• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Higiene

2.1.1 Higiene Perorangan

Higiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Higiene perorangan adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas penyelenggara makanan. Sikap bersih inilah yang harus disadari oleh para petugas penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang banyak (Widyati dan Yuliarsih, 2002).

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Loken, hygiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan makanan, disamping untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit melalui makanan. Di amerika serikat, 25% dari semua penyebaran penyakit melalui makanan disebabkan pengolah makanan yang terinfeksi dan higiene perorangan yang buruk.

(2)

hidung, kulit dan saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Dengan demikian, pekerjaan harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri.

1. Pencucian Tangan

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan atau sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba(Purnawijayanti, 2001).

Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin kebersihan adalaha sebagai berikut :

1. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun

(3)

3. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian bawah kuku

4. Pembilasan dengan air mengalir

5. Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau alat pengering

6. Menggunakan alas kertas tissue untuk mematikan tombol atau kran air dan membuka pintu ruangan

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Loken, frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah tangan menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan atau cemaran. Berikut adalah beberapa pedoman praktis, bilamana pencucian tangan haris dilakukan :

1. Sebelum memulai pekerjaan dan pada waktu menangani kebersihan tangan harus tetap dijaga

2. Sesudah waktu istirahat

3. Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok, makan, minum, bersin, batuk, dan setelah menggunakan toilet (buang air besar atau kecil)

4. Setelah menyentuk benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan makanan mentah atau pun segar, daging, cangkang telur, dan peralatan kotor

5. Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk gigi

(4)

7. Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan misalnya menyapu atau memungut benda yang terjatuh dilantai

8. Sesudah menggunakan bahan-bahan pembersih dan atau sanitaiser kimia 9. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Anonim, fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air panas, sabun, dan handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang digunakan untuk pencucian tangan harus terpisah dari bak pencucian peralatan dan bak untuk prepasi maknan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk 10 orang karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat mungkin dengan tempat kerja.

2. Kebersihan dan Kesehatan Diri

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Stokes, syarat utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerja melalukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolah makanan di dapur rumah sakit.

(5)

1. Berpakaian dan berdandan

Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih. Apabila tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya tidak bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian mudah terlihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian. Disarankan untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk mengurangi resiko kontaminasi (Purnawijayanti, 2001).

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Colleer, pekerja harus mandi setiap hari. Penggunaan make-up dan deodoran yang berlebihan dihindari. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek, dan sebaiknya tidak dicat. Perhiasan dan aksesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan jam tangan sebaiknya dilepas. Kulit dibagian bawah perhiasan seringkali menjadi tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembangbiak bakteri.

(6)

2. Rambut

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah dan menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak berjatuhan ke dalam makanan. Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi bakteri, tetapi adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan disarankan menggunkan topi atau jala rambut (hairnet). Setiap kali tangan menyentuh, menggaruk, menyisir, atau mengikat rambut, harus segera dicuci sebelum digunakan lagi untuk menangani makanan(Purnawijayanti, 2001).

Menururt Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Gisslen menyarankan agar pekerja yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya. Akan lebihbaik jika kumis atau jenggit tersebut dicukur bersih.

3. Kondisi sakit

Pekerja sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan, sampai gejala-gejala penyakit tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air, misalnya plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak berpindahnya mikroba yang terdapat pada luka ke dalam makanan.

(7)

a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misal permen karet, tembakau, dan lain-lain) selama melakukan aktivitas penanganan makanan

b. Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan

c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau penanganan makanan

d. Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari. Gunakan sendiok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.

e. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagaian tubuh misalnya mulut, hidung, telinga, atau menggaruk bagian-bagian tubuh pada waktu menangani makanan

f. Seminimal mungkin menyentuh bibir gelas g. Jangan sekali-kali duduk di atas meja kerja 2.1.2 Higiene Makanan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Mulia (2004) yang mengutip pendapat Notoadmodjo, ada empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni:

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

(8)

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.

Higiene makanan adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya pada usaha kebersihan atau kesehatan dan keutuhan makanan itu sendiri. Higiene makanan membahas “Whole Someness of Food”

terutama menitikberatkan pada makanan-makanan yang mudah membusuk, antara lain termasuk daging, ikan, dan susu (Widyati dan Yuliarsih, 2002).

Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Beberapa mikroba patogen yang dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia adalah yang tergolong Salmonella, Staphylococcus, Clostridium, Baccilus cocovenans, Baccilus cereus dan lain-lain.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan (Soemirat, 2009).

2.2 Perilaku Pedagang

2.2.1 Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

(9)

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Soekidjo, 2003).

2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian yang terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) didalam Soekidjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness, (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(10)

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. 3. Tingkatan Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.

b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum– hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

(11)

e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri (Sunaryo, 2004).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Soekidjo, 2003). 2.2.2 Sikap

(12)

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dan lain-lain.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah dan lain-lain (Soekidjo, 2003). 1. Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tendto behave).

