• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus HCC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus HCC"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Disusun oleh :

RAHMI AGNISA

NIM. 1510029003

Dosen Pembimbing: dr. Nirapambudi, Sp. PD

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2016

(2)

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Disusun oleh :

RAHMI AGNISA

NIM. 1510029003

Dosen Pembimbing: dr. Nirapambudi, Sp. PD

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2016

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

HEPATOCELLULAR CARCINOMA

LAPORAN KASUS

Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun oleh: RAHMI AGNISA

1510029003

Dipresentasikan pada 16 Januari 2016

Pembimbing

dr. Nirapambudi, Sp. PD NIP. 19681203 199803 1 004

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2016

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah kelompok penulis dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai “Hepatocellular Carcinoma” ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini merupakan hasil dari belajar mandiri selama berada di stase farmakologi di Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Dalam pembuatan laporan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr.Emil Bachtiar Moerad, Sp.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

2. dr. Sukartini, Sp.A selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan Dokter Umum.

3. dr. Nirapambudi, Sp. PD selaku dosen pembimbing di stase penyakit dalam yang telah mendidik dan memberi banyak masukan mengenai bidang endokrin. 4. Orang tua serta teman-teman yang telah mendukung dan membantu

terselesaikannya laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis. Sebagai penutup penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.

Samarinda, Januari 2016 Rahmi Agnisa

(5)
(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatocellular Carcinoma (HCC) merupakan neoplasma ganas hepatosit dan lebih dari 80% merupakan neoplasma primer hati. Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan kedua setelah karsinoma pankreas yang menyebabkan kematian dari semua kanker pada manusia. Hampir semua pasien meninggal dalam waktu 6-7 bulan setelah diagnosis (Abdel, 2007).

Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan penyebab utama kematian terkait kanker di seluruh dunia, dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia Timur, sub-Sahara Afrika, lebih rendah, namun terus meningkat ditemukan di Amerika Utara dan sebagian besar Eropa, hal ini tampaknya berkaitan dengan etiologi kompleks dari HCC, dengan faktor-faktor risiko yang berbeda (Venook, 2010).

Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah salah satu kanker terbanyak di seluruh dunia, dan telah menjadi penyebab utama kematian terkait kanker. Hal ini disebabkan karena bertambahnya angka alkoholisme, prevalensi hepatitis B dan C, dan obesitas. Sebagai tumor padat yang sangat agresif, HCC ditandai oleh pertumbuhan infiltrasi cepat, metastasis awal, dan prognosis yang buruk (Guo, 2012; Robinson, 2008).

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui kesesuaian alur penegakan serta penatalaksanaan antara teori terhadap kasus Hepatocellular Carcinoma.

(7)

BAB 2

LAPORAN KASUS 2.1 Anamnesis

Pasien MRS pada tanggal 12 Desember 2015, anamnesis dilakukan pada tanggal 15 Desember 2015. Anamnesa yang dilakukan berupa autoanamnesa dan

alloanamnesa.

A. Identitas

Nama : Tn. T

Usia : 51 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tubuhan RT 006 Kenohan

Pekerjaan : Nelayan

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SD Status pernikahan : Menikah No. Rekam Medis : 88.12.57

Masuk Rumah Sakit : 12 Desember 2015 B. Anamnesis

Keluhan Utama : Perut kembung disertai nyeri pada perut kanan atas Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang melalui IGD Abdul Wahab Sjahranie dengan keluhan perut membesar dan nyeri saat ditekan. Perut membesar sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengaku BAB hitam 10 hari yang lalu. Pasien susah defekasi. Pasien juga mengeluh saat makan perut terasa penuh dan makanan tidak dapat dihabiskan. Sekarang pasien juga mengeluhkan nyeri pada pinggang hingga menjalar ke punggung . Pusing (-),Mual (-), Muntah (-), Batuk (-), Pilek (-), Nyeri dada (-), BAK normal.

(8)

- Pasien tidak pernah MRS sebelumnya

- Riwayat memiliki keluhan yang sama sebelumnya disangkal

- Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun tidak menjalani pengobatan. - Riwayat alergi, asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes meitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Terdapat riwayat hipertensi dan asma pada keluarga.

