• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI TRA DAN TPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI TRA DAN TPB"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU PERILAKU KESEHATAN

THEORY OF REASONED ACTION (TRA) dan THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

Disusun oleh : Kelompok 2

1. Lina Irfani Fauziyah (25010111120011) 2. Adi Nur Rahman Prasetya (25010111120064) 3. Vikiat Ika Maharti (25010111120213) 4. Yulia Ratih (25010111120219) 5. Annisa Rizqi Nurmainar (25010111110251) 6. Aliya Rosyidah (25010111130214) 7. Khansa Maulidta (25010111140303) 8. Amalinda Kris Wijayanti (25010111140355) 9. Anggy Dwi Putriandani (25010111140356)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2014

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu sangatlah beragam dan unik. Keberagaman dan keunikan tersebut menarik perhatian para ahli untuk meneliti tentang perilaku manusia. Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para ahli memaparkan pendapatnya tentang bagaimana suatu perilaku terbentuk dan faktor apa saja yang mempengaruhi.

Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Namun dalam kenyataan, stimulus yang diterima oleh organisme tidak selamanya mampu menghasilkan perilaku, ada beberapa faktor lain yang berperan dalam munculnya perilaku, salah satunya adalah adanya niat untuk berperilaku tertentu dari suatu individu. Niat itu sendiri juga tidak akan muncul tanpa adanya determinan yang mempengaruhi. Teori ini dijelaskan oleh Atzen dalam teorinya yang dikenal dengan Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour ). Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai teori tersebut untuk mengetahui bagaimana perilaku muncul karena adanya niat dari orang tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour ) ?

(3)

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ) ?

3. Mengetahui bagaimana aplikasi teori tersebut dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan ?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Theory of Reasoned Action (TRA) a. Pengertian

Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein pada tahun 1980 . Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. T h e o r y o f R e a s o n e d A c t i o n ( T R A ) a t a u T e o r i A k s i Beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma subyektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita lakukan. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif.

Tujuan dan manfaat dari teori ini adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon dalam pemilu, mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melakukan hubungan pranikah

(5)

Model ini menggunakan pendekatan kognitif, dan didasari ide bahwa “…humans are reasonable animals who, in deciding what action to make, system atically process and utilize the information available to them…” .Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan teori perilaku manusia secara umum dipergunakan dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan social-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.

b. Variabel – variabel

1. Behaviour Belief adalah mengacu pada keyakinan seseorang terhadap perilaku tertentu. Seseorang akan mempertimbangkan untung atau rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior ), disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi yang akan terjadi bagi individu bila ia melakukan perilaku tersebut (evaluation regarding of the outcome).

2. Normative Belief adalah mencerminkan dampak keyakinan normatif, disini mencerminkan dampak dari norma–norma subyektif dan norma sosial yang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang–orang yang dianggap penting oleh individu (referent persons) dan motivasi seseorang untuk mengikuti perilaku tersebut.

3. Attitude towards the behaviour adalah fungsi dari kepercayaan tentang konsekuensi perilaku atau keyakinan normatif, persamaan terhadap konsekuensi suatu perilaku dan penilaian terhadap perilaku t e r s e b u t . S i k a p j u g a b e r a r t i p e r a s a a n u m u m y a n g m e n y a t a k a n keberkenaan atau ketidakberkenaan seseorang terhadap suatu objek y a n g m e n d o r o n g t a n g g a p a n n y a . F a k t o r s i k a p m e r u p a k a n p o i n t penentu perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh perubahan sikap seseorang dalam menghadapi sesuatu. Perubahan sikap tersebut dapat berbentuk penerimaan ataupun penolakan.