(13)

2. Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah –ceramah tentang gizi.

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

(14)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.2.3 Praktik atau Tindakan

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Tindakan juga memiliki beberapa tingkatan yaitu: a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

(15)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3 Sanitasi

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Retno Widyati dan Yuliarsih, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

2.3.1 Sanitasi Makanan

1. Pengertian Sanitasi Makanan

Makanan merupakan kebutuhan dasar dan sangat berperan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan manusia. Makanan harus sehat, aman dan higienis, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, layak untuk dikonsumsi dan dalam jumlah yang cukup (Mukono, 2004).

(16)

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan aman (Mulia, 2005).

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi serta tempat penyimpanan makanan (Mulia, 2005).

Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sanitasi makanan yang buruk yang disebabkan oleh faktor kimia karena hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau adanya partikel-partikel yang beracun.

b. Obat-obat penyemprot hama yang digunakan untuk sayuran dan buah ketika ditanam.

c. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan.

d. Penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan.

e. Zat pewarna tekstil yang digunakan untuk memberi warna pada makanan.

(17)

sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).

2. Prinsip Sanitasi Makanan

Untuk menjaga agar makanan tidak sampai tercemar oleh berbagai zat yang membahayakan kesehatan, maka bahan makanan haruslah dikelola dengan sebaik-baiknya. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sanitasi makanan harus diperhatikan pada setiap proses perjalanan bahan makanan, yang dibedakan atas:

a. Sumber bahan makanan

Sumber bahan makanan bermacam-macam, karena tergantung dari jenis bahan makanan itu sendiri. Untuk sayuran atau buah-buahan, penggunaan pestisida tidak meracuni sayuran atau buah-buahan tersebut. Area pengambilan ikan bukan daerah pembuangan limbah industri yang dapat membahayakan kesehatan bila ikan tersebut dimakan.

b. Pengangkutan bahan makanan

Pengangkutan pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu agar makanan tidak sampai tercemar oleh zat-zat yang membahayakan, dan agar bahan makanan tersebut tidak sampai rusak.

c. Penyimpanan bahan makanan

Semua bahan makanan disimpan dengan baik agar tidak terjadi kontaminasi atau pencemaran.

(18)

Biasanya makanan diolah didapur. Oleh karena itu, kebersihan dapur harus diperhatikan dan dijaga sanitasinya.

e. Penyajian makanan

Makanan sebelum disajikan harus diatur sedemikian rupa sehingga selain menarik, juga menambah selera makan dan terhindar dari kontaminasi serta terjaga sanitasinya.

f. Penyimpanan makanan yang telah diolah

Sisa makanan yang disimpan kembali harus dijaga sanitasinya dengan memperhatikan tempat dan suhu penyimpanan dan suhu pemanasannya. 2.3.2 Sanitasi Tempat Penjualan

Sanitasi tempat penjualan hendaknya diusahakan agar tidak menggunakan tempat-tempat atau ruangan yang mudah kemasukan debu atau basah (lembab) karena dapat mempengaruhi kebersihan produk yang dijual, seperti diketahui bahwa debu dapat menempel pada makanan sehingga makanan tersebut diragukan kebersihannya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, persyaratan teknis higiene dan sanitasi meliputi:

A. Bangunan 1. Lokasi

(19)

a) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta Nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

b) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih dan tertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.

c)Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masukmya tikus dan dipelihara kebersihannya.

d)Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air. b. Konstruksi

Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman. Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.

c. Lantai

Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan.

d. Dinding

(20)

Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan dan tidak menyimpan debu/kotoran.

2. Langit-langit

a. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap, bangunan, terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang.

b. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter diatas lantai. 3. Pintu dan jendela

a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

4. Pencahayaan

a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 20 foot candle/fc (200 lux)pada titik 90 cm dari lantai.

(21)

d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter)

a) Mengukur 10 fc dengan lux meter pada posisi 1x yaitu pada angka 100, atau pada posisi 10x pada angka 10.

Catatan : 1 skala lux = 10, berarti 1 foot candle = 10 lux.

b) Untuk perkiraan kasar dapat digunakan angka hitungan sebagai berikut :

1) 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya atau

2) 1 watt menghasilkan 1 foot candle pada jarak 1 kaki (30 cm) atau

3) 1 watt menghasilkan 1/3 foot candle pada jarak 1 meter atau 4) 1 watt menghasilkan 1/3 x ½ = 1/6 foot candle pada jarak 2

meter atau

5) 1 watt menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9 foot candle pada jarak 3 meter.

6) lampu 40 watt menghasilkan 40/6 atau 6,8 foot candle pada jarak 2meter atau 40/9 = 4,5 foot candle pada jarak 3 meter. 5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin

a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.

b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk:

(22)

b) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit.

c) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. 6. Ruang pengolahan makanan

a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada diruang pengolahan. b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi

(2 m2) untuk setiap orang pekerja.

c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

d. Peralatan diruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

B. Fasilitas Sanitasi 1. Tempat cuci tangan

a. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering.

b. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja.