- Riwayat diabetes mellitus dan penyakit jantung pada keluarga disangkal. Riwayat kebiasaan

- Riwayat merokok (+) - Riwayat minum alkohol (-) - Obat-obatan terlarang (-)

C. Pemeriksaan fisik

Dilakukan pada tanggal 15 Desember 2015

- Keadaan umum : tampak sakit sedang-berat - Kesadaran : komposmentis,E4V5M6 - Tekanan darah : 100/70 mmHg - Nadi : 106 x/menit - Pernafasan : 22 x/menit - Suhu : 36,8°C - Berat badan : 50 kg - Tinggi badan : 170 cm

- IMT : 17,3 (Kurus, gizi kurang) Kepala dan leher

(9)

- Umum

o Ekspresi : Sakit berat

o Rambut : tidak ada kelainan o Kulit muka : Terlihat kuning - Mata

o Palpebra : Tidak ada kelainan o Konjungtiva : tidak anemis o Sklera : Tampak ikterus

o Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+ - Hidung

o Tidak ada deviasi septum o Tidak ada secret

o Tidak ada pernapasan cuping hidung - Telinga

o Bentuk normal

o Lubang telinga normal, tidak ada sekret

o Prosessus mastoideus tidak ada nyeri maupun pembengkakan o Pendengaran normal

- Mulut

o Bibir tidak pucat maupun sianosis o Gusi tidak ada perdarahan

(10)

o Lidah normal

o Faring normal, tidak hiperemis - Leher

o Simetris, tidak ada pembengkakan o Tidak ada pembesaran kelenjar limfe o Trakea ditengah, tidak deviasi Thoraks

Umum

- Bentuk dan pergerakan dada simetris - Ruang interkostalis (ICS) tampak jelas Pulmo anterior

- Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan simetris, trakea di tengah - Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fremitus raba dextra=sinistra - Perkusi : Sonor + +

+ + - +

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing Pulmo posterior

- Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris - Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra - Perkusi : Sonor + +

+ + - +

(11)

Cor

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : ictus cordis teraba, tidak ada thrill

- Perkusi : batas kanan pada ICS 3 para sternal dextra, batas kiri pada ICS 5 mid clavicula sinistra

- Auskultasi : S1S2 tunggal regular, tidak ada murmur, maupun suara patologis lain

Abdomen

- Inspeksi : bentuk cembung kulit normal, distensi

- Palpasi : NT (+) kanan atas, ,lien/ginjal tidak teraba, defans muscular (-), hepar  teraba membesar, keras, dengan tepi yang ireguler. - Perkusi : Redup, Fluid wave (+), Asites (+),hepar dibawah arcus costae. - Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas Superior

- Ekstremitas hangat. Edema (+/+)

- Eritema (-/-). Sianosis (-/-). Clubbing finger (-/-). Palmar eritema (-/-) - Kekuatan otot kanan = kiri. Tonus otot D=5, S=5.

Inferior

- Ekstremitas hangat. Edema tungkai (+/+). Sianosis (-). Eritema (-/-) - Kekuatan otot kanan = kiri. Tonus otot D=5, S=5.

2.2 Pemeriksaan Penunjang Hasil Lab IGD:

- Leukosit : 7.000 - HB : 11,5 - Hct : 37% - PLT : 91.000 - GDS : 134 - Ureum : 50,2

(12)

- Creatinin : 1,2 - Natrium : 135 - Kalium : 4,2 - Chlorida : 108

Hasil Lab tanggal 12 Desember 2015

Lab Value GDS 134 60-150 mg/dL Ureum 50,2 10-40 mg.dL Creatinin 1,2 0,5-1,5 mg/dL WBC 7.000 4000-10000 g/dl HCT 37 37.5-54.0% Hb 11,5 11-16 mg/dl PLT 91.000 150000-450000 HbsAg Reaktif Ab HIV NR

Hasil Lab tanggal 15 Desember 2015

Lab Value SGOT 238 P<25/W< 31 SGPT 47 P<31/W<32 Bilirubin Total 4,1 0-1,0 Bilirubin Direk 2,8 0-0,25 Bilirubin Indirek 1,3 0-0,75 Protein total 6.9 6,6-8,7

(13)

Albumin 2,0 3,2-4,5 Globulin 4,9 2,3-3,5 Cholesterol 170 150-220 Trigliserida 189 <200 HDL 39 P<35/W<25 LDL 93 <190 anti HCV NR AFP >484,23 Foto Thorax

(14)

Kesan : Metastase Ca Paru Hasil USG

Hepatosplenomegali, ascites cavum abdominal, hepar nodular konsolidasi dan multiple, kedua ginjal normal, vesica urinaria normal.

Kesan : Acute Cirrhosis Hepatis Hasil Follow Up Hari/ Tanggal S O A P Senin, 14 Desember Perut kembung sejak lebih Composmentis TD:100/60 Suspek Hepatoma Dyspepsia Cek SGOT/SGPT,

(15)

sebelumnya, nyeri ulu hati dan perut kanan atas. Demam (+), kadang sesak, BAB hitam 10 hari yang lalu, susah buang air besar.

RR : 23 T : 37 Anemis (-/-) Ikterik (+/+) Rho (+/+) Whe (-/-) Bu (+) N Hepar membesar, tepi ireguler, dibawah arcus costae NT (+) Edema +/+ +/+ HBsAg Reaktif

Konstipasi Bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, Albumin, ACP, AFP, Gama GT Usul USG Abdomen IVFD NS 0,9 RL 14 TPM Inj. Omeprazole 2x1 vial Sucralfat 3x1 Inj. Vit. K 3x1 amp Lactulose 2x1 c Selasa, 15 Desember 2015 Kembung, nyeri perut kanan atas tembus sampai ke punggung, BAB sedikit. Masih tidak bisa makan karena terasa kembung dan cepat kenyang, TD:100/70 N : 106 RR : 22 T : 36,8 Anemis (-/-) Ikterik (+/+) Rho (+/+) Whe (-/-) Bu (+) N Hepar membesar, tepi irreguler, dibawah arcuscostae NT (+) Edema +/+ +/+ HBsAg Reaktif  Suspek Hepatoma  Dyspepsia  Konstipasi IVFD NS 0,9 RL 14 TPM Inj. Omeprazole 2x1 vial Sucralfat 3x1 Lactulose 2x1 C Rabu, 16 Desember Nyeri perut kanan atas TD: 120/60 N : 120  Hepatocellula r carcinoma IVFD NS 0,9 RL 14 TPM

(16)

2015 tembus sampai punggung, sesak (+), cepat terasa kenyang jika makan karena perut kembung, susah buang air besar.

RR : 32 T : 37,6 Anemis (-/-) Ikterik (+/+) Rho (+/+) Whe (-/-) Bu (+) N NT (+) Edema +/+ +/+ SGOT :238 SGPT : 47 Bilirubin total :4,1 Bilirubin direk : 2,8 Bilirubin indirek:1,3 Protein total : 6,9 Albumin : 2,0 Globulin : 4,9 AFP > 484,23 USG: Hepatosplenomegali , ascites cavum abdominal, hepar nodular konsolidasi dan multiple. stadium C (HBV related)  Dyspepsia  Konstipasi  Hipoalbumin Inj. Omeprazole 2x1 vial Sucralfat 3x1 cth Infus albumin 20% 1 kali/hari Lactulose 3x1 C MST 2x1 Kamis, 17 Desember 2015 Nyeri perut tembus sampai punggung, sesak (+), cepat terasa kenyang jika makan karena perut TD: 110/70 N : 110 RR : 26 T : 36,3 Anemis (-/-) Ikterik (+/+) Rho (+/+)  Hepatocellula r carcinoma stadium C (HBV related)  Kanker Paru  Dyspepsia  Konstipasi Pasien minta pulang MST 2x1 mg Codein 3x1 mg Salbutamol 3x4 g Omeprazole 2x1 amp Sucralfat 3x1 cth Lactulose 3x1 c

(17)

buang air besar. Bu (+) N NT (+) Edema +/+ +/+ Foto thorax : tampak coin lession yang merupakan gambaran metastasis.

(18)

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hepar memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus. Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena cava (Guyton & Hall, 2007).

Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang

menyebar dari vena sentralis. Masing-masing lempeng hati tebalnya dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton & Hall, 2007).

Didalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula ini darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang yang terletak diantara lempeng-lempeng hati dan kemudian ke vena sentralis. Dengan demikian, sel hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta (Guyton & Hall, 2007).

Selain sel- sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh dua tipe sel yang lain yaitu sel endotel khusus dan sel kupffer besar (sel retikuloendotelial), yang merupakan makrofag residen yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus (Guyton & Hall, 2007).

Hepar merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu, tetapi hepar juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut ini :

1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah penyerapan mereka dari saluran pencernaan.

2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.

3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormone tiroid, steroid, dan kolesterol dalam darah.

(19)

5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal.

6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang using, berkat adanya makrofag residen.

7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.

(Sherwood, 2001).

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, hepar secara anatomis tersusun sedemikian rupa, sehingga setiap hepatosit dapat berkontak langsung dengan darah dari dua sumber yaitu darah vena yang langsung datang dari saluran pencernaan dan limpa melalui vena porta hepatika ke hati sehingga hati dapat mengolah dan menyimpan nutrien yang baru diserap dan darah arteri yang datang dari aorta melalui arteria hepatica yang menyediakan oksigen untuk hati dan mengangkut metabolit-metabolit yang harus diolah hati (Sherwood, 2001). Volume darah total yang melewati hepar setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior (Price & Wilson, 2005)

(20)

Gambar 1. Aliran Darah Hepar

3.2 Definisi

Hepatocellular carcinoma (Hepatoma) merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama

merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik. Pedoman diagnostic yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat (Budihusodo, 2009; Lindseth, 2006).

Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu

1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit 2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari

epitel saluran empedu intrahepatik

3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular (Desen, 2008). 3.3 Epidemiologi

HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas. Secara geografis, didunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus); menengah (tiga hingga sepuluh kasus); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000 penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta di Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru (Budihusodo, 2009).

Sekitar 80% dari kasus HCC didunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Dinegara maju dengan

(21)

tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah, prevalensi infeksi HCV berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC (Budihusodo, 2009).

HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih muda

daripada umur pasien HCC diwilayah dengan angka kekerapan HCC rendah. Hal ini dapat dijelaskan antara lain karena diwilayah dengan angka kekerapan tinggi, infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC, banyak ditularkan pada masa perinatal atau masa kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga dasawarsa. Di Indonesia HCC ditemukan tersering pada median umur antara 50-60 tahun. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua-empat kali lipat) daripada kasus HCC perempuan. Di wilayah dengan angka kekerapan HCC tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih

rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor,atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol (Budihusodo, 2009).

3.4 Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait.Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor risiko yang memicu hepatoma, yaitu: (Budihusodo, 2009) 1. Virus hepatitis B (HBV)

Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasikronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, danaktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatositdari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat

karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferative merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. 2. Virus hepatitis C (HCV)

(22)

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap. 3. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan

melatarbelakangi lebih dari80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahansaluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenaladalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi

(23)

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh

jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan

karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentukikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialahkemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

5. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD),khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dankemudian dapat berlanjut menjadi

Hepatocelluler Carcinoma (HCC) 6. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growthhormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,

peminum berat alkohol berisikountuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

8. Faktor risiko lain Bahan atau kondisi lain yang merupakanfaktor risiko hepatoma namun lebih jarangditemukan, antara lain:

a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi

antiripsin-alfa1, Wilson disease c. Kontrasepsi oral

d. Senyawakimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik.

e. Tembakau (masih kontroversial) 3.5 Patogenesis

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningka

(24)

tan perputaran(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan

regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom,

aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakithati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapatmenginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis (Budihusodo, 2009).

