JURNAL PSIKOLOGI
Teori
&
Terapan
Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous
Ermina Istiqomah & Sudjatmiko Setyobudihono
Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo
Ellyana Pratika & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya
Isti Alfiah & Meita Santi Budiani
Self-Directed Learning dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa yang
Mengerjakan Tugas Akhir
Fransiska Dwi Apryani & Hermien Laksmiwati
Kebermaknaan Hidup Survivor Kanker Payudara Setelah Mastektomi Ni Luh Handriani Pratiwi & Meita Santi Budiani
Perbedaan Komitmen Organisasi Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Divisi Syariah
Jovan Januardha & Desi nurwidawati
Perbedaan Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Muda Johan Reny Puspitasari dan Satiningsih
Konsep Diri dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan Anisah Milatus Sunnah & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Volume 5 Nomor 1 Halaman 1-58 Agustus 2014 ISSN: 2087-1708
Vol. 5. No. 1, Agustus 2014
ISSN: 2087 -1708
J
urna
l
P
s
ik
olog
i: Te
o
ri
& Te
ra
p
a
n
V
ol.
6
.
No. 2
,
Fe
brua
ri
2
0
1
6
JURNAL PSIKOLOGI
Teori &
Terapan
Vol. 6. No. 2, Februari 2016
ISSN : 2087 -1708
Hubungan Work Enjoyment dengan Organizational Citizenship Behavior pada
Karyawan PT. Petrokimia Kayaku
Septiyan Nugroho & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Hubungan Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan
Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya
Isti Alfiah & Meita Santi Budiani
Nilai ‘Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous
Ermina Istiqomah & Sudjatmiko Setyobudihono
Hubungan Self Estem dengan Self Disclosure Mahasiswa Psikologi Universitas
Negeri Surabaya Pengguna Blackberry Messenger
Ferdiana Suniya Prawesti & Damajanti Kusumadewi
Hubungan Self Disclosure Dengan Trust Pada Pasangan Dewasa Muda yang
Menikah dan Menjalani Hubungan Jarak Jauh
Ana Suryani & Desi Nurwidawati
Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Stres Kerja pada Guru Taman
Kanak-Kanak
Maulinda Nur Nafiah & Hermien Laksmiwati
Studi Life History Kepuasan Hidup Seorang Veteran
Prita Oktavia Surya Winanti & Muhammad Syafiq
When Social Justice is at Stake of Global Competition: Between Quality
and Equality
Siti Ina Savira
JURNAL PSIKOLOGI
Teori & Terapan
Jurnal Psikologi: Teori & Terapan terbit dua kali dalam setahun pada bulan Agustus dan
Februari. Jurnal ini memuat tulisan-tulisan ilmiah beradasarkan penelitian dan pemikiran kritis tentang berbagai isu yang berkembang dalam ranah psikologi teoritis maupun terapan. Ketua Penyunting: Muhammad Syafiq Penyunting Pelaksana: Miftakhul Jannah Siti Ina Savira Damayanti Kusumadewi
Mitra Bestari:
Suryanto (Universitas Airlangga) Yusti Probowati (Universitas Surabaya)
Andik Matulessy (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)
Tata Usaha:
Desi Nurwidawati
Alamat Penerbit dan Redaksi: Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya, Kampus UNESA Lidah Wetan, Surabaya 60215 Telp. 031-7532160 Fax. 031-7532112
Jurnal ini menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh jurnal atau media publikasi lainnya. Persyaratan bagi penulis tercantum pada halaman sampul belakang. Tulisan yang masuk akan dievaluasi dan disunting. Penyunting dapat melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat tanpa mengubah substansinya.
Vol. 5. No. 1, Agustus 2014 ISSN : 2087 -1708
JURNAL PSIKOLOGI
Teori & Terapan
DAFTAR ISI
Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous
Ermina Istiqomah1 & Sudjatmiko Setyobudihono2
1
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
2
Program Studi Keperawatan STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin
1-6
Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo
Ellyana Pratika & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
7-14
Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya
Isti Alfiah & Meita Santi Budiani
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
15-22
Self-Directed Learning dan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa yang
Mengerjakan Tugas Akhir
Fransiska Dwi Apryani & Hermien Laksmiwati
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
23-29
Kebermaknaan Hidup Survivor Kanker Payudara Setelah Mastektomi
Ni Luh Handriani Pratiwi & Meita Santi Budiani
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
30-37
Perbedaan Komitmen Organisasi Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Divisi Syariah
Jovan Januardha & Desi nurwidawati
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
38-44
Perbedaan Penyesuaian Pernikahan pada Pasangan yang Menikah Muda
Johan Reny Puspitasari dan Satiningsih
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
45-51
Konsep Diri dan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan
Anisah Milatus Sunnah & Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
1
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan 2014, Vol. 5, No. 1, 1-6, ISSN: 2087-1708
Nilai Budaya Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan: Studi Indigenous
Ermina Istiqomah1
Program Studi Psikologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Sudjatmiko Setyobudihono
Program Studi Keperawatan STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin
Abstract: This study was aimed to identify local values of Banjar society, South
Kalimantan. Phenomenological method was used to reveal how participants’ understanding of the local values. In-depth interviews were employed to collect data from three participants who were recruited by using purposive and snowball sampling. The three participants consist of a Banjar culture expert, a Banjar society informal leader, dan a researcher on Banjar issues. This study found that Banjar values can be categorized in four levels namely Banjar values in human and God, human and nature, interpersonal, and intrapersonal relations. In the context of human and God relation, the primary concept of Banjar value identified is berelaan which means sincerity and gratitude. Concerning human and nature relation, there is a Banjar prominent value bisa-bisa maandak awak that means adaptive to environment. At interpersonal level, the values identified are bubuhan (discussion to reach agreement), bedingsanakan (fraternity), betutulungan (mutual assistance), and bakalah bamanang (self-adjustment). The Banjar eminent values at intrapersonal level cover gawi manuntung (self-independent) and dalas balangsar dada (responsible).
Key words: Local values, Banjar society, indigeneous study
Abstrak: Penelitian ini untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya lokal pada masyarakat Banjar Kalimantan Selatan. Metode kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman mengenai nilai-nilai budaya lokal. Teknik snowball digunakan dalam menggali data melalui wawancara dari satu informan ke informan lainnya. Subjek penelitian berjumlah 3 (tiga) orang, yaitu ahli budaya, akademisi dan tokoh masyarakat. Hasil menunjukkan nilai budaya Banjar; dalam hubungan manusia dengan Tuhan meliputi ikhlas dan syukur dengan konsep nilai berelaan. Manusia dengan alam, nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hubungan manusia dengan manusia meliputi nilai musyawarah, persaudaraan, gotong royong atau tolong menolong, penyesuaian diri, dengan konsep nilai bubuhan, bedingsanakan, betutulungan, dan bakalah bamanang. Manusia dengan diri sendiri, meliputi kerja keras, disiplin, koreksi diri, mengikuti perkembangan jaman, percaya pada diri sendiri, dan bertanggungjawab dengan konsep nilai gawi manuntung, dalas balangsar dada.
Kata Kunci: nilai-nilai lokal, masyarakat Banjar, kajian indigeneous
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Ermina Istiqomah melalui e-mail: erminaistiqomah06@yahoo.com
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
2
Indonesia dikenal dengan
ke-ragamannya. Penduduknya menunjukkan keragaman budaya, adat istiadat, suku, agama dan bahasa.Keragaman tersebut
merupakan khazanah yang sangat
bermakna dan memberikan bahan kajian
yang luas, memberi manfaat untuk
kehidupan masyarakat, pembangunan
bangsa dan pengembangan dunia keilmuan (Zulkifli, 2008).
Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekhasan tersendiri adalah Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan adalah sebuah provinsi yang terletak di
bagian tenggara pulau Kalimantan,
memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh pegunungan meratus di tengah. Kondisi geografis Kalimantan Selatan lainnya banyak mempunyai rawa serta sungai, sedangkan suku terbesar di Kalimantan selatan adalah suku Banjar.
Urang Banjar (orang Banjar) adalah
kelompok etnis terbesar yang mendiami provinsi ini (Mohandas dkk, 2011).
Setiap masyarakat memiliki
kebudayaan tertentu. Budaya tersebut merupakan bagian dari kehidupan masya-rakat pendukungnya (Zulkifli, 2008)). Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagaian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedo-man tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu (Koentjaraningrat, 2008)
Nilai lokal adalah nilai yang tumbuh dalam suatu konteks budaya tertentu, terbatas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.Nilai tidak berdiri sendiri dalam kondisi vakum, tetapi selalu terkait dengan konteks kehidupan sekelompok individu,
yang selanjutnya dipengaruhi oleh
lingkungan alam, iklim, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Pemahaman akan perilaku manusia, yang terkait dengan pemahaman akan sistem nilai yang mempengaruhi perilaku akan sangat berpe-ngaruh dalam mengembangkan perilaku positif (Heriati, 2010).
Nilai lokal adalah salah satu elemen
utama untuk mencapai kesuksesan
(Gladwell, 2008).Hal ini menggambarkan pentingnya memahami nilai-nilai lokal yang ada didalam suatu masyarakat.
Berdasarkan paparan diatas, timbul
pertanyaan bagaimanakah nilai-nilai lokal
pada masyarakan Banjar Kalimantan
Selatan. Demikian, penting bagi kita untuk memahami dan mengetahui nilai-nilai lokal
yang ada pada masyarakat Banjar
Kalimantan Selatan.
Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasikonsepsi nilai-nilai lokal
pada masyarakat Banjar Kalimantan
Selatan. Studi area penelitian ini adalah Banjarmasin, ibu kota dari provinsi
Kalimantan Selatan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan temuan informasi mengenai nilai-nilai budaya yang ada dan berkempang pada masyarakat Banjar Kalimantas Selatan.
Pentingnya mengetahui nilai-nilai lokal masyarakat Banjar sebagaimana diketahui para individu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai lokal tadi sukar digantikan dengan nilai-nilai budaya lain. Penelitian ini menunjukkan dan diketahui nilai-nilai lokal masyarakat Banjar yang spesifik atau khas yang tentunya berbeda dengan nilai lokal budaya lain. Kekhasan nilai lokal sebagai pembeda yang dianut masyarakat Banjar dapat dijadikan modal
dalam memahami dan menyikapi
masyarakat setempat yang menjadi
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
3
Peneliti ingin mengkaji psikologi berkaitan dengan budaya Banjar atau yang disebut dengan Indigenous Psychology.
Indigenous Psychology sendiri adalah
kajian tentang perilaku manusia dan proses mental dalam konteks kultural yang mengatur nilai, konsep, system keyakinan, metodologi serta sumber-sumber yang pribumi sifatnya (Ho, 1998).
Indigenous psychology
mempresen-tasikan sebuah pendekatan yang konteks (keluarga, sosial, kultural, dan ekologis) isinya (yakni makna, nilai, dan keyakinan) secara eksplisit dimasukkan kedalam desain penelitian. Peran para penelitilah yang mampu menerjemahkan pengetahuan episodek menjadi bentuk-bentuk analitik agar dapat diuji dan diverifikasi (Kim, 2010).Dari penelitian ini diharapkan akan mendapat pengetahuan psikologi berkaitan dengan realitas sosial dan budaya Banjar sendiri, bukan berdasarkan pengetahuan psikologi dari Barat.
Temuan ini bermanfaat sangat
penting bagi dasar penelitian-penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam
pentingnya nilai-nilai lokal suatu
masyarakat, khususnya masyarakat Banjar pada aplikasi kehidupan yang lebih luas.
Bagi pemegang kebijakan, temuan
penelitian ini dapat dijadikan kajian dan bahan pertimbangan dalam membina, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai lokal budaya Banjar sebagai modal
pembangunan daerah khususnya dan
nasional pada umumnya.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis untuk mengembangkan pemahaman mengenai nilai-nilai lokal. Moleong (2006) menye-butkan fenomenologis berusaha untuk masuk kedalam dunia konsepstual para subjek sedemikian rupa sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan untuk mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian kualitatif fenomenologis disini menggunakan teknik snow-ball, yakni penggalian data melalui wawancara dari satu informan ke informan lainnya. Data dikumpulkan dengan wawancara kepada subjek penelitian yang berjumlah 3 (tiga) orang, yaitu akademisi peneliti (X), ahli budaya (Y), dan tokoh masyarakat (Z). Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subjek penelitian, pada dasarnya, adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2007).
Subjek penelitian menjadi informan yang memberikan informasi, meliputi
informan kunci, yaitu subjek yang
mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini sebagai key informan, peneliti memulai dari akademisi, yakni “X” seorang dosen peneliti budaya dan sastra PTN di Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Peneliti memulai wancara dari orang yang dikenal dan memiliki relevansi untuk menjelaskan teoritis permasalahan yaitu akademisi. Kemudian berkelanjutan ke
informan-informan untuk memperluas
informasi wawancara yang telah diperoleh sebelumnya.Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif, yaitu
mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan
temuan sebagai berikut terdapat empat nilai budaya Banjar yaitu nilai budaya Banjar; dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dalam hubungan manusia dengan manusia, dalam hubungan manusia dengan diri sendiri atau berkaitan dengan kegiatan manusia sebagai bentuk pengembangan diri, dan nilai budaya Banjar dalam
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
4
hubungan manusia dengan alam. Hal ini seperti dikemukakan oleh X:
“Penelitian saya menunjukkan
bahwa di Kalimantan Selatan ini budaya Banjar dapat digolongkan menjadi 4 (empat), yaitu (1) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan sesama manusia, (3) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, dan (4) nilai budaya Banjar dalam hubungan manusia dengan
alam” (S1/7).