(6)

4. Importance Norms adalah norma–norma penting atau norma yang berlaku di masyarakat. Pengaruh faktor sosial budaya yang berlaku di masyarakat dimana seseorang itu tinggal. Unsur – unsur s o s i a l b u d a y a y a n g d i m a k s u d s e p e r t i “ g e n g s i ” ya n g j u g a d a p a t membawa seseorang untuk mengikuti atau meninggalkan sebuah perilaku. 5. Subjective Norms adalah norma subjektif atau norma yang dianut seseorang

(keluarga).Dorongan anggota keluarga,termasuk kawan terdekat juga mempengaruhi agar seseorang dapat menerima perilakutertentu, yang kemudian diikuti dengan saran, nasehat dan motivasidari keluarga atau kawan. Kemampuan anggota keluarga atau kawanterdekat mempengaruhi seorang individu untuk berperilaku sepertiyang mereka harapkan diperoleh dari pengalaman, pengetahuan dan penilaian individu tersebut terhadap perilaku tertentu dankeyakinannya melihat keberhasilan orang lain berperilaku seperti yang disarankan.

6. Behavioural Intention adalah niat ditentukan oleh sikap, norma penting d a l a m m a s y a r a k a t d a n n o r m a s u b j e k t i f . K o m p o n e n p e r t a m a mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of behavior ) . D i s a m p i n g i t u j u g a d i p e r t i m b a n g k a n p e n t i n g n y a k o n s e k u e n s i -k o n s e -k u e n s i y a n g a k a n t e r j a d i b a g i i n d i v i d u (e v a l u a t i o n r e g a r d i n g o f t h e o u t c o m e ) . K o m p o n e n k e d u a mencerminkan dampak dari norma-norma subjektif dan norma-norma sosialyang mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dana p a y a n g d i p i k i r k a n o r a n g - o r a n g y a n g d i a n g g a p p e n t i n g motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.

7. Perilaku adalah sebuah tindakan yang telah dipilih s e s e o r a n g u n t u k d i t a m p i l k a n b e r d a s a r k a n a t a s n i a t y a n g s u d a h terbentuk. Perilaku merupakan transisi niat atau kehendak ke dalam action/ tindakan.

(7)

Contoh : Orang tua mempunyai harapan tentang keikutsertaan dalam program imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka mungkin percaya bahwa imunisasi melindungi serangan-serangan penyakit (keuntungan), tetapi juga menyebabkan rasa sakit atau tidak enak badan dan juga mahal (kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana yang lebih penting antara perlindungan kesehatan atau tangisan, mungkin anak panas dan mengeluarkan uang.

Secara skematik, TRA dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 1. Theory Reaction Action (Fishbein & Ajzen, 1975)

Ajzen (1980) mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs).

Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwa Theory of Reason Action ( TRA ) ini adalah teori yang cukup memadai dalam

(8)

memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun, Ajzen melakukan meta analisis, ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa Theory Reason Action ( TRA ) hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfalisistasi relisasi niat ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, lalu Ajzen menambahkan suatu faktor yang berkaitan dengan control individu, yaitu perceived behavior control( PBC ). Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah Theory of Reason Action ( TRA ) menjadi Theory of Planned Behaviour ( TPB )

c. Keuntungan TRA

Keuntungan teori ini adalah memberikan pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasikan secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai perbedaan tidakan (action), sasaran (target), konteks(context), waktu (time), sikap, norma subjektif, dan keyakinan.

Konsep penting dalam TRA adalah fokus perhatian (salience). Istilah ini mengacu intervensi yang efektif, pertama-tama harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi yang dipertimbangkan. Hal ini berbeda dari perilaku populasi yang satu ke populasi yang lain. Ini mengacu pada norma nilai dan norma-norma dalam kelompok sosial yang diselidiki, sebagai indikator penting untuk memprediksikan perilaku yang akan diukur. Contohnya : terdapat nilai dan norma di masyarakat bahwa diare bukan suatu penyakit, tetapi sebagai hal yang alami dari tumbuh kembang anak. Hal tersebut berarti masyarakat memandang diare bukan fokus perhatian yang penting. Contoh lain : f o k u s p e r h a t i a n p e r i l a k u s e k s u a l d a n p e n c e g a h a n A I D S t i d a k a k a n s a m a a n t a r a k e l o m p o k homoseksual dan kelompok lain tentang penggunaan kondom. Kelompok homoseksual percayakondom dapat mencegah mereka terkena AIDS, tetapi bagi