(23)

a. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga.

b. Kualitas air bersih harus memenuhi pesyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Jamban dan peturasan (urinoir)

a. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene dan sanitasi.

b. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut: a) Jumlah karyawan: 1-10 orang : 1 buah

11-25 orang : 2 buah 26-50 orang : 3 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban.

b) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut:

Jumlah karyawan: 1-30 orang : 1 buah 31-60 orang : 2 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1 (satu) buah peturasan.

4. Kamar mandi

(24)

b. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia :

Jumlah karyawan: 1-30 orang : 1 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar mandi.

5. Tempat sampah

a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik).

b. Tempat sampah harus tertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkina tercemarnya makanan oleh sampah.

C. Peralatan

Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan

1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan pangan.

2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.

(25)

4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan daam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

2.4 Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang sebagian besar dagangannya adalah kebutuhan dasar sehari-hari dengan praktek perdagangan yang masih sederhana dengan fasilitas infrastrukturnya juga masih sangat sederhana dan belum mengindahkan kaidah kesehatan. Peranan pasar tradisional sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan, terutama bagi golongan masyarakat menengah ke bawah.

Pasar memiliki posisi yang sangat penting untuk menyediakan pangan yang aman, dan pasar tersebut dipengaruhi oleh keberadaan produsen hulu (penyedia bahan segar), pemasok, penjual, konsumen, manajer pasar, petugas yang berhubungan dengan kesehatan dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, komitmen dan partisipasi aktif para stakeholder dibutuhkan untuk mengembangkan Pasar Sehat. Pasar Sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman dan sehat melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat(Kepmenkes RI 519 Tahun 2008).

2.4.1 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar

1. Lokasi

a. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Setempat (RUTR). b. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti: bantaran sungai,

(26)

c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan atau daerah jalur pendaratan penerbangan termasuk sempadan jalan.

d. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau bekas lokasi pertambangan.

e. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya. 2. Bangunan

a. Umum

Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Penataan ruang dagang

1) Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat dan klasifikasinya seperti: basah, kering, penjualan unggas hidup, pemotongan unggas.

2) Pembagian zoning diberi identitas yang jelas.

3) Tempat penjualan daging, karkas unggas, ikan ditempatkan ditempat khusus.

4) Setiap los (area berdasarkan zoning) memiliki lorong yang lebarnya minimal 1,5 meter.

5) Setiap los/kios memiliki papan identitas yaitu nomor, nama pemilik dan muda dilihat.

(27)

7) Khusus untuk jenis pestisida, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan bahan berbahaya lainnya ditempatkan terpisah dan tidak berdampingan dengan zona makanan dan bahan pangan.

c. Ruang kantor pengelola

1) Ruang kantor memiliki ventilasi minimal 20% dari luas lantai. 2) Tingkat pencahayaan ruangan minimal 200 lux.

3) Tersedia ruangan kantor pengelola dengan tinggi langit-langit dari lantai sesuai ketentuan yang berlaku.

4) Tersedia toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan.

5) Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air mengalir.

d. Tempat Penjualan Bahan Pangan dan Makanan 1) Tempat penjualan bahan pangan basah

a) Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata dengan kemiringan yang cukup sehingga tidak menimbulkangenangan air dan tersedia lubang pembuangan air, setiap sisi memiliki sekat pembatas dan mudah dibersihkan dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu.

b) Penyajian karkas daging harus digantung

(28)

d) Pisau untuk memotong bahan mentah harus berbeda dan tidak berkarat.

e) Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan, seperti: ikan dan daging menggunakan rantai dingin (cold chain) atau bersuhu rendah (4-10฀ C).

f) Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan. g) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan

air yang mengalir.

h) Saluran pembuangan limbah tertutup, dengan kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan aliran limbah serta tidak melewati area penjualan.

i) Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah diangkat.

j) Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

2) Tempat penjualan bahan pangan kering

a) Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai.

b) Meja tempat penjualan terbuat dari bahan yang tahan karat dan bukan dari kayu.

(29)

d) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir.

e) Tempat penjualan bebas binatang penular penyakit (vektor) dan tempat perindukannya (tempat berkembang biak) seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

3) Tempat Penjualan Makanan Jadi/ Siap Saji

a) Tempat penyajian makanan tertutup dengan permukaan yang rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan yang tahan karat dan bukan dari kayu.

b) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir.

c) Tersedia tempat cuci peralatan dari bahan yang kuat, aman, tidak mudah berkarat dan mudah dibersihkan.

d) Saluran pembuangan air limbah dari tempat pencucian harus tertutup dengan kemiringan yang cukup.

e) Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah diangkat.

f) Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

(30)

e. Area parkir

1) Adanya pemisah yang jelas pada batas wilayah pasar.

