• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 5. No. 1, Agustus 2014 ISSN: JURNAL PSIKOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 5. No. 1, Agustus 2014 ISSN: JURNAL PSIKOLOGI"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PSIKOLOGI

Teori

&

Terapan

Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous

Ermina Istiqomah & Sudjatmiko Setyobudihono

Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo

Ellyana Pratika & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya

Isti Alfiah & Meita Santi Budiani

Self-Directed Learning dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa yang

Mengerjakan Tugas Akhir

Fransiska Dwi Apryani & Hermien Laksmiwati

Kebermaknaan Hidup Survivor Kanker Payudara Setelah Mastektomi Ni Luh Handriani Pratiwi & Meita Santi Budiani

Perbedaan Komitmen Organisasi Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Divisi Syariah

Jovan Januardha & Desi nurwidawati

Perbedaan Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Muda Johan Reny Puspitasari dan Satiningsih

Konsep Diri dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan Anisah Milatus Sunnah & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Volume 5 Nomor 1 Halaman 1-58 Agustus 2014 ISSN: 2087-1708

Vol. 5. No. 1, Agustus 2014

ISSN: 2087 -1708

(2)

J

urna

l

P

s

ik

olog

i: Te

o

ri

& Te

ra

p

a

n

V

ol.

6

.

No. 2

,

Fe

brua

ri

2

0

1

6

JURNAL PSIKOLOGI

Teori &

Terapan

Vol. 6. No. 2, Februari 2016

ISSN : 2087 -1708

Hubungan Work Enjoyment dengan Organizational Citizenship Behavior pada

Karyawan PT. Petrokimia Kayaku

Septiyan Nugroho & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Hubungan Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan

Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya

Isti Alfiah & Meita Santi Budiani

Nilai ‘Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous

Ermina Istiqomah & Sudjatmiko Setyobudihono

Hubungan Self Estem dengan Self Disclosure Mahasiswa Psikologi Universitas

Negeri Surabaya Pengguna Blackberry Messenger

Ferdiana Suniya Prawesti & Damajanti Kusumadewi

Hubungan Self Disclosure Dengan Trust Pada Pasangan Dewasa Muda yang

Menikah dan Menjalani Hubungan Jarak Jauh

Ana Suryani & Desi Nurwidawati

Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Stres Kerja pada Guru Taman

Kanak-Kanak

Maulinda Nur Nafiah & Hermien Laksmiwati

Studi Life History Kepuasan Hidup Seorang Veteran

Prita Oktavia Surya Winanti & Muhammad Syafiq

When Social Justice is at Stake of Global Competition: Between Quality

and Equality

Siti Ina Savira

(3)

JURNAL PSIKOLOGI

Teori & Terapan

Jurnal Psikologi: Teori & Terapan terbit dua kali dalam setahun pada bulan Agustus dan

Februari. Jurnal ini memuat tulisan-tulisan ilmiah beradasarkan penelitian dan pemikiran kritis tentang berbagai isu yang berkembang dalam ranah psikologi teoritis maupun terapan. Ketua Penyunting: Muhammad Syafiq Penyunting Pelaksana: Miftakhul Jannah Siti Ina Savira Damayanti Kusumadewi

Mitra Bestari:

Suryanto (Universitas Airlangga) Yusti Probowati (Universitas Surabaya)

Andik Matulessy (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Tata Usaha:

Desi Nurwidawati

Alamat Penerbit dan Redaksi: Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Surabaya, Kampus UNESA Lidah Wetan, Surabaya 60215 Telp. 031-7532160 Fax. 031-7532112

Jurnal ini menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh jurnal atau media publikasi lainnya. Persyaratan bagi penulis tercantum pada halaman sampul belakang. Tulisan yang masuk akan dievaluasi dan disunting. Penyunting dapat melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat tanpa mengubah substansinya.

(4)

Vol. 5. No. 1, Agustus 2014 ISSN : 2087 -1708

JURNAL PSIKOLOGI

Teori & Terapan

DAFTAR ISI

Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous

Ermina Istiqomah1 & Sudjatmiko Setyobudihono2

1

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Banjarbaru

2

Program Studi Keperawatan STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin

1-6

Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo

Ellyana Pratika & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

7-14

Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya

Isti Alfiah & Meita Santi Budiani

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

15-22

Self-Directed Learning dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa yang

Mengerjakan Tugas Akhir

Fransiska Dwi Apryani & Hermien Laksmiwati

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

23-29

Kebermaknaan Hidup Survivor Kanker Payudara Setelah Mastektomi

Ni Luh Handriani Pratiwi & Meita Santi Budiani

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

30-37

Perbedaan Komitmen Organisasi Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Divisi Syariah

Jovan Januardha & Desi nurwidawati

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

38-44

Perbedaan Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Muda

Johan Reny Puspitasari dan Satiningsih

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

45-51

Konsep Diri dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan

Anisah Milatus Sunnah & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

(5)

1

Jurnal Psikologi Teori dan Terapan 2014, Vol. 5, No. 1, 1-6, ISSN: 2087-1708

Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous

Ermina Istiqomah1

Program Studi Psikologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Sudjatmiko Setyobudihono

Program Studi Keperawatan STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin

Abstract: This study was aimed to identify local values of Banjar society, South

Kalimantan. Phenomenological method was used to reveal how participants’ understanding of the local values. In-depth interviews were employed to collect data from three participants who were recruited by using purposive and snowball sampling. The three participants consist of a Banjar culture expert, a Banjar society informal leader, dan a researcher on Banjar issues. This study found that Banjar values can be categorized in four levels namely Banjar values in human and God, human and nature, interpersonal, and intrapersonal relations. In the context of human and God relation, the primary concept of Banjar value identified is berelaan which means sincerity and gratitude. Concerning human and nature relation, there is a Banjar prominent value bisa-bisa maandak awak that means adaptive to environment. At interpersonal level, the values identified are bubuhan (discussion to reach agreement), bedingsanakan (fraternity), betutulungan (mutual assistance), and bakalah bamanang (self-adjustment). The Banjar eminent values at intrapersonal level cover gawi manuntung (self-independent) and dalas balangsar dada (responsible).

Key words: Local values, Banjar society, indigeneous study

Abstrak: Penelitian ini untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya lokal pada masyarakat Banjar Kalimantan Selatan. Metode kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman mengenai nilai-nilai budaya lokal. Teknik snowball digunakan dalam menggali data melalui wawancara dari satu informan ke informan lainnya. Subjek penelitian berjumlah 3 (tiga) orang, yaitu ahli budaya, akademisi dan tokoh masyarakat. Hasil menunjukkan nilai budaya Banjar; dalam hubungan manusia dengan Tuhan meliputi ikhlas dan syukur dengan konsep nilai berelaan. Manusia dengan alam, nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hubungan manusia dengan manusia meliputi nilai musyawarah, persaudaraan, gotong royong atau tolong menolong, penyesuaian diri, dengan konsep nilai bubuhan, bedingsanakan, betutulungan, dan bakalah bamanang. Manusia dengan diri sendiri, meliputi kerja keras, disiplin, koreksi diri, mengikuti perkembangan jaman, percaya pada diri sendiri, dan bertanggungjawab dengan konsep nilai gawi manuntung, dalas balangsar dada.

