• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Hutan Diklat Pondok Buluh

Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) ditetapkan sebagai pendidikan melalui Surat Keputusan Dirjen Kehutanan Nomor 34/Kpts/DJ/I/1983

tanggal 8 Februari 1983 tentang penunjukkan kompleks hutan Pematang Siantar yang terletak di Kabupaten Simalungun sebagai kawasan hutan pendidikan

dengan luas 800 hektar. Seiring dengan perjalan waktu, terdapat penambahan luas areal HDPB seluas 300 hektar yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 398/Kpts-II/1988 tanggal 4 Agustus 1988.

Melalui proses cepat dan pasti, melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1030/Menhut-VII/KUH/2015 tanggal 20 April 2015

tentang Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Hutan Lindung ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Pelatihan Pondok Buluh seluas 1.272,70 Ha.

1. Kondisi Fisik dan Geografis

Secara Geografis kawasan hutan Pondok Buluh terletak diantara

99o56’BT s/d 99o00’BT dan antara 2o43’LU s/d 2o47’LU. Berdasarkan administratif pemerintahan, areal HDPB berada di Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah

pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kawasan Diklat Pondok

(2)

2. Topografi dan Iklim

Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) terletak pada ketinggian 1250 mdpl dengan keadaaan topografi berada pada tingkatan kelerangan landai,agak curam

dan curam dengan kemiringan antara 2-15%, 15-40%, serta >40%. Berdasarkan klasifikasi Schmith dan Ferguson, iklim HDPB termasuk dalam tipe iklim A

dengan curah hujan rata 14 hari hujan setiap bulan dengan suhu udara rata-rata yaitu 25,50C – 26,80C. Menurut data curah hujan dan hari hujan Kabupaten Simalungun, curah hujan terbesar terjadi pada April yaitu sebanyak 23 hari,

sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juni sebanyak 7 hari (Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar, 2015)

3. Aksesibilitas

Hutan Diklat Pondok Buluh (HDPB) berada sekitar 25,8 km dari pusat kota Pematang Siantar dengan waktu tempuh ± 40 menit dengan menggunakan

kendaraan minibus. Untuk mencapai asrama HDPB telah tersedia jalan beraspal (hotmix) sekitar 1,2 km dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki ± 30 menit atau

± 7 menit dengan menggunakan minibus.

4. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan

Secara administratif pemerintahan, kawasan HDPB berada dalam wilayah

Desa Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan sumber data kependudukan, Kecamatan Dolok Panribuan

(3)

Sebagian besar masyarakat Dolok Parmonagan berlatar pendidikan Sekolah Dasar dan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang.

Eksplorasi

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan, penjelajahan, mencari dan mengumpulkan jenis-jenis sumberdaya genetik tertentu (tumbuhan obat) untuk

dimanfaatkan dan mengamankannya dari kepunahan (Rahayu, 2005).

Kegiatan eksplorasi diperlukan guna menyelamatkan varietas-varietas lokal dan kerabat liar yang semakin terdesak keberadaannya, akibat semakin

intensifnya penggunaan varietas unggul baru, perusakan habitat sumberdaya genetik tanaman untuk memenuhi kebutuhan kehidupan tanaman obat akibat

perluasan pembangunan industri-industri besar yang tidak mengenal belas kasihan. Plasma nutfah atau varietas baru yang ditemukan perlu diamati sifat dan asalnya. Dalam buku Hernani dan Djauhariya (2004) menyatakan bahwa

eksplorasi dan pengembangan budidaya tumbuhan obat terus dikembangkan untuk mencapai sasaran jangka panjang, yaitu mengurangi impor bahan baku obat

sintesis guna menghemat devisa negara. Dimana kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang bersal dari tumbuhan sebagian besar masih diambil dari alam.

Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang,

(4)

sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional, 80 jenis diantaranya sudah dibudidayakan oleh petani (Kartasapoetra,1992).

Menurut Hasanah dan Hapsoh (2011) tumbuhan yang berkhasiat obat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau

dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan obat yang secara ilmiah

telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara medis penggunaannya sebagai bahan obat tradisional.

Potensi Tumbuhan Obat

Potensi tanaman obat yang ada di hutan dan kebun/pekarangan sangatlah

besar, baik industri obat tradisional maupun fitofarmaka memanfaatkannya sebagai penyedia bahan baku obat. Menurut Zuhud (2008), dilihat dari segi habitusnya, spesies-spesies tumbuhan obat yang terdapat di berbagai formasi

hutan Indonesia dapat dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) macam yaitu : habitat bambu, herba, liana, pemanjat, perdu, pohon dan semak. Dari ke tujuh habitat ini,

(5)

Prospek pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat mengingat perkembangan industri obat modern dan obat tradisional terus meningkat. Memang obat-obatan modern berkembang cukup pesat, namun potensi obat

tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan obat tradisional dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan

baku tidak perlu diimpor, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya (Hernani dan Djauhariya, 2004).

Menurut Mursito (2003), pemanfaatan tanaman obat dapat dilakukan

dengan berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bahan baku pengobatan sendiri (self medication)

Pengobatan ini dapat dilakukan di setiap rumah tangga. Tanaman yang digunakan biasanya dimanfaatkan dalam bentuk segar. Dalam upaya untuk meningkatkan dan memasyarakatkan dilakukan cara penanaman tanaman obat

keluarga (toga).

2. Bahan baku obat tradisional

Obat-obatan yang berbahan baku tanaman maupun mineral secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Tanaman obat ini biasa dimanfaatkan dalam keadaan sudah dikeringkan atau dikenal dengan istilah

simplisia.