Kemudian peneliti melanjutkan
penggalian data kepada informan
tambahan, yaitu budayawan (Y) dan tokoh masyarakat (Z). Dikatakan oleh Y bahwa:
“Budaya Banjar di dalam
lingkungan kerja misalnya di
Puskesmas, seperti nilai hubungan manusia dengan Tuhan, kan kita harus ikhlas dalam bekerja” (S2/4). “Kedua, nilai budaya Banjar dalam hubungan dengan sesama, seperti kita lihat dimasyarakat adanya
konsep bubuhan dan
bedingsanakan. Jadi kita sama-sama
harus saling membantu”(S2/6). “Ketiga, hubungan dengan diri
sendiri, ya harus
bersungguh-sungguh..menuntung dalam
bekerja”(S2/8). “Untuk yang nomor empat, hubungan dengan alam, maksudnya dengan lingkungan ya kita harus bisa menyesuaikan diri, yaitu bisa-bisa maandak awak” (S2/11).
Tokoh masyarakat (Z) sebagai
informan ketiga menguatkan pernyataan informan sebelumnya. Z mengatakan:
“Ya itu bu, kita harus ikhlas dan bersyukur dalam begawi (bekerja) karena kerja adalah ibadah kepada Allah SWT “(S3/4). Kita juga dalam bagawi harus batutulungan
wan bedingsanakan, mau aja bakalah bamanang karena kita
adalah saudara’ (S3/8).
“Ibarat jar urang tu dalas
balangsar dada, jadi juga harus
bersungguh-sungguh dalam
begawi’ (S3/11). “Harus bisa
menyesuaikan dengan lingkungan dimana kita berada, jadi kita urang Banjar bisa-bisa ma andak awak biar nyaman begawian..” (S3?13).
Hasil temuan dari ketiga informan
tersebut diatas menunjukkan bahwa:
Pertama, Wujud konsepsi berelaan
merupakan nilai ikhlas dan syukur dan semata-mata untuk ibadah dan mendapat keridhoan Allah SWT.
Kedua, Pada sistem kekerabatan,
baik karena keturunan maupun karena status sosial dan profesi, ada konsep
bubuhan. Dalam konsepsi bubuhan termuat
nilai bedingsanakan (persaudaraan),
betutulungan (tolong menolong) dan mau
haja bakalah bamanang (mau saja kalah menang) maksudnya mau saja memberi dan menerima.
Ketiga, nilai untuk pengembangan
diri konsepsigawi manuntung, dalas
balangsar dada yang maknanya seseorang
harus mau berjuang dengan sungguh-sungguh.
Keempat, nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Yang (2000) menyatakan
indige-nous psychology menganjurkan untuk
menelaah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya dan bagaimana mereka menja-lankan fungsinya dalam konteks keluarga, sosiol, kultural, dan ekologis mereka. Telaah ini menekankan pada upaya
mendapatkan pemahaman deskriptif
tentang fungsi manusia dalam konteks kultural.
Kim dan Barry (1993) men-definisikan indigenous psychology sebagai kajian ilmiah tentang perilaku atau pikiran manusia yang native (asli), yang tidak
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
5
ditransportasikan dari wilayah lain, dan yang dirancang untuk masyarakatnya.
Indigenous psychology merepresentasikan
paradigma ilmiah transaksional dimana individu-individu dianggap sebagai agen bagi tindakan mereka dan agen-agen kolektif melalui budayanya (Kim, 2000).
Orang adalah subjek dan sekaligus objek investigasi. Kita perlu mendapatkan
sebuah pemahaman terintegrasi dari
perspektif orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang fungsi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari orang memiliki pengetahuan fenomenologis, episodek, dan prosedural tentang tata cara mengelola lingkungannya, tetapi mereka mungki tidak memiliki keterampilan analitik untuk
mendeskripsikan bagaimana hal itu
dilakukan. Indigenous psychology
mengan-jurkan untuk menelaah pengetahuan,
keterampilan, dan keyakinan yang dimiliki orang tentang dirinya, dan mempelajari aspek-aspek ini dalam konteks alamiah (Kim, 2010).
Budaya adalah emergent property dari individu-individu yang berinteraksi dengan, mengelola dan mengubah ling-kungan mereka. Melalui budaya kita berpikir, merasakan, berperilaku, dan mengelola realitas kita (Shweder, 1991).
Orang Banjar dengan kebudayaan-nya mempukebudayaan-nyai unsur dominan, yaitu dari segi bahasa, yaitu bahasa banjar dan dari
segi keberagamaannya adalah islam
(Syarifuddin, dkk., 1967). Karena itu amat wajar jika budaya Banjar juga berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Ikhlas dan syukur dengan menekankan konsep berelaan dan semata-mata untuk ibadah dan mendapat keridhoan Allah SWT.
Nilai budaya Banjar dalam hubung-an mhubung-anusia denghubung-an sesamhubung-anya juga berkaitan dengan sistem kekerabatan dan sikap keberagamaan (Islam) dari masya-rakat Banjar. Pada sistem kekerabatan,
baik karena keturunan maupun karena status soaial atau profesi, ada yang disebut
bubuhan (Daud, 1997).
Dalam konsep bubuhan termuat nilai bedingsanakan (persaudaraan),
betu-tulungan (tolong menolong) dan mau haja bakalah bamanang (mau saja kalah
menang), maksudnya mau saja memberi dan menerima. Hal ini sesuai dengan salah satu keinginan pokok manusia, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan
manusia lain di sekelilingnya atau
masyarakat (Soekanto, 2004).
Bubuhan sebagai kesatuan sosial
sangat kuat ikatannya dengan
ke-gotongroyongan (Saleh, 1986). Orang
hidup harus betutulongan (tolong
menolong), jangan hidup saurang-saurang (Zulkifli, 2008).
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, baik perubahan tersebut ber-langsung lambat atau cepat, berpengaruh luas atau terbatas (Soekanto, 2004). Karena itu, orang Banjar juga terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru yang rasional, termasuk bagaimana melakukan kegiatan secara lebih praktis (Syarifuddin dan Amka, 2005). Hal ini sesuai dengan temuan nilai konsepsi dalas balangsar dada, artinya biarpun harus berselancar dada yang maknanya seseorang harus
berjuang dengan sungguh-sungguh
(Mugeni,dkk., 2004).
Orang banjar mengenal ungkapan
gawi manuntung yang mengandung
pengertian bahwa seseorang dalam
mengerjakan sesuatu harus dapat me-nyelesaikannya dengan baik (Makkie dan Seman, 1994).
Nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan diri dengan ling-kungan. Bisa-bisa maandak awak atau menyeseuaikan diri. Nasehat ini biasanya diberikan agar dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat (Makkie dan Seman, 1996).
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
6
Simpulan
Nilai budaya Banjar; dalam
hubungan manusia dengan Tuhan meliputi ikhlas dan syukurdengan konsep nilai
berelaan. Hubungan manusia dengan
manusia meliputi nilai musyawarah,
persaudaraan, gotong royong, tolong
menolong, penyesuaian diri, dengan
konsep nilai bubuhan, bedingsanakan,
betutulungan, bakalah bamanang. Manusia
dengan diri sendiri, meliputi kerja keras, disiplin, koreksi diri, mengikuti perkem-bangan jaman, percaya pada diri sendiri, dan bertanggungjawab dengan konsep nilai
gawi manuntung, dalas balangsar dada.