Kata Kunci: nilai-nilai lokal, masyarakat Banjar, kajian indigeneous

Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Ermina Istiqomah melalui e-mail: erminaistiqomah06@yahoo.com

(6)

Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)

2

Indonesia dikenal dengan

ke-ragamannya. Penduduknya menunjukkan keragaman budaya, adat istiadat, suku, agama dan bahasa.Keragaman tersebut

merupakan khazanah yang sangat

bermakna dan memberikan bahan kajian

yang luas, memberi manfaat untuk

kehidupan masyarakat, pembangunan

bangsa dan pengembangan dunia keilmuan (Zulkifli, 2008).

Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekhasan tersendiri adalah Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan adalah sebuah provinsi yang terletak di

bagian tenggara pulau Kalimantan,

memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh pegunungan meratus di tengah. Kondisi geografis Kalimantan Selatan lainnya banyak mempunyai rawa serta sungai, sedangkan suku terbesar di Kalimantan selatan adalah suku Banjar.

Urang Banjar (orang Banjar) adalah

kelompok etnis terbesar yang mendiami provinsi ini (Mohandas dkk, 2011).

Setiap masyarakat memiliki

kebudayaan tertentu. Budaya tersebut merupakan bagian dari kehidupan masya-rakat pendukungnya (Zulkifli, 2008)). Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagaian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedo-man tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu (Koentjaraningrat, 2008)

Nilai lokal adalah nilai yang tumbuh dalam suatu konteks budaya tertentu, terbatas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.Nilai tidak berdiri sendiri dalam kondisi vakum, tetapi selalu terkait dengan konteks kehidupan sekelompok individu,

yang selanjutnya dipengaruhi oleh

lingkungan alam, iklim, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Pemahaman akan perilaku manusia, yang terkait dengan pemahaman akan sistem nilai yang mempengaruhi perilaku akan sangat berpe-ngaruh dalam mengembangkan perilaku positif (Heriati, 2010).

Nilai lokal adalah salah satu elemen

utama untuk mencapai kesuksesan

(Gladwell, 2008).Hal ini menggambarkan pentingnya memahami nilai-nilai lokal yang ada didalam suatu masyarakat.

Berdasarkan paparan diatas, timbul

pertanyaan bagaimanakah nilai-nilai lokal

pada masyarakan Banjar Kalimantan

Selatan. Demikian, penting bagi kita untuk memahami dan mengetahui nilai-nilai lokal

yang ada pada masyarakat Banjar

Kalimantan Selatan.

Tujuan penelitian ini adalah

mengidentifikasikonsepsi nilai-nilai lokal

pada masyarakat Banjar Kalimantan

Selatan. Studi area penelitian ini adalah Banjarmasin, ibu kota dari provinsi

Kalimantan Selatan. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan temuan informasi mengenai nilai-nilai budaya yang ada dan berkempang pada masyarakat Banjar Kalimantas Selatan.

Pentingnya mengetahui nilai-nilai lokal masyarakat Banjar sebagaimana diketahui para individu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai lokal tadi sukar digantikan dengan nilai-nilai budaya lain. Penelitian ini menunjukkan dan diketahui nilai-nilai lokal masyarakat Banjar yang spesifik atau khas yang tentunya berbeda dengan nilai lokal budaya lain. Kekhasan nilai lokal sebagai pembeda yang dianut masyarakat Banjar dapat dijadikan modal

dalam memahami dan menyikapi

masyarakat setempat yang menjadi

(7)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

3

Peneliti ingin mengkaji psikologi berkaitan dengan budaya Banjar atau yang disebut dengan Indigenous Psychology.

Indigenous Psychology sendiri adalah

kajian tentang perilaku manusia dan proses mental dalam konteks kultural yang mengatur nilai, konsep, system keyakinan, metodologi serta sumber-sumber yang pribumi sifatnya (Ho, 1998).

Indigenous psychology

mempresen-tasikan sebuah pendekatan yang konteks (keluarga, sosial, kultural, dan ekologis) isinya (yakni makna, nilai, dan keyakinan) secara eksplisit dimasukkan kedalam desain penelitian. Peran para penelitilah yang mampu menerjemahkan pengetahuan episodek menjadi bentuk-bentuk analitik agar dapat diuji dan diverifikasi (Kim, 2010).Dari penelitian ini diharapkan akan mendapat pengetahuan psikologi berkaitan dengan realitas sosial dan budaya Banjar sendiri, bukan berdasarkan pengetahuan psikologi dari Barat.

Temuan ini bermanfaat sangat

penting bagi dasar penelitian-penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam

pentingnya nilai-nilai lokal suatu

masyarakat, khususnya masyarakat Banjar pada aplikasi kehidupan yang lebih luas.

Bagi pemegang kebijakan, temuan

penelitian ini dapat dijadikan kajian dan bahan pertimbangan dalam membina, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai lokal budaya Banjar sebagai modal

pembangunan daerah khususnya dan

nasional pada umumnya.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman mengenai nilai-nilai lokal. Moleong (2006) menye-butkan fenomenologis berusaha untuk masuk kedalam dunia konsepstual para subjek sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan untuk mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian kualitatif fenomenologis disini menggunakan teknik snow-ball, yakni penggalian data melalui wawancara dari satu informan ke informan lainnya. Data dikumpulkan dengan wawancara kepada subjek penelitian yang berjumlah 3 (tiga) orang, yaitu akademisi peneliti (X), ahli budaya (Y), dan tokoh masyarakat (Z). Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subjek penelitian, pada dasarnya, adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2007).

Subjek penelitian menjadi informan yang memberikan informasi, meliputi

informan kunci, yaitu subjek yang

mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini sebagai key informan, peneliti memulai dari akademisi, yakni “X” seorang dosen peneliti budaya dan sastra PTN di Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Peneliti memulai wancara dari orang yang dikenal dan memiliki relevansi untuk menjelaskan teoritis permasalahan yaitu akademisi. Kemudian berkelanjutan ke

informan-informan untuk memperluas

informasi wawancara yang telah diperoleh sebelumnya.Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif, yaitu

mendeskripsikan atau menggambarkan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan

temuan sebagai berikut terdapat empat nilai budaya Banjar yaitu nilai budaya Banjar; dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dalam hubungan manusia dengan manusia, dalam hubungan manusia dengan diri sendiri atau berkaitan dengan kegiatan manusia sebagai bentuk pengembangan diri, dan nilai budaya Banjar dalam

(8)

Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)

4

hubungan manusia dengan alam. Hal ini seperti dikemukakan oleh X:

“Penelitian saya menunjukkan

bahwa di Kalimantan Selatan ini budaya Banjar dapat digolongkan menjadi 4 (empat), yaitu (1) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan sesama manusia, (3) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, dan (4) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan

alam” (S1/7).

Kemudian peneliti melanjutkan

penggalian data kepada informan

tambahan, yaitu budayawan (Y) dan tokoh masyarakat (Z). Dikatakan oleh Y bahwa:

“Budaya Banjar di dalam

lingkungan kerja misalnya di

Puskesmas, seperti nilai hubungan manusia dengan Tuhan, kan kita harus ikhlas dalam bekerja” (S2/4). “Kedua, nilai budaya Banjar dalam hubungan dengan sesama, seperti kita lihat dimasyarakat adanya

konsep bubuhan dan

bedingsanakan. Jadi kita sama-sama

harus saling membantu”(S2/6). “Ketiga, hubungan dengan diri

sendiri, ya harus

bersungguh-sungguh..menuntung dalam

bekerja”(S2/8). “Untuk yang nomor empat, hubungan dengan alam, maksudnya dengan lingkungan ya kita harus bisa menyesuaikan diri, yaitu bisa-bisa maandak awak” (S2/11).

Tokoh masyarakat (Z) sebagai

informan ketiga menguatkan pernyataan informan sebelumnya. Z mengatakan:

“Ya itu bu, kita harus ikhlas dan bersyukur dalam begawi (bekerja) karena kerja adalah ibadah kepada Allah SWT “(S3/4). Kita juga dalam bagawi harus batutulungan

wan bedingsanakan, mau aja bakalah bamanang karena kita

adalah saudara’ (S3/8).

“Ibarat jar urang tu dalas

balangsar dada, jadi juga harus

bersungguh-sungguh dalam

begawi’ (S3/11). “Harus bisa

menyesuaikan dengan lingkungan dimana kita berada, jadi kita urang Banjar bisa-bisa ma andak awak biar nyaman begawian..” (S3?13).

Hasil temuan dari ketiga informan

tersebut diatas menunjukkan bahwa:

Pertama, Wujud konsepsi berelaan

merupakan nilai ikhlas dan syukur dan semata-mata untuk ibadah dan mendapat keridhoan Allah SWT.

Kedua, Pada sistem kekerabatan,

baik karena keturunan maupun karena status sosial dan profesi, ada konsep

bubuhan. Dalam konsepsi bubuhan termuat

nilai bedingsanakan (persaudaraan),

betutulungan (tolong menolong) dan mau

haja bakalah bamanang (mau saja kalah menang) maksudnya mau saja memberi dan menerima.

Ketiga, nilai untuk pengembangan

diri konsepsigawi manuntung, dalas

balangsar dada yang maknanya seseorang

harus mau berjuang dengan sungguh-sungguh.

Keempat, nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan.

Yang (2000) menyatakan

indige-nous psychology menganjurkan untuk

menelaah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya dan bagaimana mereka menja-lankan fungsinya dalam konteks keluarga, sosiol, kultural, dan ekologis mereka. Telaah ini menekankan pada upaya

mendapatkan pemahaman deskriptif

tentang fungsi manusia dalam konteks kultural.

Kim dan Barry (1993) men-definisikan indigenous psychology sebagai kajian ilmiah tentang perilaku atau pikiran manusia yang native (asli), yang tidak

(9)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

5

ditransportasikan dari wilayah lain, dan yang dirancang untuk masyarakatnya.

Indigenous psychology merepresentasikan

paradigma ilmiah transaksional dimana individu-individu dianggap sebagai agen bagi tindakan mereka dan agen-agen kolektif melalui budayanya (Kim, 2000).

Orang adalah subjek dan sekaligus objek investigasi. Kita perlu mendapatkan

sebuah pemahaman terintegrasi dari

perspektif orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang fungsi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari orang memiliki pengetahuan fenomenologis, episodek, dan prosedural tentang tata cara mengelola lingkungannya, tetapi mereka mungki tidak memiliki keterampilan analitik untuk

mendeskripsikan bagaimana hal itu

dilakukan. Indigenous psychology

mengan-jurkan untuk menelaah pengetahuan,

keterampilan, dan keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya, dan mempelajari aspek-aspek ini dalam konteks alamiah (Kim, 2010).

Budaya adalah emergent property dari individu-individu yang berinteraksi dengan, mengelola dan mengubah ling-kungan mereka. Melalui budaya kita berpikir, merasakan, berperilaku, dan mengelola realitas kita (Shweder, 1991).

Orang Banjar dengan kebudayaan-nya mempukebudayaan-nyai unsur dominan, yaitu dari segi bahasa, yaitu bahasa banjar dan dari

segi keberagamaannya adalah islam

(Syarifuddin, dkk., 1967). Karena itu amat wajar jika budaya Banjar juga berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Ikhlas dan syukur dengan menekankan konsep berelaan dan semata-mata untuk ibadah dan mendapat keridhoan Allah SWT.

Nilai budaya Banjar dalam hubung-an mhubung-anusia denghubung-an sesamhubung-anya juga berkaitan dengan sistem kekerabatan dan sikap keberagamaan (Islam) dari masya-rakat Banjar. Pada sistem kekerabatan,

baik karena keturunan maupun karena status soaial atau profesi, ada yang disebut

bubuhan (Daud, 1997).

Dalam konsep bubuhan termuat nilai bedingsanakan (persaudaraan),

betu-tulungan (tolong menolong) dan mau haja bakalah bamanang (mau saja kalah

menang), maksudnya mau saja memberi dan menerima. Hal ini sesuai dengan salah satu keinginan pokok manusia, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan

manusia lain di sekelilingnya atau

masyarakat (Soekanto, 2004).

Bubuhan sebagai kesatuan sosial

sangat kuat ikatannya dengan

ke-gotongroyongan (Saleh, 1986). Orang

hidup harus betutulongan (tolong

menolong), jangan hidup saurang-saurang (Zulkifli, 2008).

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, baik perubahan tersebut ber-langsung lambat atau cepat, berpengaruh luas atau terbatas (Soekanto, 2004). Karena itu, orang Banjar juga terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru yang rasional, termasuk bagaimana melakukan kegiatan secara lebih praktis (Syarifuddin dan Amka, 2005). Hal ini sesuai dengan temuan nilai konsepsi dalas balangsar dada, artinya biarpun harus berselancar dada yang maknanya seseorang harus

berjuang dengan sungguh-sungguh

(Mugeni,dkk., 2004).

Orang banjar mengenal ungkapan

gawi manuntung yang mengandung

pengertian bahwa seseorang dalam

mengerjakan sesuatu harus dapat me-nyelesaikannya dengan baik (Makkie dan Seman, 1994).

Nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri dengan ling-kungan. Bisa-bisa maandak awak atau menyeseuaikan diri. Nasehat ini biasanya diberikan agar dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat (Makkie dan Seman, 1996).

(10)

Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)

6

Simpulan

Nilai budaya Banjar; dalam

hubungan manusia dengan Tuhan meliputi ikhlas dan syukurdengan konsep nilai

berelaan. Hubungan manusia dengan

manusia meliputi nilai musyawarah,

persaudaraan, gotong royong, tolong

menolong, penyesuaian diri, dengan

konsep nilai bubuhan, bedingsanakan,

betutulungan, bakalah bamanang. Manusia

dengan diri sendiri, meliputi kerja keras, disiplin, koreksi diri, mengikuti perkem-bangan jaman, percaya pada diri sendiri, dan bertanggungjawab dengan konsep nilai

gawi manuntung, dalas balangsar dada.

Manusia dengan alam, nilai konsepsi

bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan

diri dengan lingkungan.

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2007).Metodologi Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Daud, A. (1997). Islam dalam masyarakat

Banjar(deskripsi dan analisisa kebudayaan Banjar). Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Gladwell., M. (2008). Outliers : The Story

of Success. New York : Little,

Brown and Company.

