• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengolahan ikan sarden

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pengolahan ikan sarden"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK KERJA LAPANG

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

OLEH :

KHAIRANITA KURNIAWATI JOMBANG – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2014

(2)

Praktek Kerja Lapang sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

KHAIRANITA KURNIAWATI NIM : 141111060

Mengetahui; Menyetujui;

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Dosen Pembimbing, Universitas Airlangga,

Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. NIP. 19520517 197803 2 001 NIP. 19700116 199503 1 002

(3)

Oleh :

KHAIRANITA KURNIAWATI NIM : 141111060

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

Telah diujikan pada Tanggal : 19 Maret 2014

KOMISI PENGUJI

Ketua : Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. A n g g o t a : Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes.

Agustono, Ir., M.Kes.

Surabaya, 19 Maret 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Dekan,

Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. NIP. 19520517 197803 2 001

(4)

KHAIRANITA KURNIAWATI. Teknik Pengolahan Ikan Sarden (Sardinella sp.) dalam Produk Kaleng di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah. Dosen Pembimbing Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.

Ikan sarden merupakan salah satu ikan komoditas penting dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Salah satu jenis ikan sarden yaitu ikan lemuru. Ikan ini sangat mudah mengalami kerusakan (perishable food) dan cepat membusuk, sehingga perlu adanya pengolahan terhadap ikan jenis ini. Jenis pengolahan yang dapat mengawetkan ikan dalam jangka waktu yang lama yaitu dengan cara pengalengan. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja serta mengetahui hambatan dalam usaha pengalengan ikan sarden dan manajemen perusahaan.

Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Jalan Jlamprang, Desa Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 20 Januari-15 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif dan studi pustaka.

PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan swasta nasional dan berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Perusahaan ini selain bergerak dibidang pengalengan ikan juga mampu memproduksi produk perikanan lain seperti surimi, bakso ikan, fish stick dan sebagainya. Dalam menjalankan usahanya dipimpin oleh seorang Managing Director yang dibantu oleh manajer pada 10 departemen. Pengalengan ikan terdiri dari tahap persiapan bahan baku, thawing udara, pemotongan dan pengeluaran isi perut, pencucian pertama, pengisian ikan ke dalam kaleng, cek pengisian dan cek kebersihan, pre cooking selama 20 menit pada suhu 90°C, penirisan produk dari air pre cooking, pengisian medium saus tomat kekentalan 28-30° Brix dengan menyisakan head space

(5)

dan pengemasan, serta penyimpanan. Hambatan yang dihadapi perusahaan ini adalah ketersediaan ikan lemuru yang tidak selalu ada sehingga proses produksi tidak selalu berjalan rutin, mesin yang mengalami gangguan ditengah kegiatan produksi serta bencana banjir yang menyebabkan kaleng mudah berkarat.

(6)

KHAIRANITA KURNIAWATI. Technique of Sardine Fish Processing in Canned Product in PT. Maya Food Industries Pekalongan, Central Java. Academic Advisor as Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Sc., Ph.D.

Sardine fish is one of the important fish comodity and mostly consumed by Indonesian people in various product. One kind of the sardine fish that is lemuru. This fish is easy to be damage (perishable food) and easy to be decayed in order to need the methods in processing this fish. The type of processing which can preserve fish in the long period of time that is canning method. The purpose of this Field Work Practice (PKL) is to obtain knowledge, experience and the skill in worked as well as to know the obstacles in canned sardine fish bussiness and the company management.

The Field Work Practice was carried out in Jlamprang Road, Krapyak Lor Village, Sub-distric of North Pekalongan, Central Java on 20th January to 15th February, 2014. The work method implemented was the descriptive method that was by taking the data such as the primary data and secondary data. Data were collected by observation, interview, active participation and literature study.

PT. Maya Food Industries is the national private company and a form of legal entity is limited liability company. This company beside of undergoing the canning fish, this company also produces the other fish products such as surimi, fish meatball, fish stick and so on. The company is leaded by a managing director in operating this company in which a manager director is helped by the manager in 10 departements. The canned fish consist of several steps such in preparing the raw material, the air thawing, cutting and abdominal evisceration, first washing, filling the fish into can, checking the filled and checking the hygiene, pre cooking during 20 minutes in the temperature of 90oC, draining the product by water in pre cooking, the filling of tomatto sauce medium which viscosity 28-30° Brix by leaving head space 3 mm in sized, the process of lidding can, the second washing by using the water in temperature of 70oC and a soap, sterilization process in

(7)

always exist so that the production process does not always run regularly, the machine is disturbed amid production activities and floods that caused the can easily corroded.

(8)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang teknik pengalengan ikan sarden ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan pada perusahaan pengalengan ikan sarden yaitu PT. Maya Food Industries yang terletak di Jalan Jlamprang, Desa Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan pada tanggal 20 Januari hingga 15 Februari 2014. Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena telah memberikan limpahan rahmatNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dengan tepat waktu.

2. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya praktek kerja lapang ini dengan baik.

3. Ibu Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang.

4. Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga terselesaikannya penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dengan tepat waktu.

5. Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan Bapak Agustono, Ir., M.Kes sebagai Dosen Penguji pada sidang Praktek Kerja Lapang (PKL) dan memberikan masukan yang membangun kepada penulis.

6. Bapak Eka Setyadi S.T sebagai Pembimbing Lapangan kerja praktek yang memberikan ilmu, pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama penulis melakukan praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries.

7. Bapak Jones H. Simbolon S.H sebagai Kepala HRD yang telah mengizinkan penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries dan telah memberikan masukan dan ilmunya kepada penulis.

8. Bapak Sugeng, Mas Riski Hermawan, Ibu Titik, Ibu Win dan seluruh karyawan PT. Maya Food Industries yang memberikan ilmu dan informasi

(9)

kawan lainnya yang merupakan teman seperjuangan dalam melaksanakan praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries selama satu bulan.

10. Mas Indra Tri Prayugi, Mbak Mardiah Rahma dan teman-teman Octopus 2011 Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian laporan praktek kerja lapang ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya yang berguna untuk kemajuan serta pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama pengolahan ikan.

