• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Mandalawangi Mountain and Springs Typically

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Mandalawangi Mountain and Springs Typically"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TIPIKAL MATAAIR MANDALAWANGI Oleh :

Dudi Nasrudin Usman dan Yunus Ashari*)

*) Teknik Pertambangan – Universitas Islam Bandung

ABSTRACT

The availability of water resources become more limited, even in some places are categorized in critical condition. It is caused by various factors such as pollution, deforestation, agricultural activities that ignore environmental sustainability, and changes in the function of the catchment area.

Mount Mandalawangi - Mandalagiri are part of Bandung Basin, into the complex volcanic rocks up the mountain Mandalawangi Nagreg influential volcanic activity has a role in addition to the characteristics and types of springs in the region.

Springs found in this region is spread over 30 points, of the amount already exist can be utilized by the community, but largely untapped. It is becoming important characteristics that must be understood in particular springs of groundwater quality aspects that came out of the springs.

The results showed the classification based on the temperature of the water in the springs, then there are two groups of 7 springs springs are included in the zoning hipertermal springs, and springs 27 into the zoning hipotermal springs. While the views of parameter values conductivity (EC), showed overall springs microseconds in the range 42.4 - 173.9 microseconds. So it can be seen that kind of springs in the study sites belong to a class of fresh groundwater.

Keywords: Mandalawangi Mountain and Springs Typically

ABSTRAK

Ketersediaan sumber daya air semakin terbatas, bahkan di beberapa tempat dikatagorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, dan perubahan fungsi daerah tangkapan air.

Gunung Mandalawangi – Mandalagiri merupakan bagian dari Cekungan Bandung, masuk dalam kompleks batuan gunungapi Nagreg sampai Gunung Mandalawangi yang berpengaruh aktivitas vulkanik selain itu mempunyai peran terhadap karakteristik dan tipe mataair di wilayah tersebut.

(2)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Di kawasan ini dijumpai mataair yang tersebar lebih dari 30 titik, dari jumlah tersebut ada yang sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, namun sebagian besar belum dimanfaatkan. Hal yang menjadi penting adalah karakteristik mataair yang harus dipahami khususnya dari aspek kualitas airtanah yang keluar dari mataair.

Hasil pengamatan menunjukkan pengklasifikasian berdasarkan suhu air pada mataair, maka ada dua kelompok mataair yaitu 7 mataair masuk dalam zonasi mataair hipertermal, dan 27 mataair masuk dalam zonasi mataair hipotermal. Sedangkan dilihat dari parameter nilai konduktivitas (DHL), menunjukkan keseluruhan mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk ke dalam kelas air tanah segar.

Kata kunci: Gunung Mandalawangi, dan Tipikal Mataair.

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi semua makhluk hidup demikian halnya dengan manusia.

Perkembangan dan Pertumbuhan

jumlah penduduk yang sangat cepat di wilayah ini menyebabkan salah satu efek terhadap permintaan air bersih dan

layak digunakan semakin besar,

sementara volume air di bumi ini adalah tetap.

Gunung Mandalawangi melingkupi 4 Kecamatan dan 2 Kabupaten, yaitu: Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung serta Kecamatan Nagreg dan Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut.

Kondisi morfologi wilayah

penelitian (wilayah Mandalawangi)

merupakan satuan morfologi

perbukitan bergelombang lemah

sampai dengan perbukitan

bergelombang terjal., dengan

kemiringan berkisar antara 100 sampai

dengan 750. Dengan elevasi berkisar

antara 750m sampai dengan 1650m dpl. (DEM Jawa Barat tahun 2005).

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mencari sumber air alternatif di wilayah Bandung bagian Timur sehingga mampu memenuhi kebutuhan air bersih wilayah Kec. Cicalengka khususnya, Kab. Bandung umumnya. Selain itu maksudnya adalah untuk mengetahui lebih luas mengenai potensi airtanah bersumber pada mataair untuk wilayah Bandung bagian Timur khususnya.

