1
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mempunyai jumlah
angkatan kerja yang sangat banyak. Pemerintah sebagai pengelola negara menjamin hak
setiap warga negara untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.1 Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan terdapat risiko. Dalam rangka
meminimalisir terjadinya resiko tersebut, lahirlah asuransi sebagai solusi untuk
mengalihkan resiko atau pertanggungan. Asuransi merupakan perjanjian antara dua
pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi
penerimaan premi oleh perusahaan asuransi berdasarkan peraturan
perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian
(“UU Perasuransian”).2
Kehidupan dan kegiatan manusia pada hakekatnya mengandung berbagai hal
yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud
adalah adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan
manusia pada umunya.3 Sifat yang tidak kekal dimaksud selalu meliputi dan menyertai
manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian kelompok atau masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan-kegitatannya.4
Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah, mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan atau diprediksi lebih dahulu
1
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 huruf D, angka 2 2
Indonesia (Perasuransian), Undang-Undang tentang Perasuransian, UU No.40 Tahun 2014, LN Nomor 337 Tahun 2014, TLN Nomor 5618.
3
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi,(Jakarta : Sinar grafika, 2008), hal. 2.
2
secara tepat sehingga dengan demikian keadaan yang dimaksud tersebut tidak akan pernah memberikan rasa pasti.5 Keadaan yang tidak pasti tersebut dapat dalam berbagai bentuk dan peristiwa, yang biasanya selalu dihindari.6 Upaya dan usaha manusia untuk menghindari dan melimpahkan risikonya kepada pihak lain beserta proses pelimpahan sebagai suatu kegiatan itulah yang merupakan cikal bakal perasuransian yang dikelola sebagai suatu kegiatan ekonomi yang rumit sampai dengan saat ini.7
Hidup ini penuh ketidakpastian, seseorang tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Sedia payung sebelum hujan peribahasa sesuai untu korang yang sadar asuransi. Asuransi di negara-negara maju sudah merupakan kewajiban bagi warga negaranya karena mereka sadar akan berasuransi mereka telah mengurangi kekhawatiran akan masa depan, mereka telah memberikan yang terbaik bagi keluarga mereka.8 Masyarakat Indonesia sekarang ini sudah mulai mengenal dan sadar akan pentingnya asuransi bagi kehidupan mereka terbukti dengan penjualan produk asuransi meningkat dan dibarengi dengan produk investasi.9 Asuransi penting untuk melindungi dari berbagai risiko. Adapun alasan-alasan untuk berasuransi antara lain :10
1. Melindungi peristiwa yang sudah pasti (diakses pada tanggal 17 April 2016)
9
Lihat “Pentingnya Memahami Aturan Berasuransi Jiwa”,
10
Lihat “7 Alasan Mengapa Pentingnya Berasuransi”,
3
2. Melindungi terhadap peristiwa yang tidak pasti 3. Aman dan tentram jika ada asuransi
4. Sebagai instrumen Investasi, dan disiplin dalam menabung 5. Untuk menambah modal usaha
6. Memberikan ketenangan dan kedamaian
7. Berguna untuk menyusun masa depan dan dana pensiun.
Indonesia adalah negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia. Dari sekitar 205 juta penduduk Indonesia sekitar, 88 persen memeluk agama Islam atau sekitar 12,7 persen dari populasi dunia.11 Secara menyeluruh ajaran agama Islam dapat masuk kedalam segala lini kehidupan bernegara, salah satunya dalam bidang ekonomi dan bidang perasuransian. Perasuransian umum yang diperkenalkan oleh bangsa barat dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam.12
Munculnya konsep asuransi menurut Islam diawali dengan silang pendapat antara para ulama tentang status hukum asuransi konvensional.13
Jawatan Fatwa Malaysia tanggal 15 Juni 1972 mengeluarkan keputusan yang menetapkan bahwa praktek asuransi jiwa di Malaysia hukumnya adalah Munculnya anggapan bahwa asuransi konvensional dalam beberapa hal mengandung unsur-unsur yang di haramkan oleh Islam. Dengan adanya anggapan itu, maka sebagian umat Islam memnadang bahwa transaksi dalam asuransi konvensional termasuk transaksi yang di haramkan berdasarkan syariat.