Surabaya, Maret 2014

(10)

Halaman

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Manfaat ... 3 II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi Ikan Sarden ... 4

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi ... 4

2.1.2 Habitat dan Penyebaran ... 6

2.1.3 Reproduksi ... 8

2.1.4 Makanan ... 8

2.1.5 Kandungan Gizi ... 9

2.2 Manajemen Perusahaan ... 10

2.2.1 Pengertian Manajemen Perusahaan ... 10

2.2.2 Manajemen Strategis ... 11

2.2.3 Tingkatan Strategis ... 13

2.2.4 Jenis Strategi Alternatif ... 14

2.3 Pengalengan ... 17

2.3.1 Pengertian Pengalengan ... 17

2.3.2 Proses Pengalengan Ikan ... 18

III PELAKSANAAN ... 27

3.1 Tempat dan Waktu ... 27

3.2 Metode Kerja ... 27

(11)

4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL ... 30

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 30

4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi ... 31

4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan ... 32

4.2 Manajemen Perusahaan ... 33

4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan ... 33

4.2.2 Tujuan Perusahaan ... 33 4.2.3 Struktur Organisasi ... 34 4.2.4 Ketenagakerjaan ... 40 4.2.5 Spesifikasi Produk ... 43 4.2.6 Kapasitas Produksi ... 47 4.3 Peralatan Produksi ... 47

4.4 Bahan Baku Produksi ... 54

4.5 Bahan Pengemas ... 59

4.6 Pengalengan Ikan ... 61

4.6.1 Persiapan Bahan Baku ... 62

4.6.2 Pencairan (Thawing) ... 62

4.6.3 Pemotongan dan Pengeluaran Isi Perut ... 64

4.6.4 Pencucian 1 ... 64

4.6.5 Pengisian (Filling) ... 65

4.6.6 Cek Pengisian dan Cek Kebersihan ... 66

4.6.7 Pemasakan Awal (Pre-cooking) ... 67

4.6.8 Penirisan (Drying) ... 68

4.6.9 Pengisian Medium (Filling Medium) ... 68

4.6.10 Penutupan Kaleng (Seaming) ... 70

4.6.11 Pencucian 2 ... 71

4.6.12 Sterilisasi ... 72

4.6.13 Pendinginan (Cooling) ... 73

4.6.14 Inkubasi ... 74

4.6.15 Pemberian Label dan Pengemasan ... 75

4.6.16 Penyimpanan (Storage) ... 77

4.7 Analisis Usaha ... 78

4.8 Hambatan dan Pengembangan Usaha ... 80

4.8.1 Hambatan Usaha ... 80

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN ... 88

(13)

Tabel Halaman

1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO ... 10

2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng ... 23

3. Jumlah karyawan PT. Maya Food Industries ... 41

4. Kapasitas exhaust box ... 49

5. Kapasitas alat penutup kaleng (Can Seamer) ... 51

6. Jenis dan ukuran kaleng ... 60

(14)

1. Ikan sarden ... 4

2. Distribusi penyebaran ikan sarden di WIB ... 7

3. Produk ikan sarden dan mackarel kaleng ... 45

4. Produk tambahan PT. Maya Food Industries ... 45

5. Ikan diletakkan di ante room ... 62

6. Proses thawing ikan ... 63

7. Proses pemotongan tubuh ikan ... 64

8. Pencucian ikan ... 65

9. Pengisian ikan pada kaleng ... 66

10. Cek pengisian dengan timbangan ... 67

11. Proses pemasukan kaleng pada exhaust box ... 68

12. Proses penirisan ... 68

13. Pengisian saus tomat ... 70

14. Penutupan kaleng ... 71

15. Pencucian kaleng ... 71

16. Kaleng dimasukkan kedalam retort ... 73

17. Kaleng pada bak pendingin ... 74

18. Kaleng diinkubasi pada ruang pengemasan ... 75

19. Labelling ... 76

20. Proses labelling dan pengemasan ... 76

(15)

Lampiran Halaman

1. Tata letak dan denah unit produksi ... 88

2. Struktur organisasi PT. MFI Pekalongan ... 89

3. Sertifikat MUI, GMP, ISO, dan HACCP ... 90

4. Score sheet tes organoleptik sesuai dengan SNI ... 94

5. Alur proses produksi pengalengan ikan ... 98

6. Analisis usaha PT. Maya Food Industries ... 99

7. Data penerimaan bahan baku ... 101

(16)

1.1 Latar Belakang

Ikan sarden merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Jenis ikan sarden yang banyak terdapat di Indonesia adalah ikan lemuru. Karena nama lemuru kurang dikenal di masyarakat, maka dipergunakanlah nama sarden yang juga merupakan nama genus dari ikan lemuru ini. Menurut Rasyid (2003), ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di perairan Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang memiliki nilai ekonomis penting adalah S. sirm dan S. longiceps. S. sirm banyak ditemukan di laut Jawa. Tegal dan Pekalongan merupakan tempat pendaratan terbesar jenis lemuru ini. Sedangkan S. longiceps didapatkan dalam jumlah besar di Selat Bali. Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, harganya relatif rendah dan cepat mengalami penurunan mutu.

Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan (PPKP, 2012). Adanya diversifikasi produk, maka dapat menambah nilai jual dari ikan itu sendiri dan memberi pilihan bagi konsumen dalam menikmati ikan yang dapat terdiri dari berbagai jenis olahan. Menurut Rasyid (2003), pada pengolahan ikan sarden terdapat beberapa cara yaitu dalam bentuk ikan kaleng, pindang, ikan asin dan tepung.

(17)

Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermatis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau alumunium. Pengemasan secara hermatis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pengalengan ikan sarden ini umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan bahan baku ikan lokal dan dapat pula dipasok dari ikan impor untuk memenuhi kebutuhan produksi perusahaan (Bali Post, 2003). Dengan pengalengan yang dilakukan tersebut maka ikan mengalami peningkatan harga jual dan dapat dipasarkan ke masyarakat luas, tidak hanya di daerah tempat banyak ditemukannya ikan ini (Maleva, 2011).

Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengalengan ikan sarden yaitu PT. Maya Food Industries. Perusahaan tersebut telah lama beroperasi dalam menghasilkan ikan sarden kaleng yang dipasarkan hampir ke seluruh Indonesia. Dengan adanya praktek kerja lapang ini dapat diketahui cara atau teknik pengalengan ikan yang dilakukan perusahaan tersebut serta manajemen perusahaan yang diterapkan. Serta memahami pengolahan ikan dengan baik dan benar sehingga dapat dihasilkannya produk yang berkualitas dan layak dikonsumsi masyarakat.