2) Adanya parkir yang terpisah berdasarkan jenis alat angkut, seperti: mobil, motor, sepeda, andong/delman dan becak.

3) Tersedia area parkir khusus untuk pengangkut hewan hidup dan hewan mati.

4) Tersedia area bongkar muat khusus yang terpisah dari tempat parkir pengunjung.

5) Tidak ada genangan air.

6) Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlah yang cukup, minimal setiap radius 10 m.

7) Ada tanda masuk dan keluar kendaraan jelas, yang berbeda antara jalur masuk dan keluar.

8) Adanya tanaman penghijauan.

9) Adanya area resapan air di pelataran parkir. f. Konstruksi

1) Atap

a) Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya binatang penular penyakit.

b) Kemiringan atap harus sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya genangan air pada atap dan langit-langit.

(31)

d) Atap yang mempunyai ketinggian 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.

2) Dinding

a) Permukaan dinding harus bersih, tidak lembab dan berwarna terang.

b) Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air.

c) Pertemuan lantai dan dinding, serta pertemuan dua dinding lainnya harus berbentuk lengkung (conus).

3) Lantai

a) Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, permukaan rata, tidak licin, tidak retak dan mudah dibersihkan.

b) Lantai yang selalu terkena air, misalnya kamar mandi, tempat cuci dan sejenisnya harus mempunyai kemiringan ke arah saluran dan pembuangan air sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak terjadi genangan air.

g. Tangga

1) Tinggi, lebar dan kemiringan anak tangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(32)

Ventilasi harus memenuhi syarat minimal 20 % dari luas lantai dan saling berhadapan (cross ventilation).

i. Pencahayaan

1) Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengelolaan bahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan makanan.

2) Pencahayaan cukup terang dan dapat melihat barang dagangan dengan jelas minimal 100 lux.

2.4.2 Sanitasi Pasar

Sanitasi tempat umum harus merupakan prioritas dalam penanganannya, hal tersebut diakibatkan karena tempat umum merupakan tempat yang mempunyai potensi untuk penyebaran penyakit, salah satunya pasar. Oleh sebab itu memerlukan penatalaksanaan yang spesifik agar tidak menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Mulia, 2005).

Berikut persyaratan sanitasi pasar berdasarkan Kepmenkes RI No 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, yaitu: 1. Air Bersih

a. Tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup setiap hari secara berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang.

b. Kualitas air bersih yang tersedia memenuhi persyaratan.

c. Tersedia tendon air yang menjamin kesinambungan ketersediaan air dan dilengkapi dengan kran yang tidak bocor.

(33)

e. Kualitas air bersih diperika setiap enam (6) bulan sekali. 2. Kamar Mandi dan Toilet

a. Harus tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi dengan tanda/simbol yang jelas dengan proporsi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Proporsi Jumlah Toilet Dan Kamar Mandi Laki-Laki dan Perempuan

Sumber:Kepmenkes RI No 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang P edoman

P enyelenggaraan P asar Sehat

b. Didalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam jumlah yang cukup dan bebas jentik.

c. Didalam toilet harus tersedia jamban leher angsa, peturasan dan bak air. d. Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup yang dilengkapi

dengan sabun dan air yang mengalir.

e. Air limbah dibuang ke septic tank (multi chamber), riol atau lubang peresapan yang tidak mencemari air tanah dengan jarak 10 meter dari sumber air bersih.

f. Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan dengan kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak terjadi genangan.

(34)

h. Luas ventilasi minimal 20 % dari luas lantai dan pencahayaan 100 lux. i. Tersedia tempat sampah yang cukup.

3. Pengelolaan Sampah

a. Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.

b. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan.

c. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan dan mudah dipindahkan.

d. Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat, kedap air atau kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau petugas pengangkut sampah.

e. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang (vektor) penular penyakit. f. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10

meter dari bangunan pasar.

g. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam. 4. Drainase

a. Selokan/drainase sekitar pasar tertutup dengan kisi yang terbuat dari logam sehingga mudah dibersihkan.

(35)

c. Kualitas limbah outlet harus memenuhi baku mutu sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang kualitas air limbah.

d. Saluran drainase memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegah genangan air.

e. Tidak ada bangunan los/kios diatas saluran drainase.

f. Dilakukan pengujian kualitas air limbah cair secara berkala setiap 6 bulan sekali.