Manfaatnya adalah menjadi

database Dinas Lingkungan Hidup Sub-dinas Bidang Airtanah Kabupaten

Bandung untuk pengembangan

airbersih ke depan, memfasilitasi

kebutuhan masyarakat melalui

penemuan-penemuan sumber mataair. TINJAUAN PUSTAKA

Geologi Regional

Mataair (spring) adalah pemusatan keluarnya airtanah yang muncul di permukaan tanah sebagai arus dari

(3)

aliran airtanah (Tolman, 1937). Menurut

Bryan (1919), dalam Todd (1980),

berdasarkan sebab terjadinya mataair

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

mataair yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non gravitational spring) dan mataair yang dihasilkan oleh tenaga gravitasi (gravitational spring). Mataair yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi meliputi: mataair vulkanik, mataair celah, mataair hangat, dan mataair panas.

Salah satu wilayah yang mempunyai potensi mataair besar adalah wilayah lereng gunungapi. Pada gunungapi strato muda, umumnya mempunyai

pola persebaran mataair yang

melingkari badan gunungapi

membentuk pola seperti sabuk, yang biasa disebut sabuk mataair (spring

belt). Hal ini merupakan gejala

pemunculan mataair yang khas dan umum terdapat pada gunungapi strato di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Pada ketinggian-ketinggian tertentu terdapat jalur mataair (spring belt) yang berkaitan dengan sifat orohidrologinya, juga berkaitan dengan perubahan lereng yang diakibatkan oleh perubahan

struktur batuan pembentuknya

(Purbohadiwidjojo, 1967).

Berdasarkan hasil pengamatan singkapan batuan di lapangan, litologi yang dominan adalah Batuan Gunung Mandalawangi – Mandalagiri (Qmm) yang terdiri dari tuf kaca mengandung batuapung, dan lava bersusun andesit piroksen hingga basalan (Dudi Nasrudin, 2010).

Selain itu, ada beberapa satuan batuan yang terdapat di sekitar wilayah gunung Mandalawangi, diantaranya

yaitu ; Batuan Gunungapi Tak

Teruraikan (Qsu) terdiri dari perselingan breksi tuf, breksi lahar dan lava basal andesitan. Batuan Gunungapi Guntur – Pangkalan dan Kendang (Qgpk) terdiri dari rempah lepas & lava bersusunan andesit – basalan, bersumber dari komplek gunungapi tua Gunung Guntur – Gunung Pangkalan & Gunung Kendang (Qgpk) dan Gunung Kiamis (Qko). Endapan Rempah Lepas Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qypu), terdiri dari lapili tuf pasiran bongkah-bongkah andesit – basal, breksi lahar dan rempah lepas. Dan termuda yaitu Endapan Danau (Qd) terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar dan kerikil, umumnya bersifat tufaan.

METODE PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian yang

difokuskan kepada inventarisasi

sebaran titik mataair, kajian dilihat berdasarkan sifat fisik dan sifat kimia air.

Untuk mendapatkan parameter

tersebut di atas, dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut ;

1. Studi literatur berkaitan dengan

wilayah kajian meliputi peta

topografi, geologi, geohidrologi dan informasi lain yang mendukung termasuk batas administratif;

2. Pemetaan geologi wilayah kajian

dengan melakukan pengamatan

singkapan;

3. Pemetaan sumber mataair yang sekaligus dilakukan pengamatan parameter fisik;

4. Pengamatan kondisi sekitar mataair seperti vegetasi, keberadaan dan status sumber mataair;

5. Sampling air dari sumber mataair yang kemudian untuk uji parameter

(4)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat fisik dan kimia di laboratorium,

termasuk pengukuran debit mataair.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Morfologi

Kegiatan pemetaan, inventarisasi dan pengamatan titik mataair dilakukan

guna mendapatkan gambaran

mengenai keadaan dari titik mataair, dilakukan juga pengukuran sifat fisik,

data yang diperoleh dari hasil

pengamatan lapangan berupa lokasi, koordinat dan elevasi, serta sifat fisik lainnya.

Hasil inventarisasi sumber mataair di

wilayah penelitian, didapatkan

sebanyak ±34 titik sumber mataair, dimana 23 titik masuk dalam wilayah Kab. Bandung dan 11 titik di wilayah Kab. Garut yang kesemua titik tersebut tersebar di 4 kecamatan, yaitu Kec.

Cicalengka, Kec. Cikancung, Kec.

Kadungora dan Kec. Nagreg.