(18)

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini yaitu :

1. Mengetahui teknik pengolahan ikan sarden untuk dijadikan produk kaleng hingga dapat dipasarkan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah

2. Mengetahui manajemen perusahaan yang diterapkan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah

3. Mengetahui permasalahan yang timbul baik dalam proses pengalengan ikan sarden maupun dalam kegiatan manajemen perusahaan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah

1.3 Manfaat

Dengan adanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk meningkatkan wawasan, keterampilan, serta mendapatkan pengalaman baru dalam teknik pengalengan ikan sarden. Selain itu mahasiswa mendapat gambaran secara langsung kondisi di lapangan mengenai pengalengan ikan yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan ikan serta mengetahui kendala yang sering ditemui oleh perusahaan pengolahan ikan dalam kegiatan pengalengan ikan setiap bulannya.

(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Sarden 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi

Klasifikasi ikan sarden (Sardinella sp.) menurut Saanin (1984) dalam Khalishi (2011) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Family : Clupeidae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella sp. Sardinella lemuru Sardinella fimbriata

Gambar 1. Ikan sarden Sumber : PIPP (2012)

Sarden memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang, posisi sudut mulut ikan tersebut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak di pertengahan dengan permulaan dasar di depan sirip perut, sirip dada di bawah linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor berbentuk bulan sabit (Saanin, 1986 dalam Swagger, 2012).

(20)

Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo, 1982 dalam Syakila, 2009). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat pada S. fimbriata dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada S. lemuru Bleeker (Syakila, 2009).

A. Ikan Lemuru (S. lemuru)

Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah S. longiceps yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada S. longiceps, nama lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga Sardinella, yaitu S. lemuru, S. sirm, S. leiogastes dan S. aurita (Burhanuddin et al., 1984 dalam Nababan, 2009).

Ikan lemuru termasuk ikan pelagik kecil pemakan plankton. Hidupnya bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut agak membulat dengan sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol. Panjang badannya dapat mencapai 23 cm, namun umumnya 17-18 cm. Warna badan biru kehijauan di bagian atas, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Pada bagian atas penutup insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol hitam atau bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan, sedangkan warna sirip ekor kehitaman (Dwiponggo, 1982 dalam Aprilia, 2011).

(21)

B. Ikan Tembang (S. fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Sisik-sisik duri terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari pertengahan badan, berjari-jari lemah 16-19. Tapis insangnya halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan ini hidup bergerombol membentuk gerombolan besar. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun umumnya 12,5 cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya (Sardjono, 1979 dalam Bachrin dkk, 2011).

Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku dan berbelah. Sirip pada punggung bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit, tidak memiliki bercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang dan sirip dada sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut jauh ke belakang di depan sirip dubur, rahang sama panjang, tutup insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap dengan langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin, 1984 dalam Khalishi, 2011).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Sardinella sp. tergolong ikan pelagis. Ruaya ikan ini dipengaruhi oleh makanan, suhu dan salinitas. Pada siang hari, ikan sarden umumnya berada di dekat dasar perairan dan membentuk gerombolan yang kompak, sedangkan pada malam hari bergerak ke dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang

(22)

menyebar dan akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung disertai hujan gerimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya temperatur permukaan (Adianto, 1993 dalam Aprilia, 2011).

Ikan sarden ini menghuni perairan tropis yang ada di daerah Indo Pasifik, dari teluk Aden sampai dengan perairan Filipina (Sujastani dan Nurhakim, 1982 dalam Aprilia, 2011). Ikan ini tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali, Australia sebelah barat dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan ini terdapat juga di sebelah selatan Ternate dan Teluk Jakarta (Whitehead, 1985 dalam Nababan 2009).

Gambar 2. Distribusi penyebaran ikan sarden di Wilayah Indonesia Barat (WIB) Sumber : Triyatna (2013)

Lemuru Bali (S. lemuru) dapat ditangkap secara musiman yakni mulai awal musim penghujan di sekitar Selat Bali (bulan September-Oktober) hingga akhir musim dibulan Februari-Maret. Puncak penangkapan berlangsung sekitar bulan Desember-Januari. Diluar musim tersebut, ikan S. lemuru ini sulit

(23)

ditemukan, diduga ikan-ikan ini berpindah ke lapisan perairan yang lebih dalam (IFT Fishing, 2013).

2.1.3 Reproduksi

Menurut Merta (1992) dalam Nababan (2009), ikan-ikan sarden yang tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan memijah pada bulan Juni-Juli. Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh dari pantai Selat Bali, ditandai dengan tertangkapnya ikan-ikan sarden kecil oleh bagan-bagan tancap di Teluk Pangpang pada Bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok ikan yang memijah pada bulan Oktober sampai November. Ikan cenderung datang ke pantai untuk bertelur karena salinitasnya rendah. Kemungkinan ikan lemuru di Selat Bali memijah pada akhir musim hujan setiap tahun, tetapi proses pemijahan ikan ini masih belum diketahui. Pemijahan dan migrasi ikan ini dapat terjadi secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar seperti pada spesies S. aurita dan S. longiceps, hal ini berkaitan dengan kondisi hidrologi (terutama suhu).

2.1.4 Makanan

Penelitian yang dilakukan Merta (1992) dalam Nababan (2009) menunjukkan bahwa lemuru (S. longiceps) adalah pemakan zooplankton dan fitoplankton terutama copepoda. Zooplankton merupakan makanan utama, menduduki presentase sekitar 90,52%-95,54%, sedangkan fitoplankton berjumlah sekitar 4,46%-9,48%. Copepoda dan decapoda merupakan komponen zooplankton tertinggi yang masing-masing menduduki tempat pertama dan kedua (53,76- 55,00% dan 6,50-9,45%).

(24)

Dalam kaitan ini Merta (1992) dalam Nababan (2009) berpendapat bahwa pada musim barat (November-Pebruari) lemuru didapatkan di tepi Selat Bali dimana jenis plankton didapatkan dalam jumlah yang besar. Pada musim timur (Juni-Agustus) terjadi upwelling di Selatan Jawa dan di Selat Bali. Hal ini menyebabkan produktivitas primer meningkat tinggi dan memungkinkan makanan utama ikan sarden berubah menjadi fitoplankton.