3.6 Manifestasi Klinis Hepatoma Sub Klinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP danteknik pencitraan (Desen, 2008).

Hepatoma Fase Klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yangsering ditemukan adalah: (Desen, 2008)

1. Nyeri abdomen kanan atas,hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.

2. Massa abdomen atas,hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser keatas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcuscosta kanan. Hepatoma lobus kiri

(25)

tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.

3. Perut membesar disebabkan karena asites

4. Anoreksia,timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.

5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba

6. Demam,timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

7. Ikterus,kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan

fungsi hati, juga dapatkarena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

8. Lainnya,perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis hati yang lainseperti splenomegali, palmareritema, lingua hepatik, spider nevi,

venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.

3.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Penanda Tumor

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Kadar AFP akan menurun segera setelah lahir. Rentang normal AFP adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60-70% dari pasien hepatoma dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk hepatoma.Nilai normal dapat ditemukan pada hepatoma stadium lanjut. Hasil positif-palsu dapat ditemukanoleh hepatitis akut atau kronik dan pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk

hepatoma adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2 yang kadarnya meningkat hingga 91%dari pasien hepatoma, namun juga meningkat pada pasien dengan defisiensi vitamin K, hepatitiskronis aktif atau metastasis karsinoma.

2. Ultrasonografi Abdomen

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkanmenjalani pemeriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan resikotinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang.

(26)

Sensitifitas USG untuk neoplasma hatiberkisar antara 70-80%. Berbeda dari tumor metastasis, hepatoma dengan diameter kurang dari 2s entimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG colour Doppler sangat bergunauntuk membedakan hepatoma dari tumor yang lain (Budihusodo,2009).

3.8 Diagnosa

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal

terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95% dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70% (Lindseth, 2006).

A. Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu (Budihusodo, 2009; Harrison's, 2005; Kuntz & Kuntz, 2006) :

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg/mL.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI),Angiograph

,ataupun Positron EmissionTomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

B. Kriteria diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conferece (Budihusodo, 2009):

1. Kriteria sito histology

2. Kriteria non invasive (khusus untuk pasien dengan sirosis hati) : a. Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging

(USG/CT-Spiral/Angiografi):

-Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

b. Kriteria kombinasi : 1 cara imaging dengan kadar AFP serum: -Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

(27)

Gambar 2. Alogaritma BCLC (Barcelona Clinic Liver Staging

Tabel 1. Skor Child-Pugh 3.9 Penatalaksanaan

A. Terapi Operasi 1. Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyaifungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapatmemicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi (Budihusodo, 2009). 2. Transplantasi Hati

(28)

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalammaupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cmlebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebihdari 5 cm (Budihusodo, 2009).

3. Terapi Operatif non Reseksi

Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter trans arteri hepatik atau kemoterapi embolisasisaat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat operasi, ligasiarteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasiradiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi (Desen, 2008). B. Terapi Lokal

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi

radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosiskoagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringantumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif (Desen, 2008). 2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan

Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapiadjuvant

pasca kemoembolisasi arteri hepatik (Desen, 2008). C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan caraterapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjutyang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodulkanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normalmendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadapfungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi,

(29)

tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapatdireseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksihepatoma, suksek terdapat residif, dll (Desen, 2008).

D. Kemoterapi

Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC,karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll (Desen, 2008).

E. Radioterapi

Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yangrelatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selainitu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lainseperti herba, ligasi arteri

hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll.Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasistulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma (Desen, 2008).

3.9 Prognosis

Biasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas stadium penyakitdan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. Kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massif

perjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.Pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hatidan albumin serum < 3 g/dl merupakan gambaran yang tidak menyenangkan (Braunwald, 2005).