Kondisi geomorfologi lokasi dibagi menjadi 3 wilayah morfologi, yaitu sebagai berikut ;

1. Morfologi perbukitan bergelombang lemah menempati wilayah bagian Utara sampai ke wilayah bagian Timur, serta pada bagian Baratdaya lokasi penelitian. Ketinggian lokasi berkisar antara 750 mdpl sampai dengan 1.000 mdpl dan Kemiringan lereng berkisar antara 100 - 250.

2. Morfologi Perbukitan Bergelombang Sedang, Untuk morfologi perbukitan bergelombang sedang menempati bagian Tengah dan Timur – Tenggara lokasi penelitian. Ketinggian berkisar antara 1.000 mdpl sampai dengan 1.250 mdpl. Kemiringan lereng

berkisar antara 250 sampai dengan

400.

3. Morfologi Perbukitan Bergelombang

Kuat, Morfologi perbukitan

bergelombang kuat menempati areal tengah sampai kearah puncak Gunung Mandalawangi, ketinggian lokasi berkisar antara 1.250 mdpl sampai dengan 1.650 mdpl. Dengan kemiringan lereng berkisar antara 400 hingga 750.

2. Kondisi Sumber Mataair

Pengamatan terhadap kondisi

mataair dilihat dari parameter fisika khususnya dan kimia.

Hasil inventarisasi sumber mataair di wilayah penelitian, didapatkan sebanyak ±34 titik sumber mataair di beberapa desa dan termasuk yang di wilayah Kecamatan Cicalengka dan

Kecamatan Cikancung Kabupaten

Bandung serta Kecamatan Nagreg dan

Kecamatan Kadungora Kabupaten

Garut, hal tersebut secara geologi,

kondisi dan keadaan lokasi

keterdapatan mataair di wilayah

Gunung Mandalawangi didominasi oleh

Formasi Batuan Gunungapi

Mandalawangi – Mandalagiri (Qmm) yang terdiri dari tuf kaca mengandung batuapung dan lava bersusunan andesit piroksen hingga basalan.

Mataair di lokasi Gunung

Mandalawangi dan Mandalagiri banyak dijumpai pada satuan batuan endapan gunungapi dan berada pada lereng yang cukup terjal dengan aliran air keluar sepanjang tahun.

(5)

Untuk parameter suhu dilakukan tidak hanya suhu air yang diukur akan tetapi suhu udara luar di sekitar lokasi mataair pada saat sampling dilakukan. Suhu rata-rata mataair pada lokasi penelitian berkisar antara 20,5 °C hingga 24,6 °C, sedangkan suhu udara pada lokasi penelitian berkisar antara 22 °C hingga 24,5 °C.

Berdasarkan kepada sebaran data hasil

pengukuran di lapangan untuk

parameter suhu yang kemudian

selanjutnya dibandingkan terhadap suhu udara sekitar maka dapat dilakukan pembagian zonasi mataair menjadi 3 zonasi (Mathess, 1982, halaman.197), di antaranya yaitu: a) Zonasi hipertermal terjadi apabila

suhu air pada tubuh airtanah lebih tinggi dari suhu udara sekitarnya; b) Zonasi hipotermal terjadi apabila

suhu air pada tubuh airtanah lebih rendah dari suhu udara sekitarnya; c) Zonasi mesotermal terjadi apabila

suhu air pada tubuh airtanah sama dengan suhu udara sekitarnya.

Gambar 1. Grafik Distribusi Suhu Mataair

Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013

Hasil di atas menunjukkan bahwa pengklasifikasian suhu air pada mataair, diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu di mana ada 7 mataair pada lokasi penelitian yang masuk dalam zonasi mataair hipertermal, dan kelompok kedua ada 27 mataair dalam zonasi mataair hipotermal.

2.2 Nilai Konduktivitas (DHL)

Untuk nilai konduktivitas (DHL), mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk kedalam kelas air tanah segar, di mana rentang nilai konduktivitas air tanah segar sekitrar 30 µS – 2000 µS (Mandel

& Shiftan, 1981, halaman 182).