(9)

kelompok lain, pengguna kondom justru akan menyebarluaskan perilaku seksual.

d. Kelemahan TRA

Kelemahan TRA adalah kehendak dan perilaku hanya berkorelasi sedang. kehendak tidak selau menuju pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan-hambatan yang mencampuri ataumempengaruhi kehendak dan perilaku. Selain itu,TRA tidak mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variabel eksternal (variabel demografi, gender, usia, dan keyakinan kesehatan) terhadap pemenuhan kehendak perilaku. Meskipun demikian, kelebihan TRA dibandingkan HBM adalah bahwa pengaruh TRA berhubungan dengan norma subjektif. Menurut TRA, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda. Hal ini berarti keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan tidak dibatasi pertimbangan-pertimbangan kesehatan.

e. Aplikasi TRA

Theory of Reasoned Action(TRA) merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substansi tertentu (merokok, alkohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturanmakan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom, perilaku merokok, penggunaan alkohol, penggunaan alat kontrasepsi, latihan kebugaran ( fitness)dan praktik olahraga.

Contoh aplikasi dari TRA adalah pengguna NAPZA suntik untuk berkunjung ke klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT). Seorang pengguna NAPZA suntik percaya bahwa berkunjung ke klinik VCT memberikan manfaat bagi orang yang berisiko HIV&AIDS seperti mendapat informasi tentang penggunaan NAPZA suntik yang aman (keuntungan), tetapi juga akan dijauhi teman-teman sesama pengguna NAPZA

(10)

suntik (kerugian). Pengguna NAPZA suntik akan mempertimbangkan mana yang paling penting diantara keduanya. Kemudian ia juga akan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi setelah melakukan VCT, seperti setelah melakukan VCT dan dinyatakan HIV positif, di a t i d a k d i p e r b o l e h k a n u n t u k b e k e r j a m e s k i p u n m a m p u u n t u k b e k e r j a . N i l a i d a n n o r m a d i lingkungan masyarakat tidak mendeskriminasi pengguna NAPZA suntik setelah berkunjung keklinik VCT. Orang yang dianggap penting (teman sesama pengguna NAPZA suntik yang telah berkunjung ke klinik VCT) setuju (atau sebatas menasihati) untuk berkunjung ke klinik VCT dan pengguna NAPZA suntik termotivasi untuk patuh mengikuti petunjuk tersebut, maka terdapat kecenderungan positif berniat untuk berkunjung ke klinik VCT.

2.2 Theory of Planned Behaviour a. Pengertian

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu .Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control, sehingga secara skematik perceived behavioral control dilukiskan sebagaimana pada gambar 2.

(11)

b. Variabel – variable

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Latar belakang (background factors)

Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen (2005), memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis,pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.

2. Sikap

Menurut Alport sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon terhadap suatu objek dalam bentuk rasa suka atau tidak suka.

(12)

Sikap merupakan kecenderungan untuk mengevaluassi dengan beberapa derajat suka ( favor ) atau tidak suka ( unfavor ), yang ditunjukan dalam respon kognitif, afektif, dan tingkalh laku terhadap suatu objek, situasi, institusi, konsep atau orang / sekelompok orang.