Ho, D. F. (1998). Indigenous psychology:

Asian perspectres. Journal of

Cross-Cultural Psychology.

Kim, U. (2000).Indigenous, culture, and

cross-cultural psychology :

Theoretical, philosophical, and

epistemological analysis. Asian

Journal of Social Psychology, 3,

265-287.

Kim, U., & Barry, J. W. (1993).Indigenous

Psychologies: Experience and research in cultureal context.

Newbury Park, CA:sage

Koentjaraningrat. (2008). Kebudayaan,

Mentalitas dan Pembangunan.

Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Makkie & Seman. (1996). Peribahasa dan

Ungkapan Tradisional Bahasa

Banjar. Banjarmasin: Dewan

Kesenian Daerah Kalimantan

Selatan.

Moleung., L. J. (2006). Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung. PT Remaja

Rosdakarya.

Migeni, Yayuk, dan Mahrita. (2004).

Ungkapan Bahasa Banjar.Banjarbaru : Balai Bahasa

Banjar.

Syarifuddin, & Amka (1995).Pembidaan

Budaya dalam Lingkungan Keluarga Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan

Nilai-nilai Budaya Kalimantan

selatan.

Yang, K.S. (2000). Monocultural and

cross-cultural indigenous

approaches : The royal road to development of balance global

psychology. Asian Journal of

Social Psychology, 3241-263.

Zulkifli (2008). Nilai Budaya Banjar

dalam Cerita si Palui. Kandil.

Edisi 7. Agustus – Oktober. Banjarmasin

(11)

7 Jurnal Psikologi Teori dan Terapan

2014, Vol. 5, No. 1, 7-14 , ISSN: 2087-1708

Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo

Ellyana Pratika, dan Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

Abstract: This study was aimed to determine the relation between self-actualization

and the perception of employees’ training implementation in PT Pelindo III Gresik branch. This study method was a correlational research. The subjects were 46 employees of PT Pelindo III Gresik branch. Data collected using self-actualization and perception of training implementation Likert scale. Data analysis technique used in this study was Pearson correlation product moment with the help of SPSS 16 for windows. The result shows that the significant value (p) is 0.000, while the value of the correlation (r) is 0.651. The result shows that the significance value of the correlation is less than 0.05 (p = 0.000 <0.05)which means the hypothesis of this study is significantly proven. It can be concluded from the result there is a significant relation between self-actualization and the perception of employees’ training implementation in PT Pelindo III Gresik branch.

Key words: self-actualization, training, employees

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktualisasi diri

dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Penelitian ini merupakan tipe penelitian korelasional. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 46 karyawan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner aktualisasi diri dan kuesioner persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan, kuesioner ini menggunakan skala likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi “Pearson product moment” dengan bantuan program SPSS 18 for windows. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh variable aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan adalah p = 0,000 sedangkan nilai korelasinya sebesar (r = 0,651). Hal tersebut berarti p lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000 < 0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Dengan kata lain, hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Kata Kunci: Aktualisasi diri, pelatihan, karyawan

Setiap perusahaan harus memiliki karyawan-karyawan yang kompeten agar

dapat mencapai tujuan perusahaan.

Karyawan yang kompeten tentunya tidak dapat langsung terbentuk tanpa adanya

proses. Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah pengembangan sumber daya manusia dimana bertujuan untuk

mening-katkan potensi-potensi yang dimiliki

karyawan. Pelatihan sendiri merupakan

Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Ellyana Pratika melalui email: ellyanaeboypratika@ymail.com

(12)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

8

bagian yang penting dalam rangka

peningkatan produktivitas.

Pelatihan menurut Sikula (dalam Mangkunegara, 2009:50) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan

terorganisasi, pegawai non-manajerial

mempelajari pengetahuan dan keteram-pilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan diri. Pelatihan

menghasil-kan dan meningkatkan pengetahuan,

keterampilan kemampuan, serta karakteris-tik lainnya yang dibutuhkan karyawannya dalam melakukan pekerjaan dan mewujud-kan tujuan organisasi. Pelatihan karyawan dipandang sebagai media untuk meningkat-kan pengetahuan keterampilan, dan keah-lian karyawannya. Hal tersebut membuat

pelatihan dipandang sebagai human

investment.

Pelaksanaan pelatihan tidak cukup hanya sekali, tetapi dilakukan secara terus menerus dan sesuai dengan kebutuhan karyawan untuk bekerja secara profesional. Tujuannya agar wawasan mereka ber-tambah dan sudut pandangnya semakin meluas, serta mantap dalam mengolah pengetahuan dan keahlian mereka. Kesem-patan untuk mengembangkan karir akan terbuka lebar jika karyawan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan karakteristik lainnya. Keuntungan mengikuti pelatihan begitu banyak, namun tidak semua karyawan memiliki persepsi demikian. Menurut Krech (dalam Thoha, 2012:46) persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam mema-hami lingkungannya, sehingga persepsi berkaitan erat dengan proses kognitif seperti ingatan dan berpikir.

Sebuah upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung efektivitas pelatihan, perlu diperhatikan pendapat Schuler dkk, seperti yang dipaparkan oleh Irianto (2001:42) tentang faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam

menyeleng-garakan program pelatihan dan pengem-bangan. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor pelatih, faktor materi pelatihan, faktor metode pelatihan, faktor fasilitas pelatihan, faktor self-efficacy, faktor goal orientation, faktor training motivation.

Fakta yang terjadi di lapangan, peneliti menemukan banyak karyawan yang partisipasinya kurang dalam kegiatan pengembangan SDM yaitu pelatihan yang dilakukan oleh PT. Pelindo III. Seperti yang dikemukakan oleh kedua staf bagian SDM. Menurut beliau berbagai penyebab karyawan tidak mengikuti pelatihan adalah beberapa karyawan merasa bahwa pelatih-an itu hpelatih-anya teori dpelatih-an mereka lebih baik mempelajari prakteknya langsung, ada yang beralasan tidak mengikuti pelatihan karena tugas-tugas dari kantor belum selesai dikerjakan dan menurut mereka lebih baik menyelesaikan tugas kantor daripada mengikuti pelatihan. Adanya berbagai persepsi mengenai pelatihan yang cenderung menganggap pelatihan itu tidak penting.

Menurut hierarki kebutuhan Maslow (dalam Robbins, 2003:126) terdapat lima kebutuhan yang dimiliki manusia. Pertama kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan, serta kebutuhan tingkat tertinggi yaitu aktualisasi diri. Aktualisasi merupakan penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas dalam diri seorang individu. Karyawan di suatu organisasi atau perusa-haan yang mempunyai aktualisasi diri akan mampu mengoptimalkan kemampuan yang ada pada dirinya serta melakukan upaya ekstra dan melakukan hal-hal lebih daripada yang diharapkan. Karyawan yang mempunyai aktualisasi diri tinggi akan dapat menimbulkan suasana kerja yang dinamis, saling mendukung, selalu mem-punyai kreatifitas yang tinggi dan selalu berfikir positif. Tingkat pencapaian aktu-alisasi diri pada karyawan organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan

(13)

perusa-E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )

9 haan dan pencapaian aktualisasi diri kar-yawan di berbagai perusahaan menun-jukkan hasil yang signifikan.