3. Bahan baku fitofarmaka

(6)

digunakan sebagai bahan baku fitofarmaka antara lain sudah mempunyai data uji praklinis maupun klinis.

Penelitian Tentang Tumbuhan Obat

Beberapa penelitian tentang jenis tumbuhan obat antara lain penelitian Litbang Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2001), melaporkan bahwa jenis

tumbuhan obat yang digunakan pengobat tradisional di sumatera utara antara lain Kunyit (Curcuma domestica Vall.), Daun Nipah, Daun Nangka (Artocarpus

integra Merr.), Daun Sanameki (Senna alexandrina), Jarak (Recinus communis

Linn. ), Sirih (Piper betle Linn.), Cemara (Casuarina equisetifolia Linn.), Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Sw.), Jahe (Zingeberis officinale Rosc. ), Lada (Piper

nigrum Lin.), Lempuyang Wangi (Zingiber aromatikum Vahl.), Temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Cengkeh (Caryophillus aromatikus Linn.),

Bawang Putih (Allium sativum), Sendep (Equisetum debile Roxb.), Daun Pijer,

Deleng, Bakau, Daun Pahang (Capsium annuum Linn.), Sambiloto (Andrographis

paniculata Nees.), Kumis Kucing (Orthopsiphon grandiflora Bald.).

Sedangkan dalam penelitian Munawwarah (2012), menyatakakan bahwa ditemukan 55 jenis dari famili tumbuhan obat yang digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat simalungun. Dimana jenis Zingiber officinale Roxb. Merupakan

tumbuhan obat yang memiliki nilai guna relatif tinggi penggunaannya.

Dalam penelitian Sihotang (2015), menyatakan bahwa eksplorasi

tumbuhan obat yang dilakukan di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Kabupaten Simalungun diperoleh 14 jenis tumbuhan obat yang memiliki potensi paling

(7)

(Aeschynanthus radicans Jack), Sabal (Piper albidum Kunth), Daun Tiga Jari-jari

(Piper aduncum L.), Tokkat Matua (Dimocarpus longan Lour), Horiskotala

(Eurycomalongifolia Jack), Handorasih (Melastoma polyanthum Burm.f), Bunga

Safa (Impatiens balsamina), Siraja Landong (Lindera latifolia Hook.f ), Pijar Holing (Dorstenia hirta Desv), Tabar-tabar ( Costus speciosus (J. Konig), Hobal

Putaran (Spathoglottis plicata Blume), dan Tumoringring (Curcuma heyneana

Val et. Van zipp).

Metabolit Sekunder Tumbuhan Obat

Senyawa fitokimia dapat diidentifikasi pada tumbuhan obat kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam

tumbuhan obat tersebut. Setiap jenis tumbuhan obat pada umumnya mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Menurut Tamin dan Arbain (1995), fungsi metabolit sekunder ini sangat bervariasi antara lain sebagai

pelindung dan pertahanan diri terhadap serangan dan gangguan yang ada disekitarnya, dan sebagai antibiotika. Beberapa jenis tumbuhan obat mengandung dua atau lebih senyawa obat yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya.

Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh

kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui secara lengkap karena pemeriksaan bahan kimia dari satu tanaman memerlukan biaya yang mahal. Meskipun tidak diketahui secara rinci, tetapi pendekatan secara

farmakologi berhasil menghasilkan informasi dari kegunaan tumbuhan obat (Hariana, 2004).

(8)

macam seperti alkoloid, flavonoid/tanin, terpen/steroid, dan saponin. Adapun senyawa metabolit sekunder yang umumnya diuji pada tumbuhan yaitu:

Alkoloid

Alkoloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari beberapa tumbuhan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, banyak

diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan. Alkaloid umunya tersebar di beberapa tumbuhan. Alkoloid juga merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkoloid mempunyai kegiatan fisiologis yang

menonjol pada tubuh manusia sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.

Flavonoid/Tanin

Flavonoid banyak terdapat di tumbuhan tinggi dan rendah. Kegunaan dari flavonoid antara lain, pertama terhadap tumbuhan yaitu sebagai pengatur tumbuh,

pengatur fotosintesis, kerja anti mikroba, dan anti virus. Kedua terhadap manusia sebagai anti biotik terhadap kanker dan ginjal, menghambat pendarahan, anti

oksidan, dan anti bakteri. Ketiga terhadap serangga sebagai daya tarik untuk melakukan penyerbukan.

Terpen/Steroid

Terpen/Steroid termasuk ke dalam minyak atsiri yang folatil. Terpen-steroid adalah senyawa yang terdapat pada bagian daun, buah dan kulit batang

(9)

Saponin

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau titerpena. Saponin mempunyai aktivitas farmakologis yang cukup luas diantaranya

meliputi: anti tumor, anti inflasi, anti virus, anti jamur, hipoglikemik, dan menurunkan kolesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam,

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran untuk PTS dialokasikan oleh Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau oleh Pemerintah daerah dalam Anggaran dan Pendapatan

(1) Selain gelar doktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c, Perguruan Tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan atau

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 diatur

182 concerning The Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera

[r]

Berdasarkan keputusan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Nomor: 015/Pokja-FAH/X/2016 tanggal 05 Oktober 2016 tentang Penetapan Pemenang Pengadaan

[r]

 Merupakan kesepakatan negara negara anggota WHO untuk memiliki kemampuan deteksi dini dan respons yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang