tinggi serat (Marliani, 2007 & Gunawan, 2005).
B. Tinjauan tentang Variabel Yang diteliti
1. Pengertian Gaya hidup a. Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “ keseluruhan
20
diri seseorang ” dalamberinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”.
Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan
bagaimana orang
menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2002, p. 282), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang
hidup, bagaimana
membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan
pendapatnya dalam
membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktorfaktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.
Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa penting
bagi pemasar untuk melakukan segmentasi pasar dengan mengidentifikasi gaya hidup melalui pola perilaku pembelian produk yang konsisten, penggunaan waktu konsumen, dan keterlibatannya dalam berbagai aktivitas.
Mowen dan Minor
menegaskan bahwa gaya hidup merujuk pada bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan
bagaimana mereka
mengalokasikan waktu mereka. Hal ini dinilai dengan bertanya kepada konsumen tentang aktivitas, minat, dan opini mereka, gaya hidup berhubungan dengan tindakan nyata dan pembelian yang dilakukan konsumen. Orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila digunakan oleh pemasar secara cermat, akan dapat membantu untuk memahami nilai-nilai kosnumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku konsumen.
Perubahan gaya hidup membawa implikasi pada perubahan selera (selera pria dan wanita berbeda), kebiasan
dan perilaku
pembelian.perubahan lain yang terjadi adalah meningkatnya keinginan untuk menikmati hidup. Manfaat jika memahami gaya hidup konsumen:
1) Pemasar dapat
menggunakan gaya hidup
konsumen untuk
melakukan segmentasi pasar sasaran.
21
2) Pemahaman gaya hidupkonsumen juga akan
membantu dalam
memposisikan produk di
pasar dengan
menggunakan iklan 3) Jika gaya hidup diketahui,
maka pemasar dapat menempatkan iklannya pada media-media yang paling cocok.
4) Mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar bisa mengembangkan produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka.
b. Gaya Hidup AIO (Activity, Interest, Opinion)
Psikografik adalah ilmu tentang pengukuran dan pengelompokkan gaya hidup konsumen (Kotler, 2002:193). Sedangkan psikografik menurut Sumarwan (2003:58), adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar. Analisis psikografik biasanya dipakai untuk melihat segmen pasar. Analisis psikografik sering juga diartikan sebagai suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan, pekerjaan dan aktivitas lainnya. Psikografik berarti menggambarkan psikologis konsumen.
Psikografik adalah pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan demografik konsumen. Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest, opinions), yaitu pengukuran kegiatan, minat dan pendapat konsumen. Psikografik memuat beberapa pernyataan yang menggambarkan kegiatan, minat dan pendapat konsumen.
Solomon dalam Sumarwan (2003:59) menjelaskan studi psikografik dalam beberapa bentuk seperti diuraikan berikut:
1) Profil gaya hidup yang menganalisis beberapa karakteristik yang membedakan antara pemakai dan bukan pemakai suatu produk. 2) Profil produk spesifik
yang mengidentifikasi kelompok sasaran kemudian membuat profil konsumen tersebut berdasarkan dimensi produk yang relevan. 3) Studi yang menggunakan
kepribadian ciri sebagai faktor yang menjelaskan, menganalisis kaitan beberapa variabel dengan kepribadian ciri, misalnya kepribadian ciri yang mana yang sangat terkait dengan konsumen yang sangat memperhatikan masalah lingkungan. 4) Segmentasi gaya hidup
yang membuat
pengelompokkan
responden berdasarkan kesamaan preferensinya. 5) Segmentasi produk
spesifik adalah studi yang mengelompokkan
konsumen berdasarkan kesamaan produk yang dikonsumsinya.
Gambar 2.1 Proses Keputusan Konsumen Sumber: Setiadi (2003)
Pengenalan masalah
Pengenalan masalah
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembeli
Perilaku Pasca
Pembelian
22
1) Pengenalan masalahProses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian yang sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal atau eksternal.