(30)

BAB 4 PEMBAHASAN

Pasien MRS pada tanggal 12 Desember 2015, anamnesis dilakukan pada tanggal 15 Desember 2015. Anamnesa yang dilakukan berupa autoanamnesa dan alloanamnesa.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien Tn.T usia 51 tahun masuk rumah sakit sejak tanggal 12 Desember 2015 dengan keluhan perut membengkak dan nyeri. Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Hepatocellular Carcinoma Stadium C. Diagnosa ini ditegakan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

4.1 Anamnesis

Teori Kasus

oLaki-laki 8:1

oUsia antara 50-60 tahun

oNyeri abdomen kanan atas terus menerus

oKembung dan tak nyaman pada abdomen

o Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal

oPerdarahan saluran cerna

oNyeri bahu belakang kanan

oSesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru

oFaktor risiko adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alcohol, aflatoxin, obat obat terlarang dan sirosis

Laki-laki

Usia 51 tahun

Pasien mengaku perut kembung dan nyeri pada perut kanan atas dan menjalar hingga ke punggung

Pasien mengaku nafsu makan menurun dan cepat kenyang serta perut terasa kembung

Pasien mengaku 10 hari yang lalu BAB hitam

Pasien megaku sesak napas

Pasien menderita Hepatitis B

Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan, didapatkan bahwa Tn.T usia 51 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa HCC sering ditemukan pada usia

(31)

wanita adalah 8:1. Pasien mengeluhkan kembung dan nyeri pada perut kanan atas dan menjalar hingga ke punggung. Pasien mengaku cepat kenyang dan perut menjadi penuh. Sebelumnya 10 hari yang lalu pasien BAB hitam, berarti pasien memiliki perdarahan saluran cerna. Pasien juga mengalami mual muntah dan susah defekasi. Pasien juga mengalami sesak napas, hal ini dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru.

Pasien memiliki penyakit hepatitis B. Dari hasil anamnesa dapat disimpulkan bahwa pada pasien memiliki gejala penyakit hepar.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus

o Hepatomegali di bawah arcus costa o Perut membesar disebabkan karena

ascites

o Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati

o Atrofi otot

 Pada inspeksi tampak sclera pasien ikterik dan badan pasien ikterik, dan tampak perut membesar, atrofi otot

 Pada palpasi pasien merasakan nyeri tekan dan hepar teraba membesar, tepi ireguler dan dibawah arcus costae teraba adanya ascites

Pada pemeriksaan fisik, dari inspeksi tampak sklera pasien kuning dan badan pasien kuning, dari abdomen tampak perut membesar. Pada palpasi hepar terasa membesar dan permukaan hepar teraba rata, tepi ireguler, dibawah arcus costae dan adanya nyeri tekan pada empat kuadran, serta teraba adanya ascites pada abdomen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Massa abdomen atas,hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser keatas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior

(32)

lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcuscosta kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri. Perut membesar disebabkan karena asites. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal. Ikterus,kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena

gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. Perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus

o Kadar AFP > 400 ng/ml

o Hasil imaging adalah lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial Laboratorium Darah Lengkap • Leukosit = 7000 • Hb = 11.5 • Hct = 37 (37.5-54%) • Trombosit = 91.000 (150000-450000)

Kimia Darah Lengkap • GDS = 134 • Cholesterol = 170 Faal hati • SGOT = 238 (P < 25 / W<31) • SGPT = 47 (P< 41 / W<32) • Bil total = 4.1 (0-1,0) • Bil direct = 2.8 (0-0,25) • Bil indirect = 1.3 (0-0,75) • Protein total = 6.9 • Albumin = 2 (2,3-3,5) • Globulin = 4.9 (2.3-3.5) • HbsAg reaktif • AFP > 484,23 Faal ginjal

(33)

• Cr = 1,2 (0.5-1.5) Foto Thoraks

Metastase Ca Paru USG

Hepatosplenomegali, ascites cavum abdominal, hepar nodular konsolidasi dan multiple.