11
Lihat “Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”,
12
Yadi Janwari, Asuransi Syariah (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 46. 13
4
haram.14 Dekade 1970-an di negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu pada nilai-nilai Islam. Pada tahun 1979 berdiri Islamic Insurance Co. Ltd. di Sudan. Pada tahun 1983 Dar al-Mal al-Islami berdiri di Genewa, Swiss.15
Ajaran Islam juga terdapat substansi mengenai perasuransian. Substansi terkait asuransi yang termuat itu menghindarkan prinsip operasional asuransi dari unsur gharar
16
, masyir17, dan riba18.19 Gagasan dan pemikiran untuk mendirikan auransi syariah di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dan pemikiran itu lebih menguat lagi setelah di resmiannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.20
Sejarah perkembangan asuransi di Indonesia, muncul pemikiran baru di kalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah yang masih sedikit ketika itu, untuk membuat asuransi syariah.
Mencuatnya alasan berdirinya asuransi syariah berasal dari Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (“ICMI”).
21
Pada tanggal 27 Juli 1993, di bentuklah Tim Pembentukkan Takaful Indonesia (TEPATI) yang disponsori oleh Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri dan Depkeu.22
adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
17
Masyir adalah transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
18
Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah. 19
Yadi Janwari, Op.Cit, hal. 47. 20
Ibid. 21
Muhammad syakir sula, Asuransi Syariah(Life and General) (Jakarta : Gema Insani, 2004), hal.718-719.
22Ibid .
5
pada bulan Oktober 1993 di Hotel Indonesia, akhirnya pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia sebagai perusahaan asuransi pertama di Indonesia. PT. Syarikat Takaful Indonesia kemudian menjadi holding PT. Asuransi Takaful Keluarga (berdiri tanggal 25 Agustus 1994) dan PT. Asuransi Takaful Umum (berdiri pada tanggal 2 Juni 1995).23
Menjalankan asuransi syariah tidak semudah seperti apa yang dipikirkan dalam teori. Tidak semua orang atau perusahaan memiliki kesadaran untuk menjalankan prinsip syariah tersebut. Tidak jarang kita menemui penyimpangan baik secara administratif maupun teknis. Contohnya perusahaan asuransi syariah tersebut tidak memiliki kondisi keuangan yang sehat.24
Berdasarkan hasil pemikiran tersebut dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (“DPS”) yang pembentukkannya diserahkan kepada Dewan Syariah Nasional (“DSN”) DSN sendiri merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Untuk menghindari dan meminimalisir hal ini maka perlu dibentuk suatu lembaga atau setidaknya yang bertugas melakukan pengawasan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh perasuransian syariah.
25
23Ibid
, hal. 719. 24
Lihat, “OJK Mohon Pailit Asuransi syariah Mubarakah”, http://nasional.kontan.co.id/news/ojk-mohonkan-pailit-asuransi-syariah-mubarakah (diakses pada tanggal 28 April 2016)
25
Gemala Dewi, Aspek-aspek hukum dalam perbankan & perasuransian syariah di indonesia (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 143.
6
ditawarkan, serta investasi yang dilakukan oleh manajemen asuransi.26 Pengawasan ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan oleh manajemen asuransi tidak keluar dari apa yang telah ditentukan syariat Islam.27
UU Perasuransian yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) menyebutkan mengenai pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah (“UUS”) perusahaan asuransi dan reasuransi.28 Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa perusahaan asuransi atau reasuransi yang memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai minimal 50% dari total nilai dana asuransi peserta pada perusahaan induknya atau 10 tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, wajib melakukan pemisahan (spin-off) unit syariah menjadi perusahaan asuransi syariah atau reasuransi syariah (full pledge).29
Untuk dapat “menyapih” UUS-nya dan dalam rangka memenuhi ketentuan ini, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki UUS wajib menyampaikan rencana kerja kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya UU Perasuransian tersebut.30Kajian ini diharapkan dapat menjadi panduan para pelaku industri asuransi syariah dalam menyiapkan UUS menjadi perusahaan asuransi syariah.31 Kajian spin off asuransi syariah ini juga ditujukan agar para pelaku industri memiliki gambaran teknis pelaksanaan spin off asuransi syariah.32
7
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh penulis di atas, maka penulis tertarik untuk menjadi bahan tulisan Skripsi dengan judul : “Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan
Asuransi Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014.”
B. Rumusan Masalah
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peniliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalahmaka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehinggatidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan asuransi takaful di Indonesia ?
2. Bagaimana pengelolaan dana nasabah pada perusahaan asuransi takaful ?
3. Bagaimana transaksi pemisahaan unit usaha takaful dari perusahaan asuransi umum
berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah disebutkan
sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Asuransi Syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaturan dana nasabah pada Asuransi Syariah.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemisahan unit usaha asuransi syariah pada asuransi
umum.
8
1. Manfaat teoritis
Diharapkan akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca maupun
penulis mengenai asuransi syariah di Indonesia serta dalam pembangunan ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum ekonomi khusunya berkaitan dengan Asuransi
Syariah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan ilmu
hukum dalam bidang perasuransian sehingga dapat menjadi bahan referensi dan
pertimbangan bagi pembinaan hukum di masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui tentang
pemiahan unit usaha asuransi syariah pada asuransi umum
b. Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
hukum asuransi dan juga memberikan pemahaman pada pihak terkait seperti:
praktisi hukum, praktisi perusahaan, dan juga mahasiswa.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful
Dari Perusahaan Asuransi Umum Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014.” Disusun
berdasarkan bahan-bahan baik berupa bahan pustaka, Undang-undang, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan, maupun peraturan lain mengenai asuransi dan asuransi syariah.
Sehubungan untuk mengetahui keaslian penelitian, penulis sebelumnya melakukan
penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan
Universitas Cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 18 Februari 2016
9
dan substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi
lain yang terdapat di lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.Apabila di kemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain
daam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini di buat, maka hal tersebut dapat
diminta pertanggungjawaban.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Asuransi
R. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.33
HMN. Purwosutjipto juga mendefenisikan asuransi sebagai suatu perjanjian (timbal-balik) dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkannya, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker voorval).34
Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
33
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia. (Jakarta: Intermasa, 2006, halaman 12
34
10
keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga memberikan defenisi dari asuransi. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:35
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Berdasarkan defenisi asuransi yang diberikan oleh Kitab Undang – Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, terdapat perbedaan diantara keduanya dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan bahwa suatu perjanjian asuransi hanyalah perjanjian yang melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung (perusahaan asuransi) dan juga pihak tertanggung (yang membayar premi asuransi). Selain itu,
35
11
unsur penting dari perjanjian asuransi ini ialah hanya menunjuk kepada asuransi kerugian saja (loss insurance) yang objeknya hanya harta kekayaan saja.36
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”) menyebutkan bahwa kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah, antara lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur :
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang menyebutkan bahwa perjanjian asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja (penanggung dan tertangung) tetapi juga pihak ketiga yang dipertanggungkan serta unsur peristiwa dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian ini tidak hanya merujuk kepada asuransi kerugian (loss Insurance) yang objeknya hanya harta kekayaan saja tetapi juga merujuk kepada asuransi jiwa (life insurance). Hal ini bisa dibuktikan dari kalimat “memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan”. Dengan kata lain dapat dikatakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian memberikan defenisi asuransi yang lebih luas bila dibandingkan dengan defenisi asuransi yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD.
37
a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu
penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan
36
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, halaman 9. 37
12
Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah).
b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti
dan bersifat untung-untungan.
c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah.
d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
2. Asuransi Syariah (Asuransi Takaful)
Berdasarkan UU Perasuransian, asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian,
yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan
perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi
berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:38
a. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaatyang besarnya
telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
3. Perusahaan Perasuransian
38
13
Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang
asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.
Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.39
4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan Undang-undnag Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), Otoritas Jasa Keuangan adalahLembaga Negarayang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.40
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
F. Metode Penulisan
41
1. Spesifikasi Penelitian
Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum normatif, normatif disini maksudnya adalah bahwa penelitian hukum tersebut dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, nama lain dari
39Ibid
, angka 14 40
Indonesia (OJK), Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No.21 Tahun 2011, LN Nomor 111 Tahun 2011, TLN Nomor 5253.
41
14
penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan.42Penelitian hukum normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.43
b. Sifat Penelitian
Maka dari itu penelitian difokuskan pada kajian terhadap pemisahaan unit usaha asuransi takaful pada perusahaan asuransi umum di Indonesia. Oleh karena jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan.
Adapun sifat penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.44
c. Pendekatan Penelitian
Berarti bahwa penelitian ini menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait pemisahaan unit usaha asuransi takaful pada perusahaan asuransi umum di Indonesia. Hukum dalam konteks teori-teori hukum dalam pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang berlakunya keterbukaan dari perusahaan asuransi dalam memberikan perjanjian.