2) Pencarian informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak lagi. Terdapat dua tingkatan pencarian informasi, pertama tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja yang disebut perhatian yang meningkat. Pencarian informasi secara aktif dimana ia mencari bahan-bahan bacaan, menelpon teman-temannya dan melakukan kegiatan-kegiatan mencari untuk mempelajari yang lain. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing-masing sumber terhadap keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:
a) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan. b) Sumber komersil: iklan, tenaga
penjualan, penyalur, kemasan dan pameran.
c) Sumber umum: media massa, organisasi konsumen.
d) Sumber pengalaman: pernah menangani, menguji, menggunakan produk.
3) Evaluasi alternatif
Bagaimana konsumen dalam memproses informasi tentang pilihan produk atau jasa dan membuat penilaian untuk membuat keputusan akhir. Tidak ada evaluasi yang sederhana dan tunggal yang digunakan oleh konsumen atau
bahkan oleh satu konsumen pada seluruh situasi membeli. Proses evaluasi konsumen bersifat kognitif yaitu perusahaan memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama pada pertimbangan yang sadar dan rasional.
4) Keputusan pembelian
Konsumen pada tahap evaluasi membentuk preferensi terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Walaupun demikian, dua faktor berikut dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang utama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin tinggi intensitas sikap orang lain tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan
menyesuaikan tujuan
pembeliannya. Tujuan pembelian juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kedaan yang tidak terduga. Konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.
5) Perilaku pasca pembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlajut hingga periode pasca pembelian. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca
23
pembelian dan pemakaian produkpasca pembelian.
a) Kepuasan sesudah pembelian Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa, jika melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain.
b) Tindakan pasca pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut, dan kemungkinan pelanggan yang puas akan menceritakan hal-hal yang baik tentang produk tersebut kepada orang lain. Para pelanggan yang tidak puas akan bereaksi sebaliknya. Mereka mungkin
membuang atau
mengembalikan produk tersebut. Mereka juga dapat memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut atau memperingatkan teman-temannya untuk tidak menggunakan atau membeli produk tersebut. Dalam kejadian ini, penjual telah gagal memuaskan pelanggan. c) Pemakaian pasca pembelian
Pemasar juga harus memantau bagaimana pembeli memakai dan membuang produk. Jika konsumen menyimpan produk itu ke dalam lemari, produk tersebut mungkin tidak begitu
memuaskan dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika konsumen menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun. Konsumen mungkin juga menemukan kegunaan baru produk tersebut. c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Gaya Hidup.
Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang- barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Amstrong (dalam Nugraheni, 2003:15) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang adalah sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, persepsi, kelompok referensi, kelas sosial, keluarga, dan kebudayaan
Dari pendapat di atas dapat dikelompokan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi dengan penjelasannya sebagai berikut:
1) Sikap
Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui 17 pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
2) Pengalaman dan pengamatan. Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya di 1masa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat
24
memperoleh pengalaman. Hasildari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.
3) Kepribadian.
Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.
4) Konsep Diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya.
5) Motif.
Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.
6) Persepsi
Persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia 2. Kebiasaan Merokok
a. Definisi Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Heryani, 2014).
b. Bahan Baku Rokok
Bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok adalah sebagai berikut:
1) Tembakau
Jenis tembakau yang dibudidayakan dan berkembang di Indonesia termasuk dalam spesies Nicotiana tabacum (Santika, 2011).
2) Cengkeh
Bagian yang biasa digunakan adalah bunga yang belum mekar. Bunga cengkeh dipetik dengan tangan oleh para pekerja, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian cengkeh ditimbang dan dirajang dengan mesin sebelum ditambahkan ke dalam campuran tembakau untuk membuat rokok kretek (Anonim, 2013).
3) Saus Rahasia
Saus ini terbuat dari beraneka rempah dan ekstrak buah-buahan untuk menciptakan aroma serta cita rasa tertentu. Saus ini yang menjadi pembeda antara setiap merek dan varian kretek (Anonim, 2013).
c. Kandungan Rokok
Menurut Muhibah (2011) racun rokok yang paling utama adalah sebagai berikut:
1) Nikotin
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat dan kontraksi jantung
meningkat sehingga
menimbulkan tekanan darah meningkat (Tawbariah et al., 2014).
2) Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru, mengandung bahan-bahan karsinogen (Mardjun, 2012).
25
Merupakan gas berbahaya yangterkandung dalam asap pembuangan kendaraan. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya dibawa oleh sel-sel darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah dan meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah, menyebabkan pembuluh darah tersumbat.
d. Sejarah Rokok di Indonesia Menurut Poetra (2012) kebiasaan merokok di Indonesia diperkirakan dimulai pada awal abad ke-19, dimana warisan budaya luhur bangsa Indonesia ialah rokok kretek. Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, dipadukan dengan cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi „kretek‟. Sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus, Jawa Tengah.
e. Pembagian Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Rokok berdasarkan bahan baku atau isinya, dibedakan menjadi: a) Rokok Putih
Isi rokok ini hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok putih mengandung 14 - 15 mg tar dan 5 mg nikotin (Alamsyah, 2009).
b) Rokok Kretek
Bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar dan 44-45 mg nikotin (Alamsyah, 2009). c) Rokok Klembak
Bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan penggunaan filter menurut Mardjun (2012) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Rokok Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus
b) Rokok Non Filter: rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus
d. Jenis Rokok
Menurut Mustikaningrum (2010) jenis rokok dibagi menjadi delapan, yaitu:
1) Rokok
Merupakan sediaan tembakau yang banyak digunakan. 2) Rokok Organik
Merupakan jenis rokok yang dianggap tidak mengandung bahan adiktif sehingga dinilai lebih aman dibanding rokok modern.
3) Rokok Gulungan atau “Lintingan”
Peningkatan penggunaan rokok dengan cara melinting sendiri ini sebagian besar disebabkan oleh budaya dan faktor finansial.
4) Bidis
Bidis berasal dari India dan beberapa negara Asia Tenggara. Bidis dihisap lebih intensif dibandingkan rokok biasa, sehingga terjadi peningkatan pemasukan nikotin yang dapat
menyebabkan efek
kardiovaskuler. 5) Kretek
Mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Cengkeh menimbulkan aroma yang enak, sehingga kretek dihisap lebih dalam daripada rokok biasa.
6) Cerutu
Kandungan tembakaunya lebih banyak dibandingkan jenis lainnya, seringkali cerutu hanya mengandung tembakau saja.
26
7) PipaAsap yang dihasilkan pipa lebih basa jika dibandingkan asap rokok biasa, sehingga tidak perlu hisapan yang langsung untuk mendapatkan kadar nikotin yang tinggi dalam tubuh.
8) Pipa Air
Sediaan ini telah digunakan berabad-abad dengan persepsi bahwa cara ini sangat aman. Beberapa nama lokal yang sering digunakan adalah hookah, bhang, narghile, shisha.
1. Perokok
a. Definisi Perokok
Perokok adalah seseorang yang suka merokok, disebut perokok aktif bila orang tersebut yang merokok secara aktif, dan disebut perokok pasif bila orang tersebut hanya menerima asap rokok saja, bukan melakukan aktivitas merokok sendiri (KBBI, 2012). Definisi lain dari perokok adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya masih merokok saat survei dilakukan (Octafrida, 2011).
b. Klasifikasi Perokok
Bustan (2007), membagi perokok dibagi atas tiga kategori, yaitu ringan (1batang perhari), sedang (11-20 batang perhari) dan berat (lebih dari 20 batang perhari). Klasifikasi perokok juga dapat ditentukan oleh Indeks Brinkman (IB) dengan rumus: jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x lama merokok (tahun), dengan hasil ringan (0-199), sedang (200-599) dan berat (>600).
c. Tipe Kondisi Perokok
Menurut Syafiie (2009) ada empat perilaku merokok, yaitu:
1) Kondisi perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
Terdapat tiga sub tipe perokok yang menjadikan rokok sebagai penambah kenikmatan yang sudah didapat, seperti
merokok setelah makan atau minum kopi, merokok untuk sekedar menyenangkan perasaan, dan suatu kenikmatan seorang perokok saat memegang rokoknya. 2) Kondisi merokok yang
dipengaruhi oleh perasaan negative
Perokok merokok saat marah, cemas dan gelisah. Rokok dianggap sebagai penyelamat. 3) Kondisi merokok yang adiktif Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.
4) Kondisi merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok bukan karena untuk mengendalikan perasaan, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang sebelumnya telah benar-benar habis. 2. Merokok
a. Definisi Merokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Saleh, 2011).
b. Tahapan Perilaku Merokok Menurut Leventhal & Clearly dalam Mustikaningrum (2010) terdapat empat tahap seseorang menjadi perokok, yaitu:
1) Tahap Persiapan
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal ini bagi mereka menimbulkan minat untuk merokok.
2) Tahap Inisiasi
Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
27
Seseorang telah mengonsumsirokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4) Tahap Pemeliharaan
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri.
3. Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Faktor yang menyebabkan seseorang merokok diantaranya sebagai berikut:
a) Gemerlap mengenai perokok Sebagai hasil dari kampanye besar-besaran dari rokok di media iklan dan media cetak, maka semakin banyak pria, wanita, tua dan muda yang menjadi perokok.
b) Kemudahan mendapatkan rokok, harganya yang relatif murah, dan distribusinya yang merata.
c) Kurangnya pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
d) Adanya anggapan bahwa merokok dapat mengatasi kesepian, kesedihan, kemarahan dan frustasi. e) Faktor sosio-kultural seperti
pengaruh orang tua, teman dan kelompoknya.
4. Alasan Merokok
Menurut Sadikin et al,. (2008) alasan seseorang merokok ialah sebagai berikut:
a) Khawatir tidak diterima di lingkungannya jika tidak merokok.
b) Ingin tahu, alasan ini banyak dikemukakan oleh kalangan muda, terutama perokok wanita.
c) Untuk kesenangan, alasan ini lebih banyak diutarakan oleh perokok pria.
d) Mengatasi ketegangan, merupakan alasan yang paling sering dikemukakan, baik pria maupun wanita.
e) Pergaulan, karena ingin menyenangkan teman atau
membuat suasana
menyenangkan, misalnya dalam pertemuan bisnis. f) Tradisi, alasan ini hanya
berlaku untuk etnis tertentu. 5. Perubahan Perilaku Merokok
Perubahan perilaku merokok dapat didasarkan pada teori-teori berikut: a. Teori Green
Menurut Lawrence Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) Faktor Predisposisi
Terwujud dalam pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, nilai, norma sosial, persepsi dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat yang kemudian akan memotivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu perilaku.
2) Faktor Pemungkin
Terwujud dalam lingkungan fisik yakni tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air dan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya, termasuk prioritas dan komitmen masyarakat atau pemerintah terhadap kesehatan serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan. 3) Faktor Penguat
Mencakup sikap dan perilaku dari keluarga, tokoh masyarakat, petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok intervensi dari perilaku masyarakat.
b. Teori WHO
Seseorang berperilaku karena ada empat alasan pokok, yaitu:
1) Pemikiran dan perasaan
Hasil dari pemikiran dan pertimbangan pribadi terhadap stimulus atau objek, yang merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
28
2) Adanya acuan atau referensiseseorang yang dipercayai Dalam masyarakat, dimana sistem paternalistik masih kuat, maka perubahahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku tokoh masyarakat setempat.
3) Sumber daya
Merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sumber daya pada Teori WHO ini sama dengan faktor pemungkin pada Teori Green.
4) Sosial budaya
5) Faktor ini sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.
c. Health Belief Model (HBM) Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan. Health Belief Model ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.
Health Belief Model merupakan model kognitif yang berarti bahwa proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian. Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul.
Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa, bila ada ancaman yang dirasakan, maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:
1) Kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa
orang-orang dapat
mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka.
2) Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) merupakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa (Fertman et al., 2010).
d. Teori Tingkat Perubahan Perilaku Awal 1980-an James Prochaska dan Carlo Di Clemente mengenalkan teori untuk memahami perubahan perilaku khususnya perilaku adiktif, teori itu dinamakan Transtheoretical Model. Konsep ini terdiri dari tahapan-tahapan, sehingga model transtheoretical juga dikenal sebagai tahap perubahan (Fertman, 2010). Tahapan ini terdiri dari: 1) Prekontemplasi
Seseorang belum merencanakan perubahan perilaku dalam enam bulan kedepan.
2) Kontemplasi
Seseorang mulai mempertimbangkan perubahan perilaku dan berniat mengubah perilaku dalam enam bulan.
3) Preparasi atau Persiapan
Seseorang telah berencana mengubah perilakunya dalam enam bulan kemudian.
4) Aksi
Seseorang telah melakukan perubahan selama lebih kurang enam bulan.
29
Seseorang telah mempertahankanperubahan perilaku selama setidaknya enam bulan tetapi kurang dari lima tahun.
Tahun 1998 konsep ini dikembangkan oleh beberapa pakar seperti Velicer, Fava, Norman, dan Redding, menjadi konsep yang lebih spesifik untuk memahami perubahan perilaku perokok atau disebut tahapan smoking cessation (berhenti merokok) (Syafiie, 2009).
6. Berhenti Merokok (Smoking
Cessation)
a. Definisi Berhenti Merokok Adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perokok untuk meninggalkan kebiasaan merokok yang pada dasarnya merupakan perpaduan dari terapi perilaku dan obat untuk menghentikan kebiasaan merokok tersebut (Syafiie, 2009). b. Tahapan Berhenti Merokok
Berikut tahapan-tahapan dalam upaya berhenti merokok sebagai perubahan perilaku perokok yang mengacu pada teori Prochaska:
1. Prekontemplasi Perokok belum merencanakan berhenti merokok. 2. Kontemplasi Perokok mulai mempertimbangkan untuk berhenti merokok dan berniat untuk berhenti merokok. 3. Preparasi atau Persiapan
Perokok berencana berhenti merokok dan sudah mempersiapkan diri untuk berhenti merokok.
4. Aksi
Perokok sudah mulai berhenti merokok.
5. Pemeliharaan
Perokok telah
mempertahankan perubahan perilaku (berhenti merokok) selama minimal enam bulan. 7. Manfaat Berhenti Merokok
Manfaat berhenti merokok menurut Mikail (2011) antara lain :
a. Dalam 8 jam
Kadar nikotin dan tingkat karbon monoksida dalam darah berkurang,
hal ini juga menyebabkan
penurunan risiko serangan jantung. Oksigen dalam darah juga akan meningkat menjadi normal. b. Dalam 24 jam
Risiko mengalami serangan jantung menurun. Semua karbon monoksida dan nikotin keluar dari tubuh. c. Dalam 48 jam
Inilah bagian tersulit, karena perokok akan mengalami efek samping seperti sakit perut, muntah dan juga kemungkinan mengalami hipotermia.
d. Dalam 72 jam
Tabung bronkial mulai rileks dan bernapas menjadi lebih mudah. e. Dalam 2 minggu
Fungsi paru meningkat sampai 30% sehingga sirkulasi darah meningkat, berjalan menjadi lebih mudah, tetapi juga dapat menyebabkan gejala penarikan diri seperti mudah tersinggung, sakit kepala, dan kecemasan, inilah alasan obat antidepresan bekerja dengan baik dalam berhenti merokok.
f. Antara 1-9 bulan
Silia di paru-paru mulai berfungsi dengan baik.
g. Setelah 1 tahun
Risiko serangan jantung akan berkurang setengah dibandingkan saat satu tahun yang lalu.
h. Setelah 10 tahun
Risiko terkena serangan jantung dan kanker paru-paru sama seperti seseorang yang belum pernah merokok.
8. Metode Berhenti Merokok
Ada dua metode yang selama ini dikembangkan para ahli dalam dunia rokok untuk menghentikan kecanduan terhadap rokok (Syafiie, 2009). Metode tersebut yaitu:
a. Metode yang Mengandalkan Perubahan Perilaku Perokok berubah tanpa bantuan obat-obatan, terdiri dari: a. Metode ‟Cold Turkey’ Perokok hanya perlu berhenti merokok. Metode ini tidak menggunakan perencanaan yang panjang. Perokok cukup menentukan kapan dia akan melakukannya. b. Terapi Perilaku Kognitif
30
Perokok hanya akan merubahperilaku buruk merokok kalau dia tahu bahwa merokok itu buruk. c. Pengondisian Berbalik
d. Teknik ini sangat unik, yaitu memasangkan sebuah stimulus negatif dengan perilaku yang ingin dirubah.
Metode yang Mengandalkan Terapi dan Obat-Obatan
a. Terapi Penggantian Nikotin
Nikotin yang biasanya didapat dari rokok diganti sumbernya dengan nikotin yang didapat dari kulit (susuk nikotin), mukosa hidung (nikotin sedot hidung), dan mukosa mulut (permen karet nikotin).
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectionalstud yang bertujuan untuk mencari hubungan variabel dependen dan variabel independen yang diamati pada periode waktu yang sama untuk melihat hubungan pola makan dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Batua Kota Makassar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian non-eksperimen dengan metode deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional study, yang bertujuan untuk melihat beberapa variable dalam waktu tertentu, dimana variabel dependen dan independen dilihat dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Batua Kota Makassar.
Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kemudian data diolah, maka berikut ini peneliti akan menyajikan analisa data univariat setiap variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi dan presentasi,
analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dari variabel dependen dan independen dengan menggunakan uji chi square.
1. Karakteristik demografi responden Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur yang dirawat Puskesmas Batua Kota Makassar
Umur Frekuensi Persentase 20 – 29 Tahun 30 – 40 Tahun 19 31 38 % 62 % Total 50 100%
Sumber: Data Primer diolah 2016
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari total 50 responden terdapat responden dengan umur 20-29 tahun sebanyak 19 responden (38 %), dan yang berumur 30-40 tahun sebanyak 31 responden (62 %).
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin yang dirawat Puskesmas Batua Kota Makassar
Variabel Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 50 0 100 % 0 % Total 50 100%
Sumber: Data Primer diolah 2016
Semua responden yakni 50 orang (100%) dengan jenis kelamin laki-laki
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Pada analisa univariat ini data katagorik dapat dijelaskan dengan angka atau nilai jumlah dan persentase masing- masing kelompok, yaitu gaya hidup dan kebiasan merokok yang berhubungan dengan kejadian hipertensi, sebagai berikut:
a. Gaya Hidup
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Gaya Hidup Frekuensi Persentase
Baik 26 52 %
Kurang Baik 24 48%
Total 50 100%
Sumber: Data Primer diolah 2016
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki gaya hidup baik
31
sebanyak 26 orang 52% sedangakan yangmemiliki gaya hidup kurang baik sebanyak 24 orang 48%.
b. Kebiasan Merokok
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Kebiasan Merokok Frekuensi Persentase Merokok 34 68 % Tidak Merokok 16 32% Total 50 100%
Sumber: Data Primer diolah 2016
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang merokok sebanyak 34 orang 68% sedangakan yang tidak merokok sebanyak 16 orang 32%.
c. Kejadian Hipertensi
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kejadian hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentas e Hipertensi 42 84 % Tidak Hipertensi 8 16% Total 50 100%
Sumber: Data Primer diolah 2016
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi sebanyak 42 orang 84% sedangakan yang tidak hipertensi sebanyak 8 orang 16%. 2. Analisa Bivariat
Gaya Hidup
Tabel 4.5 Hubungan Antara Gaya hidup dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Gaya Hidup Kejadian Hipertensi Tot al % p α Hipe rtensi % Tida k Hiper tensi % Baik 5 26 22 71 27 54 0,02 0,05 Kurang Baik 14 74 9 29 23 46 Total 19 100 31 100 50 10 0
Sumber: Data Primer diolah 2016
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki gaya hidup
baik dan menderita penyakit hipertensi sebanyak 5 orang 26% sedangkan responden dengan gaya hidup yang kurang baik dan menderita penyakit hipertsni sebanyak 14 orang 74%.
Responden yang memiliki gaya hidup baik dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 22 orang 71%, sedangkan responden yang memiliki gaya hidup kurang baik dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 9 orang 29%.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square adalah p = 0,02. Tingkat kemaknaan dari uji Chi Square adalah α ≤ 0,05. Dari hasil analisa data terlihat bahwa ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar.
a. Kebiasaan Merokok
Tabel 4.6 Hubungan Antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Kebiasaan Merokok Kejadian Hipertensi To tal % p α Hiper tensi % Tidak Hipert ensi % Merokok 40 95 4 50 44 88 0,0 4 0,05 Tidak Merokok 2 5 4 50 6 12 Total 42 100 8 100 50 100
Sumber: Data Primer diolah 2016
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responde yang memiliki kebiasaan merokok dan dapat menderita penyakit hipertensi adalah sebesar 40 orang (95%) sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan mampu menderita penyakit hipertensi sebanyak 2 orang (5%). Responden yang memiliki merokok dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 4 orang (50%), sedangkan yang memiliki kebiasaan tidak merokok dan tidak menderita penyakit hipertensi sebesar 4 orang (50%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square adalah p = 0,004. Tingkat kemaknaan dari uji Chi Square adalah α ≤ 0,05. Dari hasil analisa data terlihat bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar.