Komponen sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

a) Kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Mam menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimliki individu mengenai sesuatu. Contohnya adalah sikap profesi medis. Percaya bahwa profesi medis seperti dokter dan perawat berhubungan dengan kepercayaan yang tidak profesional, tidak berkualifikasi baik, hanya berorientasi pada uang adalah beberapa contoh kepercayaan negatif yang dipikirkan seseorang yang kemudian akan mengarahkan orang tersebut pada akhirnya memiliki sikap yang negatif terhadap profesi medis, demikian juga sebaliknya jika ia memiliki kepercayaan yang positif. b) Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh – pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.Apabila diaplikasikan pada contoh sikap terhadap profesi medis diatas, seseorang yang memiliki perasaan jijik terhadap profesi medis dan apa yang dikerjakannya akan melahirkan sikap yang negatif pada orang tersebut, demikian sebaliknya jika ia memiliki perasaan positif, maka ia juga akan memiliki sikap positif pada profesi medis.

(13)

c) Konatif ( Tingkah Laku )

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Jika diaplikasikan pada contoh sikap diatas, seseorang yang memiliki sikap positif pada profesi medis jika orang tersebut menyatakan kesediannya untuk memberikan sumbangan pada pembangunan rumah sakit baru, bersedia mengunjungi dokter, dan lainnya. Individu akan merasa nyaman kalau ketiga komponen tersebut bersesuaian atau harmoni. Jika tidak ada kesesuaian berarti terjadi disonansi, yang menyebabkan konsumnen merasa tidak nyaman dan tidak enak.

3. Norma Subjektif

Norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Selain itu ,Ajzen juga mendefinisikan norma subjektif sebagai belief seseorang individu atau kelompok tertentu menyetujui dirinya untuk menampilkan tingkah laku tertentu.

Peran Norma Subjektif untuk melakukan seseuatu yang penting, biasanya seseorang mempertimbangkan apa harapan orang lain ( orang – orang terdekat, masyarakat ) terhadap dirinya. Namun, harapan orang – orang lain tersebut tidak sama pengaruhnya. Ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan.

Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih menyokong kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai dengan harapan.

4. Kontrol Perilaku yang dirasakan

Kontrol perilaku yang dirasakan merupakan persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan untuk menampilkan tingkah laku.

(14)

Persepsi ini merupakan refleksi dari pengalaman masa lampau individu dan juga halangan atau rintangan untuk menampilkan tingkah laku.

Sebagaimana sikap dan norma subjektif, control perilaku yang dirasakan juga merupakan sebuah fungsi belief, yang biasa disebut control belief yang mengacu pada persepsi pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Control belief merupakan belief tentang ada atau tidaknya faktor – faktor yang mempermudah atau menghambat dalam menampilkan tingkah laku tersebut tidak hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu individu dengan perilaku, tetapi juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai perilaku, hasil observasi terhadap pengalaman bertingkah laku teman, serta faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi persepsi individu terhadap kesulitan untuk menampilkan tingkah laku.

Ajzen berpendapat bahwa “ semakin besar sumber atau kesempatan yang seseorang pikir untuk menampilkan tingkah laku serta semakin sedikit halangan dan rintangan yang dapat diantisipasi, maka semakin besar pula persepsi mereka terhadap control untuk menampilkan perilaku”.

Peran Kontrol perilaku yang dirasakan Kontrol perilaku yang dirasakan adalah faktor yang sangat berperan dalam memprediksi tingkah laku yang tidak berada dibawah control penuh individu tersebut. Kontrol perilaku yang disarankan berperan dalam meningkatkan terwujudnya niat kedalam tingkah laku pada saat yang tepat. Individu bisa saja memiliki sikap yang positif dan persepsi bahwa orang lain akan sangat mendukung tindakannya tersebut, namun ia mungkin saja tidak dapat melakukannya karena ia terhambat oleh faktor seperti perasaan tidak mampu untuk melakukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun individu memiliki sikap, dan norma subjektif yang mendukungnya untuk melaksanakan suatu tingkah laku, namun eksekusi

(15)

tingkah laku itu sendiri masih bergantung pada faktor kontrol perilaku yang dirasakan yang ia miliki.

