• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Luaran Klinis Penderita Fraktur Kompresi Vertebra Akibat Osteoporosis Yang Diterapi Dengan Dan Tanpa Menggunakan Brace

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Luaran Klinis Penderita Fraktur Kompresi Vertebra Akibat Osteoporosis Yang Diterapi Dengan Dan Tanpa Menggunakan Brace"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Osteoporosis

Osteoporosis merupakan silent killer, di mana penurunan kepadatan massa tulang tidak menimbulkan keluhan atau gejala klinis yang bermakna. Seseorang dapat saja hidup sebagaimana biasa, tanpa menyadai bahwa kepadatan massa tulangnya berkurang. Lama-kelamaan, jika penurunan keapadatan massa tulang berjalan terus, maka dapat terjadi fraktur patologis yang sering mengenai tulang belakang, panggul dan tulang radius bagian ujung distal. Tulang-tulang ini menjadi tempat tersering terjadinya fraktur oleh karena tersusun oleh tulang spongiosa (cancellous bone), bukan tulang kortikal, Pada tulang spongiosa ini, pada keadaan berkurangnya massa tulang, anyaman trabekula menjadi berkurang jumlah dan ketebalan serta interkonektivitasnya.1,2,9

Osteoporosis dibagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer lebih sering terjadi sebagai akibat dari menopause atau proses penuaan, dan terjadi kira-kira pada 80% kasus Osteoporosis pada perempuan.

Berdasarkan kriteria WHO, maka seseorang dikatakan Osteoporosis jika skor BMD di bawah standar deviasi -2,5. Kondisi yang lebih ringan dikenal dengan nama osteopenia, di mana BMD berada dalam rentang standar deviasi 1 sampai dengan -2.5. Oleh karena ukuran tulang pada pria lebih besar daripada wanita, maka penting sekali untuk membedakan gender pada pemeriksaan DEXA scan.10

(2)

Manifestasi Osteoporosis dalam bidang muskuloskeletal adalah terjadinya fraktur patologis, di mana fraktur terjadi oleh karena berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh.

Diperkirakan terjadi 1.5 juta fraktur yang berkaitan dengan Osteoporosis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tulang belakang (kira-kira 750.000 per tahun), lalu diikuti frakturpada panggul, dan tulang radius bagian ujung distal.

Patogenesis Fraktur Vertebra akibat Osteoporosis

Tulang terdiri dari kompartemen kortikal dan kompartemen trabekula yang aktif secara metabolik. Di dalam trabekula tulang, sel-sel osteoblast dan osteoclast bergantian memproduksi dan meresorbsi tulang, suatu proses yang dikenal dengan nama bone turnover. Proses ini bertanggung jawab terhadap terjadinya remodelling dari tulang tersebut. Akan tetapi, sayangnya, proses ini mulai tidak berjalan seimbang saat seseorang berusia 30 tahun. Sejak saat itu, terjadi pengurangan atau bone loss sebanyak 3% sampai dengan 5% per dekade, dan akhirnya memunculkan kondisi yang disebut dengan Osteoporosis. Keadaan ini membuat tulang mengalami kekurangan jumlah, ketebalan, serta interkonektiivitas dari trabekulanya. Tulang yang mengalami Osteoporosis menjadi lebih rapuh, sehingga akan mudah patah walaupun mengalami trauma yang ringan.11-13

(3)

Menipisnya trabekula tulang berkontribusi terhadap hilangnya massa tulang, dan hal ini terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan saat keduanya mengalami penuaan. Akan tetapi, proses berkurangnya massa tulang ini terjadi lebih besar pada perempuan. Pada perempuan, hilangnya massa tulang ini adalah tiga kali lipat lebih besar dalam masa 10 tahun setelah menopause. Setelah 10 tahun pasca menopause, kehilangan massa tulang ini menjadi 0.4% per tahunnya, atau kembali pada kondisi saat premenopause. Gangguan turnover tulang ini berjalan seiring dengan pertambahan usia, dan dan dipengaruhi oleh banyak faktor hormonal, herediter, medis, dan gaya hidup.