2.1.5 Kandungan Gizi

Ikan sarden kaya akan kandungan omega-3 yaitu EPA (eicosapentaenoic) dan DHA (docohexanoic acid), salah satu jenis lemak tak jenuh yang diyakini punya banyak manfaat untuk kesehatan (IFT Fishing, 2013). Ikan sarden mengandung EPA 1.381 mg/100 gram dan DHA 1.138 mg/100 gram. EPA merupakan asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat memperlebar saluran darah, mencegah pergeseran cairan darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan lemak netral dalam cairan darah, meningkatkan HDL (high density lipoprotein) yang merupakan kolesterol baik menekan LDL (low density lipoprotein) yang merupakan kolesterol jahat, sehingga dapat mencegah penyakit jantung, mencegah kegemukan karena menekan bertambahnya sel-sel lemak dan mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. DHA merupakan salah satu asam lemak tak jenuh, bersama-sama dengan EPA merupakan vitamin F berfungsi mengaktifkan sel-sel otak. Fungsi lain dari DHA adalah menurunkan kepekatan kolesterol dalam cairan darah, mencegah pergeseran cairan darah, mencegah kanker, mencegah histamin penyebab alergi dan memperlambat proses penuaan dan pemikunan (Ghufran, 2011 dalam Triyatna, 2013).

(25)

Menurut FAO, komposisi ikan lemuru dalam keadaan segar dan kering sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO

Komposisi Kimia dalam 100 gram Daging Ikan Sarden

Segar Kering Satuan

Energi 112 170 Kalori Lemak 3.2 1.1 Gram Protein 19.4 37.4 Gram Karbohidrat 0 0 Gram Air 76 45.5 Persen Serat 0 0 Gram Abu 1.4 16 Gram Kalsium 96 228 Miligram Fosfor 220 315 Miligram Besi 1.4 3.6 Miligram Natrium 61 0 Miligram Kalium 420 0 Miligram Thiamine 0.01 0.01 Miligram Riboflavin 0.07 0.1 Miligram Niacin 7.6 14.5 Miligram

Sumber : Syamsiar (1986) dalam Sonnino (2012) 2.2 Manajemen Perusahaan

2.2.1 Pengertian Manajemen Perusahaan

Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dibidang perekonomian (keuangan, industri dan perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur (regelmatig), terang-terangan (openlijk) dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Saliman, 2005).

(26)

Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu (Hasibuan, 2009). Sumber daya yang dimaksud meliputi sumber daya manusia yang bertugas untuk mengolahnya, sumber daya alam sebagai bahan baku kegiatan perusahaan serta sumber daya lainnya sebagai penunjang kegiatan perusahaan yang dilakukan sehari-hari. Keberadaan perusahaan bergantung pada manajemen strategis. Manajemen strategis tersebut bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan (David, 2006).

2.2.2 Manajemen Strategis

Dalam suatu kegiatan manajemen perusahaan perlu adanya manajemen strategis sehingga dapat tercapainya tujuan yang dikehendaki perusahaan tersebut. Menurut David (2004), manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tahapan dalam manajemen strategis yaitu:

A. Formulasi Strategi

Meliputi kegiatan untuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan

(27)

memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Karena tidak ada organisasi yang memiliki sumber daya tidak terbatas, penyusun strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak. Keputusan formulasi strategi mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumber daya dan teknologi yang spesifik untuk periode waktu yang panjang (David, 2004).

B. Implementasi Strategi

Mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Pelaksanaan strategis mencakup mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, serta menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi (David, 2004).

Implementasi strategi disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen strategis. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan. Kemampuan interpersonal sangatlah penting dalam implementasi strategi. Aktivitas implementasi strategi mempengaruhi semua karyawan dan manajer dalam organisasi (David, 2004).

C. Evaluasi Strategi

Tahap ini merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi kapan strategi tidak dapat

(28)

berjalan seperti yang diharapkan. Semua strategi dapat dimodifikasi dimasa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi yang terdiri dari meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja, serta mengambil tindakan-tindakan korektif. Evaluasi strategi perlu dilakukan karena keberhasilan saat ini bukan merupakan jaminan untuk keberhasilan dihari esok (David, 2004).

2.2.3 Tingkatan Strategi

Menurut David (2006), aktivitas formulasi, implementasi dan evaluasi strategi terjadi pada empat tingkat hierarki dalam perusahaan besar antara lain korporat, divisional atau unit bisnis strategis (strategic business unit), fungsional dan operasional. Namun dalam perusahaan kecil, hanya terdapat tiga tingkatan strategi yaitu perusahaan, fungsional dan operasional. Letak perbedaan antara perusahaan besar dan kecil yakni pada tingkat strategi divisional.

Dalam perusahaan besar, orang yang dasarnya bertanggung jawab untuk memiliki strategi yang efektif pada berbagai tingkat mencakup CEO pada tingkat korporasi; presiden (direktur utama) atau wakil presiden eksekutif pada tingkat divisional; direktur keuangan, direktur informasi, manajer sumber daya manusia, direktur pemasaran pada tingkat fungsional; dan manajer pabrik, manajer penjualan regional dan seterusnya, pada tingkat operasional. Dalam perusahaan kecil, orang yang dasarnya bertanggung jawab untuk memiliki strategi yang efektif pada berbagai tingkatan mencakup pemilik bisnis atau presiden pada

(29)

tingkat perusahaan dan kemudian pada dua tingkat bawah adalah orang dalam tingkat yang sama dengan staf di perusahaan besar (David, 2006).

2.2.4 Jenis Strategi Alternatif

Strategi alternatif yang dapat dijalankan sebuah perusahaan dikategorikan dalam 4 jenis antara lain strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi, strategi defensif (David, 2006).

A. Strategi Integrasi

Strategi integrasi ini terdiri dari integrasi kedepan (Forward Integration Strategy), integrasi kebelakang (Backward Integration Strategy) dan integrasi horisontal (Horizontal Integration Strategy). Integrasi kedepan merupakan strategi yang menghendaki agar perusahaan mempunyai kemampuan yang besar terhadap pengendalian para distributor atau pengecer, bila perlu dengan memilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan mendapatkan banyak masalah dengan pendistribusian barang atau jasanya, sehingga mengganggu pendistribusian tersebut dengan sumber daya yang dimiliki. Alasan lain, karena distribusi tersebut memiliki prospek yang baik untuk dimasuki (David, 2006).

Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi ini sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Seperti keterlambatan dalam pengadaan bahan, kualitas bahan yang menurun, biaya yang meningkat, sehingga tidak lagi dapat diandalkan (David, 2006).

(30)

Integrasi horisontal merupakan strategi yang mengacu pada strategi yang mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan. Merger, akuisisi dan pengambilalihan antar pesaing memungkinkan meningkatnya skala ekonomi dan mendorong transfer sumber daya dan kompetensi (David, 2006).

B. Strategi Intensif

Penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk kadang-kadang disebut sebagai strategi intensif karena ketiganya membutuhkan usaha intensif jika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini akan membaik. Penetrasi pasar merupakan strategi yang berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar suatu produk atau jasa melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih besar. Tujuan dari strategi ini untuk meningkatkan pangsa pasar dengan usaha pemasaran yang maksimal (David, 2006).

Pengembangan pasar bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa yang ada sekarang atau dengan kata lain memperbaiki dan atau mengembangkan produk yang sudah ada (David, 2006).

Pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk atau jasa yang ada sekarang ke daerah-daerah yang secara geografis merupakan daerah baru atau dengan kata lain untuk memperbesar pangsa pasar (David, 2006).

(31)

C. Strategi Diversifikasi

Strategi diversifikasi ini dapat terdiri atas tiga bentuk kegiatan antara lain diversifikasi konsentrik (Concentric Difersification Strategy), diversifikasi konglomerat (Conglomerate Diversification Strategy) dan diversifikasi horisontal (Horizontal Diversification Strategy). Diversifikasi konsentrik ini dapat dilaksanakan dengan cara menambah produk atau jasa yang baru tetapi masih berhubungan. Tujuan strategi ini untuk membuat produk baru yang berhubungan untuk pasar yang sama (David, 2006).

Diversifikasi konglomerat merupakan strategi dengan menambahkan produk atau jasa yang tidak saling berhubungan. Tujuan strategi ini untuk menambah produk baru yang tidak saling berkaitan untuk pasar yang berbeda. Sedangkan diversifikasi horisontal merupakan strategi yang dilakukan dengan menambahkan produk dan jasa yang baru, tetapi tidak saling berhubungan untuk ditawarkan kepada konsumen yang ada sekarang (David, 2006).

D. Strategi Defensif

Sebagai tambahan atas strategi integratif, intensif dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan retrenchment, divestasi, atau likuidasi. Retrenchment merupakan strategi yang dapat dilaksanakan ketika suatu organisasi mengelompokkan ulang melalui pengurangan asset dan biaya untuk membalikkan penjualan dan laba yang menurun. Retrenchment disebut juga berputar (turnaround) yang dirancang agar perusahaan mampu bertahan pada pasar persaingannya. Retrenchment dapat melibatkan penjualan tanah dan gedung untuk meningkatkan kas, memotong lini produk, menutup bisnis yang labanya sangat

(32)

tipis, menutup pabrik yang tua dan kuno, mengotomatisasi proses, mengurangi jumlah karyawan dan menetapkan sistem kontrol pengeluaran (David, 2006).

Strategi divestasi merupakan strategi menjual satu divisi atau bagian dari perusahaan. Strategi ini sering digunakan dalam rangka penambahan modal dari suatu rencana investasi atau untuk menindaklanjuti strategi akuisisi yang telah diputuskan untuk proses selanjutnya. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui reduksi biaya dan aset perusahaan (David, 2006).

Strategi likuidasi merupakan strategi menjual seluruh asset perusahaan yang dapat dihitung nilainya. Strategi ini bertujuan untuk menghentikan operasi perusahaan atau menutup perusahaan daripada meneruskan akan tetapi rugi (David, 2006).

2.3 Pengalengan

2.3.1 Pengertian Pengalengan

Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).

Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya dari pembusukan. Dalam pengalengan ini daya tahan ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan penanganan yang lebih

(33)

intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba otomatis. Sebab dalam proses pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah yang ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari luar tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada produk yang dikalengkan (Murniyati dan Sunarman, 2004). Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botulinum yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu diatas 55°C (Adawyah, 2008).

2.3.2 Proses Pengalengan Ikan

Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan kedalam kaleng, pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan (Desrosier, 1978 dalam Utami, 2012).

Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat dan dibumbui. Ada pula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008) menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah dan proses pengalengan.

(34)

A. Persiapan Bahan

Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan (Hudaya, 2008).

Penyiapan bahan mentah dapat terdiri dari sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah. Sortasi dilakukan untuk memilih bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang berkualitas untuk sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran atau diameter, berat jenis atau warna. Selanjutnya proses pembersihan, proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk sayur-sayuran dan buah-buahan, dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008).

Pengupasan dilakukan untuk membuang bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk, dan lain sebagainya. Blansing dilakukan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan merendamnya sebentar dalam air

(35)

mendidih atau dengan uap air panas, kemudian diikuti dengan pendinginan dalam air (Hudaya, 2008).

Untuk bahan yang dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan pada bahan yang akan dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman dalam air panas. Dan proses terakhir dengan penambahan bahan tertentu, dapat diberikan larutan garam dengan konsentrasi 1-3 % sebagai media untuk sayur-sayuran, daging dan ikan, minyak dipakai untuk pengalengan ikan, larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan (Hudaya, 2008).

B. Pengisian Bahan Pangan

Pengisian bahan pangan kedalam wadah harus memperhatikan ruangan pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Adawyah, 2008).

Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tinggi head space adalah sekitar 0,25 inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars, direkomendasikan head space yang lebih besar (Adawyah, 2008). Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari 0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan medium, diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012). Pengisian bahan kedalam wadah harus seragam dengan tujuan untuk mempertahankan keseragaman rongga

(36)

udara (head space), memperoleh produk yang konsisten dan menjaga berat bahan secara tetap (Utami, 2012).

C. Pengisian Medium

Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan kedalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu dan minyak. Larutan garam digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-buahan, kaldu untuk daging dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk kalengan, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008).

D. Penghampaan Udara

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), penghampaan udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan suhu produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal (initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

(37)

Tujuan exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas dari

makanan dan kaleng, mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi, agar tutup kaleng tetap cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavour serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C (Hudaya, 2008).

E. Penutupan Wadah (Sealing)

Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5% kemudian dibilas dengan air bersih beberapa

kali (Hudaya, 2008).

F. Sterilisasi

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya, teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk

(38)

menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak.

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis mikroba yang dihancurkan, kecepatan perambatan panas kedalam titik dingin, suhu awal bahan pangan di dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi dan keasaman atau pH (power of hydrogen) produk yang dikalengkan.

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), berdasarkan derajat keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 100°C yang merupakan suhu air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus disterilisasi pada suhu lebih tinggi dari 100°C. Bahan pangan yang asam (pH < 4.5) seperti sari buah, buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya disterilisasi dengan cara memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu pada titik dingin mencapai 93°C atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang dapat membusukkan bahan pangan asam dapat hancur. Golongan bahan pangan lainnya yang memiliki pH ˃ 4,5 seperti sayuran yang tidak asam, sup, daging, ikan dan unggas, dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah tekanan, agar diperoleh tingkat sterilitas yang memadai.

(39)

Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng

Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (2008) dalam Utami (2012)

Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Menurut Hariyadi (2000) dalam Utami (2012), ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya tekstur dan cita rasa yang khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi, peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat, terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan dan menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.

Ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain-lain), terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, proses

(40)

pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik. Kontrol terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama pemanasan terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau reduksi mikroba dan inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses pemanasan untuk meningkatkan daya simpan, dilakukan dengan cara blansir, pasteurisasi dan sterilisasi (Hariyadi, 2000 dalam Utami, 2012).

G. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (35-40°C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).

Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan shock dan kemudian akan mati.

H. Penyimpanan

Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur

(41)

dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).

Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH (kelembaban udara) rendah dan ventilasi atau pertukaran udara didalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut atau dipasarkan.

(42)

III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari hingga 15 Pebruari 2014.

3.2 Metode Kerja

Dalam melaksanakan PKL ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada kegiatan PKL ini, data yang diambil ada dua jenis yakni data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik) dan partisipasi aktif. Kelebihan penggunaan sumber data primer adalah

(43)

peneliti dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan karena data yang tidak relevan dapat dieliminasi atau setidaknya dikurangi (Nazir, 2011).

A. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada sumber. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui tatap muka atau melalui telepon (Sangadji dan Sopiah, 2010). Wawancara pada praktek kerja lapang ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang sejarah pendirian perusahaan, struktur organisasi, ketenagakerjaan perusahaan, pemasaran, teknik pengalengan ikan sarden dan hambatan yang dihadapi dalam proses pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries.

B. Observasi

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek, obyek atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan yang diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pada kegiatan praktek kerja lapang ini, observasi dilakukan pada proses kedatangan bahan baku, penyimpanan ikan di dalam cold storage, pemotongan ikan, pencucian, pengisian dalam kaleng, penimbangan, pemasakan awal ikan, pengisian saus tomat, penutupan kaleng, sterilisasi kaleng, pemberian label pada kaleng dan karton, pengemasan, penyimpanan, pengelolaan water treatment serta sarana prasarana perusahaan.

(44)

C. Partisipasi Aktif

Partispasi aktif dilakukan dengan berpartisipasi didalam berbagai situasi dan berperan aktif didalamnya (Nazir, 2011). Partisipasi aktif yang dilakukan pada kegiatan pengalengan ikan sarden ini meliputi kegiatan pemotongan ikan, pencucian, pengisian dalam kaleng, penimbangan, pemberian label pada kaleng dan karton, sortasi kaleng penyok dan pengemasan.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder yang didapatkan pada praktek kerja lapang ini berupa dokumentasi, majalah, koran, buku catatan atau laporan yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Sangadji dan Sopiah, 2010). Data sekunder yang didapatkan berupa struktur organisasi perusahaan, tata letak bangunan, dokumentasi peralatan dan proses pengalengan, sertifikat ISO, HACCP, GMP dan MUI.

(45)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) murni dan salah satu perusahaan dibawah naungan Maya Group. Pada mulanya, PT. Maya Food Industries ini bernama PT. Bali Maya Permai Pekalongan yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1979. PT. Bali Maya Permai Pekalongan ini merupakan cabang dari PT. Bali Maya Permai yang terletak di Desa Tegal Badeng, Kecamatan Negara, Kabupaten Tabalin, Bali. PT. Bali Maya Permai Pekalongan dimiliki oleh Soekardjo Wibowo, Soekardi Wibowo dan Baswan yang ketiganya orang Indonesia serta Mr. Chang yang berasal dari Singapura. PT. Bali Maya Permai Pekalongan merupakan perusahaan swasta nasional dan berbadan hukum perseroan terbatas. Operasi percobaan PT. Bali Maya Permai Pekalongan dimulai pada bulan September 1981 berdasarkan izin TK II No. 53547 yang ditetapkan tanggal 2 Mei 1981 oleh Walikota Pekalongan. Perusahaan menghasilkan produk pertama dan mulai dipasarkan pada bulan April 1982 dibawah pimpinan Bapak Ir. Hasdi Prawira.

Pada tahun 1995, PT. Bali Maya Permai Pekalongan hampir mengalami kebangkrutan karena krisis ekonomi. Dalam kondisi demikian, perusahaan menjual seluruh saham perusahaan pada Mr. Chang. Perusahaan ini kemudian tergabung dalam Perusahaan Maya Food Government yang berpusat di Singapura dan merupakan Member of Maya Group. Setelah saham PT. Bali Maya Permai Pekalongan dijual, namanya diubah menjadi PT. Maya Food Industries yang

(46)

resmi berdiri pada tahun 1995 dengan Akte Pendirian No: 236 tanggal 16 November dihadapan Notaris Misahardi Wilamarta S.H berkedudukan di Jakarta dan Akte Cabang No: 36 tanggal 10 April 1996 dihadapan Notaris Issudariyah Andi Mualim S.H berkedudukan di Pekalongan.

PT. Maya Food Industries Pekalongan awalnya merupakan cabang perusahaan produksi terutama untuk merek Botan yang mendapatkan lisensi dari Mitsui Co. Ltd Jepang. Pemasaran produk dilakukan oleh PT. Indo Maya Mas Jakarta sebagai distributor untuk pasar dalam negeri dan Wayan SDN BHD yang terletak di Malaysia sebagai distributor untuk pasar luar negeri. Namun, perusahaan ini akhirnya diberikan kuasa sebagai perusahaan yang juga melakukan pemasaran untuk merek asli dari PT. Maya Food Industries seperti Ranesa dan Sesibon. PT. Maya Food Industries bekerjasama dengan supplier yang membantu dalam penyediaan bahan baku, baik dari dalam maupun luar negeri. Perusahaan ini juga bekerjasama dengan buyers atau pemesan dalam hal penjualan, dimana kegiatan produksi suatu jenis merek tertentu ditentukan oleh permintaan buyers atau pemesan seperti merek Polo Star, Alam Indo, Janus dan sebagainya.