Manusia dengan alam, nilai konsepsi
bisa-bisa maandak awak untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
Daftar Pustaka
Azwar, S. (2007).Metodologi Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Daud, A. (1997). Islam dalam masyarakat
Banjar(deskripsi dan analisisa kebudayaan Banjar). Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Gladwell., M. (2008). Outliers : The Story
of Success. New York : Little,
Brown and Company.
Ho, D. F. (1998). Indigenous psychology:
Asian perspectres. Journal of
Cross-Cultural Psychology.
Kim, U. (2000).Indigenous, culture, and
cross-cultural psychology :
Theoretical, philosophical, and
epistemological analysis. Asian
Journal of Social Psychology, 3,
265-287.
Kim, U., & Barry, J. W. (1993).Indigenous
Psychologies: Experience and research in cultureal context.
Newbury Park, CA:sage
Koentjaraningrat. (2008). Kebudayaan,
Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Makkie & Seman. (1996). Peribahasa dan
Ungkapan Tradisional Bahasa
Banjar. Banjarmasin: Dewan
Kesenian Daerah Kalimantan
Selatan.
Moleung., L. J. (2006). Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Migeni, Yayuk, dan Mahrita. (2004).
Ungkapan Bahasa Banjar.Banjarbaru : Balai Bahasa
Banjar.
Syarifuddin, & Amka (1995).Pembidaan
Budaya dalam Lingkungan Keluarga Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya Kalimantan
selatan.
Yang, K.S. (2000). Monocultural and
cross-cultural indigenous
approaches : The royal road to development of balance global
psychology. Asian Journal of
Social Psychology, 3241-263.
Zulkifli (2008). Nilai Budaya Banjar
dalam Cerita si Palui. Kandil.
Edisi 7. Agustus – Oktober. Banjarmasin
7 Jurnal Psikologi Teori dan Terapan
2014, Vol. 5, No. 1, 7-14 , ISSN: 2087-1708
Aktualisasi Diri dan Persepsi Terhadap Pelaksanaan Pelatihan Pada Karyawan PT. Pelindo
Ellyana Pratika, dan Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
Abstract: This study was aimed to determine the relation between self-actualization
and the perception of employees’ training implementation in PT Pelindo III Gresik branch. This study method was a correlational research. The subjects were 46 employees of PT Pelindo III Gresik branch. Data collected using self-actualization and perception of training implementation Likert scale. Data analysis technique used in this study was Pearson correlation product moment with the help of SPSS 16 for windows. The result shows that the significant value (p) is 0.000, while the value of the correlation (r) is 0.651. The result shows that the significance value of the correlation is less than 0.05 (p = 0.000 <0.05)which means the hypothesis of this study is significantly proven. It can be concluded from the result there is a significant relation between self-actualization and the perception of employees’ training implementation in PT Pelindo III Gresik branch.
Key words: self-actualization, training, employees
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktualisasi diri
dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Penelitian ini merupakan tipe penelitian korelasional. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 46 karyawan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner aktualisasi diri dan kuesioner persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan, kuesioner ini menggunakan skala likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi “Pearson product moment” dengan bantuan program SPSS 18 for windows. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh variable aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan adalah p = 0,000 sedangkan nilai korelasinya sebesar (r = 0,651). Hal tersebut berarti p lebih kecil dari 0,05 (p = 0,000 < 0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Dengan kata lain, hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Kata Kunci: Aktualisasi diri, pelatihan, karyawan
Setiap perusahaan harus memiliki karyawan-karyawan yang kompeten agar
dapat mencapai tujuan perusahaan.
Karyawan yang kompeten tentunya tidak dapat langsung terbentuk tanpa adanya
proses. Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah pengembangan sumber daya manusia dimana bertujuan untuk
mening-katkan potensi-potensi yang dimiliki
karyawan. Pelatihan sendiri merupakan
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Ellyana Pratika melalui email: ellyanaeboypratika@ymail.com
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
8
bagian yang penting dalam rangka
peningkatan produktivitas.
Pelatihan menurut Sikula (dalam Mangkunegara, 2009:50) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan
terorganisasi, pegawai non-manajerial
mempelajari pengetahuan dan keteram-pilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan diri. Pelatihan
menghasil-kan dan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan kemampuan, serta karakteris-tik lainnya yang dibutuhkan karyawannya dalam melakukan pekerjaan dan mewujud-kan tujuan organisasi. Pelatihan karyawan dipandang sebagai media untuk meningkat-kan pengetahuan keterampilan, dan keah-lian karyawannya. Hal tersebut membuat
pelatihan dipandang sebagai human
investment.
Pelaksanaan pelatihan tidak cukup hanya sekali, tetapi dilakukan secara terus menerus dan sesuai dengan kebutuhan karyawan untuk bekerja secara profesional. Tujuannya agar wawasan mereka ber-tambah dan sudut pandangnya semakin meluas, serta mantap dalam mengolah pengetahuan dan keahlian mereka. Kesem-patan untuk mengembangkan karir akan terbuka lebar jika karyawan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan karakteristik lainnya. Keuntungan mengikuti pelatihan begitu banyak, namun tidak semua karyawan memiliki persepsi demikian. Menurut Krech (dalam Thoha, 2012:46) persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam mema-hami lingkungannya, sehingga persepsi berkaitan erat dengan proses kognitif seperti ingatan dan berpikir.
Sebuah upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung efektivitas pelatihan, perlu diperhatikan pendapat Schuler dkk, seperti yang dipaparkan oleh Irianto (2001:42) tentang faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
menyeleng-garakan program pelatihan dan pengem-bangan. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor pelatih, faktor materi pelatihan, faktor metode pelatihan, faktor fasilitas pelatihan, faktor self-efficacy, faktor goal orientation, faktor training motivation.
Fakta yang terjadi di lapangan, peneliti menemukan banyak karyawan yang partisipasinya kurang dalam kegiatan pengembangan SDM yaitu pelatihan yang dilakukan oleh PT. Pelindo III. Seperti yang dikemukakan oleh kedua staf bagian SDM. Menurut beliau berbagai penyebab karyawan tidak mengikuti pelatihan adalah beberapa karyawan merasa bahwa pelatih-an itu hpelatih-anya teori dpelatih-an mereka lebih baik mempelajari prakteknya langsung, ada yang beralasan tidak mengikuti pelatihan karena tugas-tugas dari kantor belum selesai dikerjakan dan menurut mereka lebih baik menyelesaikan tugas kantor daripada mengikuti pelatihan. Adanya berbagai persepsi mengenai pelatihan yang cenderung menganggap pelatihan itu tidak penting.
Menurut hierarki kebutuhan Maslow (dalam Robbins, 2003:126) terdapat lima kebutuhan yang dimiliki manusia. Pertama kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan, serta kebutuhan tingkat tertinggi yaitu aktualisasi diri. Aktualisasi merupakan penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas dalam diri seorang individu. Karyawan di suatu organisasi atau perusa-haan yang mempunyai aktualisasi diri akan mampu mengoptimalkan kemampuan yang ada pada dirinya serta melakukan upaya ekstra dan melakukan hal-hal lebih daripada yang diharapkan. Karyawan yang mempunyai aktualisasi diri tinggi akan dapat menimbulkan suasana kerja yang dinamis, saling mendukung, selalu mem-punyai kreatifitas yang tinggi dan selalu berfikir positif. Tingkat pencapaian aktu-alisasi diri pada karyawan organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan
perusa-E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )
9 haan dan pencapaian aktualisasi diri kar-yawan di berbagai perusahaan menun-jukkan hasil yang signifikan.