Aktualisasi diri dalam dunia industri dapat dikembangkan melalui pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Karyawan dapat mengasah potensi dan keterampilan yang mereka miliki dengan mengikuti pelatihan. Karyawan yang mempunyai persepsi tinggi mengenai pelaksanaan pelatihan akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan pelatihan. Mayoritas dari mereka menganggap bahwa potensi yang mereka miliki saat sudah cukup menjadi bekal dalam menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Pada kenyataannya memang tugas-tugas yang diselesaikan karyawan tersebut sangat baik, prestasi mereka juga dapat dibilang cemerlang tetapi ketertarik-an mereka untuk mempelajari hal-hal baru, menambah ilmu serta pengetahuan itu sangat kurang. Mereka cukup nyaman dengan kemampuan yang mereka miliki saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki aktualisasi diri yang cenderung rendah. Pada dasarnya, kemam-puan manusia akan terus meningkat apabila dilatih dan dikembangkan. Namun, setelah melakukan wawancara dengan beberapa karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik mereka memiliki persepsi yang berbeda dengan tujuan pelatihan yang diselenggarakan perusahaan.

Faktanya yang terjadi di PT Pelindo III Cabang Gresik, ada salah satu karyawan yang dulunya bekerja sebagai staf bagian

SDM mendapatkan promosi menjadi

supervisor kemudian naik jabatan menjadi Manager SDM, umum, dan kesisteman. Hal tersebut dikarenakan persepsinya

cukup tinggi mengenai pelaksanaan

pelatihan serta prestasinya yang cemerlang. Beliau terus mengasah potensi-potensi yang dimilikinya. Keinginannya juga cukup tinggi untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Peneliti melakukan wawancara dengan beliau, beliau menga-takan bahwa pelatihan yang diseleng-garakan perusahaan selain berguna untuk

pencapaian tujuan perusahaan juga berguna untuk pengembangan kualitas diri sendiri sehingga beliau merasa perlu untuk terus belajar melalui kegiatan pelatihan.

Peneliti menemukan pernyataan pada salah satu staf bagian Keuangan yang mengakui bahwa ia tidak memerlukan pelatihan karena malas untuk mengem-bangkan dirinya. Ia merasa bahwa

kemam-puan yang ia miliki cukup untuk

menyelesaikan tugas-tugas kantor. Itulah penyebab mengapa ia malas mengikuti pelatihan yang diselenggarakan perusa-haan. Ia mengaku sering mangkir dari pelatihan dengan alasan penyelesaian

deadline tugas. Mayoritas karyawan PT

Pelindo III Cabang Gresik mempunyai aktualisasi diri yang tinggi, hal tersebut terbukti dengan banyaknya karyawan yang telah di promosikan ke jabatan yang lebih

tinggi. Hal tersebut nampak tidak

berbanding lurus dengan persepsi mereka mengenai pelaksanaan pelatihan yang cenderung rendah.

Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mengetahui adanya hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik.

Metode

Penelitian ini menggunakan

pende-katan kuantitatif korelasional yaitu

penelitian yang bertujuan untuk meneliti sejauh mana variabel satu berkaitan dengan variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2012). Rancangan penelitian ini

untuk mengetahui hubungan antara

aktualisasi diri (X) sebagai variabel bebas dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan (Y) sebagai variabel terikat.

Sampel tryout penelitian ini

berjumlah 35 karyawan PT Pelindo III

Cabang Perak. Kuesioner yang disebar

terdiri dari 70 aitem untuk skala aktualisasi diri dan 50 aitem untuk skala persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan. Sedangkan

(14)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

10 populasi dalam penelitian ini adalah 46 karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Pengambilan sampel menggunakan teknik populasi.

Penelitian ini menggunakan

kuesio-ner dengan metode rating yang

dijumlahkan atau lebih dikenal dengan

penskalaan model Likert dengan

pernyataan dalam lima kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sifat aitem-aitem dalam kuesioner tersebut dibuat bervariasi, mulai dari aitem yang bersifat favorable hingga yang

bersifat unfavorable. Penelitian ini

menggunakan 2 skala yaitu skala aktu-alisasi diri dan skala persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Skala aktualisasi diri berisi 48 butir aitem, sedangkan skala persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan berisi 45 butir aitem.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product

moment dari Pearson dengan

meng-gunakan uji asumsi normalitas dan linieritas.

Hasil dan Pembahasan

Sebelum hipotesis penelitian ini diuji, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan linearitas.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk

mengetahui apakah variabel aktualisasi diri dan persepsi terhadap pelaksanaan pela-tihan yang digunakan untuk penelitian berdistribusi normal atau tidak. Nilai

signifi-kansi variabel aktualisasi diri

sebesar p = 0,173 (p>0,05) dan nilai

signifikanasi untuk variabel persepsi

pelaksanaan pelatihan sebesar p = 0,408 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki sebaran data yang berdistribusi normal

karena nilai signifikansinnya lebih dari 0,05 (p>0,05).

Uji linieritas

Sedangkan uji liniearitas bertujuan

untuk mengetahui apakah variabel

aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan mempunyai hubu-ngan yang linear atau tidak secara signifikan. Nilai signifikansi variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan sebesar p = 0,014. Hal ini berarti bahwa nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (p <0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki hubungan linier.

Uji hipotesis

Hasil yang didapatkan dalam uji hipotesis menggunakan korelasi product

moment dari Pearson adalah sebagai

berikut. Tabel 3 menunjukkan bahwa korelasi antara variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki tingkat signifikansi 0.00 (< 0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,651. Hasil uji analisis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hipotesis alternatif yang menyebutkan bahwa “terdapat hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik” dapat diterima. Arah hubungan tersebut bersifat positif yang berarti makin tinggi aktualisasi diri makin tinggi pula persepsi

terhadap pelaksanaan pelatihan dan

sebaliknya. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki hubungan yang kuat karena memiliki koefisien korelasi 0,651.

(15)

E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )

11

Aktualisasi diri Persepsi terhadap

pelaksanaan pelatihan

Aktualisasi diri Pearson Correlation 1 .651**

Sig. (2-tailed) .000 N 46 46 Persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan Pearson Correlation .651** 1 Sig. (2-tailed) .000 N 46 46

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adhani (2013) yang menyebut-kan bahwa pemenuhan kebutuhan amenyebut-kan

aktualisasi diri merupakan tingkat

kebutuhan tertinggi dari teori Maslow. Individu yang telah tercukupi dalam ke empat kebutuhan di bawahnya maka akan membutuhkan aktualisasi diri dimana ia diakui sebagai seseorang yang memiliki kontribusi penting atas sebuah perusahaan. Empat kebutuhan sebelumnya yaitu mulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan dan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai, dan kebutuhan untuk dihargai.

Karyawan yang memiliki aktua-lisasi diri yang tinggi akan terus mengasah kemampuan dan keterampilan-nya dengan mengikuti pelatihan. Hal tersebut sama dengan yang diungkapkan Maslow (dalam Alwisol, 2010:109) yang menyatakan aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar. Aktualisasi

diri akan berubah sejalan dengan

perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis. Menurut Chaplin

(2008:56) aktualisasi diri adalah

kecenderungan untuk mengembangkan bakat dan kapasitas sendiri.