5. Tempat cuci tangan

a. Fasilitas cuci tangan ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau.

b. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

6. Binatang penular penyakit (vektor)

a. Pada los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa dan tikus.

b. Pada area pasar angka kepadatan tikus harus nol.

c. Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran sesuai dengan area pasar.

d. Angka kepadatan lalat di tempat sampah dan drainase maksimal 30 per gril net.

e. Container Index (CI) jentik nyamuk Aedes aegypty tidak melebihi 5 %. 7. Kualitas Makanan dan Bahan Pangan

(36)

b. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti pengawet borax, formalin, pewarna textil yang berbahaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. c. Tidak mengandung residu pestisida diatas ambang batas.

d. Kualitas makanan siap saji sesuai dengan Kepmenkes nomor 942 tahun 2003 tentang makanan jajanan.

e. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu rendah (4-10ºC), tidak kadaluwarsa dan berlabel jelas.

f. Ikan, daging dan olahannya disimpan dalam suhu 0 s/d 4ºC; sayur, buah dan minuman disimpan dalam suhu 10 ºC; telur, susu dan olahannya disimpan dalam suhu 5-7 ºC.

g. Penyimpanan bahan makanan harus ada jarak dengan lantai, dinding dan langit-langit : jarak dengan lantai 15 cm, dengan dinding 5 cm, dengan langit-langit 60 cm.

h. Kebersihan peralatan makanan ditentukan angka total kuman nol maksimal 100 kuman per cm3 permukaan dan kuman Eschericia coli adalah nol.

8. Desinfeksi Pasar

a. Desinfeksi pasar harus dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam sebulan.

b. Bahan desinfektan yang digunakan tidak mencemari lingkungan. 2.5 Mikroba

(37)

semua makhluk hidup yang berukuran beberapa mikron atau lebih kecil lagi disebut mikroba (Waluyo, 2009).

Menurut Waluyo (2011), mikroba patogen adalah mikroorganisme yang mampu menimbulkan penyakit. Sedangkan penyakit adalah respons hospes terhadap infeksi yang mengganggu fungsi tubuh.penyakit menular pada umumnya disebabkan oleh mikroba, baik bakteri, virus, jamur atau protozoa. Cara penyebaran penyakit dapat melalui udara, air, makanan dan lain sebagainya. 2.5.1 Cara Penyebaran Penyakit Melalui Udara

Penyebaran mikroba melalui udara sering dinamakan infeksi asal udara dan infeksinya ditularkan melalui udara. Media penyebaran ini adalah air liur, sekresi pernafasan lain, debu tercemar, dan fomit (benda mati yang tercemar oleh patogen dan membantu penyebarannya).

Beberapa mikroorganisme yang disebarkan melalui udara, yakni:

1. Corynebacterium diphtheriae

Difteri adalah penyakit saluran pernafasan bagian atas. Bakteri difteri terlokalisasi di tenggorokan yang menjadi meradang bila bakteri tersebut tumbuh dan mengeluarkan eksotoksin yang ampuh. Gejala yang parah dapat menimbulkan kematian karena kerja eksotoksin yang terbawa darah keseluruh bagian tubuh. Akibatnya, terjadi kerusakan pada jantung dan ginjal, sehingga kematian disebabkan oleh toksemia.

2. Influenzavirus

(38)

yang dicirikan demam, lesu dan hilang nafsu makan. Virus ini hanya menyerang terbatas pada saluran pernafasan bagian atas.

3. Bordetella pertussis

Pertusis adalah penyakit akut saluran pernafasan ditandai batuk paroksimal. Batuk paroksimal yang khas adalah dimana dalam jangka waktu 5-20 batuk beruntun biasanya diakhiri dengan keluarnya lendir serta tidak ada kesempatan untuk bernafas.

2.5.2 Cara Penyebaran Penyakit Melalui Makanan

Penyakit yang disebarkan melalui makanan dinamakan penyakit asal makanan. Penyebaran penyakit melalui makanan terjadi dengan dua mekanisme, yakni: (1) mikroba yang terdapat dalam makanan menginfeksi hospes; dan (2) mikroba mengeluarkan eksotoksin dalam makanan, kemudian menyebabkan penyakit keracunan makanan. Contoh, bakteri Salmonella menyebabkan infeksi makanan, sedangkan spesies Clostridium dan Staphylococcus menyebabkan keracunan makanan.

2.5.3 Cara Penyebaran Penyakit Melalui Air

(39)

2.6 Food Borne Disease (Penyakit Melalui Makanan)

Sanitasi makanan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit khususnya penyakit water dan food borne disease. Ditinjau dari segi kesehatan, makanan selain berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur dapat pula berperan dalam penyebaran penyakit.

Menurut Mukono (2004), peran makanan dalam penyebaran penyakit, adalah:

1. Makanan sebagai penyebab penyakit (agent)

Makanan sebagai penyebab penyakit bisa terjadi apabila dalam makanan tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung suatu penyakit.

2. Makanan sebagai pembawa penyakit (vehicle)

Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila makanan tersebut tercemar oleh bahan yang membahayakan kehidupan, misalnya mikroorganisme dan bahan kimia beracun.

3. Makanan sebagai media

Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu yang cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikroorganisme, maka makanan akan menjadi media yang menguntungkan bagi kuman untuk berkembang biak dan apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan.

(40)

umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.

Penyakit yang ditularkan oleh mikroorganisme yang ada pada makanan atau minuman biasanya berupa penyakit infeksi. Dibawah ini adalah mikroorganisme penyebab food and water borne disease (Mukono, 2004).