2.3 Nilai Padatan Terlarut (TDS) Hasil pengklasifikasian nilai padatan terlarut total (TDS) dari mataair di lokasi

penelitian menunjukkan bahwa

keseluruhan mataair memiliki rentang nilai total padatan terlarut 22 ppm – 137 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan mataair pada lokasi penelitian tersebut masuk kedalam standar baku mutu air bersih dengan nilai baku mutu total padatan terlarut maksimal 1000 mg/l (ppm) (Permenkes No.492/MenKes/PER/IV/ 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

2.4 Jenis Akuifer Mataair

Berdasarkan hasil pengamatan dan interpretasi di lapangan terhadap kondisi lokasi kajian dimana jenis akuifer mataair di lokasi penelitian dapat

(6)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

diklasifikasikan sebagai berikut

(Gambar 2);

Gambar 2. Grafik Distribusi Jenis Mataair

Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013

Hasil pengklasifikasian jenis mataair di lokasi penelitian menunjukkan mataair yang melalui celahan atau rekahan pada batuan, sebanyak 22 titik dan 12 titik lokasi mataair yang berupa ruang antar butir (pori).

2.5 Debit Mataair

Hasil pengukuran debit mataair dari 34 titik sumber mataair menunjukkan debit rata-rata antara 0.01 liter/detik - 0.1 liter/detik. Klasifikasi ini berdasarkan debit keluaran mataair (Discharge).

Gambar 3. Grafik Distribusi Debit Mataair

Sumber : Dudi Nasrudin, dkk 2013

Berdasarkan Gambar 7,

pengklasifikasian debit keluaran

(Discharge) pada mataair, dapat

diperoleh keterangan bahwa secara umum mataair pada lokasi penelitian masuk dalam dikategorikan pada debit keluaran tingkat ke-enam dan ke-tujuh (Meinzer dalam Todd, 1981.Op.cit). KESIMPULAN

1. Potensi sumber mataair di wilayah Gunung Mandalawangi cukup besar dengan jumlah titik temuan mataair sebanyak 34 titik, dari 34 titik mempunyai debit rata-rata antara 0.01 liter/detik - 0.1 liter/detik atau antara 864 ltr/hari hingga 8.640 ltr/hari.

2. Kualitas airtanah secara umum

dilihat menunjukkan nilai

konduktivitas dari keseluruhan

mataair berada pada rentang 42,4 µS – 173,9 µS. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis mataair pada lokasi penelitian termasuk kedalam kelas air tanah segar.

3. Jenis mataair di wilayah Gunung Mandalawangi hasil interprestasi menunjukkan ada 2 tipe yaitu Tipe Celahan dan Tipe Ruang Antar Pori. DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulrahman, 1990, Studi Hidrologi Mataair di Kabupaten Kuningan

Jawa Barat, Skripsi, Fakultas

Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2. Ardina-Purbo, 1985, Hubungan antara Litologi dan Luah di Pulau Jawa, Skripsi, Fakultas Geografi,

Universitas Gadjah Mada,

(7)

3. Dudi Nasrudin Usman, dkk, 2010, Studi Pendahuluan Penawaran dan Permintaan Air Bersih Berbasis pada Mataair Mandalawangi di Kec. Cicalengka dan Sekitarnya, Kab. Bandung bagi Masyarakat dan Industri, LPPM – UNISBA.

4. Dudi Nasrudin, dkk, 2013, Studi Kualitas Airtanah dari Mataair

untuk Memenuhi Kebutuhan

Airbersih di Sekitar Gunung

Mandalawangi Kec. Cicalengka Kab. Bandung, Provinsi Jawa Barat, DP2M – DIKTI, Batch – 1.

5. Karmono dan Joko Cahyono, 1978, Pengantar Penentuan Kualitas Air, Serayu Valley Project NUFFIC,

Fakultas Geografi, Universitas

Gadjah Mada.

6. Pannekoek, A.J., 1949, Outline of the Geomorphology of Java, E.J. Bill, Leiden.

7. Purbohadiwidjojo, 1967, Hydrology of Strato Volcanoes, Geological Survey of Indonesia, Bandung 8. Todd, D.K., 1980, Groundwater

Hydrology, John Willey & Sons. Inc, New York.

9. Tolman, C.F., 1937, Groundwater, McGraw-Hill Book Company, New York.

10. Yunus Ashari, dkk., 2009, Studi

Pendahuluan Mataair

Mandalawangi dan Sekitarnya, LPPM – UNISBA.