Pola Fraktur

Fraktur kompresi vertebra diindikasikan dengan berkurangnya tinggi korpus vertebra sebanyak 20 persen, atau 4 mm. Terdapat tiga pola fraktur, yakni baji (wedge), crush, dan biconcave (Gbr.1). Korpus vertebra yang mengalami deformitas baji, mengalami kolaps dari sisi anterior, akan tetapi tinggi dinding posterior masih normal. Deformitas baji ini sering terjadi pada fraktur vertebra midtorakal dan torakolumbal, baik pada laki-laki maupun perempuan.

Pada pola crush fracture, keseluruhan corpus vertebra mengalami kolaps, dan sering terjadi juga pada midtorakal dan torakolumbal. Sedangkan pada biconcave fracture, terdapat kolap bagian tengah dari korpus vertebra, dan lebih sering terjadi pada daerah lumbal.

(4)

Gambar 2. 2. Klasifikasi Fraktur Kompresi Vertebra.

a. Vertebra normal. b. Wedge c. Biconcave d. Crush/burst.

Prevalensi ketiga pola fraktur tersebut meningkat seiring usia, dan tidak ada korelasi antara usia dan tipe deformitas fraktur, Pada semua tipe fraktur, terjadi penurunan tinggi badan, akan tetapi lebih terlihat pada deformitas crush/burst. Nyeri punggung juga dirasakan sama oleh penderita dengan ketiga tipe fraktur ini. Prevalensi tipe fraktur tertentu pada bagian tulang belakang tertentu, tampaknya lebih sering disebabkan oleh kesegarisan sagital dari tulang belakang dan pola beban regional pada segmen tulang belakang tersebut.

Pada sebuah studi cadaver, Oda dkk. menemukan bahwa terdapat atrofi trabekula dan meningkatnya jarak trabekula pada porsi anterosuperior dari korpus vertebra, dan hal ini terdapat pada pola baji.12

(5)

nyeri dengan sifat tumpul, tidak terlalu parah, akan tetapi sering rekuren. Beliau menyarankan agar pasien-pasien yang mengalami nyeri parah dan fraktur kompresi/baji agar diberi manajemen nyeri akut dan mobilisasi dini. Sementara itu, pasien yang dengan tipe fraktur yang tidak bisa ditentukan (ill-defined) mungkin memerlukan penanganan berkelanjutan selama periode 18 sampai 24 bulan.13

Berkurangnya Kepadatan Tulang

Kepadatan atau densitas mineral tulang (bone mineral density) mungkin adalah indikator terbaik yang tersedia sekarang untuk menilai resiko fraktur Osteoporosis. Berkurangnya massa tulang trabekular pada tulang belakang, panggul, pergelangan tangan dan iga membuat tulang-tulang ini rentan terhadap cidera. Lindsay dkk. menemukan, setiap penurunan satu standar deviasi dari BMD relatif terhadap populasi dewasa sehat (T-score), maka akan terjadi peningkatan 60% terjadinya resiko fraktur vertebra.7,14

Evaluasi Pasien

Pasien dengan fraktur vertebra yang simptomatik biasanya datang dengan keluhan nyeri punggung yang hebat setelah terjadinya cidera ringan, atau bahkan tanpa diawali dengan cidera sekalipun. Terkadang, bersin dan batuk dapat memicu terjadinya fraktur pada tulang yang Osteoporosis. Nyeri akan bertambah hebat, jika pasien berdiri. Akan tetapi, terkadang nyeri juga tidak mau berkurang pada saat pasien berbaring. Pada pemeriksaan klinis, sering pasien datang dengan kursi roda, atau berdiri condong ke depan (stoop forward). Tulang belakang menunjukkan deformitas kifosis, dan nyeri direproduksi oleh penekanan dalam pada proses sipnosus pada level tulang belakang yang terkena. Defisit neurologis jarang terjadi pada jenis fraktur kompresi, akan tetapi harus selalu dipastikan.

(6)

baji. Terkadang, bisa juga terdapat retropulsi dari fragmen tulang ke dalam kanalis spinalis. Fraktur umumnya terjadi pada daerah torakolumbal, namun dapat terjadi di bagian manapun dari vertebra. Terdapat hubungan yang rendah antara derajat kolaps vertebra dengan derajat nyeri.

Gambar 2.3. Gambaran radiologis fraktur kompresi vertebra akibat osteoporosis. (Gambar diambil dari

Manajemen

Manajemen pada fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis adalah meliputi hal-hal sebagai berikut.1,2,6,16,17

1. Manajamen umum Osteoporosis

Bagi pasien-pasien Osteoporosis, perlu diberikan asupan kalsium, vitamin D, dan latihan beban tubuh (weight bearing exercise). Bagi pasien yang sudah mengalami Osteoporosis, maka hal ini tidaklah cukup. Pemberian bisfosfonats (alendronate dan risedronate), raloxifene, dan calcitonin nasal spray telah menunjukkan efek untuk dapat menurunkan insidens fraktur vertebra yang baru.

(7)

Tatalaksana konservatif terdiri dari tirah baring, pemberian analgetik dan pemakaian brace. Tirah baring bertujuan untuk mengistirahatkan penderita dari aktivitas sementara. Setelah dua sampai tiga minggu, ketika nyeri sudah mulai berkurang, maka penderita dapat memulai aktivitasnya kembali. Pemberian modalitas analegtik bergantung dari berat ringannya skala nyeri pasien, tapi umumnya membutuhkan opioid.

Brace yang digunakan dapat membantu penderita agar segera melakukan mobilisasi, dengan menjaga integritas dari vertebra.

Gambar 2.4. Jewett extension brace. Gambar 5. lumbal brace. (gambar diambil dari

b. Tindakan Operatif

(8)

Untuk meningkatkan hasil akhir dari operasi, maka beberapa peneliti, seperti He dkk menganjurkan agar sebelum dilakukan tindakan operasi, maka sebaiknya dilakukan peningkatan status gizi pasien. Selama tindakan operasi, fixasi dilakukan dengan konstruksi yang panjang, untuk mencegah kegagalan dari impant. Lamina terdiri dari tulang kortikal, dan sublaminar wire sebaiknya digunakan jika memungkinkan. Untuk meningkatkan efektivitas dari pedicle screw, maka dapat digunaan pedicle screw dengan diameter yang lebih besar dan augmentasi pedicle screw dengan polymethylmetacrylate (PMMA) atau dengan bonegraft. Bagi pasien-pasien yang tidak mengalami defisit neurologis, akan tetapi mengalami nyeri yang hebat, maka dapat dilakukan tindakan augmentasi semen secara perkutaneus.

Vertebroplasty dan Kypoplasty adalah tindakan injeksi polymethylmetacrylate secara perkutaneus, ke dalam corpus vertebra. Injeksi ini bertindak sebagai pembidaian internal dari fraktur kompresi itu. Tindakan ini diperkenalkan pertama kali oleh Galibert pada tahun 1987, untuk menatalaksana hemangioma corpus vertebra.18,19,20

Kypoplasty diperkenalkan oleh Reileyin pada tahun 1998. Pada kypoplasty, sebuah balon dimasukkan secara perkutaneus ke dalam corpus vertebra. Balon tersebut lalu dikembangkan untuk mengangkat corpus vertebra yang fraktur. Setelah tinggi corpus vertebra menjadi naik, lalu semen diinjeksikan ke dalam corpus vertebra.

Keuntungan dari Vertebroplasty dan Kyphoplasty adalah dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Hal ini mengurangi resiko akibat pembiusan umum.

Perjalanan Penyakit dan Komplikasi

(9)

kronik, kolaps dari vertebra, kifosis vertebra, dan manifestasi sistemik. Manifestasi sistemik terjadi karena imobilisasi yang berlama-lama di tempat tidur.21

Nyeri yang awalnya akut dapat berjalan menjadi nyeri kronis yang sangat mengganggu. Nyeri kronis ini dapat disebabkan oleh (1) tidak komplitnya penyembuhan tulang vertebra dengan kolaps yang progresif, (2) terganggunya kinematika vertebra, atau (3) terjadinya pseudoarthrosis pada segmen vertebra yang terlibat. Nyeri kronis ini dapat menimbulkan depresi pada penderita dan berkurangya kualitas hidup.14,21,22,23

Deformitas kifosis yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya fraktur berikutnya. Kifosis menyebabkan pusat gravitasi penderita berubah ke arah depan dan menciptakan flexion bending moment yang lebih besar pada apex vertebra. Hal ini semakin menambah derajat kifosis dan dapat menncetuskan terjadinya fraktur baru.