Tabel 2.2 Beberapa Mikroorganisme Penyebab Food And Water Borne Disease

Mikroorganisme Food and water borne disease

Salmonella thyposa

Ascariasis lumbricoides dan penyakit cacing lainnya Sumber: Mukono, 2004

2.7 Salmonella sp.

Salmonella sp. adalah organisme yang termasuk dalam famili

Enterobacteriaceae, dengan sifat-sifat sebagai berikut:

1. Bentuk batang 2. Negatif-gram 3. Tidak berspora

4. Mempunyai flagel peritrik 5. Tidak berkapsul

6. Hidup secara aerob atau fakultatif anaerob

(41)

genus Salmonella, namun seringkali salmonellosis digunakan secara khusus untuk gastroenteritis yang disebabkan keracunan makanan karena Salmonella.

Infeksi oleh karena Salmonella dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare).

2. Demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser. Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi (Lesmana, 2006).

2.7.1 Klasifikasi

Menurut Lesmana (2006) yang mengutip pendapat Le Minor dan Popoff, pada saat ini dikenal ada dua spesies dalam genus Salmonella yaitu:

1. Salmonella enterica yang terdiri dari enam subspesies, masing-masing adalah:

a. S. enterica subsp. enterica (subspesies I) b. S. enterica subsp. salamae (subspesies II) c. S. enterica subsp. arizona (subspesies III) d. S. enterica subsp. diarizona (subspesies IIIb) e. S. enterica subsp. houtenae (subspesies IV) f. S. enterica subsp. indica (subspesies VI)

2. Salmonella bongori (dahulu dimasukkan ke subspesies V)

Subspesies I biasanya di isolasi dari manusia dan hewan berdarah panas, sedangkan subspesies II, IIIa, IIIb, IV, dan VI serta S. bongori biasanya

(42)

2.7.2 Infeksi non-tifoid

1. Epidemiologi

Reservoir utama untuk Salmonella non-tifoid adalah hewan, termasuk diantaranya hewan ternak dan hewan unggas, burung dan hewan peliharaan, juga produk-produk hewan seperti daging, susu, dan telur. Transmisi organisme ini pada manusia dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar, melalui kontak orang ke orang (rute oral-fekal) maupun melalui kontak antara manusia dengan hewan yang terinfeksi Salmonella. Daging sering dikaitkan dengan wabah Salmonella. Organisme ini ditemukan pada bagian permukaan daging bukan dibagian dalamnya karena biasanya yang menyebabkan kontaminasi dari daging tersebut adalah flora usus hewan yang bersangkutan pada saat disembelih (Lesmana, 2006).

(43)

2. Patogenesis

Salmonella masuk kedalam tubuh manusia melalui cara oral. Tonsil dan jaringan limfatik pharynx tidak berfungsi sebagai pintu masuk kuman, tetapi kuman masuk langsung ke lambung. Individu dengan gastrektomi atau gastroenterostomi lebih mudah terkena infeksi Salmonella, kemungkinan besar ini disebabkan karena rusaknya atau tidak bekerjanya asam lambung sebagai lapisan pertahanan awal terhadap kuman tersebut dan terjadinyapercepatan pengosongan lambung, sehingga kuman-kuman Salmonella dengan mudah mencapai usus halus.

Sesampainya diusus halus, Salmonella akan mengalami dua buah hambatan yang merupakan mekanisme pertahanan setempat dari penjamu, yaitu gerak usus (peristalsis) dan flora normal usus. Kuman-kuman yang tidak dapat atau tidak mempunyai tempat perlekatan di usus akan dikeluarkan melalui gerak usus, sebaliknya kuman-kuman yang dapat melekatkan diri ke mukosa usus akan menyebabkan infeksi melalui dua pola umum yaitu:

a. Kuman membentuk enterotoksin dan menyebabkan diare air.

b. Kuman bersifat invasif dengan menimbulkan kerusakan jaringan dan menyebabkan diare berdarah (disenterik).

3. Manifestasi klinis

Masa inkubasi: biasanya kurang dari 24 jam, rata-rata antara 6-72 jam.

(44)

ini kadang-kadang hebat sekali, dan pada anak-anak besar, terlokalisasi di daerah periumbilikal dan kuadran bawah. Mengikuti gejala awal kemudian timbul:

a. Diare: merupakan gejala utama dan umumnya volumenya sedang-sedang saja, tidak besar. Kadang-kadang tinja berupa air dan mengandung darah. b. Sakit kepala.

c. Demam yang tidak tinggi (38฀ C-38,5฀ C). d. Perasaan lemah

2.7.3 Demam tifoid (demam enterik)

1. Epidemiologi

Insiden dari demam tifoid sering kali memiliki pola musiman, yaitu puncak penyakit biasanya terjadi pada musim panas ketika terjadi kekeringan sehingga konsentrasi mikroorganisme ini meningkat. Infeksi oleh Salmonella ser. Typhi hanya mengenai manusia. Oleh karena itu, semua kasus-kasus demam tifoid dapat dilacak kembali sumbernya kepada orang lain yang menderita tifoid. Umumnya tinja dan urine dari carrier atau penderita-penderita yang baru sembuh dari infeksi akut adalah sumber penularan dari kuman ini. Ada dugaan bahwa 1-4 % penderita demam tifoid akan menjadi carrier, tergantung pada usia dan keadaan kesehatan penderita.

(45)

dengan kuman Typhi melalui air yang digunakan untuk mencuci makanan tersebut, atau melalui tangan carrier yang menyiapkan makanan tersebut (Lesmana, 2006).

2. Patogenesis

Salmonella ser. Typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau air minum (minuman), lewat lambung sampai ke usus halus yaitu bagian distal ileum dan menyebabkan berbagai perubahan. Kuman harus mampu melewati barrier asam lambung untuk dapat menimbulkan penyakit. Setelah sampai di usus halus, kuman harus mampu melekatkan diri. Perlekatan aktif kuman ke mukosa usus sangat penting dalam mengawali kejadian-kejadian di usus. 3. Manifestasi klinis

Setelah Salmonella ser. Typhi masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna, terdapat suatu periode asimtomatik yang biasanya adalah antara 7-14 hari. Periode ini merupakan masa inkubasi yang kemudian disusul dengan gejala-gejala sebagai berikut:

a. Demam dan perasaan lemah.

Suhu badan naik pada sore hari. Keadaan ini berlangsung selama kira-kira 1 minggu sehingga memberikan gambaran demam dengan polanya sebagai “anak tangga” (ladder-pattern). Pada minggu kedua, demam seringkali tinggi (39฀ C-40฀ C) dan menetap.

b. Sakit kepala.

(46)

d. Distensi abdominal atau perasaan tidak nyaman didaerah perut yang sifatnya difus.

e. Konstipasi (terutama pada penderita dewasa)

Pada awal penyakit, sering dijumpai diare, terutama pada anak-anak. f. Lidah kotor.

g. Apati, disorientasi dan delirium. h. Hepato/ splenomegali.

i. Rose spot(Lesmana, 2006).

Kelainan kulit ini berupa lesi eritema makulopapuler yang diameternya antara 2-4 mm. Rose spot terdapat dibagian abdomen dan dada, jarang dipunggung, lengan atau tungkai serta sulit dilihat pada penderita yang berkulit gelap.

2.8 Daging Ayam

Daging ayam adalah bagian-bagian dari karkas ayam yang disembelih dan lazim dimakan manusia termasuk kulit, dapat berupa daging unggas segar atau beku (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010). Daging ayam adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, air, vitamin, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh.

(47)

lengkap. Serabut-serabut tersebut akan membesar dengan bertambahnya umur dan masuknya gizi yang cukup (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

2.8.1 Keunggulan Daging Ayam

Menurut Priyatno (2000), beberapa alasan yang menyebabkan kebutuhan daging ayam mengalami peningkatan yang cukup pesat karena memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Daging ayam relatif murah dibandingkan daging lainnya.

2. Daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena mengandung sedikit lemak dan kaya protein bila dibandingkan daging sapi, kambing, dan babi. 3. Tidak ada agama apapun yang melarang umatnya untuk mengonsumsi daging

ayam.

4. Daging ayam mempunyai rasa yang dapat diterima semua golongan masyarakat dan semua umur.

5. Daging ayam cukup mudah diolah menjadi produk olahan yang bernilai tinggi, mudah disimpan, dan mudah dikonsumsi.

2.8.2 Kandungan Gizi Daging Ayam

Menurut Soeparno (1994) yang mengutip pendapat Forrest, protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik.

(48)

kurang lebih 70 % air, sedangkan daging yang tua 60 %. Daging unggas merupakan sumber protein yang baik karena selain tinggi, proteinnya juga mudah diserap oleh usus. Dalam setiap 100 gram daging, kandungan protein ayam broiler adalah 21 %, ayam kampung 18,1 %, itik dan entok 20,8% (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

(49)

2.8.3 Persyaratan Mutu

1. Fisik karkas

Tabel 2.3 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Karkas

(50)

2. Mikrobiologis

Tabel 2.4 Syarat Mutu Mikrobiologis

No Jenis Satuan Persyaratan

1

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 3924 tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam

2.9 Proses Pemotongan Ayam

Menurut Priyatno (2000), proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Untuk itu, proses pemotongan ayam sebaiknya dilaksanakan dalam dua tempat yang terpisah. Pemisahan tempat dengan jelas secara fisik antara daerah kotor dan daerah bersih.

Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang tinggi. Daerah bersih adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang rendah. Di daerah penyembelihan dan pengeluaran darah harus didisain agar darah dapat tertampung. Dengan adanya pembagian daerah tersebut, diharapkan terjadinya pencemaran silang (cross

contamination) antara daerah kotor dan daerah bersih bisa ditekan seminimal mungkin (SNI 01-6160-1999).