Hal tersebut tentunya sama dengan yang dikatakan Maslow (dalam Robbins,

2003:209) dimana aktualisasi diri

merupakan dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu, meliputi pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan

diri. Jika seseorang atau dalam hal ini karyawan dapat mencapai ketiga aspek tersebut, maka dapat dikatakan mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Individu yang aktualisasinya tinggi akan terus mengasah kemampuan dan keterampilannya agar tujuannya tercapai. Sedangkan karyawan yang memiliki aktualisasi diri rendah cenderung malas untuk mengasah kemam-puan dan keterampilan yang dimiliki, mereka kurang memedulikan potensi mereka, tidak mengembangkan kemam-puan mereka, dan kurang memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri. Pada dunia industri, kegiatan pelatihan yang diadakan oleh perusahaan merupakan salah satu fasilitas yang diberikan perusahaan untuk mengasah potensi karyawan.

Menurut penelitian Nurlaila (2006) Pelatihan dan motivasi kerja merupakan

bagian yang penting dalam rangka

peningkatan produktivitas. Pelatihan karya-wan dipandang sebagai media untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian karyawannya, maka dari itu tak berlebihan pelatihan dipandang sebagai

human investment. Kegiatan pelatihan

tidak cukup hanya sekali, tapi dilakukan secara terus menerus, dan sesuai dengan kebutuhan karyawan untuk bekerja secara

profesional. Tujuannya agar mereka

tambah wawasan dan memperluas sudut pandangnya, serta mantap dalam mengolah pengetahuan dan keahlian mereka. Dalam perkembangannya, karyawan yang profesi-onal hasil dari pelatihan, biasanya menjadi rebutan diantara perusahaan pesaing. Mereka biasanya sering diiming-imingi jabatan dan kompensasi yang lebih besar.

(16)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

12 Sehingga perusahaan perlu mengapresiasi mereka dengan kompensasi bukan uang, seperti penghargaan dan pengakuan.

Menurut Robbins (2003:134)

persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang. Manusia menga-mati obyek dengan inderanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya,

sedangkan obyeknya dapat berupa

kejadian, ide atau situasi tertentu. Objek-objek yang dipersepsi dalam hal ini adalah faktor-faktor pelaksanaan pelatihan yang dikatakan oleh Schuler dkk (dalam Irianto, 2001:42) tentang faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menyeleng-garakan program pelatihan dan pengem-bangan. Sesuai dengan hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel.

Hal tersebut tentunya berkaitan

dengan definisi pelatihan seperti

dikemukakan oleh Sikula (Mangkunegara, 2009:50) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan pro-sedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan diri. Pelatihan menghasilkan dan meningkatkan penge-tahuan, keterampilan kemampuan, serta karakteristik lainnya yang dibutuhkan karyawannya dalam melakukan pekerjaan dan mewujudkan tujuan organisasi.

Pembahasan yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa aktualisasi diri penting untuk diperhatikan oleh perusaha-an. Karyawan yang memiliki aktualisasi diri yang tinggi akan terus mencapai keinginannya. Karyawan akan mengem-bangkan semua potensi yang dimiliki. Maka dari itu, perusahaan harus

mening-katkan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan dengan cara meningkatkan aktualisasi diri karyawan. Peningkatan aktualisasi diri pada dasarnya dapat dicapai jika karyawan memenuhi ketiga aspek yaitu pertumbuhan, pemenu-han potensi diri, serta pencapaian potensi diri. Cara memperbaiki ketiga aspek tersebut adalah dengan beberapa indikator di dalamnya yaitu aspek pertumbuhan meliputi spontanitas, kesederhanaan, kewa-jaran, memusatkan diri pada masalah dan bukan pada diri sendiri, berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik, mengalami pengalaman-pengalaman

puncak (peak experiences). Aspek

pencapaian potensi diri meliputi orientasi secara realistik, struktur watak demokratis, dan kreatifitas. Sedangkan, aspek peme-nuhan diri meliputi penerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri, memiliki kebutuhan akan privasi dan independensi, apresiasi terhadap apapun yang dialami individu, minat sosial, hu-bungan antar pribadi yang kuat, mampu mengintegrasikan sarana dan tujuan, mem-punyai selera humor yang tidak menim-bulkan permusuhan, menentang konfor-mitas terhadap kebudayaan.

Pada penelitian ini, tidak semua faktor yang mempengaruhi tingginya persepi mengenai pelatihan dapat diung-kap. Faktor yang diungkap ialah aktualisasi diri. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Variabel-variabel lain juga dapat mem-pengaruhi persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan antara lain motivasi kerja, produktifitas kerja, komitmen organisasi, dan sebagainya. Untuk penelitian lebih lanjut, seyogyanya, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan yang belum diamati tersebut diperhatikan.

(17)

E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )

13 Penelitian yang telah dilakukan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik menunjukkan bahwa aktualisasi diri memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,651. Hal ini dapat diketahui bahwa antara aktualisasi diri memiliki hubungan yang kuat dan positif atau berjalan searah dengan persepsi mengenai pelaksanaan

pelatihan. Artinya, ada hubungan yang positif antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Hal ini berarti apabila semakin tinggi aktualisasi diri maka semakin tinggi pula persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan yang dimiliki.

Daftar Pustaka Adhani, A.R.. (2013). Pengaruh Kebutuhan

Aktualisasi Diri dan Beban Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan.

Jurnal Ilmu Manajemen, 1(3), 1-11.

Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Cetakan XIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin, J. P. (2008). Kamus Psikologi

Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo

Irianto, J. (2001). Tema-Tema Pokok

Manajemen Sumber Daya Manusia.

Surabaya: Insan Cendekiawan.

Mangkunegara, A.P.M. (2009). Evaluasi

Kinerja SDM. Bandung: PT Refika

Aditama

Nurlaila. (2006). Persepsi Karyawan

Terhadap Pelatihan, Motivasi Kerja dan Produktivitas Pada PT Indosat,

Tbk Divisi Cellular Customer

Service. Jurnal Ekonomi.

Robbins, S. P., (2003), Organizational

Behavior, Upper Saddle River New

Jersey, Prentice-Hall, Inc

Thoha, M. (2012). Perilaku Organisasi

Konsep Dasar Dan Aplikasinya.

(18)

Jurnal Psikologi Teori dan Terapan

2014, Vol. 5, No. 1, 15-22, ISSN: 2087-1708

Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya

Isti Alfiah1 dan Meita Santi Budiani

Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

Abstract: This study was aimed to determine the relationship between self-esteem and

conformity along with purchase Smartphone decisions on students of SMAN “X” Surabaya. The method used were quantitative research methods. Subjects of this research were 223 students who use Smartphone products. Sample were choosen by using a stratified random sampling technique. The data analysis technique used are simple correlation, multiple correlation and multiple regression. The results of this study shows that: 1) There is a positive and significant relationship between self-esteem and purchase decisions. As evidenced, the result of correlation coefficient (R) is 0,200 with significance value of 0,003 (p < 0,05), 2) There is a positive and significant relationship between conformity and purchase decisions. As evidenced, the result of correlation coefficient (R) is 0,286 with significance value of 0,000 (p < 0,05), 3) There is a positive and significant relationship between self-esteem and conformity along with Smartphone product purchase decisions on students of SMAN “X” in Surabaya, indicated by the correlation coefficient of 0,366 and the value of F

> Ft at significance level of 5% is 16,75 > 3,04. Contribution of self-esteem and conformity

variables in predicting the purchase decision of 13.4 %, so 86.6 % is influenced by other factors.