4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi

PT. Maya Food Industries terletak di Kota Pekalongan, tepatnya berada di Jalan Jlamprang, Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan 51149, Jawa Tengah. Terletak sekitar lima kilometer di sebelah utara Kota Pekalongan. Perusahaan tersebut didirikan di atas tanah seluas 23.000 m2 dengan luas bangunan sekitar 5.100 m2. Selain itu, perusahaan ini berdekatan dengan pantai Slamaran dan pemukiman penduduk. Adapun secara geografis letak

(47)

PT. Maya Food Industries pada bagian utara berhadapan langsung dengan Pantai Utara Laut Jawa, bagian timur terdapat Sungai Banger, bagian Selatan bersebelahan dengan Desa Klego, dan di bagian Barat di batasi oleh Sungai Pekalongan yang mengalir menuju ke Pantai Utara. Selain perusahaan berada di dekat pusat kota, perusahaan ini juga terletak dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan.

Terdapat keuntungan dari letak perusahaan tersebut, diantaranya perusahaan yang terletak di sekitar pemukiman warga memudahkan untuk mencari tenaga kerja musiman dan borongan. Tenaga kerja ini dibutuhkan saat kegiatan produksi sedang tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk mempercepat proses produksi. Letak perusahaan yang dekat dengan pusat kota ini memudahkan dalam mobilisasi baik kontainer yang memasok bahan baku maupun kontainer yang membawa produk untuk dipasarkan. Selain itu, perusahaan yang dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPN Pekalongan mempermudah dalam menyediakan bahan baku ikan lokal sehingga menekan biaya produksi dari segi transportasi, serta ikan masih dalam keadaan segar.

4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan

Dengan luas bangunan perusahaan 5.100 m2, PT. Maya Food Industries memiliki beberapa gedung dengan fungsi yang berbeda, antara lain kantor utama PT. Maya Food Industries, kantor administrasi, bengkel pabrik, ruang listrik, gedung pengemasan, gedung kegiatan produksi pengalengan ikan, gedung penyimpanan bahan baku, gedung penyimpanan bahan tambahan, gudang penyimpanan produk akhir, area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), gedung

(48)

pengolahan surimi, gedung pengolahan bakso ikan, laboratorium, gedung peralatan, mushola, koperasi karyawan, toilet, tempat parkir, pos jaga, mess tamu dan sebagainya. Tata letak dan denah unit produksi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Manajemen Perusahaan 4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Maya Food Industries Pekalongan mempunyai visi yaitu “Menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan, berbasis pengalengan ikan dan surimi, berskala internasional dengan mengutamakan produk pengolahan ikan dengan kualitas tinggi guna kepuasaan pelanggan.”

Untuk dapat mendukung visi perusahaan tersebut, PT. Maya Food Industries Pekalongan memiliki misi yaitu :

1. Memperluas pasar dan mitra kerja global.

2. Mengembangkan produk untuk menarik minat pasar. 3. Memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen.

4.2.2 Tujuan Perusahaan

Pada umumnya setiap perusahaan memiliki tujuan dalam setiap pendiriannya, tujuan ini terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan atau laba (Saliman, 2005). Penentuan tujuan ini termasuk kedalam formulasi strategi dan penting untuk mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumber daya dan teknologi yang spesifik untuk periode waktu yang panjang (David, 2004). Tujuan perusahaan jangka pendek umumnya adalah mencapai laba maksimal dan berkesinambungan, agar

(49)

perusahaan bisa tetap tumbuh dan tetap beroperasi (Sarika, 2009). Adapun tujuan jangka pendek PT. Maya Food Industries ini terdiri dari :

1. Meningkatkan volume penjualan. 2. Mendapatkan keuntungan yang optimal.

Untuk tujuan jangka panjang yaitu memaksimalkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan para pemegang saham lainnya (Sarika, 2009). Adapun tujuan jangka panjang yang ingin dicapai oleh PT. Maya Food Industries yaitu :

1. Mengadakan perluasan pabrik dan pemasaran. 2. Menjaga kontinyuitas perusahaan.

Tujuan perusahaan ini rutin dilakukan evaluasi yang merupakan tahap akhir dari manajemen strategis (David, 2004). Tujuan jangka pendek PT. Maya Food Industries dievaluasi setiap tiga bulan sekali sedangkan tujuan jangka panjang dievaluasi setiap setahun sekali. Menurut Kaurvaki (2012), tujuan evaluasi perusahaan adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan serta untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau penyimpangan agar dapat segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan dapat tercapai.

4.2.3 Struktur Organisasi

PT. Maya Food Industries memiliki struktur organisasi sederhana yang terdiri dari 3 tingkatan yaitu tingkatan korporat, fungsional dan operasional, yang merupakan struktur organisasi pada perusahaan kecil (David, 2006). Meski

(50)

perusahaan memiliki kapasitas produksi yang besar namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak dibutuhkan banyak tingkatan organisasi, sehingga kerja dari masing-masing departemen lebih efektif dan dapat menghemat biaya operasional untuk gaji karyawan. Perusahaan dipimpin oleh managing director dan dibawahnya terdapat departemen yang dipegang oleh manajer. Manajer memiliki kewenangan untuk mengatur tugas operasional yang terdapat didalam departemennya. Struktur organisasi yang demikian, menurut Mayowan (2012) kekuasaan dan tanggung jawab mengalir langsung secara vertikal dari manajemen puncak sampai pada setiap orang yang berada pada jabatan terendah dan masing-masing dihubungkan oleh garis perintah dan pelaporan, sistem ini disebut sistem organisasi berbentuk garis. Struktur organisasi pada PT. Maya Food Industries dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sistem organisasi berbentuk garis ini adalah yang paling praktis karena hubungan antara atasan dan bawahan bersifat langsung melalui garis perintah. Pimpinan dan karyawan saling mengenal dan dapat berhubungan setiap hari. Masing-masing kepala departemen mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan baik pokok maupun tambahan yang ada dalam departemennya, dengan pucuk pimpinan sebagai sumber kekuasaan tunggal (Mayowan, 2012).