2.9.1 Menyembelih Ayam

(51)

pemotongan, ayam sebaiknya dipuasakan (tidak diberi makanan), namun tetap diberi minum, minimal 8-12 jam. Hal ini dimaksudkan agar saat penyembelihan, tembolok dalam kondisi kosong, sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran akibat isi tembolok atau isi usus yang keluar dapat dihindari (Dirjen peternakan dan kesehatan hewan, 2010).

Tempat yang tepat untuk penyembelihan ialah di dasar rahang. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam dan hanya khusus digunakan untuk penyembelihan saja. Setelah ayam disembelih, darahnya dituntaskan dengan cara menggantung ayam dengan posisi kepala dibagian bawah selama 3-5 menit. Pada proses penyembelihan yang tidak sempurna, darah yang keluar tidak tuntas (habis) sehingga kepala dan kulit karkas menjadi kemerahan dan ayam tidak tahan disimpan karena cepat busuk (Priyatno, 2000).

2.9.2 Perendaman dalam air panas

Perendaman ayam yang telah dipotong dalam air panas (scalding) bertujuan untuk mempermudah pencabutan bulu. Perendaman ayam dalam air panas dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Perendaman dalam air panas dengan suhu 52-55฀ C selama 90-120 detik. Perlakuan ini biasanya dilakukan terhadap ayam yang masih muda atau ayam broiler.

(52)

3. Perendaman dalam air panas temperatur 65-80฀ C selama 30-45 detik, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam air dingin selama 10 detik untuk mencegah kerusakan kulit (Dirjen peternakan dan kesehatan hewan, 2010).

2.9.3 Mencabut bulu

Air bersih mutlak diperlukan dalam proses pencabutan bulu. Prinsip yang harus diperhatikan dalam proses ini harus selalu terjaga kebersihannya. Karena sifat bulu ayam yang kotor maka pencucian setelah pemotongan selesai harus dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran dapat terjadi (Dirjen peternakan dan kesehatan hewan, 2010).

2.9.4 Memotong kepala

Proses pemotongan kepala ayam sebaiknya dilakukan di atas meja yang dilapisi keramik atau porselen. Meja ini dapat pula terbuat dari baja tahan karat (stainless steel) yang dilengkapi keran air.

Pisau yang digunakan harus kuat dan tajam. Pisau ini sebaiknya hanya khusus digunakan untuk pemotongan kepala saja. Tempat pemotongan kepala ayam adalah kurang lebih 2-3 cm di atas batas antara punggung dan leher ayam (Priyatno, 2000).

2.9.5 Memotong kaki

(53)

satuan kilogram dan ditimbang dalam keranjang plastik atau karung (Priyatno, 2000).

2.9.6 Pengeluaran jeroan secara manual

Pengeluaran jeroan secara manual diatas meja eviscerasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemotongan kepala dan leher pada batas badan, sehingga saluran pernafasan dan saluran makanan ikut terpotong.

2. Pembuatan irisan diantara anus dan ujung tulang dada, sehingga jari-jari atau alat pengeluar jeroan dapat masuk sampai rongga dada.

3. Pembuangan kelenjar minyak di daerah ekor, untuk mengurangi bau anyir dan amis.

4. Pengeluaran jeroan dapat dilakukan langsung dengan tangan atau dibantu dengan alat pengeluar jeroan.

(54)

2.10 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 1. Kerangka Konsep Sanitasi tempat

penjualan daging ayam Higiene perorangan pedagang

Keberadaan Salmonella sp.

pada daging ayam

Pemeriksaan laboratorium

Standar Nasional Indonesia (SNI) 3924 Tahun 2009 Perilaku pedagang

1. Pengetahuan pedagang 2. Sikap pedagang

Gambar

Tabel 2.3 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Karkas
Tabel 2.4 Syarat Mutu Mikrobiologis
Gambar 1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

[r]

‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam

PRleja prrjanjlan pinjara*rsemlnjara uanfl kedua belah pi- hak loluaaa untuk berjcnji bahva Junlah uang yan? harua dl* k*mbaliV*n bolch lebih feeaar darl jumlah yang temli dlbtrl-

Pokja Panitia Pengadaan Pada Satker Deputi Bidang KB dan KR BKKBN Pusat TA 2013 akan melaksanakan pelelangan Ulang sederhana pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

bahwa untuk meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan, pada tanggal 21 Juli 2010 di

Pokja ULP/Panitia Pengadaan pada Satker Deputi Bidang KB dan KR BKKBN Pusat akan melaksanakan Pelelangan Ulang Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota berasal dari perseorangan tidak dapat menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1), dilakukan

Kelompok Kerja II Unit Layanan Pengadaan di Lingkungan Kantor Pusat Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan (Pokja II ULP Setjen) akan melaksanakan pelelangan sederhana