Aktualisasi diri dalam dunia industri dapat dikembangkan melalui pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Karyawan dapat mengasah potensi dan keterampilan yang mereka miliki dengan mengikuti pelatihan. Karyawan yang mempunyai persepsi tinggi mengenai pelaksanaan pelatihan akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan pelatihan. Mayoritas dari mereka menganggap bahwa potensi yang mereka miliki saat sudah cukup menjadi bekal dalam menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Pada kenyataannya memang tugas-tugas yang diselesaikan karyawan tersebut sangat baik, prestasi mereka juga dapat dibilang cemerlang tetapi ketertarik-an mereka untuk mempelajari hal-hal baru, menambah ilmu serta pengetahuan itu sangat kurang. Mereka cukup nyaman dengan kemampuan yang mereka miliki saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki aktualisasi diri yang cenderung rendah. Pada dasarnya, kemam-puan manusia akan terus meningkat apabila dilatih dan dikembangkan. Namun, setelah melakukan wawancara dengan beberapa karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik mereka memiliki persepsi yang berbeda dengan tujuan pelatihan yang diselenggarakan perusahaan.
Faktanya yang terjadi di PT Pelindo III Cabang Gresik, ada salah satu karyawan yang dulunya bekerja sebagai staf bagian
SDM mendapatkan promosi menjadi
supervisor kemudian naik jabatan menjadi Manager SDM, umum, dan kesisteman. Hal tersebut dikarenakan persepsinya
cukup tinggi mengenai pelaksanaan
pelatihan serta prestasinya yang cemerlang. Beliau terus mengasah potensi-potensi yang dimilikinya. Keinginannya juga cukup tinggi untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Peneliti melakukan wawancara dengan beliau, beliau menga-takan bahwa pelatihan yang diseleng-garakan perusahaan selain berguna untuk
pencapaian tujuan perusahaan juga berguna untuk pengembangan kualitas diri sendiri sehingga beliau merasa perlu untuk terus belajar melalui kegiatan pelatihan.
Peneliti menemukan pernyataan pada salah satu staf bagian Keuangan yang mengakui bahwa ia tidak memerlukan pelatihan karena malas untuk mengem-bangkan dirinya. Ia merasa bahwa
kemam-puan yang ia miliki cukup untuk
menyelesaikan tugas-tugas kantor. Itulah penyebab mengapa ia malas mengikuti pelatihan yang diselenggarakan perusa-haan. Ia mengaku sering mangkir dari pelatihan dengan alasan penyelesaian
deadline tugas. Mayoritas karyawan PT
Pelindo III Cabang Gresik mempunyai aktualisasi diri yang tinggi, hal tersebut terbukti dengan banyaknya karyawan yang telah di promosikan ke jabatan yang lebih
tinggi. Hal tersebut nampak tidak
berbanding lurus dengan persepsi mereka mengenai pelaksanaan pelatihan yang cenderung rendah.
Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mengetahui adanya hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik.
Metode
Penelitian ini menggunakan
pende-katan kuantitatif korelasional yaitu
penelitian yang bertujuan untuk meneliti sejauh mana variabel satu berkaitan dengan variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2012). Rancangan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan antara
aktualisasi diri (X) sebagai variabel bebas dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan (Y) sebagai variabel terikat.
Sampel tryout penelitian ini
berjumlah 35 karyawan PT Pelindo III
Cabang Perak. Kuesioner yang disebar
terdiri dari 70 aitem untuk skala aktualisasi diri dan 50 aitem untuk skala persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan. Sedangkan
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
10 populasi dalam penelitian ini adalah 46 karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik. Pengambilan sampel menggunakan teknik populasi.
Penelitian ini menggunakan
kuesio-ner dengan metode rating yang
dijumlahkan atau lebih dikenal dengan
penskalaan model Likert dengan
pernyataan dalam lima kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sifat aitem-aitem dalam kuesioner tersebut dibuat bervariasi, mulai dari aitem yang bersifat favorable hingga yang
bersifat unfavorable. Penelitian ini
menggunakan 2 skala yaitu skala aktu-alisasi diri dan skala persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Skala aktualisasi diri berisi 48 butir aitem, sedangkan skala persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan berisi 45 butir aitem.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product
moment dari Pearson dengan
meng-gunakan uji asumsi normalitas dan linieritas.
Hasil dan Pembahasan
Sebelum hipotesis penelitian ini diuji, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan linearitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel aktualisasi diri dan persepsi terhadap pelaksanaan pela-tihan yang digunakan untuk penelitian berdistribusi normal atau tidak. Nilai
signifi-kansi variabel aktualisasi diri
sebesar p = 0,173 (p>0,05) dan nilai
signifikanasi untuk variabel persepsi
pelaksanaan pelatihan sebesar p = 0,408 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki sebaran data yang berdistribusi normal
karena nilai signifikansinnya lebih dari 0,05 (p>0,05).
Uji linieritas
Sedangkan uji liniearitas bertujuan
untuk mengetahui apakah variabel
aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan mempunyai hubu-ngan yang linear atau tidak secara signifikan. Nilai signifikansi variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan sebesar p = 0,014. Hal ini berarti bahwa nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (p <0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki hubungan linier.
Uji hipotesis
Hasil yang didapatkan dalam uji hipotesis menggunakan korelasi product
moment dari Pearson adalah sebagai
berikut. Tabel 3 menunjukkan bahwa korelasi antara variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki tingkat signifikansi 0.00 (< 0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,651. Hasil uji analisis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hipotesis alternatif yang menyebutkan bahwa “terdapat hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik” dapat diterima. Arah hubungan tersebut bersifat positif yang berarti makin tinggi aktualisasi diri makin tinggi pula persepsi
terhadap pelaksanaan pelatihan dan
sebaliknya. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa variabel aktualisasi diri dan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan memiliki hubungan yang kuat karena memiliki koefisien korelasi 0,651.
E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )
11
Aktualisasi diri Persepsi terhadap
pelaksanaan pelatihan
Aktualisasi diri Pearson Correlation 1 .651**
Sig. (2-tailed) .000 N 46 46 Persepsi terhadap pelaksanaan pelatihan Pearson Correlation .651** 1 Sig. (2-tailed) .000 N 46 46
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adhani (2013) yang menyebut-kan bahwa pemenuhan kebutuhan amenyebut-kan
aktualisasi diri merupakan tingkat
kebutuhan tertinggi dari teori Maslow. Individu yang telah tercukupi dalam ke empat kebutuhan di bawahnya maka akan membutuhkan aktualisasi diri dimana ia diakui sebagai seseorang yang memiliki kontribusi penting atas sebuah perusahaan. Empat kebutuhan sebelumnya yaitu mulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan dan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai, dan kebutuhan untuk dihargai.
Karyawan yang memiliki aktua-lisasi diri yang tinggi akan terus mengasah kemampuan dan keterampilan-nya dengan mengikuti pelatihan. Hal tersebut sama dengan yang diungkapkan Maslow (dalam Alwisol, 2010:109) yang menyatakan aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar. Aktualisasi
diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis. Menurut Chaplin
(2008:56) aktualisasi diri adalah
kecenderungan untuk mengembangkan bakat dan kapasitas sendiri.
Hal tersebut tentunya sama dengan yang dikatakan Maslow (dalam Robbins,
2003:209) dimana aktualisasi diri
merupakan dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu, meliputi pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan
diri. Jika seseorang atau dalam hal ini karyawan dapat mencapai ketiga aspek tersebut, maka dapat dikatakan mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Individu yang aktualisasinya tinggi akan terus mengasah kemampuan dan keterampilannya agar tujuannya tercapai. Sedangkan karyawan yang memiliki aktualisasi diri rendah cenderung malas untuk mengasah kemam-puan dan keterampilan yang dimiliki, mereka kurang memedulikan potensi mereka, tidak mengembangkan kemam-puan mereka, dan kurang memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri. Pada dunia industri, kegiatan pelatihan yang diadakan oleh perusahaan merupakan salah satu fasilitas yang diberikan perusahaan untuk mengasah potensi karyawan.
Menurut penelitian Nurlaila (2006) Pelatihan dan motivasi kerja merupakan
bagian yang penting dalam rangka
peningkatan produktivitas. Pelatihan karya-wan dipandang sebagai media untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian karyawannya, maka dari itu tak berlebihan pelatihan dipandang sebagai
human investment. Kegiatan pelatihan
tidak cukup hanya sekali, tapi dilakukan secara terus menerus, dan sesuai dengan kebutuhan karyawan untuk bekerja secara
profesional. Tujuannya agar mereka
tambah wawasan dan memperluas sudut pandangnya, serta mantap dalam mengolah pengetahuan dan keahlian mereka. Dalam perkembangannya, karyawan yang profesi-onal hasil dari pelatihan, biasanya menjadi rebutan diantara perusahaan pesaing. Mereka biasanya sering diiming-imingi jabatan dan kompensasi yang lebih besar.
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
12 Sehingga perusahaan perlu mengapresiasi mereka dengan kompensasi bukan uang, seperti penghargaan dan pengakuan.
Menurut Robbins (2003:134)
persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang. Manusia menga-mati obyek dengan inderanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya,
sedangkan obyeknya dapat berupa
kejadian, ide atau situasi tertentu. Objek-objek yang dipersepsi dalam hal ini adalah faktor-faktor pelaksanaan pelatihan yang dikatakan oleh Schuler dkk (dalam Irianto, 2001:42) tentang faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menyeleng-garakan program pelatihan dan pengem-bangan. Sesuai dengan hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel.
Hal tersebut tentunya berkaitan
dengan definisi pelatihan seperti
dikemukakan oleh Sikula (Mangkunegara, 2009:50) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan pro-sedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan diri. Pelatihan menghasilkan dan meningkatkan penge-tahuan, keterampilan kemampuan, serta karakteristik lainnya yang dibutuhkan karyawannya dalam melakukan pekerjaan dan mewujudkan tujuan organisasi.
Pembahasan yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa aktualisasi diri penting untuk diperhatikan oleh perusaha-an. Karyawan yang memiliki aktualisasi diri yang tinggi akan terus mencapai keinginannya. Karyawan akan mengem-bangkan semua potensi yang dimiliki. Maka dari itu, perusahaan harus
mening-katkan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan pada karyawan dengan cara meningkatkan aktualisasi diri karyawan. Peningkatan aktualisasi diri pada dasarnya dapat dicapai jika karyawan memenuhi ketiga aspek yaitu pertumbuhan, pemenu-han potensi diri, serta pencapaian potensi diri. Cara memperbaiki ketiga aspek tersebut adalah dengan beberapa indikator di dalamnya yaitu aspek pertumbuhan meliputi spontanitas, kesederhanaan, kewa-jaran, memusatkan diri pada masalah dan bukan pada diri sendiri, berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik, mengalami pengalaman-pengalaman
puncak (peak experiences). Aspek
pencapaian potensi diri meliputi orientasi secara realistik, struktur watak demokratis, dan kreatifitas. Sedangkan, aspek peme-nuhan diri meliputi penerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri, memiliki kebutuhan akan privasi dan independensi, apresiasi terhadap apapun yang dialami individu, minat sosial, hu-bungan antar pribadi yang kuat, mampu mengintegrasikan sarana dan tujuan, mem-punyai selera humor yang tidak menim-bulkan permusuhan, menentang konfor-mitas terhadap kebudayaan.
Pada penelitian ini, tidak semua faktor yang mempengaruhi tingginya persepi mengenai pelatihan dapat diung-kap. Faktor yang diungkap ialah aktualisasi diri. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Variabel-variabel lain juga dapat mem-pengaruhi persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan antara lain motivasi kerja, produktifitas kerja, komitmen organisasi, dan sebagainya. Untuk penelitian lebih lanjut, seyogyanya, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan yang belum diamati tersebut diperhatikan.
E. Pratika & N. W. S. Puspitadewi: Aktualisasi Diri dan…( )
13 Penelitian yang telah dilakukan pada karyawan PT Pelindo III Cabang Gresik menunjukkan bahwa aktualisasi diri memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,651. Hal ini dapat diketahui bahwa antara aktualisasi diri memiliki hubungan yang kuat dan positif atau berjalan searah dengan persepsi mengenai pelaksanaan
pelatihan. Artinya, ada hubungan yang positif antara aktualisasi diri dengan persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan. Hal ini berarti apabila semakin tinggi aktualisasi diri maka semakin tinggi pula persepsi mengenai pelaksanaan pelatihan yang dimiliki.
Daftar Pustaka Adhani, A.R.. (2013). Pengaruh Kebutuhan
Aktualisasi Diri dan Beban Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan.
Jurnal Ilmu Manajemen, 1(3), 1-11.
Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Cetakan XIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, J. P. (2008). Kamus Psikologi
Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo
Irianto, J. (2001). Tema-Tema Pokok
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Surabaya: Insan Cendekiawan.
Mangkunegara, A.P.M. (2009). Evaluasi
Kinerja SDM. Bandung: PT Refika
Aditama
Nurlaila. (2006). Persepsi Karyawan
Terhadap Pelatihan, Motivasi Kerja dan Produktivitas Pada PT Indosat,
Tbk Divisi Cellular Customer
Service. Jurnal Ekonomi.
Robbins, S. P., (2003), Organizational
Behavior, Upper Saddle River New
Jersey, Prentice-Hall, Inc
Thoha, M. (2012). Perilaku Organisasi
Konsep Dasar Dan Aplikasinya.