32
B. Pembahasan1. Gaya Hidup
Dari hasil analisa data pada table 4.3 didapatkan bahwa ada hubungan antara faktor gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada pasien yag dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memiliki gaya hidup baik dan menderita penyakit hipertensi sebanyak 5 orang 26% sedangkan responden dengan gaya hidup yang kurang baik dan menderita penyakit hipertsni sebanyak 14 orang 74%. Responden yang memiliki gaya hidup baik dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 22 orang 71%, sedangkan responden yang memiliki gaya hidup kurang baik dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 9 orang 29%. Dari hasil penelitian Hardinsyah, faktor resiko terjadinya hipertensi di kota metropolitan yang memiliki masalah kompleks adalah gaya hidup masyarakat itu sendiri, seperti minimnya konsumsi buah dan sayur, kebiasaan konsumsi jeroan, makanan berlemak, makanan asin, makanan yang diawetkan, minum kopi, kurang olahraga, stres, kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol. Hardinsyah menjabarkan, hasil penelitian yang dilakukannya, menunjukkan sebanyak 58,3% sampel menderita prehipertensi. Hipertensi derajat satu diderita oleh 19,8% sampel, sementara hipertensi derajat dua diderita oleh 14,3% sampel (Hardinsyah, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa Responden yang memiliki gaya hidup baik dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 22 orang 71%. Maka dari hasil analisa data di dapatkan ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Peneliti berpendapat bahwa tidak selamanya responden atau
perawat yang memiliki gaya hidup kurang baik berarti orang tersebut menderita penyakit hipertensi begitu pula sebaliknya orang yang memiliki gaya hidup yang baik tidak selamanya tidak menderita penyakit hipertensi ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor lain seperti genetik.
2. Kebiasaan Merokok
Berdasarkan table 4.6 diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok dan dapat menderita penyakit hipertensi adalah sebesar 40 orang (95%) sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan mampu menderita penyakit hipertensi sebanyak 2 orang (5%). Responden yang memiliki merokok dan tidak menderita penyakit hipertensi sebanyak 4 orang (50%), sedangkan yang memiliki kebiasaan tidak merokok dan tidak menderita penyakit hipertensi sebesar 4 orang (50%). Maka dari hasil analisa data di dapatkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Mengurangi kebiasaan merokok karena merokok dapat merusak lapisan dinding arteri, mengurangi konsumsi kopi karena didalam kopi terdapat kafein yang dapat meningkatkan tekanan darah, dan penggunaan alkohol yang membahayakan tubuh juga harus dihindari karena berpotensi menghambat aliran darah. Olahraga secara teratur juga perlu dilakukan (Munandar, 2006).
Dari teori diatas dapat ambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar
Peneliti berpendapat bahwa mengurangi kebiasaan merokok karena merokok dapat merusak lapisan dinding arteri, mengurangi konsumsi kopi karena didalam kopi
33
terdapat kafein yang dapatmeningkatkan tekanan darah, dan penggunaan alkohol yang membahayakan tubuh juga harus dihindari karena berpotensi menghambat aliran darah.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar. 2. Ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian penyakit hipertensi pada pasien yang dirawat dipuskesmas Batua Kota Makassar. B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diberikan beberapa saran berupa:
1. Diharapakan agar sebagai sumber informasi berkaitan dengan hubungan Gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang ilmu kesehatan. 2. Diharapakan agar sebagai informasi
berkaitan dengan hubungan Gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan refensi dalam program penanggulangan penyakit hipertensi.
3. Diharapakan agar memberikan informasi kepada masyarakat yang berhubungan gaya hidup dan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit hipertensi, sehingga masyarakat dapat mengetahui cara atau upaya pencegahan