(8)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Tabel 1. Daftar Lokasi Sampling Mataair Mandalawangi - Mandalagiri

Kode Easting Northing Elevasi Suhu Air Suhu Udara

Mata Air (mE) (mN) (mdpl) (°C) (°C)

M1 813869 9218920 1106 22 22,2 M2 813855 9218915 1103 22 22,3 M3 813891 9219239 1124 23,3 22,1 M4 813462 9219477 1145 22,9 22,0 M5 813920 9219882 1120 22,8 22,2 M6 813932 9219900 1125 22,7 22,1 M7 813872 9218130 1103 23 22,3 M8 814759 9217668 1084 22,9 22,4 M9 815564 9217140 1117 20,9 22,2 M10 817193 9216006 793 24,6 24,1 M11 817461 9216465 785 24,1 24,2 M12 819320 9217268 763 23,1 24,3 M13 819442 9217288 735 22,6 24,5 M14 819397 9217087 753 22,9 24,4 M15 818386 9216873 759 23 24,3 M16 818078 9217109 827 22,8 23,9 M17 820728 9219870 841 23 23,8 M18 820589 9219903 804 22,9 24,0 M19 820886 9220024 832 23,1 23,9 M20 820860 9220448 753 22,9 24,4 M21 820834 9220600 752 23 24,4 M22 817282 9222248 887 23 23,5 M23 818120 9222669 881 23 23,6 M24 816934 9220529 1037 20,5 22,6 M25 816402 9222893 861 22 23,7 M26 816285 9223306 848 21,8 23,8 M27 816027 9222026 906 22 23,4 M28 816065 9222078 903 22 23,5 M29 816012 9222322 892 22,5 23,5 M30 815715 9222621 1037 22,2 22,6 M31 815560 9222418 901 22,5 23,5 M32 815525 9222481 893 22,5 23,5 M33 815097 9222551 888 22 23,5 M34 819015 9218084 884 22 23,6

Sumber : Data Pengamatan Lapangan, 2013

(9)

Gambar 4. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Dudi Nasrudin, 2010 dan Syarifudin A, 2013)

(10)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Gambar 5. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Dudi Nasrudin, 2013)

(11)

Gambar 6. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi (Sumber : Nasrudin D, 2013)

(12)

Geologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Gambar 7. Kondisi Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah di Bagian Utara (Foto Diambil dari Wilayah Desa Mandalawangi, Nasrudin D, 2010)

Gambar 8. Kondisi Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah di Bagian Timurlaut (Foto Diambil dari Wilayah Nagreg, Nasrudin D, 2010)

(13)

Gambar 9. Foto Kondisi Salah Satu Lokasi Mataair M1 (Sumber : Syarifudin A, 2013)

Gambar

Gambar 2. Grafik Distribusi Jenis  Mataair
Gambar 4. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi  (Sumber : Dudi Nasrudin, 2010 dan Syarifudin A, 2013)
Gambar 5. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi  (Sumber : Dudi Nasrudin, 2013)
Gambar 6. Peta Lokasi Mataair di Gunung Mandalawangi  (Sumber : Nasrudin D, 2013)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dengan pembangunan sistem database ini: (1) aanya database yang mampu digunakan untuk merekam dan menyajikan seluruh

Hasil kesimpulan pada rancangan acak tidak lengkap seimbang untuk satu data hilang pada setiap perlakuan dengan menggunakan Analisis Variansi rancangan acak kelompok tidak

Sedangkan patahan benda uji pada gambar 19 baja AISI 1045 heat treatment ( quenching ) dapat dilihat pada pengamatan struktur makro menujukan permukaan hasil pengjian fatique

Berdasarkan tujuan ini, maka kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat, di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes

Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas V Sekolah Dasar Negeri 37 Pontianak Tenggara tidak

gelombang coba pada Persamaan (30) dan Persamaan (31), maka nilai ekpektasi dari Hamiltonian sistem ini yang terdiri dari nilai ekspektasi energi kinetik muon 1,

mengoleskan 2 kali sehari pada punggung tikus dengan kelompok perlakuan K1( kontrol negatif ), K2 (bioplacenton), K3( konsentrasi salep daun mangkokan 50%) dan k4

signifikan antara Keterbukaan Informasi Publik Dan Audit Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirta Sakti