Pengukuran kontrol Perilaku yang dirasakan ini dapat diukur secara langsung dengan memberikan pertanyaan pada individu apakah ia mampu menampilkan suatu tingkah laku yang diinginkannya atau apakah individu tersebut percaya bahwa ia dapat melakukannya dengan sepenuhnya di bawah kontrol mereka. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa control belief mengacu pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Kontrol perilaku yang dirasakan diukur dengan menggunakan 2 skala yaitu :

a. Skala yang mengukur control belief subjek yaitu mengenai ada tidaknya faktor yang menghambat atau mendorong untuk menampilkan perilaku.

b. Skala yang mengukur perceived power yaitu mengenai persepsi individu terhadap kekuatan faktor – faktor yang ada dalam mendorong atau menghambat ditampilkannya perilaku.

5. Niat

Niat berperilaku menurut Fishbein, Ajzen dan banyak peneliti merupakan suatu predictor yang kuat tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu.Dapat disimpulkan bahwa niat merupakan predictor yang kuat dari perilaku yang menunjukkan seberapa keras seseorang mempunyai keinginana untuk mencoba, seberapa besar usaha mereka untuk merencanakan, sehingga menampilkan suatu tingkah laku.

Fishbein dan Ajzen mengatakan bahwa seberapa kuat niat seseorang menampilkan suatu perilaku ditunjukkan dengan penilaian subjektif seseorang ( subjective probability ), apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk memprediksi apakah seseorang

(16)

akan melakukan sesuatu adalah dengan menanyakan apakah mereka berniat atau mempunyai niat untuk melakukannya. Oleh karena itu, niat diukur denagn meminta seseorrang untuk menempatkan dirinya dalam sebuah dimensi yang bersifat subjektif yang meliputi hubungan antara individu dengan perilaku.

6. Perilaku

Secara etimologis kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi seseorang ( individu ) terhadap rangsangan / lingkungan. Selain itu, perilaku juga merupakan aktivitas yang dilakukan individu dalam usaha memenuhi kebutuhan. Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon).

Theory Planned Behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (TRA). Konstruk yang belum ada adalah kontrol perilaku yang dipersepsi. Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, dilakukannya atau tidak dilakukannya perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata tapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap control tersebut (control beliefs).

Sebagai aturan umum, semakin baik sikap dan norma subjektif dan semakin besar control yang dirasakan, semakin besar niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.

(17)

c. Aplikasi Theory Planned Behaviour

Contoh aplikasi : PHBS di lingkungan Sekolah Dasar (SD) 1. Sikap

Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya sikap para siswa mengenai PHBS di lingkungan sekolah, salah satunya adalah pengarahan yang diberikan oleh guru atau penyuluhan oleh petugas kesehatan. Dari kegiatan semacam itu akan memberikan pengetahuan terhadap para siswa mengenai apa dan bagaimana PHBS itu (kognitif). Dengan pengetahuan pengetahuan tersebut akan memunculkan sikap dalam siri para siswa. Sikap yang muncul pada tiap-tiap siswa pasti berbeda. Sikap tersebut bisa berupa :

- Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran siswa terhadap PHBS.

- Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Dalam hal ini berarti bagaimana para siswa menilai terhadap PHBS, apakah merupakan suatu hal yang baik dan bermanfaat, biasa saja atau malah sesuatu yang tidak berguna.

- Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Dalam hal ini siswa akan berpikir/berancang-ancang untuk menerapkan PHBS.

a. Norma Subjektif

Norma subjektif dalam hal ini berkaitan dengan perilaku warga sekolah yang lain serta penerapah PHBS di lingkungan keluarga para siswa. Norma subjektif merupakan adanya pengaruh orang lain atau kelompok terhadap munculnya niat untuk berperilaku tertentu. Siswa akan melihat bagimana penerapan PHBS oleh warga sekolah tersebut, apakah PHBS benar-benar diterapkan dengan baik oleh semua pihak atau tidak. Selain itu, kebiasaan di lingkungan keluarga

(18)

juga memberikan pengaruh terhadap siswa untuk mau menerapkan PHBS di sekolah. Saat semua warag sekolah atau sebagian besar warga sekolah melaksanakan PHBS di sekolah, maka kemungkinan besar seorang siswa juga akan menerapkannya karena jika tidak, ia akan merasa berbeda dengan lingkungannya. Atau karena adanya peraturan di rumahnya yang membentuk kebiasaan PHBS terhadap seorang siswa, maka siswa tersebut akan memiliki kebiasaan PHBS dimanapun dia berada. Dalam hal ini norma keluarga mempengaruhi kecenderungan berperilaku dari siswa tersebut.

b. Kontrol Perilaku yang Disadari

Kontrol perilaku di sini adalah mengenai penilaian diri atas kemungkinan dilaksanakannya suatu perilaku tetentu. Dalam hal ini seorang siswa mampu atau tidak dirinya menerapkan PHBS di sekolah serta mengenai ada tidaknya hambatan yang mungkin menghalangi siswa tersebut untuk menerapkan PHBS di sekolah. Dalam contoh kasus ini faktor control perilaku yang disadari menurut kami memberikan pengaruh yang kecil karena dalam penerapan PHBS, semua siswa pasti mampu melaksanakannya selama ada sikap yang positif, apalagi didukung dengan norma subjektif yang positif pula. Mengenai hambatannya, pihak sekolah sebalum membuat komitmen untuk menerapkan PHBS terhadap semua warga sekolah, tentunya semua persiapan telah dilakukan, seperti sarana dan prasarana, misal tempat sampah yang memadai, tempat cuci tangan yang layak dan memadai, dan lain-lain.

c. Niat

Niat untuk melakukan sesuatu akan muncul setelah munculnya sikap yang positif, adanya dukungan normatif yang positif dan adanya kemampuan diri untuk melakukannya. Setelah seorang siswa merasa bahwa PHBS di sekolah memang baik dan penting untuk diterapkan karena nanti juga akan berdampak baik bagi dirinya dan lingkungannya, dia juga termotivasi dari orang-orang sekitarnya,

(19)

serta merasa mampu untuk melaksanakannya, maka akan muncul niat dalam diri siswa tersebut untuk menerapkan PHBS di sekolah. d. Perilaku

Niat yang muncul dalam diri siswa tersebut akan teraplikasi dalam sebuah perilaku, yaitu perilaku hidup bersih di sekolah.

Contoh aplikasi : Perilaku Ibu untuk Mengimunisasikan Anaknya di Posyandu Didasari oleh Niat Ibu Sendiri. Niat ibu ini ditentukan oleh :

a. Sikap ibu, yakni penilaian ibu tersebut terhadap untung ruginya tindakan yang akan diambil untuk imunisasi anaknya,

b. Norma subjektif, yakni kepercayaan atau keyakinan ibu terhadap perilaku yang akan diambil, lepas dari orang lain setuju atau tidak setuju.

c. Pengendalian diri, yakni persepsi ibu tersebut tentang akibat-akibat yang harus ditanggung bila anaknya sakit setelah diimunisasi.

2.3 PERBEDAAN TEORY OF REASONED ACTION (TRA) dan TEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalammengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu,

(20)

antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.

Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku -perilaku tertentu

TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya,mereka mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi berperilaku.

(21)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan suatu teori yang menjelaskan tentang perilaku manusia. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.

2. Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan bentuk pengembangan dari Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action). 3. Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) / Teori Reasoned

Action (Theory Of Reasoned Action) menjelaskan bahwa perilaku manusia teerbentuk karena adanya niat dan niat itu sendiri juga memiliki determinan. 4. Faktor pembeda antara kedua teori tersebut adalah pada determinan niat.

Dalam Theory Of Reasoned Action determinan niat terdiri atas dua hal, yaitu sikap dan norma subjektif sedangkan dalam Theory of Planned Behaviour, Ajzen menambahkan satu determinan lagi, yaitu control perilaku yang disadari.