Kesan : Acute Cirrhosis Hepatis

Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan fungsi ginjal, AFP. Terdapat penurunan trombosit, peningkatan pemeriksaan fungsi hati,peningkatan pemeriksaan fungsi ginjal, HBsAg reaktif, pemeriksaan AFP >484,23. Pada pemeriksaan USG

terdapat hepatosplenomegali, ascites cavum abdominal, hepar nodular konsolidasi dan multiple, dengan kesan acute cirrhosis hepatis dan pada pemeriksaan foto thoraks tampak adanya metastasis Ca Paru. Dari hasil pemeriksaan penunjang berdasarkan kriteria diagnostic HCC menurut Barcelona EASL conference dengan kriteria kombinasi yaitu lesi fokal > 2cm dengan hipervaskularisasi arterial dan kadar AFP serum > 400 ng/ml, pasien ini postitif di diagnosa hepatocellular carcinoma. Pada hasil pemeriksaan penunjang foto toraks, terdapat metastasis ke paru yang berdasarkan klasifikasi stage BCLC (Barcelona Clinic Liver

Classification) berarti bahwa hepatocellular carcinoma stadium C. 4.4 Penatalaksanaan

Teori Kasus

 Sorafenib  IVFD NS 0,9 RL 14 TPM

 Inj. Omeprazole 2x1 vial

 Sucralfat 3x1

 Inj. Vit. K 3x1 amp

 Lactulose 2x1 c

(34)

 Lactulose 3x1 C

 MST 2x1

 Codein 3x1 mg

 Salbutamol 3x4 g

Pada kasus ini pengobatan yang diberikan adalah untuk pengobatan simptomatik, yaitu untuk keluhan mual muntah, susah defekasi, nyeri pada perut dan punggung. Berdasarkan teori pada pasien dengan diagnosa Hepatocellular Carcinoma stadium C yang berdasarkan alogaritma BCLC diobati dengan sorafenib yaitu obat kemoterapi. Sorafenib merupakan inhibitor tirosin kinase. Sorafenib bekerja dengan cara membidik sel tumor dan sistem pendarahan tumor. Dalam uji preklinis, Sorafenib terbukti mampu menghambat dua jenis kinase yakni profilerasi sel danangiogenesis (pembentukan pembuluh darah) di mana keduanya berperan besar dalam proses pertumbuhan kanker. Proses ini penting pula bagi sel normal,sehingga terapi target dari Sorafenib juga bisa mempengaruhi beberapa selnormal. Sorafenib sudah menjadi sistem standar untuk terapi kanker hati stadium lanjut. Obat ini adalah satu-satunya terapi yang telah menunjukkan adanya peningkatan survival rate bagi penderita kanker hati hingga 47%.

(35)

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terhadap pasien Tn. T dengan diagnosis Hepatocellular Carcinoma. Secara umum, data yang didapat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan teori yang ada. Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang diberikan terhadap pasien hampir sesuai dengan teori.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abdel, A. S. (2007). An Update on the Pathogenesis and Pathology of Hepatocellular Carcinoma. Bahrain Medical Bulletin Vol.29 , 1-8.

Braunwald, F. (2005). In Principles of Internal Medicine Ed 15. USA: McGraw-hill.

Budihusodo, U. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Desen, W. (2008). Onkologi Klinik Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Guo, X. (2012). Expression Features of SOX9 associate with tumor progression and poor prognosis of hepatocellular carcinoma. Biomed Central Vol.44 , 1-7. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Harrison's. (2005). Principle of Internal Medicine. USA: McGraw-Hill.

Klarisa, C., & Hasan, I. (2014). Karsinoma Hati. In Kapita Selekta. Jakarta: Media Aesculapius.

Kuntz, E., & Kuntz, H. D. (2006). Hepatology Principles and Practice . Germany: Springer.

Lindseth, G. N. (2006). Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In S. A. Price, & L. M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Volume I Edisi 6. Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Robinson, S. T. (2008). Hepatocellular carcinoma : Epidemiology, risk factors and pathogenesis . World Journal Gastroenterology Vol.14 , 4300-4308.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Venook, A. P. (2010). The Incidence and Epidemiology of Hepatocellular Carcinoma : A Global and Regional Perspective. The Oncologist , 5-13.

Gambar

Foto thorax :  tampak coin lession  yang merupakan  gambaran  metastasis.
Tabel 1. Skor Child-Pugh 3.9 Penatalaksanaan
Foto Thoraks  Metastase Ca Paru

Referensi

Dokumen terkait