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan
2014, Vol. 5, No. 1, 15-22, ISSN: 2087-1708
Harga Diri dan Konformitas dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Smartphone pada Siswa di SMAN “X” Surabaya
Isti Alfiah1 dan Meita Santi Budiani
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya
Abstract: This study was aimed to determine the relationship between self-esteem and
conformity along with purchase Smartphone decisions on students of SMAN “X” Surabaya. The method used were quantitative research methods. Subjects of this research were 223 students who use Smartphone products. Sample were choosen by using a stratified random sampling technique. The data analysis technique used are simple correlation, multiple correlation and multiple regression. The results of this study shows that: 1) There is a positive and significant relationship between self-esteem and purchase decisions. As evidenced, the result of correlation coefficient (R) is 0,200 with significance value of 0,003 (p < 0,05), 2) There is a positive and significant relationship between conformity and purchase decisions. As evidenced, the result of correlation coefficient (R) is 0,286 with significance value of 0,000 (p < 0,05), 3) There is a positive and significant relationship between self-esteem and conformity along with Smartphone product purchase decisions on students of SMAN “X” in Surabaya, indicated by the correlation coefficient of 0,366 and the value of F
> Ft at significance level of 5% is 16,75 > 3,04. Contribution of self-esteem and conformity
variables in predicting the purchase decision of 13.4 %, so 86.6 % is influenced by other factors.
Keywords: Self-esteem, conformity, purchase decisions.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan konformitas bersama-sama dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa di SMAN “X” Surabaya.Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif.Subyek penelitian adalah 223 siswa yang menggunakan produk Smartphone. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi sederhana, korelasi ganda dan regresi ganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara harga diri dengan pengambilan keputusan pembelian, terbukti dari koefisien korelasi (R) yang dihasilkan adalah 0,200 dengan nilai signifikansi 0,003 (p < 0,05), 2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara konformitas dengan pengambilan keputusan pembelian, terbukti dari koefisien korelasi (R) yang dihasilkan adalah 0,286 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05), 3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara harga diri dan konformitas secara bersama-sama dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa di SMAN “X” Surabaya, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,366 dan nilai F > Ft pada taraf signifikansi 5% yaitu 16,75 > 3,04.
Sumbangan variabel harga diri dan konformitas dalam memprediksi pengambilan keputusan pembelian sebesar 13,4%, sehingga 86,6% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Kata kunci : Harga diri, konformitas, pengambilan keputusan pembelian.
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Isti Alfiah melalui e-mail: adelviero@gmail.com.
Isti Alfiah & Meita Santi Budiani: Harga Diri dan Konformitas dengan…()
Seiring perkembangan teknologi
khususnya pada alat komunikasi, saat ini banyak produsen telepon seluler yang
mengeluarkan produk Smartphone.
Menurut Utomo (2012) Smartphone adalah perangkat telepon seluler yang tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dasar tetapi juga dapat digunakan sebagai PDA (Personal Digital Assistant) yang dapat bekerja layaknya komputer mini
karena dilengkapi dengan teknologi
tercanggih terbaru dan mutakhir seperti spesifikasi hardware dan software terbaik yang memungkinkan penggunanya dapat melakukan beberapa aktifitas diluar kebiasaan saat menggunakan telepon seluler biasa. Fungsi yang diperoleh dengan menggunakan PDA adalah kita dapat menyimpan data kontak, to do list, koneksi dengan wireless sehingga mampu
mengirim maupun menerima email,
aktifitas internet, browsing, downloading,
streaming, uploading dan yang paling
digemari adalah aktifitas chating, sosial media sampai sinkronisasi antara komputer dan PDA.
Menurut Singh (dalam Intana, 2012) (RegionalHead of ConsumerLabr Ericsson
in Southeast Asia and Oceania, masyarakat
Indonesia menggunakan Smartphone
dengan alasan gengsi atau status.
Penggunaan Smartphone saat ini lebih banyak digunakan untuk jejaring sosial yakni 66%, sedangkan untuk chatting 37%. Heriyanto (2012) mengatakan bahwa
Smartphone kini semakin banyak digunakan tak hanya dari kalangan pekerja kantoran, pekerja IT, penggila gadget namun dari kalangan anak SMA pun juga ada. Realitas menunjukkan bahwa perilaku konsumtif sering terjadi dikalangan remaja.
Siswa SMA merupakan sekumpulan
remaja usia antara 15-18 tahun yang mengkonsumsi produk-produk yang ada di pasaran.
Remaja berusaha mandiri dengan cara melakukan sosialisasi bersama teman
sebayanya. Hurlock (dalam Suryani,
2008:69) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarganya, dan mempelajari pola
perilaku yang diterima didalam
kelompoknya.
Perilaku konsumen bukanlah hal yang mudah untuk dipahami karena melibatkan aspek-aspek yang sifatnya kompleks.
Pengambilan keputusan membeli
merupakan salah satu aspek dari perilaku
konsumen. Konsumen menggunakan
berbagai kriteria dalam melakukan suatu pembelian. Proses keputusan membeli bukan hanya berdasarkan pada berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi juga didasarkan pada peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli.
Bagi konsumen yang kebutuhan
afiliasinya tinggi, keberadaan kelompok
persahabatan sangat penting untuk
memenuhi kebutuhan sosial, kebutuhan bekerjasama, bergabung, dan berinteraksi dengan orang lain. Kelompok ini biasanya terbentuk atas dasar adanya kesamaan dalam hal adanya kebutuhan sosial, kesamaan hobi, kesamaan sikap dan perilaku.
Kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihargai oleh lingkungannya. Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuannya, reputasi dan prestasi, apresiasi serta kehormatan diri merupakan cermin dari kebutuhan harga diri. Pada anak usia SMA secara psikologis mereka selalu berusaha mencari identitas diri tentang asal-usul mereka,
siapa saja keluarga besar mereka,
pengalaman-pengalaman mereka waktu kecil dan masa kanak-kanak. Pada usia ini remaja cenderung sedikit demi sedikit
melepaskan diri sendiri dari ikatan
orangtuanya. Penampilan fisik secara khusus berkontribusi terhadap harga diri pada remaja (Harter dalam Santrock,
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
11
meningkat seiring bertambahnya usia ketika kohesivitas keluarga juga meningkat (Baldwin & Hoffman dalam Santrock, 2007:187). Kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh
keluarga untuk berkumpul bersama,
kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga.
Perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat membuat siapa yang tidak update akan dikatakan ketinggalan jaman atau dalam bahasa Surabaya disebut “ndeso”. Seorang siswa akan merasa senang apabila banyak teman yang menyukainya ketika dia dapat mengikuti apa yang sedang populer di lingkungan
sekitarnya, seperti sama-sama
menggunakan smartphone. Rata-rata anak SMA memilih Smartphone dengan fitur aplikasi sosial media yang lengkap karena remaja jaman sekarang suka bermain di
sosial media untuk menunjukkan
eksisitensinya supaya keberadaannya di akui dan lebih dihargai oleh teman sebayanya.