Keywords: Self-esteem, conformity, purchase decisions.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan konformitas bersama-sama dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa di SMAN “X” Surabaya.Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif.Subyek penelitian adalah 223 siswa yang menggunakan produk Smartphone. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi sederhana, korelasi ganda dan regresi ganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara harga diri dengan pengambilan keputusan pembelian, terbukti dari koefisien korelasi (R) yang dihasilkan adalah 0,200 dengan nilai signifikansi 0,003 (p < 0,05), 2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara konformitas dengan pengambilan keputusan pembelian, terbukti dari koefisien korelasi (R) yang dihasilkan adalah 0,286 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05), 3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara harga diri dan konformitas secara bersama-sama dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa di SMAN “X” Surabaya, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,366 dan nilai F > Ft pada taraf signifikansi 5% yaitu 16,75 > 3,04.

Sumbangan variabel harga diri dan konformitas dalam memprediksi pengambilan keputusan pembelian sebesar 13,4%, sehingga 86,6% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata kunci : Harga diri, konformitas, pengambilan keputusan pembelian.

Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Isti Alfiah melalui e-mail: adelviero@gmail.com.

(19)

Isti Alfiah & Meita Santi Budiani: Harga Diri dan Konformitas dengan…()

Seiring perkembangan teknologi

khususnya pada alat komunikasi, saat ini banyak produsen telepon seluler yang

mengeluarkan produk Smartphone.

Menurut Utomo (2012) Smartphone adalah perangkat telepon seluler yang tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dasar tetapi juga dapat digunakan sebagai PDA (Personal Digital Assistant) yang dapat bekerja layaknya komputer mini

karena dilengkapi dengan teknologi

tercanggih terbaru dan mutakhir seperti spesifikasi hardware dan software terbaik yang memungkinkan penggunanya dapat melakukan beberapa aktifitas diluar kebiasaan saat menggunakan telepon seluler biasa. Fungsi yang diperoleh dengan menggunakan PDA adalah kita dapat menyimpan data kontak, to do list, koneksi dengan wireless sehingga mampu

mengirim maupun menerima email,

aktifitas internet, browsing, downloading,

streaming, uploading dan yang paling

digemari adalah aktifitas chating, sosial media sampai sinkronisasi antara komputer dan PDA.

Menurut Singh (dalam Intana, 2012) (RegionalHead of ConsumerLabr Ericsson

in Southeast Asia and Oceania, masyarakat

Indonesia menggunakan Smartphone

dengan alasan gengsi atau status.

Penggunaan Smartphone saat ini lebih banyak digunakan untuk jejaring sosial yakni 66%, sedangkan untuk chatting 37%. Heriyanto (2012) mengatakan bahwa

Smartphone kini semakin banyak digunakan tak hanya dari kalangan pekerja kantoran, pekerja IT, penggila gadget namun dari kalangan anak SMA pun juga ada. Realitas menunjukkan bahwa perilaku konsumtif sering terjadi dikalangan remaja.

Siswa SMA merupakan sekumpulan

remaja usia antara 15-18 tahun yang mengkonsumsi produk-produk yang ada di pasaran.

Remaja berusaha mandiri dengan cara melakukan sosialisasi bersama teman

sebayanya. Hurlock (dalam Suryani,

2008:69) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarganya, dan mempelajari pola

perilaku yang diterima didalam

kelompoknya.

Perilaku konsumen bukanlah hal yang mudah untuk dipahami karena melibatkan aspek-aspek yang sifatnya kompleks.

Pengambilan keputusan membeli

merupakan salah satu aspek dari perilaku

konsumen. Konsumen menggunakan

berbagai kriteria dalam melakukan suatu pembelian. Proses keputusan membeli bukan hanya berdasarkan pada berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi juga didasarkan pada peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli.

Bagi konsumen yang kebutuhan

afiliasinya tinggi, keberadaan kelompok

persahabatan sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan sosial, kebutuhan bekerjasama, bergabung, dan berinteraksi dengan orang lain. Kelompok ini biasanya terbentuk atas dasar adanya kesamaan dalam hal adanya kebutuhan sosial, kesamaan hobi, kesamaan sikap dan perilaku.

Kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihargai oleh lingkungannya. Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuannya, reputasi dan prestasi, apresiasi serta kehormatan diri merupakan cermin dari kebutuhan harga diri. Pada anak usia SMA secara psikologis mereka selalu berusaha mencari identitas diri tentang asal-usul mereka,

siapa saja keluarga besar mereka,

pengalaman-pengalaman mereka waktu kecil dan masa kanak-kanak. Pada usia ini remaja cenderung sedikit demi sedikit

melepaskan diri sendiri dari ikatan

orangtuanya. Penampilan fisik secara khusus berkontribusi terhadap harga diri pada remaja (Harter dalam Santrock,

(20)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

11

meningkat seiring bertambahnya usia ketika kohesivitas keluarga juga meningkat (Baldwin & Hoffman dalam Santrock, 2007:187). Kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh

keluarga untuk berkumpul bersama,

kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga.

Perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat membuat siapa yang tidak update akan dikatakan ketinggalan jaman atau dalam bahasa Surabaya disebut “ndeso”. Seorang siswa akan merasa senang apabila banyak teman yang menyukainya ketika dia dapat mengikuti apa yang sedang populer di lingkungan

sekitarnya, seperti sama-sama

menggunakan smartphone. Rata-rata anak SMA memilih Smartphone dengan fitur aplikasi sosial media yang lengkap karena remaja jaman sekarang suka bermain di

sosial media untuk menunjukkan

eksisitensinya supaya keberadaannya di akui dan lebih dihargai oleh teman sebayanya.

Keputusan pembelian juga

dipengaruhi oleh kelompok-kelompok

sosial. Kelompok-kelompok sosial

memiliki peranan penting dalam

mempengaruhi individu, hal ini terkait dengan adanya pengakuan dari kelompok tersebut terhadap individu yang ada di dalamnya. Salah satu upaya remaja untuk dapat diterima dalam kelompoknya yaitu

menyesuaikan penampilan dengan

kelompoknya. Kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan cenderung berbeda dalam menilai sikap dan tingkah laku. Kelompok laki-laki menganggap sesuatu yang agresif dan terampil dalam olahraga adalah penting sedangkan pada kelompok anak perempuan yang menarik

adalah kepopuleran (Djiwandono,

2002:95). Remaja mengadaptasi sifat-sifat orang lain untuk melihat apakah mereka cocok dengan dirinya. Mereka juga memperhatikan bagaimana orang lain

merespon pengalamannya untuk melihat apakah dapat mencocokkan diri sehingga dapat masuk ke dalam hubungan dengan kelompok lain.