Beberapa studi menunjukkan bahwa resiko terjadinya fraktur vertebra baru di dalam tahun pertama meningkat sebanyak 5 sampai 25 kali lipat baseline. Vertebra yang paling rentan menjadi fraktur adalah vertebra di sebelah atas atau bawah (adjacent level) dari vertebra yang sudah mengalami fraktur.24,25,26

(10)

2.1.3 Evaluasi Klinis dengan Oswesrty Disability Index(ODI) Oswestry Disability Index (ODI)

Oswestry disability index (ODI) adalah sebuah alat ukur berbentuk kuesioner untuk menilai fungsi punggung. Kuesioner ini terdiri dari sepuluh pertanyaan. Setiap pertanyaan memiliki skor dari 0 sampai 5, dan keseluruhan nilai dikonversi menjadi skor akhir dengan rentang nilai dari 0 sampai 100.28

Pengembangan ODI dimulai oleh John O’Brien pada tahun 1976., dan telah dipublikasi pada tahun 1980. Pada tahun 1981, kueisoner ini diperkenalkan pada pertemuan International Society for the Study of the Lumbar Spine (ISSLS).

Short Form 36 (SF-36)

Short Form 36 merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh Medical Outcome Study oleh lembaga RAND Health Insurance Experiment, yang berisikan 36 pertanyaan. Dahulu, di dalam kuesioner ini terdapat 149 pertanyaan. Di dalam kuesioner ini terdapat 8 profil skala kesehatan serta kesimpulan derajat kesehatan fisik dan mental. SF-36 dapat digunakan untuk membandingkan populasi umum dan spesifik dalam hal usia, membandingkan beban penyakit terhadap berbagai tatalaksana, dan skrining pasien-pasien individual.29

Setiap jawaban yang diberikan penderita diberikan skor. Skor ini lalu dijumlahkan untuk menghasilkan skor sekala mentah untuk tiap-tiap komponen kesehatan yang kemudian ditransformasikan ke dalam skala 0 sampai dengan 100. Dari skor ini lalu dapat dinilai PCS (physical component summary) dan MCS (mental component summary).

(11)

2.1.4 Penelitian Sebelumnya yang Terkait

Ho-Joong Kim, dkk, melakukan studi tentang luaran dari fraktur kompresi vertebra akibat Osteoporosis yang ditatalaksana dengan rigid brace, soft brace, dan tanpa brace. Mereka melakukan studi terhadap 60 orang subjek. Setiap peserta secara acak ditatalaksana dengan salah satu dari tiga perlakuan tersebut. Setelah tiga bulan, dilakukan evaluasi luaran klinis pasien tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa menggunakan brace, penderita tidak menunjukkan luaran klinis yang lebih inferior dibandingkan dengan menggunakan rigid brace ataupun soft brace.

Shamji dkk pernah juga melakukan studi awal pada penderita fraktur torakolumbal dengan konfigurasi burst fracture. Ia menemukan bahwa luaran pada pasien-pasien yang diterapi dengan dan tanpa brace menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Ia melakukan penelitian ini pada tahun 2012, dan berjudul “A Pilot Evaluation of the Role of Bracing in Stable Thoracolumbar Burst Fractures Without

Neurologic Deficit.”27

Peneliti yang lain, yakni Bailey dkk, dalam publikasinya yang berjudul “Orthosis versus no orthosis for the treatment of thoracolumbar burst fractures

without neurologic injury: a multicenter prospective randomized equivalence trial.”,

(12)

2.2 Kerangka Teori

(13)

2.3 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap luaran pengobatan fraktur kompresi vertebra, antara metode penggunaan brace dan tanpa menggunakan brace.

Penderita Fraktur Kompresi Vertebra akibat Ostoporosis

Kriteria Inklusi

Grup Brace (n=29)

Grup Non-Brace (n-29)

ODI VAS Score

SF-36

ODI VAS Score

SF-36

ODI 3 bln VAS Score 3 bln

SF-36 3 bln

ODI 3 bln VAS Score 3 bln

SF-36 3 bln

Kriteria Eksklusi

Gambar

Gambar 2.1. Gambaran Tulang Vertebra yang Mengalami Osteoporosis (gambar diambil dari www.eurospine.org)
Gambar 2. 2. Klasifikasi Fraktur Kompresi Vertebra.
Gambar 2.3. Gambaran radiologis fraktur kompresi vertebra akibat osteoporosis. (Gambar diambil dari www.osteoporosistreatment.link)
Gambar 2.4.  Jewett extension brace. Gambar 5. lumbal brace.
+3

Referensi

Dokumen terkait