5. Salah satu contoh aplikasi teori ini adalah pada penerapan PHBS oleh siswa Sekolah Dasar. Langkah pertama adalah memunculkan sikap para siswa mengenai PHBS kemudian membentuk lingkungan normatif yang bisa memberikan efek positif terhadap para siswa mengenai PHBS. Setelah dua hal tersebut, para siswa akan melakukan control sikap terhadap dirinya mengenai mampu atau tidak menerapkan PHBS di sekolah yang jika mereka merasa mampu dan tidak ada hal yang menjadi penghambat, maka akan muncul dalam diri mereka kemauan untuk menerapkan PHBS yang akhirnya akan terealisasi dalam perilaku mereka, yaitu perilaku hidup sehat di sekolah.

(22)

3.2 Saran

Dalam menentukan sikap, ada baiknya jika kita lebih berhati-hati karena sikap akan menentukan perilaku kita. Mempertimbangkan tentang pendapat orang lain dalam menentukan perilaku memang perlu tapi keputusan untuk melakukan sebuah perilaku tertentu tetap tergantung pada diri kita. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam berperilaku adalah kontrol perilaku karena dengan begitu kita akan lebih mengetahui apakah kita mampu untuk berperilaku sesuai dengan apa yang kita niatkan atau tidak. Kita juga akan mengetahui halangan atau hambatan yang akan kita hadapi sebagai konsekuensi dari perilaku yang akan kita lakukan.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2007.

2. Graeff, Judith. A, et al, Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. 1996.

3. Kumala, Estidia. 2012. Diakses tanggal 4 November 2012. Dikutip dari website:http://www.scribd.com/doc/82897774/laporan-observasi-FGDm

4. Machfoedz, Ircham dan Eko Suryani. 2007. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.

5. Maulana, Heri D. J. Promosi Kesehatan, EGC. Jakarta. 2009

6. Ogden, Jane. Health Psychology. Open University Press. Buckingham. Philadelphia. 1996 Smert, Bart. Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 199 ogg, Michael A. Social Psychology : An Introduction. Prentice Hall. 1995

7. Shim, Terence A. 2003. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Terpadu. Diterjemahkan oleh Revyani Sjahrial dan Dyah Anikasari. Jakarta : Erlangga.

8. Soekidjo, Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.

9. http://www.scribd.com/doc/101688298/Theory-of-Reasoned-Action

10. http://zakarija.staff.umm.ac.id/files/2010/12/Theory-of-Planned Behavior-masihkah-relevan1.pdf

Gambar

Gambar 1. Theory Reaction Action (Fishbein & Ajzen, 1975)

Referensi

Dokumen terkait

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam pembuatan kampanye sosial dan

Perlakuan pemberian BAP tunggal dan kombinasi dengan kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan tunas dan waktu terbentuknya tunas eksplan bonggol

Jika kamu percaya kebohongan bahwa Tuhan marah padamu dan muak denganmu dan bahwa Ia akan menghukummu dan bahwa kamu tidak berpengharapan dan kesempatan telah

Penanggungjawab mempunyai kewajiban sebagaimana tercantum dalam lampiran Rekomendasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kendal tentang Persetujuan Upaya Pengelolaan

Adhedhasar andharan asil observasi tumrap katrampilan guru, aktivitas siswa, lan asil pasinaon siswa ing siklus I, langkah sabanjure yaiku nindakake refleksi. Asil

Dalam jumlah yang sedikit tanah dapat mengurai logam berat, namun secara terus menerus tanah akan terakumulasi dan tercemar logam berat tersebut (Priyanto dan Joko, 2010)..

Brebes, Tegal, Kota Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kota Pekalongan dan Batang 400 V V Dinas PSDA, Dinas Pertanian, Bappeda 2 Sosialisasi Zona Pemanfaatan Sumber Air dan

stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu stroke iskemik akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah sistolik >220