Keputusan pembelian juga
dipengaruhi oleh kelompok-kelompok
sosial. Kelompok-kelompok sosial
memiliki peranan penting dalam
mempengaruhi individu, hal ini terkait dengan adanya pengakuan dari kelompok tersebut terhadap individu yang ada di dalamnya. Salah satu upaya remaja untuk dapat diterima dalam kelompoknya yaitu
menyesuaikan penampilan dengan
kelompoknya. Kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan cenderung berbeda dalam menilai sikap dan tingkah laku. Kelompok laki-laki menganggap sesuatu yang agresif dan terampil dalam olahraga adalah penting sedangkan pada kelompok anak perempuan yang menarik
adalah kepopuleran (Djiwandono,
2002:95). Remaja mengadaptasi sifat-sifat orang lain untuk melihat apakah mereka cocok dengan dirinya. Mereka juga memperhatikan bagaimana orang lain
merespon pengalamannya untuk melihat apakah dapat mencocokkan diri sehingga dapat masuk ke dalam hubungan dengan kelompok lain.
Pada observasi di SMAN “X”
Surabaya, dari tiga kelas yang berjumlah
120 orang, pengguna Smartphone
mencapai angka 80 orang. Smartphone yang digunakan pun beragam mulai dari
BlackBerry, Samsung, I-Phone dan
lain-lain. Observasi awal menunjukkan adanya alasan yang bervariasi dalam menggunakan
Smartphone. Beberapa diantara mereka
mengatakan membeli Smartphone karena
barang tersebut sedang populer di
masyarakat. Apabila mereka tidak
mempunyai Smartphone mereka merasa seperti remaja yang tidak mengikuti perkembangan zaman, tidak mengikuti perkembangan disekitar, tidak up to date, hingga ada siswa yang merasa menjadi sosok remaja yang “menyedihkan”.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah
jenis penelitian melalui pendekatan
kuantitatif, dimana hasil penelitian
merupakan hasil kesimpulan statistik beserta analisisnya. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian uji korelasi karena menghubungkan tiga variabel yakni dua variabel bebas dan satu variabel terikat.
Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah murid-murid kelas X, XI, dan XII SMAN
“X” Surabaya yang menggunakan
Smartphone sebanyak 588 siswa. Teknik
pengambilan sampel adalah stratified
random sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang dilakukan dengan cara membagi populasi kedalam kelompok yang homogen atau setara, selanjutnya diambil sampel secara acak dari tiap strata (Martono, 2011:75). Populasi penelitian ini adalah 588 siswa maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 223 siswa dari
Isti Alfiah & Meita Santi Budiani: Harga Diri dan Konformitas dengan…()
jumlah populasi. Sampel terdiri dari 63 siswa kelas X, 70 siswa kelas XI, dan 90 siswa kelas XII.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner dibuat dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan atau lebih dikenal dengan penskalaan model Likert dengan pernyataan dalam lima kategori yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), tidak dapat menentukan atau Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sifat aitem-aitem dalam kuesioner tersebut dibuat bervariasi, mulai dari aitem yang bersifat favorable hingga yang bersifat
unfavorable. Berikut penilaian aitem skala
dari yang bersifat favorable dan yang
unfavorable
Tabel 1. Penentuan Nilai Skala No Kategori Respon Skor Favorable Unfavorable 1. Sangat Setuju 4 1 2. Setuju 3 2 3. Tidak Setuju 2 3 4. Sangat Tidak Setuju 1 4
Skala harga diri dibuat berdasarkan konsep dari Coopersmith (dalam Sandha P, dkk, 2009:54) yang mengatakan aspek-aspek harga diri adalah keberartian kekuatan, kompetensi, dan kebajikan. Skala konformitas terdiri dari dua dasar pembentuk konformitas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Myers (2012:285) yaitu pengaruh normatif dan pengaruh
informasional. Skala Pengambilan
Keputusan Pembelian dibuat berdasarkan Kotler (dalam Simamora, 2001:94) yang terdiri dari lima aspek meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, keputusan pembelian, dan
perilaku pasca pembelian.
Pada penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah Construct Validity.
Berdasarkan hasil uji validitas dan uji
reliabilitas yang telah dilaksanakan
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Validitas
Skala Validitas Pengambilan keputusan pembelian 0,350 – 0,729 Harga diri 0,307 – 0,685 Konformitas 0,381 – 0,795
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Nilai Alpha Cronbach
Pengambilan keputusan
pembelian 0,939
Harga diri 0,876
Konformitas 0,904
Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi. Pada
penelitian ini model korelasi yang
digunakan adalah model korelasi
ganda.Sebelum menghitung korelasi
ganda, maka harus dihitung terlebih dahulu korelasi sederhananya melalui korelasi
Product Moment dari Pearson (Sugiyono,
2011:97).
Hasil
1. Hipotesis Pertama
Hasil korelasi product moment yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama ditunjukkan pada table berikut.
Tabel 4. Hasil Korelasi Product Moment
Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Pengambilan keputusan dengan Harga diri 0.200 0.003 Signifikan
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
13
Nilai koefisien korelasi 0,200
dengan nilai signifikansi 0,003.
Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara harga diri dengan pengambilan keputusan pembelian produk Smartphone pada siswa SMAN “X” Surabaya” diterima. 2. Hipotesis Kedua
Hasil korelasi product moment yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 5. Hasil Korelasi Product Moment
Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Pengambilan keputusan dengan Konformitas 0.286 0.000 Signifikan
Nilai korelasi product moment 0,286 dengan nilaisignifikansi 0,000. Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara
konformitas dengan pengambilan
keputusan pembelian produk
Smartphone pada siswa SMAN 6
Surabaya” diterima. 3. Hipotesis Ketiga
Uji hipotesis ketiga menggunakan korelasi berganda didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 6.Hasil Korelasi Product Moment
Variabel Pearson Correlation Sig (p) Keterangan Harga diri dengan konformitas -0.097 0.149 Tidak signifikan
Nilai koefisien korelasi -0,097 dengan nilai signifikansi sebesar 0,149. Diketahui nilai korelasi antara variabel harga diri dan variabel konformitas,
maka dapat dilanjutkan pada tahap penghitungan selanjutnya yaitu korelasi ganda berdasarkan rumus koefisien korelasi ganda. Berdasarkan hasil uji korelasi ganda diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,366 dan nilai uji signifikansi dari uji F menunjukkan Fh (16,75)>Ftabel (3,04), sehingga terdapat
hubungan yang signifikan antara
variabel bebas terhadap variabel terikat. Maka hipotesis ketiga yang menyatakan “Terdapat hubungan antara harga diri dan konformitas dengan pengambilan
keputusan pembelian produk
Smartphone di SMAN X Surabaya”
dapat diterima.
Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Ganda Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of Estimate 1 0,366 0,134 0,172 8,29413
Data pada tabel 9 dapat disimpulkan bahwa variabel harga diri dan konformitas dapat menjelaskan variabel pengambilan keputusan sebanyak 13,4%.
Pembahasan
Hasil uji hipotesis pertama, variabel harga diri dengan variabel pengambilan keputusan memiliki koefisien korelasi sebesar 0,200. Nilai signifikansi dari hubungan kedua variabel itu adalah 0.003 (< 0,05) sehingga kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi yang positif mempunyai
arti bahwa harga diri mempunyai
hubungan yang berbanding lurus dengan keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi pula pengambilan keputusan pada siswa yang tergolong kategori remaja, dan sebaliknya semakin rendah harga diri maka
semakin rendah pula pengambilan