Pada observasi di SMAN “X”

Surabaya, dari tiga kelas yang berjumlah

120 orang, pengguna Smartphone

mencapai angka 80 orang. Smartphone yang digunakan pun beragam mulai dari

BlackBerry, Samsung, I-Phone dan

lain-lain. Observasi awal menunjukkan adanya alasan yang bervariasi dalam menggunakan

Smartphone. Beberapa diantara mereka

mengatakan membeli Smartphone karena

barang tersebut sedang populer di

masyarakat. Apabila mereka tidak

mempunyai Smartphone mereka merasa seperti remaja yang tidak mengikuti perkembangan zaman, tidak mengikuti perkembangan disekitar, tidak up to date, hingga ada siswa yang merasa menjadi sosok remaja yang “menyedihkan”.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah

jenis penelitian melalui pendekatan

kuantitatif, dimana hasil penelitian

merupakan hasil kesimpulan statistik beserta analisisnya. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian uji korelasi karena menghubungkan tiga variabel yakni dua variabel bebas dan satu variabel terikat.

Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah murid-murid kelas X, XI, dan XII SMAN

“X” Surabaya yang menggunakan

Smartphone sebanyak 588 siswa. Teknik

pengambilan sampel adalah stratified

random sampling yaitu teknik pengambilan

sampel yang dilakukan dengan cara membagi populasi kedalam kelompok yang homogen atau setara, selanjutnya diambil sampel secara acak dari tiap strata (Martono, 2011:75). Populasi penelitian ini adalah 588 siswa maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 223 siswa dari

(21)

Isti Alfiah & Meita Santi Budiani: Harga Diri dan Konformitas dengan…()

jumlah populasi. Sampel terdiri dari 63 siswa kelas X, 70 siswa kelas XI, dan 90 siswa kelas XII.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner dibuat dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan atau lebih dikenal dengan penskalaan model Likert dengan pernyataan dalam lima kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), tidak dapat menentukan atau Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sifat aitem-aitem dalam kuesioner tersebut dibuat bervariasi, mulai dari aitem yang bersifat favorable hingga yang bersifat

unfavorable. Berikut penilaian aitem skala

dari yang bersifat favorable dan yang

unfavorable

Tabel 1. Penentuan Nilai Skala No Kategori Respon Skor Favorable Unfavorable 1. Sangat Setuju 4 1 2. Setuju 3 2 3. Tidak Setuju 2 3 4. Sangat Tidak Setuju 1 4

Skala harga diri dibuat berdasarkan konsep dari Coopersmith (dalam Sandha P, dkk, 2009:54) yang mengatakan aspek-aspek harga diri adalah keberartian kekuatan, kompetensi, dan kebajikan. Skala konformitas terdiri dari dua dasar pembentuk konformitas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Myers (2012:285) yaitu pengaruh normatif dan pengaruh

informasional. Skala Pengambilan

Keputusan Pembelian dibuat berdasarkan Kotler (dalam Simamora, 2001:94) yang terdiri dari lima aspek meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi

alternatif, keputusan pembelian, dan

perilaku pasca pembelian.

Pada penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah Construct Validity.

Berdasarkan hasil uji validitas dan uji

reliabilitas yang telah dilaksanakan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Validitas

Skala Validitas Pengambilan keputusan pembelian 0,350 – 0,729 Harga diri 0,307 – 0,685 Konformitas 0,381 – 0,795

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Nilai Alpha Cronbach

Pengambilan keputusan

pembelian 0,939

Harga diri 0,876

Konformitas 0,904

Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi. Pada

penelitian ini model korelasi yang

digunakan adalah model korelasi

ganda.Sebelum menghitung korelasi

ganda, maka harus dihitung terlebih dahulu korelasi sederhananya melalui korelasi

Product Moment dari Pearson (Sugiyono,

2011:97).

Hasil

1. Hipotesis Pertama

Hasil korelasi product moment yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 4. Hasil Korelasi Product Moment

Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Pengambilan keputusan dengan Harga diri 0.200 0.003 Signifikan

(22)

Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014

13

Nilai koefisien korelasi 0,200

dengan nilai signifikansi 0,003.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara harga diri dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa SMAN “X” Surabaya” diterima. 2. Hipotesis Kedua

Hasil korelasi product moment yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Korelasi Product Moment

Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Pengambilan keputusan dengan Konformitas 0.286 0.000 Signifikan

Nilai korelasi product moment 0,286 dengan nilaisignifikansi 0,000. Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara

konformitas dengan pengambilan

keputusan pembelian produk

Smartphone pada siswa SMAN 6

Surabaya” diterima. 3. Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga menggunakan korelasi berganda didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 6.Hasil Korelasi Product Moment

Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Harga diri dengan konformitas -0.097 0.149 Tidak signifikan

Nilai koefisien korelasi -0,097 dengan nilai signifikansi sebesar 0,149. Diketahui nilai korelasi antara variabel harga diri dan variabel konformitas,

maka dapat dilanjutkan pada tahap penghitungan selanjutnya yaitu korelasi ganda berdasarkan rumus koefisien korelasi ganda. Berdasarkan hasil uji korelasi ganda diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,366 dan nilai uji signifikansi dari uji F menunjukkan Fh (16,75)>Ftabel (3,04), sehingga terdapat

hubungan yang signifikan antara

variabel bebas terhadap variabel terikat. Maka hipotesis ketiga yang menyatakan “Terdapat hubungan antara harga diri dan konformitas dengan pengambilan

keputusan pembelian produk

Smartphone di SMAN X Surabaya”

dapat diterima.

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Ganda Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of Estimate 1 0,366 0,134 0,172 8,29413

Data pada tabel 9 dapat disimpulkan bahwa variabel harga diri dan konformitas dapat menjelaskan variabel pengambilan keputusan sebanyak 13,4%.

Pembahasan

Hasil uji hipotesis pertama, variabel harga diri dengan variabel pengambilan keputusan memiliki koefisien korelasi sebesar 0,200. Nilai signifikansi dari hubungan kedua variabel itu adalah 0.003 (< 0,05) sehingga kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi yang positif mempunyai

arti bahwa harga diri mempunyai

hubungan yang berbanding lurus dengan keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi pula pengambilan keputusan pada siswa yang tergolong kategori remaja, dan sebaliknya semakin rendah harga diri maka

semakin rendah pula pengambilan

Referensi

Dokumen terkait

Pembukaan dan Evaluasi Penawaran No.26 Butir 26.4 Apabila Penawaran yang Masuk Kurang dari 3 (tiga) maka Pelelangan dinyatakan Gagal. dan

Pembatasan adalah bahwa dalam menggunakan keterampilan ini konselor menjadi acuan ke dalam bingkai konseli sendiri, sehingga memaksa konselor untuk berurusan dengan mereka (atau

Penggunaan Homepage itu sendiri sangatlah fleksibel karena jika terdapat penambahan atau pengurangan halaman web, maka Homepage dapat ditulis kembali, ditambah, dikurangi atau

Kartu Seminar PKL, PraSeminar (Biru) yang telah ditandatangani oleh Ketua Program Studi6. Tanda Terima Pengumpulan Laporan PKL dan

Mengulas bagaimana pemanfaatan driver dan mode grafis pada bahasa C di sebuah game, dan penerapannya ke dalam logika pemrograman. Game My Igo ini memiliki beberapa kelebihan

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS LAPORAN DANA KAMPANYE

Yogurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Menurut [5] pengertian dari Sistem Informasi Eksekutif adalah sistem informasi yang digunakan oleh manajer tingkat atas untuk membantu pemecahan masalah tidak terstrukutur