Pendekatan undang-undang (statue approach) diterapkan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Di sini juga harus memahami asas Lex superior
42
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Pustaka (Jakarta: Rajawali Press,1993), hal. 13-14.
43
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 105. 44
15
derogat legi inferiori45, asas Lex specialis derogat legi generali46dan juga memahami asas lex posterior derogat legi priori47. Pendekatan penelitian pada perundang-undangan bukan saja melihat kepada peraturan perundang-undangan saja, tetapi menelaah sampai kepada materi muatannya.48
2. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terbagi atas : a. Bahan Hukum Primer
Diperoleh melalui Undang-undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945), Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUHP), UU Perasuransian, UU OJK.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum yang erat ikatannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber internet (on-line) yang berkaitan dengan persoalan di atas juga berupa, berita-berita serta tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan.
c. Bahan Hukum Tertier
45
Lex superior derogat legi inferiori apa bila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih rendah harus disisihkan.
46
Lex specialis derogat legi generali merujuk kepada kepada dua peraturan perundang-undangan yang secara hierarki mempunyai kedudukan yang sama. Akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua peraturan perundang-undangan tidak sama. Pengaturan secara khusus dari yang lain.
47
lex posterior derogat legi priori artinya peraturan perundang-undangan yang terkemudian menyisihkan peraturan perundang-undangan yang terdahulu.
48
16
Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Teknik pengumpulan
data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan (library research). Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti.49
Terdapat tiga teknik analisisi data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetakmaupunelektroniklain.
4. Analisis Data
50
Proses ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul.51
49
Lihat, “Studi Kepustakaan”,
Analisis
data yang dilakukan secara kualitatif adalah tahapan yang sangat penting dalam
suatu penelitian yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan
pasal-pasal di dalam perundang-undangan terpenting yang relevan dengan
permasalahan. Proses analisis kualitatif yang mendasarkan pada adanya hubungan
50
Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan NVIVO (jakarta : Media Grup, 2010) , hal. 23
51
17 semantis antar variabel yang sedang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang teratur dan saling berkaitan satu sama lain
diperlukan untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang
diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai. Tiap bab terdiri dari setiap sub-bab
dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi
ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I Pendahuluan. Pendahuluan merupakan pengantar. Bagian ini
memuat gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang
penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian
penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Pengaturan Asuransi Takaful Di Indonesia. Bab ini berisikan mengenai pengertian dan peran lembaga asuransi serta bagaimana pengaturan
perusahaan asuransi takaful di Indonesia. Bab ini juga membahas bagaimana
kedudukan lembaga asuransi sebagai lembaga keuangan non bank yang isinya
tentang sejarah, fungsi asuransi dan jenis-jenis resiko yang dapat diasuransikan
secara syariah dan bagaimana akibat hukum karena pengaturan asuransi takaful
tersebut.
BAB III Pengelolaan Dana Nasabah Pada Perusahaan Asuransi Takaful.
Bab ini membahas mekanisme pengelolaan dana nasabah, dimana didalam bab ini
akan membahas pelaksanaan prinsip ekonomi syariah dan peran pemerintah dalam
pengembangan asuransi takaful di Indonesia. Hal-hal di dalam sub bab di atas
membahas tentang cara pengelolaan dana yang berbeda antara asuransi
18
BAB IV Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful Dari Perusahaan Asuransi Umum. Bab ini membahas lebih lanjut mengenai pengelolaan unit usaha takaful pada perusahaan asuransi umum, transaksi pemisahaan unit usaha takaful
dari perusahaan asuransi umum, dan peran OJK terhadap pemisahan unit usaha
takaful dari perusahaan asuransi umum. Adanya peran penting OJK dalam
mengawasi kegiatan transaksi keuangan dan pengawasan terhadap lembaga
keuangan non bank sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Bab ini juga
secara khusus membahas bagaimana pemisahan unit usaha takaful atau asuransi
syariah pada perusahaan asuransi konvensional/ asuransi umum yang berdasarkan
Undang-undang No.40 tahun 2014 mengharuskan perusahaan asuransi umum
memisahkan unit usaha takafulnya (spin off) tetapi tata cara pemisahan unit usaha
takaful tersebut belum diatur dalam Undang-undang tersebut.
BAB V Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini akan ditarik suatu kesimpulan
setelah dilakukan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, untuk kemudian