Terdapat keuntungan digunakannya sistem organisasi berbentuk garis ini antara lain rantai perintah dan pelaporan yang tegas dan jelas, keputusan dapat diambil dengan cepat karena manajer punya kewenangan memantau pekerjaan bawahan, koordinasi mudah dilaksanakan, rasa solidaritas para karyawan tinggi

(51)

karena saling mengenal. Sedangkan kelemahan sistem garis ini yaitu manajer harus menerima tanggung jawab lengkap atas sejumlah bidang tugas yang mungkin tidak memiliki keahlian untuk itu, ada kecenderungan pimpinan untuk bertindak otoriter, organisasi secara keseluruhan terlalu bergantung pada satu orang dan kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas (Mayowan, 2012).

PT. Maya Food Industries terdiri dari 10 departemen utama (top management) yang langsung dibawah pimpinan yang disebut managing director (MD) atau sama dengan CEO. Managing director PT. Maya Food Industries sebagai pimpinan perusahaan mewakili pemilik saham untuk mengendalikan aktivitas internal perusahaan, mengkoordinasikan semua unsur-unsur yang ada di dalam perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai wakil dari perusahaan dalam hal berhubungan dengan pihak luar serta bertanggung jawab pada dewan komisaris. Adapun tugas setiap departemen antara lain :

A. Pemasaran (Marketing)

Departemen ini bertugas untuk menjalin komunikasi dengan calon pemesan dan melakukan negosiasi awal seperti melakukan kontrak kerja dan mendiskusikan spesifikasi pesanan. Selain itu apabila produk yang dipesan telah menjadi produk jadi, maka departemen ini kembali menghubungi pemesan dan melakukan proses pembayaran atas produk yang telah dipesan dan memastikan produk diterima oleh pemesan. Sedangkan untuk produk yang menggunakan merek asli dari PT. Maya Food Industries maka bagian pemasaran langsung berhubungan dengan para distributor yang akan memasarkan produk tersebut.

(52)

Departemen pemasaran melakukan kegiatan pemasaran untuk pasar lokal dan ekspor.

B. PPIC (Program and Planning Inventory Control)

PPIC memiliki tugas untuk melakukan perencanaan produksi antara lain pengadaan bahan baku dan bahan tambahan yang akan digunakan, merencanakan jumlah produksi, waktu produksi dan pengalokasian sumber daya manusia untuk memenuhi permintaan pemesan. PPIC juga dapat memeriksa stok barang dan mencatat pada kartu stok, mengatur barang yang berada di gudang serta memeriksa seluruh barang-barang yang masuk dan keluar.

C. QC (Quality Control)

Departemen quality control ini melakukan kegiatan pengawasan terhadap mutu bahan baku, produk yang masih dalam proses produksi dan juga pengawasan terhadap produk jadi. Manajer QC bertanggung jawab untuk menjalankan sistem keamanan kualitas produk dengan standar dan prosedur ISO (International Organization for Standardization), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), dan GMP (Good Manufacturing Practice) serta apabila terjadi suatu masalah pada produk di pasaran maka dilakukan kegiatan investigasi untuk kemudian melakukan proses penarikan produk dari pasaran. Departemen QC juga dapat mengawasi kinerja para pekerja serta mengawasi sanitasi karyawan dan perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kualitas produk sehingga tetap memenuhi standar yang telah ditentukan.

(53)

D. Pembelian (Purchasing)

Departemen purchasing memiliki tugas untuk mengoordinasikan permintaan kebutuhan barang dari masing-masing departemen dan memastikan semua kebutuhan produksi tersedia sehingga tidak menghambat proses produksi, melaksanakan tugas pembelian bahan baku dan material, serta berkomunikasi dengan departemen marketing untuk memenuhi pesanan pelanggan. Departemen purchasing juga bertugas melakukan dan menerima klaim jika pesanan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

E. Produksi MS (Mackerel Sardines)

Departemen MS bertugas untuk melakukan proses produksi ikan kaleng. Manajer MS bertanggung jawab mengkoordinasikan aktivitas produksi secara internal maupun eksternal, memastikan pelaksanaan produksi berjalan dengan baik sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta melakukan pengawasan dan evaluasi jalannya produksi.

F. Produksi Surimi

Departemen surimi ini memiliki tugas untuk memproduksi surimi, mengawasi seluruh proses dibagian surimi, mengontrol bahan-bahan yang akan digunakan untuk produksi surimi, serta mengkoordinasikan seluruh karyawan.

G. VAP (Value Added Product)

Tugas departemen VAP adalah untuk memproduksi bakso ikan, otak-otak, fish stick, scallops, kepiting kaleng dan sebagainya yang bukan produk utama melainkan produk tambahan yang hanya diproduksi bila terdapat permintaan oleh

Gambar

Gambar 1. Ikan sarden
Gambar 2. Distribusi penyebaran ikan sarden di Wilayah Indonesia Barat (WIB)
Tabel 1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO
Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk ini dicipta untuk tujuan memudahkan pengguna membancuh susu bayi semasa melakukan aktiviti seperti berkelah, jadi mereka cuma perlu membawa satu bekas yang

Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah untuk memudahkan Prima Herbal dalam memasarkan produk serta menghasilkan sistem informasi penjualan berbasis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang terjadi pada produk lilin spiral dan bagaimana kualitas produk tersebut dapat dikendalikan dengan

Masalah yang sering terjadi pada susu Greenfields ESL adalah kemasan mengalami kerusakan (pack defect) sehingga perlu suatu langkah perbaikan. Defect pada produk Greenfields

Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini yaitu untuk mengidentifikasi penyebab seringnya terjadi kerusakan pada roda traveling harrow pada reclaimer limestone

Melihat permasalahan yang terjadi, maka perlu dibuat suatu sistem yang dapat memudahkan tugas kaprodi ataupun sekprodi informatika dalam menentukan pembimbing tugas

Menurut Assauri (2008) Corrective Maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan dan pemeliharaan yang dikerjakan setelah terjadinya suatu kerusakan atau cacat yang

Setelah menjelaskan semua indikator dan tujuan pembelajaran dan hasil akhir dari pembelajaran ini, siswa mengikuti mencari informasi produk dan pengemasan kosmetik